close

abdya

Ragam

Puluhan Hektar Hutan Lindung Diduduki Warga Abdya

Blangpidie – Puluhan hektare hutan lindung di kawasan Desa Ie Mirah, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) telah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman penduduk dan areal perkebunan warga.

Kepala Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) wilayah Blangpidie, Abdya, Syukramizar saat konfirmasi wartawan di Blangpidie, Selasa (12/11/2019) membenarkan puluhan hektare hutan lindung yang telah dirambah lalu diduduki hingga jadi pemukiman penduduk itu berada pada kilometer tujuh jalan Ie Mirah-Terangun.

“Kalau kita menuju ke Kabupaten Gayo Lues melalui jalan lintas Ie Mirah-Terangun sampai pada kilometer tujuh masuk simpang ke arah kanan jaraknya kira-kira 4-5 kilometer sudah terlihat puluhan rumah panggung berkontruksi kayu dan beratap seng di kawasan itu,” katanya.

Menurut informasi diperoleh Syukramizar hutan lindung di kawasan tersebut menjadi pemukiman masyarakat sejak Provinsi Aceh dilanda konflik bersenjata sekitar tahun 2000-an.

Pihak Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) wilayah V Aceh sudah pernah menyurati Pemerintah kabupaten Abdya terkait keberadaan permukiman penduduk dalam kawasan hutan lindung tersebut.

Bahkan, pihak Kementerian Sosial telah berupaya melakukan negosiasi untuk relokasi, namun, mereka menolaknya dengan alasan ingin mengasingkan diri dari keramaian, jauh dari kebisingan dan butuh ketenangan.

“Pada tahun 2018, kami dari pihak KPH wilayah V bersama Kementerian Sosial RI sudah pernah datang ke sana melakukan negosiasi untuk relokasi, tapi mereka menolaknya dengan alasan ingin menjauh dari keramaian dan menghindari kebisingan, jadi, intinya mereka ingin hidup tenang,” katanya.

Meskipun demikian pihak KPH wilayah V Aceh mengaku akan melakukan negosiasi kembali dengan penduduk setempat melalui kegiatan penyelesaian konflik tenurial yang diprogramkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh pada tahun anggaran 2019.

“Jadi, mulai hari ini kami bersama tim DLHK Provinsi Aceh melakukan indentifikasi terhadap keberadaan komunitas masyarakat yang bermukim di dalam kawasan hutan lindung dan areal-areal hutan yang telah dirambah,” katanya.

Disamping melakukan penyelesaian konflik tenurial, pemerintah melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS-HL) Krueng Aceh juga melakukan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) sepanjang kiri-kanan jalan Ie Mirah-Terangun seluas 430 hektare termasuk kawasan hutan lindung yang telah jadi pemukiman warga tersebut.

“Kita berharap program pemerintah ini bisa berjalan dengan baik sesuai dengan harapan kita, sehingga kawasan hutan tetap lestari dan masyarakat sejahtera,” katanya.

Sumber: aceh.antaranews.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Irwandi Cabut Surat Rekomendasi Izin HGU PT Cemerlang Abadi

BANDA ACEH – Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf akhirnya mengeluarkan surat pencabutan surat rekomendasi izin Hak Guna Usaha (HGU). Langkah tegas ini diambil mengingat Plt Gubernur Aceh sebelumnya, Soedarmo telah mengeluarkan surat rekomendasi tersebut.

Surat tersebut nomor 590/18740 tertanggal 26 Juni 2018 itu ditujukan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia. Perihal surat itu meminta kepada kedua kementerian tersebut untuk menolak perpanjangan izin HGU yang diajukan oleh PT Cemerlang Abadi.

Sebelumnya Plt Gubernur Aceh, Soedarmo saat memimpin Aceh waktu Pilkada tahun 2016 lalu, pada tanggal 20 Desember 2016 mengeluarkan surat dengan Nomor 525/BP2T/2657/2016, perihal Rekomendasi Perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi.

Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah A Gani membenarkan bahwa Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf telah mengeluarkan surat tersebut. Surat itu langsung ditujukan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia, meminta agar tidak memperpanjang HGU milik PT Cemerlang Abadi.

