close

BANDA ACEH – Siang itu ruang pertemuan kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh tampak penuh. Ada tujuh pimpinan lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Tolak HGU PT Cemerlang Abadi di Aceh Barat Daya (Abdya) berkumpul.

Sedikit riuh saat Muhammad Nasir sedang sibuk mempersiapkan proyektor untuk mempresentasukan temuan baru koalisi ini. Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur pun mulai menyapa peserta diskusi. Hari itu, Kamis (24/5/2018), koalisi ini menggelar konferensi pers untuk memaparkan temuannya.

Semua tatapan tertuju ke arah layar putih. Muhammad Nasir yang didapuk menjadi juru bicara koalisi langsung memaparkan temuan koalisi 7 lembaga yang melakukan investigasi. Dia memperlihatkan melalui slide proyektor, perusahaan sawit PT Cemerlang Abadi menggarap tanah di bekas Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah berakhir 31 Desember 2017.

Muhammad Nasir tampak semangat menjelaskan satu slide ke slide lainnya. Sesekali dia geleng-geleng kepala, tak habis pikir HGU sudah berakhir masih saja berani menggarap lahan untuk ditenam sawit.

Pada slide ke empat, Muhammad Nasir mencoba mendekati layar proyektor. Lalu dia jelaskan, ada 269 hektar lahan yang kembali digarap dengan menggunakan dua ekskavator. Ini sudah dilakukan sejak awal tahun 2018. PT Cemerlang Abadi melakukan Land Clearing (pembersihan lahan) di HGU yang sudah berakhir.

Atas dasar temuan itu juga kemudian Koalisi Tolak HGU PT Cemerlang Abadi dari 7 lembaga di Aceh melaporkan perusahaan tersebut ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Aceh, Rabu (23/5/2018). Koalisi berharap polisi bisa bergerak cepat untuk memproses kasus ini sampai tuntas.

Ketujuh lembaga itu adalah Walhi Aceh, GeRAK, Forum LSM Aceh, HAkA, JKMA, LBH dan MaTA. Ketujuh lembaga inilah membawa kasus ini ke ranah hukum.

“Kami berharap kepolisian segera melakukan penyelidikan atas perkara ini,” kata Ketua Divisi Advokasi Walhi Aceh, Muhammad Nasir.

Penolakan terhadap perpanjangan izin HGU milik PT Cemerlang Abadi sudah berlangsung lama. Sejak 2015, arus penolakan sudah dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah kabupaten setempat. Namun, perusahaan sawit itu hampir saja bisa mendapatkan kembali perpanjangan HGU saat gubernur Aceh dipimpin oleh Plt Soedarmo.

Pada tanggal 20 Desember 2016 Plt Gubernur Aceh, Soedarmo menerbitkan surat dengan Nomor 525/BP2T/2657/2016, perihal Rekomendasi Perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi. Ini menjadi angin segar bagi perusahaan sawit tersebut.

Di sisi lain, pihak yang menolak HGU milik PT Cemerlang Abadi meradang. Masyarakat sipil, warga dan juga pemerintah Kabupaten Abdya terus menolak rencana tersebut. Pemerintah Kabupaten tidak mengeluarkan surat rekomendasi sehelai pun untuk perpanjangan HGU tersebut.

Setelah Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah terpilih menjadi Gubernur-Wakil Gubernur Aceh yang baru, terbitlah surat pembatalan HGU milik PT Cemerlang Abadi pada tanggal 21 Februari 2018 Nomor 590/6993, perihal Pembatalan Izin HGU PT Cemerlang Abadi.

Yang menjadi persoalan kemudian, Pemerintah Aceh belum mencabut surat sebelumnya yang dikeluarkan oleh Plt Gubernur Soedarmo tentang rekomendasi perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi. Menurut Muhammad Nasir, ditakutkan surat pembatalan izin HGU yang dikeluarkan Gubernur Irwandi Yusuf tidak memiliki kekuatan hukum kuat.

“Ini karena surat sebelumnya belum dicabut, bisa saja ini bermasalah nantinya dan kekuatan surat pembatalan bisa lemah,” ungkap Muhammad Nasir.

 

HGU Puluhan Tahun Terlantar

Muhammad Nasir menjelaskan, seperti dilansir merdeka.com, perusahaan mendapatkan HGU nomor Nomor 45/HGU/BPN/87, tanggal 7 November 1987. Luas lahannya adalah 7.516 hektar untuk komoditas kelapa sawit di Abdya.

Namun pada 31 Desember 2017 lalu, HGU milik PT Cemerlang Abadi berakhir. Sampai batas akhir izin HGU itu, perusahaan ini baru melakukan penanaman kelapa sawit seluas 2.627 hektare. Sedangkan sisanya seluas 1.841 hektar ditelantarkan dan 2.286 hetar dikuasai oleh masyarakat atau enclave.

