close
Demonstrasi menolak penghapusan KEL dalam Qanun RTRW Aceh | Foto: Nanda Mariska

Seorang anggota DPR Aceh dihadapan demontrans Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) mengatakan bahwa yang dihapus dalam Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) hanya lembaga Badan Pelaksana Kawasan Ekosistem Leuser (BP KEL), bukan KEL-nya. Namun faktanya, KPHA tidak menemukan lagi sebutan KEL lagi dalam qanun tersebut.

Senin kemarin (30/12/2013) ratusan demonstran dari KPHA dan masyarakat berbagai wilayah melakukan unjuk rasa menolak penghapusan KEL dan tidak dicantumkannya hak ulayat dalam qanun RTRWA. Pengunjuk rasa berorasi bergantian mengecam DPRA yang dinilai tidak pro rakyat. Selain itu pengunjuk rasa menyebutkan penghapusan KEL dalam qanun menyebabkan potensi bencana meningkat di Aceh.

Anggota DPR Aceh dari Partai Aceh, Adnan Beuransyah, menjumpai demonstran di halaman gedung dewan terhormat. Dalam jawabannya terhadap pemrotes, ia mengatakan bahwa dalam qanun RTRW Aceh, yang dihapus bukan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) tapi Badan Pengawas Kawasan Ekosistem Leuser (BP-KEL).

BP-KEL dihilangkan karena nantinya akan dikelola langsung oleh Pemerintah Aceh melalui Unit Pengelola Teknis Dinas (UPTD) yang nantinya berada di bawah Dinas Kehutanan.

Tapi yang sebenarnya berlawanan dengan apa yang dikatakan Adnan Beuransyah dihadapan pengunjuk rasa. Juru bicara KPHA, Effendi Isma, S.Hut, kepada Greenjo, Selasa (31/12/2013) mengatakan pihaknya telah mempelajari qanun RTRWA tersebut dan ternyata istilah KEL memang sudah dihapus di dalamnya.

” Adnan Beuransyah adalah pembohong, nomenklatur KEL tidak ditemukan lagi dalam substansi RTRW Aceh dan bila dipaksakan terus berlaku, kita akan somasi dan judicial review bila tidak dikoreksi,” ujar Effendi Isma. DPR Aceh telah telah melakukan pelangaran regulasi, tambahnya.

Menurutnya, implikasi tidak tercantumnya KEL dalm Qanun menyebabkan tidak akan ada lagi pengelolaan KEL dan tidak ada lagi program-program pemberdayaan KEL secara terintegrasi. ” Izin konsesi sudah boleh dengan mulus beroperasi di sana dengan mudah,” sesalnya.

Sementara itu hal senada disampaikan oleh aktivis lingkungan yang juga merupakan akademisi dari Universitas Serambi Mekkah, T. Muhammad Zulfikar.

Ia mengatakan pemahaman anggota DPR Aceh terhadap KEL masih sangat minim. ” Dia (anggota dewan-red) tidak bisa membedakan antara KEL sebagai sebuah kawasan kelola hutan dengan BPKEL sebagai lembaga pengelola. Sayangnya lagi masih ada anggota DPRA yang tidak paham regulasi, terutama sejumlah regulasi yang seharusnya menjadi acuan dalam penyusunan qanun RTRWA, sepertu UU PA, UU tentang Penataan Ruang dan PP RTRW Nasional.Menyedihkan sekali,” kecamnya.

 

Tags : KELleuserrawa tripaRTRWA

2 Comments

  1. Orang yg tidak pantas memimpin jadi pemimpin, tunggulah saat2 hancurnya negeri ini

Leave a Response