“Saya sudah cek kebenaran surat itu, benar bapak Gubernur sudah mengeluarkan surat itu,” kata Saifullah A Gani yang akrap disapa SAG, Rabu (27/6/2018) di Banda Aceh.

Dalam surat tersebut yang dikeluarkan tanggal 26 Juni 2018 – ditandatangani langsung oleh Irwandi Yusuf menyebutkan, pertimbangan mencabut rekomendasi perpanjangan HGU PT Cemerlang Abad, karena HGU sudah berakhir sejak 31 Desember 2017 dan hingga sekarang belum mendapatkan perpanjangan.

Selain itu, Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Akmal Ibrahim juga telah mengeluarkan surat Nomor 590/243/2018 tanggal 19 Maret 2018 tentang penolakan perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi. Lalu diperkuat dengan surat Gubernur Aceh Nomor 590/6993 tanggal 21 Februari 2018 perihal pembatalan izin HGU PT Cemerlang Abadi.

“PT Cemerlang Abadi selama 30 tahun telah menelantarkan lahan HGU dan tidak melaporkan perkembangan usaha secara berkala setiap semester kepadal dinas terkait,” ungkap SAG.

Hal yang mendasar lain, mengapa Gubernur Aceh mengeluarkan surat pencabutan rekomendasi perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi, SAG menyebutkan, selama ini perusahaan sawit tersebut tidak melakukan kegiatan kemitraan usaha perkebunan sebagaimana tercantum dalam pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan.

Lebih parah lagi, perusahaan tersebut juga tidak melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagaimana perintah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas.

Oleh karena itu, sebut SAG, Gubernur Aceh meminta kepada kedua kementerian tersebut agar permohonan perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi yang telah diajukan tidak dikabulkan.

Koalisi Tolak HGU PT Cemerlang Abadi dari 7 lembaga di Aceh sebelumnya telah melaporkan perusahaan tersebut ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Aceh, Rabu (23/5). Koalisi berharap polisi bisa bergerak cepat untuk memproses kasus ini sampai tuntas.

Dilaporkannya perusahaan sawit itu karena ada 269 hektar lahan yang kembali digarap dengan menggunakan dua ekskavator. Ini sudah dilakukan sejak awal tahun 2018. PT Cemerlang Abadi melakukan Land Clearing (pembersihan lahan) di HGU yang sudah berakhir.

“Penolakan terhadap perpanjangan izin HGU milik PT Cemerlang Abadi sudah berlangsung lama. Sejak 2015, arus penolakan sudah dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah kabupaten setempat,” kata Ketua Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nasir.

PT Cemerlang Abadi mendapat HGU nomor Nomor 45/HGU/BPN/87, tanggal 7 November 1987. Luas lahannya adalah 7.516 hektar untuk komoditas kelapa sawit di Abdya.

Namun pada 31 Desember 2017 lalu, HGU milik PT Cemerlang Abadi berakhir. Sampai batas akhir izin HGU itu, perusahaan ini baru melakukan penanaman kelapa sawit seluas 2.627 hektare. Sedangkan sisanya seluas 1.841 hektar ditelantarkan dan 2.286 hetar dikuasai oleh masyarakat atau enclave.

Muhammad Nasir menyebutkan, yang dilaporkan ke Ditkrimsus Polda Aceh adalah dugaan PT Cemerlang Abadi masih melakukan land clearing pada HGU yang sudah berakhir izin seluas 269 hektar. Secara hukum, perusahaan tersebut sebenarnya tidak bisa lagi melakukan aktivitas apapun di HGU tersebut.

Dia juga menyebutkan, selain tidak menggarap semua lahan sesuai dengan HGU yang telah diterbitkan tahun 1987, pihak perusahaan juga diduga mencoba mengelabui masyarakat dan pemerintah dengan cara hanya menanam sawit di pinggir atau sekeliling hutan saja.

Sedangkan hutan yang berada di tengah-tengah masih terlihat lebat. Muhammad Nasir curiga, ini akal-akalan perusahaan untuk tetap bisa menguasai semua lahan tersebut.

“Ini kami menduga modus saja, atas ketidakmampuan mereka menggarap semua lahan, jelasnya.