Muhammad Nasir menyebutkan, yang dilaporkan ke Ditkrimsus Polda Aceh adalah dugaan PT Cemerlang Abadi masih melakukan land clearing pada HGU yang sudah berakhir izin seluas 269 hektar. Secara hukum, perusahaan tersebut sebenarnya tidak bisa lagi melakukan aktivitas apapun di HGU tersebut.

Dia juga menyebutkan, selain tidak menggarap semua lahan sesuai dengan HGU yang telah diterbitkan tahun 1987, pihak perusahaan juga diduga mencoba mengelabui masyarakat dan pemerintah dengan cara hanya menanam sawit di pinggir atau sekeliling hutan saja.

Sedangkan hutan yang berada di tengah-tengah masih terlihat lebat. Muhammad Nasir curiga, ini akal-akalan perusahaan untuk tetap bisa menguasai semua lahan tersebut.

“Ini kami menduga modus saja, atas ketidakmampuan mereka menggarap semua lahan, jelasnya.

Sementara itu Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan, ada tiga periode HGU milik PT Cemerlang Abadi. Pertama adalah HGU atau izin dari Badan Pertanahan Negara (BPN), kedua Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUPB) dari Gubernur dan Bupati setempat dan ketiga izin lingkungan dan Amdal.

“Nah izin lingkungan dan Amdal mereka ini tidak ada, sedangkan rekomendasi bupati dan gubernur juga tidak dimiliki,” jelasnya.

Menurut Askhalani yang merangkap jadi kuasa hukum Koalisi Tolak HGU PT Cemerlang Abadi menyebutkan, proses penolakan perpanjangan HGU milik PT Cemerlang Abadi sudah dilakukan sejak 2015 lalu, masa kepemimpinan Bupati Jufri.

“Sejak itu sudah dilakukan penolakan, dan sekarang bupati Akmal juga menolak, ucapnya.

Menurutnya, penolakan ini tidak terlepas dari tidak ada keuntungan apapun masuk ke pemerintah kabupaten Abdya sejak berdirinya perusahaan sawit tersebut. Akan tetapi hanya yang didapatkan oleh pemerintah setempat kerusakan jalan yang semakin parah.

“Ini harus mendapat perhatian dari penegakan hukum,” pintanya.

Undang-Udang yang dilanggar adalah UU Nomor 5 Tahun 1969 tentang pokok Agraria, UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan dan sejumlah peraturan lainnya. Termasuk UU Nomor 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup.

 

Janji Perusahaan

Dihubungi terpisah, Koordinator Lapangan (Korlap) PT Cemerlang Abadi, Agus Marhelis mengaku sudah mengetahui melalui media tentang laporan tersebut. Pihaknya akan menunggu surat panggilan resmi dari pihak Polda Aceh.

“Kita akan kooperatif, sebagai warga negara yang baik kita harus taat kepada hukum,” tegas Agus Marhelis melalui sambungan telepon genggamnya.

Agus mengaku operasional perusahaan tetap berjalan seperti biasa. Menurut pandangannya, yang dituduhkan kepada pihak perusahaan tidak memiliki alasan yang cukup.

“Karena menurut kami apa yang dituduhkan kepada kami itu mungkin beliau-beliau ini belum melihat secara langsung surat-surat yang kita miliki, jadi mereka perlu kita akan berikan, kita siap untuk bersilaturrahmi,” ungkapnya.

Menurutnya, pihak yang melaporkan PT Cemerlang Abadi ke Polda Aceh belum pernah sekalipun bertemu dengan manajemen perusahaan. Padahal bila mereka membutuhkan dokumen tentang perizinan milik perusahaan akan diberikan.

“Kami akan berikan kalau memang mereka perlu, tetapi mereka belum pernah berkomunikasi dengan kami,” ungkapnya.

Menyangkut dengan HGU yang berakhir 31 Desember 2017, diakui pihak PT Cemerlang Abadi. Agus menyebutkan, pihak perusahaan sudah melakukan pengurusan perpanjangan HGU sejak 2015 lalu. Semua persyarat sudah dipenuhi dan sekarang tinggal keputusan dari pemerintah pusat.

“Kita sudah melakukan permohonan secara prosedural di awal tahun 2016, kita sudah melakukan pendaftaran, bahkan pada tahun 2015 juga sudah kita melakukannya. Artinya segala prosedur yang ditentukan oleh BPN sudah kita penuhi,” ucapnya.

Pihak perusahaan berdalih, saat ini PT Cemerlang Abadi hanya menunggu kebijakan dari pemerintah pusat terkait perpanjangan HGU. Pihak perusahaan akan menyerahkan kepada kuasa hukum dan siap menghadapi gugatan tersebut. []

Tags : abdyalingkungansawit

Leave a Response