close
Ragam

Menyabung Nyawa Demi Selamatkan Hewan

Relawan Animal Rescue memberi makan hewan di perkampungan yang telah ditinggalkan penduduk di kaki Sinabung | Foto: COP

Setiap hari mereka berkeliling zona merah untuk mencari kalau ada hewan yang terlantar atau hewan liar dari hutan yang tersesat. Dalam hujan debu Sinabung, selangkah demi selangkah, kaki mengitari perkampungan yang sepi dari penduduk. Dari kejauhan awan erupsi Gunung Sinabung menggumpal-gumpal seakan hendak membekap daerah sekitar dengan debu panasnya.

Mereka adalah para relawan yang tergabung dalam Animal Rescue, sebuah kegiatan yang diprakarsai oleh lembaga Centre for Orangutan Protection di daerah rawan semburan debu panas Gunung Sinabung, Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara. Sekitar enam orang relawan yang terbagi dalam tiga tim menempati posko sederhana di kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah I-Sumut di Kota Kabanjahe. Salah seorang diantara mereka adalah seorang pemuda berkulit cokelat asal Aceh, Ratno Sugito.

Sampai hari ini, Selasa (4/2/2014) Ratno sudah sepuluh hari berada di daerah zona merah, sebuah kawasan yang ditetapkan berbahaya, berada dalam radius hingga 5 Km dari gunung Sinabung. Namun hingga hari ini Ia belum bisa memastikan sampai kapan berada dibawah guyuran hujan debu.

” Kami disini setiap hari berpatroli mengelilingi kampung-kampung yang sepi ditinggalkan penduduk, memberi makan hewan yang terlantar ditinggalkan pemiliknya. Selain itu kami mengidentifikasi satwa liar yang dilindungi, melakukan operasi penyelamatan atau evakuasi jika menemukan satwa liar bersama BBKSDA,” jelas Ratno.

Tak sedikit tantangan yang mereka hadapi selama menjalankan tugas menyelamatkan satwa. Relawan harus pandai-pandai membaca tanda-tanda alam seperti arah angin agar terhindar dari resiko terkena awan panas gunung Sinabung. Seperti pada kejadian erupsi besar, Minggu (2/2/2014) yang menelan 15 korban jiwa, Ratno menceritakan bahwa posisi mereka saat itu hanya berjarak 2,5 km dari pusat erupsi yaitu di Desa Sigaranggarang.

” Syukurnya arah angin saat itu berlawanan dengan posisi atau hembusan awan panas berlawanan arah. Kami membelakangi arah angin. Kami tidak lari saat itu namun dalam kondisi siaga saja,” cerita Ratno.

Dalam melaksanakan tugasnya relawan dibekali dengan masker dan kacamata untuk menghindari debu. Relawan yang dibagi menjadi tiga tim, masing-masing beranggotakan 2 orang, tak kenal lelah menyusuri daerah bencana. ” Jika keadaan mendukung kami bisa seharian berpatroli namun kalau situasi tak memungkinkan kami segera kembali ke posko,”ujar Ratno.

Relawan bekerja sama dengan tim BBKSDA Wil I Sumut dalam melaksanakan aktivitasnya. Sejauh ini ada beberapa hewan liar yang telah mereka selamatkan bahkan beberapa diantaranya adalah hewan endemik kawasan Sinabung. Hal ini dijelaskan oleh Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Sumut, Edward Sembiring dalam kesempatan yang sama.

Petugas BBKSDA menguburkan kambing liar Sumatera yang ditemukan mati | Foto: COP
Petugas BBKSDA menguburkan kambing liar Sumatera yang ditemukan mati | Foto: COP

Edward mengatakan bahwa posko penyelamatan satwa liar sudah dibuka sejak 17 Januari 2014 lalu di Kantor BBKSDA Kabanjahe. ” Ada beberapa hewan endemik yang kami temukan, diantaranya tiga kambing liar Hutan Sumatera. Yang satu kami temukan dalam kondisi hidup namun akhirnya mati karena infeksi paru-paru yang menyerangnya, hanya 10% berfungsi. Kemudian kambing liar kedua ditemukan dalam keadaan hidup dan kami lepaskan kembali di Tahura Bukit Barisan Sibayak. Seminggu kemudian kami menemukan kambing ketiga yang sudah mati, berbau sehingga tidak bisa diawetkan untuk pendidikan,” jelas Edward.

Wilayah tempat ditemukan satwa liar ini sangat dekat dengan pusat erupsi, sekitar 1-2 km saja. ” Ngeri-ngeri sedap juga, tapi relawan kan sudah rela berkorban. Tapi mereka tetap waspada dengan menghitung arah angin,” kata Edward.

Selain kambing hutan Sumatera, BBKSDA juga menemukan kucing emas, hewan endemik Sinabung namun sayangnya tidak bisa diselamatkan karena mati. Selain itu tim juga berhasil menyelamatkan satwa Trenggiling dari masyarakat. Trenggiling ini kemudian dilepaskan ke Taman Wisata Alam Deleng Lancuk, di Danau Lau Kawar, yang berada di kaki gunung Sinabung, Sumatera Utara.

Menurut Edward, hewan-hewan liar yang masih berada di sekitar Sinabung saat ini adalah hewan liar yang terjebak atau tidak sempat menyelamatkan diri. ” Hewan liar secara naluri, sebelum erupsi terjadi sudah tahu akan terjadi bencana sehingga berpindah menyelamatkan diri. Sedangkan yang tertinggal adalah yang terjebak, apalagi arah angin berubah-ubah,” jelas Edward.

Gunung Sinabung sendiri masih koridor dengan Taman Nasional Gunung Leuser  (TNGL) sehingga diperkirakan hewan-hewan liar banyak yang berpindah ke TNGL. Menurut pengamatan petugas BBKSDA, masih ditemukan jejak hewan liar seperti jejak Harimau Sumatera. ” Jejaknya menandakan Harimau-nya sedang berusaha lari, ini tampak dari ukuran dan bekas cakaran kuku. Daerah ini memang habitat Harimau Sumatera,” ujar Edward.

Ratno kembali bercerita bahwa mereka kekurangan relawan yang memiliki keahlian sebagai dokter hewan. Relawan hanya bisa melakukan pertolongan awal jika ada hewan liar yang terluka atau sakit.

Ntah sampai kapan Sinabung terus mengeluarkan amarahnya. Masyarakat hanya bisa berharap Sinabung segera mereda secepatnya. Saat ini yang bisa dilakukan adalah berdoa dan bersikap waspada. Kenali cuaca, bentang alam, demi keselamatan. ” Kami relawan turut berduka atas timbulnya korban jiwa pada letusan Sinabung kemarin.” kata Ratno mengakhiri percakapan.

Tags : relawansatwasinabung

Leave a Response