Sementara itu Koordinator Lapangan (Korlap) PT Cemerlang Abadi, Agus Marhelis mengaku akan membahas hal tersebut dengan top manajer manajemen PT Cemerlang Abadi terlebih dahulu. Namun, apapun yang menjadi keputusan pihak kementerian akan diterima dengan baik.

“Apa yang mereka tetapkan akan kita patuhi, karena semua prosedur sudah kita lakukan,” ungkap Agus Marhelis.

Menyangkut dengan tudingan dalam surat Gubernur Aceh tentang pencabutan rekomendasi perpanjangan HGU PT Cemerlang Abdi yang menyebutkan tidak melakukan CSR. Agus mengaku itu semua informasi yang tidak benar, selama ini pihak perusahaan telah membantu desa setempat dan juga beberapa masjid.

“Kalau dikatakan tidak melakukan CSR itu gak betul juga, kita telah berikan,” tegasnya.

Agus tegaskan, apapun yang menjadi keputusan dari pihak kementerian, terutama BPN akan diterima dan dijalankan. Apa lagi, Agus mengaku perusahaannya itu telah melakukan berbagai proses sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.[]

read more
HutanKebijakan Lingkungan

Eks HGU PT Cemerlang Abadi Lahan Gambut Wajib Dilindungi

BANDA ACEH – PT Cemerlang Abadi telah dimeja hijaukan oleh tujuh lembaga yang konsen melestarikan lingkungan di Aceh. Dipidanakan perusahaan ini, karena masih menggarap tanah pada Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah berakhir sejak 31 Desember 2017 lalu.

Masyarakat, lembaga swadaya masyarakat hingga pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) sejak tahun 2015 telah berjuang menolak perpanjangan HGU milik PT Cemerlang Abadi, perusahaan yang mengelola perkebunan sawit.

Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, perusahaan itu mendapatkan HGU Nomor 45/HGU/BPN/87, tanggal 7 November 1987. Luas lahannya adalah 7.516 hektar untuk komoditas kelapa sawit di Abdya. Namun pada 31 Desember 2017 lalu, HGU milik PT Cemerlang Abadi berakhir.

Sampai batas akhir izin HGU itu, perusahaan baru melakukan penanaman kelapa sawit seluas 2.627 hektar. Sedangkan sisanya seluas 1.841 hektar ditelantarkan dan 2.286 hektar dikuasai oleh masyarakat atau enclave.

Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Wilayah Aceh, T M Zulfikar menyebut ada kekeliruan dari pemerintah masa lalu memberikan HGU di kawasan hutan PT Cemerlang Abadi saat ini. Karena kawasan hutan tersebut merupakan lahan gambut yang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter yang wajib dilindungi.

“Ini ada kesalahan pemerintah sebelumnya yang memberikan izin HGU kepada banyak perusahaan di sana, baik di Abdya maupun Nagan Raya, yang selama ini kita kenal sebagai bagian dari kawasan lindung gambut Rawa Tripa,” kata T M Zulfikar di Banda Aceh beberapa waktu lalu.

Sebagaimana tertuang dalam Qanun RTRW Aceh bahwa di Kabupaten Nagan Raya telah dijadikan Kawasan Lindung Gambut seluas lebih kurang 11.359 Hektar, ditambah area eks PT Kallista Alam seluas 1.605 Hektar. Menurutnya, sudah selayaknya sebagian dari areal eks PT Cemerlang Abadi tersebut juga dapat dijadikan bagian dari Kawasan Lindung Gambut.

“Sehingga dapat diusulkan ke dalam Qanun RTRW Aceh yang menurut rencana akan segera direvisi atau ditinjau kembali,” jelasnya.

Kendati demikian, TM Zulfikar menyambut positif rencana pemerintah kabupaten Abdya menolak memberikan rekomendasi perpanjangan HGU miliki PT Cemerlang Abadi.

“Apalagi jika memang terbukti PT CA (Cemerlang Abadi) selama ini tidak menjalankan kewajibannya secara baik. Dan tentunya pemerintah harus berani mengambil tindakan tegas terkait hal ini. Masa iya kebijakan Negara bisa kalah dengan kepentingan perusahaan? Ini namanya sudah keterlaluan,” ungkapnya.

Menyangkut HGU yang nantinya akan diambil alih pemerintah, dia menyarankan dilakukan pengkajian yang mendalam terlebih dahulu agar peruntukannya tepat. Apalagi sebagian wilayah yang berada di Kecamatan Babahrot tersebut merupakan kawasan bergambut. Ini mengacu hasil penelitian dan survei yang dilakukan sebelumnya, kedalaman gambut di atas 3 meter.

“Karena lahan tersebut sudah menjadi wewenang pemerintah kembali, maka tidak ada salahnya jika sebagian dari lahan tersebut diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat,” tegasnya.

Bila hendak dijadikan persawahan, aspek penting yang harus dilihat adalah ketersediaan air. Karena air merupakan sumber utama bagi keberlangsungan tanaman padi dan juga bagi manusia. Jika pemerintah ada niat menanam sawit kembali, dia menyarankan agar dipertimbangkan karena lahan itu tidak sepenuhnya cocok.

“Kita bisa lihat di wilayah Darul Makmur dan sekitarnya hampir seluruh kelapa sawit yang ditanam di lahan gambut yang memiliki kedalaman cukup tebal, kelapa sawit tumbuhnya tidak sempurna, ada yang melingkar-lingkar sehingga membutuhkan banyak space, bahkan ada yang sama sekali tak memiliki buah sawit,” jelasnya.

Zulfikar mengusulkan sebagian dari lahan tersebut dijadikan sebagai kawasan konservasi dengan tujuan utama untuk melindungi sumber-sumber air, habitat dan ekosistem yang ada di sana.

Sebelumnya, Koalisi Tolak HGU PT Cemerlang Abadi dari 7 lembaga di Aceh pun melaporkan PT Cemerlang Abadi ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Aceh, Rabu (23/5). Perusahaan dianggap telah menggarap lahan eks HGU seluas 269 hektar lahan yang kembali dengan menggunakan dua ekskavator. Ini sudah dilakukan sejak awal tahun 2018. PT Cemerlang Abadi melakukan Land Clearing (pembersihan lahan) di HGU yang sudah berakhir.

Menanggapi itu Koordinator Lapangan (Korlap) PT Cemerlang Abadi, Agus Marhelis mengaku sudah mengetahui melalui media tentang laporan tersebut. Pihaknya akan menunggu surat panggilan resmi dari pihak Polda Aceh.

Kita akan kooperatif, sebagai warga negara yang baik kita harus taat kepada hukum, tegas Agus Marhelis melalui sambungan telepon genggamnya.

Agus mengaku operasional perusahaan tetap berjalan seperti biasa. Menurut pandangannya, apa yang dituduhkan kepada pihak perusahaan tidak memiliki alasan yang cukup.

“Karena menurut kami apa yang dituduhkan kepada kami itu mungkin beliau-beliau ini belum melihat secara langsung surat-surat yang kita miliki, jadi mereka perlu kita akan berikan, kita siap untuk bersilaturrahmi,” ungkapnya.

Katanya, pihak yang melaporkan PT Cemerlang Abadi ke Polda Aceh belum pernah sekalipun bertemu dengan manajemen perusahaan. Padahal bila mereka membutuhkan dokumen tentang perizinan milik perusahaan akan diberikan.

“Kami akan berikan kalau memang mereka perlu, tetapi mereka belum pernah berkomunikasi dengan kami,” ungkapnya.

Menyangkut dengan HGU yang berakhir 31 Desember 2017 lalu diakui oleh pihak PT Cemerlang Abadi. Agus menyebutkan, pihak perusahaan sudah melakukan pengurusan perpanjangan HGU sejak 2015 lalu. Semua prasyarat sudah dipenuhi dan sekarang tinggal keputusan dari pemerintah pusat.

“Kita sudah melakukan permohonan secara prosedural di awal tahun 2016, kita sudah melakukan pendaftaran, bahkan pada tahun 2015 juga sudah kita melakukannya. Artinya segala prosedur yang ditentukan oleh BPN sudah kita penuhi,” ucapnya.

Namun pihak perusahaan berdalih, saat ini PT Cemerlang Abadi hanya menunggu kebijakan dari pemerintah pusat terkait perpanjangan HGU. Sedangkan laporan ke Polda Aceh, pihak perusahaan akan menyerahkan kepada Lawyer dan pihaknya siap menghadapi gugatan tersebut. []

read more
HutanKebijakan Lingkungan

PT Cemerlang Abadi Garap Lahan di Eks HGU

BANDA ACEH – Siang itu ruang pertemuan kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh tampak penuh. Ada tujuh pimpinan lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Tolak HGU PT Cemerlang Abadi di Aceh Barat Daya (Abdya) berkumpul.

Sedikit riuh saat Muhammad Nasir sedang sibuk mempersiapkan proyektor untuk mempresentasukan temuan baru koalisi ini. Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur pun mulai menyapa peserta diskusi. Hari itu, Kamis (24/5/2018), koalisi ini menggelar konferensi pers untuk memaparkan temuannya.

Semua tatapan tertuju ke arah layar putih. Muhammad Nasir yang didapuk menjadi juru bicara koalisi langsung memaparkan temuan koalisi 7 lembaga yang melakukan investigasi. Dia memperlihatkan melalui slide proyektor, perusahaan sawit PT Cemerlang Abadi menggarap tanah di bekas Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah berakhir 31 Desember 2017.

Muhammad Nasir tampak semangat menjelaskan satu slide ke slide lainnya. Sesekali dia geleng-geleng kepala, tak habis pikir HGU sudah berakhir masih saja berani menggarap lahan untuk ditenam sawit.

Pada slide ke empat, Muhammad Nasir mencoba mendekati layar proyektor. Lalu dia jelaskan, ada 269 hektar lahan yang kembali digarap dengan menggunakan dua ekskavator. Ini sudah dilakukan sejak awal tahun 2018. PT Cemerlang Abadi melakukan Land Clearing (pembersihan lahan) di HGU yang sudah berakhir.

Atas dasar temuan itu juga kemudian Koalisi Tolak HGU PT Cemerlang Abadi dari 7 lembaga di Aceh melaporkan perusahaan tersebut ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Aceh, Rabu (23/5/2018). Koalisi berharap polisi bisa bergerak cepat untuk memproses kasus ini sampai tuntas.

Ketujuh lembaga itu adalah Walhi Aceh, GeRAK, Forum LSM Aceh, HAkA, JKMA, LBH dan MaTA. Ketujuh lembaga inilah membawa kasus ini ke ranah hukum.

“Kami berharap kepolisian segera melakukan penyelidikan atas perkara ini,” kata Ketua Divisi Advokasi Walhi Aceh, Muhammad Nasir.

Penolakan terhadap perpanjangan izin HGU milik PT Cemerlang Abadi sudah berlangsung lama. Sejak 2015, arus penolakan sudah dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah kabupaten setempat. Namun, perusahaan sawit itu hampir saja bisa mendapatkan kembali perpanjangan HGU saat gubernur Aceh dipimpin oleh Plt Soedarmo.

Pada tanggal 20 Desember 2016 Plt Gubernur Aceh, Soedarmo menerbitkan surat dengan Nomor 525/BP2T/2657/2016, perihal Rekomendasi Perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi. Ini menjadi angin segar bagi perusahaan sawit tersebut.

Di sisi lain, pihak yang menolak HGU milik PT Cemerlang Abadi meradang. Masyarakat sipil, warga dan juga pemerintah Kabupaten Abdya terus menolak rencana tersebut. Pemerintah Kabupaten tidak mengeluarkan surat rekomendasi sehelai pun untuk perpanjangan HGU tersebut.

Setelah Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah terpilih menjadi Gubernur-Wakil Gubernur Aceh yang baru, terbitlah surat pembatalan HGU milik PT Cemerlang Abadi pada tanggal 21 Februari 2018 Nomor 590/6993, perihal Pembatalan Izin HGU PT Cemerlang Abadi.

Yang menjadi persoalan kemudian, Pemerintah Aceh belum mencabut surat sebelumnya yang dikeluarkan oleh Plt Gubernur Soedarmo tentang rekomendasi perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi. Menurut Muhammad Nasir, ditakutkan surat pembatalan izin HGU yang dikeluarkan Gubernur Irwandi Yusuf tidak memiliki kekuatan hukum kuat.

“Ini karena surat sebelumnya belum dicabut, bisa saja ini bermasalah nantinya dan kekuatan surat pembatalan bisa lemah,” ungkap Muhammad Nasir.

 

HGU Puluhan Tahun Terlantar

Muhammad Nasir menjelaskan, seperti dilansir merdeka.com, perusahaan mendapatkan HGU nomor Nomor 45/HGU/BPN/87, tanggal 7 November 1987. Luas lahannya adalah 7.516 hektar untuk komoditas kelapa sawit di Abdya.

Namun pada 31 Desember 2017 lalu, HGU milik PT Cemerlang Abadi berakhir. Sampai batas akhir izin HGU itu, perusahaan ini baru melakukan penanaman kelapa sawit seluas 2.627 hektare. Sedangkan sisanya seluas 1.841 hektar ditelantarkan dan 2.286 hetar dikuasai oleh masyarakat atau enclave.

Muhammad Nasir menyebutkan, yang dilaporkan ke Ditkrimsus Polda Aceh adalah dugaan PT Cemerlang Abadi masih melakukan land clearing pada HGU yang sudah berakhir izin seluas 269 hektar. Secara hukum, perusahaan tersebut sebenarnya tidak bisa lagi melakukan aktivitas apapun di HGU tersebut.

Dia juga menyebutkan, selain tidak menggarap semua lahan sesuai dengan HGU yang telah diterbitkan tahun 1987, pihak perusahaan juga diduga mencoba mengelabui masyarakat dan pemerintah dengan cara hanya menanam sawit di pinggir atau sekeliling hutan saja.

Sedangkan hutan yang berada di tengah-tengah masih terlihat lebat. Muhammad Nasir curiga, ini akal-akalan perusahaan untuk tetap bisa menguasai semua lahan tersebut.

“Ini kami menduga modus saja, atas ketidakmampuan mereka menggarap semua lahan, jelasnya.

Sementara itu Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan, ada tiga periode HGU milik PT Cemerlang Abadi. Pertama adalah HGU atau izin dari Badan Pertanahan Negara (BPN), kedua Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUPB) dari Gubernur dan Bupati setempat dan ketiga izin lingkungan dan Amdal.

“Nah izin lingkungan dan Amdal mereka ini tidak ada, sedangkan rekomendasi bupati dan gubernur juga tidak dimiliki,” jelasnya.

Menurut Askhalani yang merangkap jadi kuasa hukum Koalisi Tolak HGU PT Cemerlang Abadi menyebutkan, proses penolakan perpanjangan HGU milik PT Cemerlang Abadi sudah dilakukan sejak 2015 lalu, masa kepemimpinan Bupati Jufri.

“Sejak itu sudah dilakukan penolakan, dan sekarang bupati Akmal juga menolak, ucapnya.

Menurutnya, penolakan ini tidak terlepas dari tidak ada keuntungan apapun masuk ke pemerintah kabupaten Abdya sejak berdirinya perusahaan sawit tersebut. Akan tetapi hanya yang didapatkan oleh pemerintah setempat kerusakan jalan yang semakin parah.

“Ini harus mendapat perhatian dari penegakan hukum,” pintanya.

Undang-Udang yang dilanggar adalah UU Nomor 5 Tahun 1969 tentang pokok Agraria, UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan dan sejumlah peraturan lainnya. Termasuk UU Nomor 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup.

 

Janji Perusahaan

Dihubungi terpisah, Koordinator Lapangan (Korlap) PT Cemerlang Abadi, Agus Marhelis mengaku sudah mengetahui melalui media tentang laporan tersebut. Pihaknya akan menunggu surat panggilan resmi dari pihak Polda Aceh.

“Kita akan kooperatif, sebagai warga negara yang baik kita harus taat kepada hukum,” tegas Agus Marhelis melalui sambungan telepon genggamnya.

Agus mengaku operasional perusahaan tetap berjalan seperti biasa. Menurut pandangannya, yang dituduhkan kepada pihak perusahaan tidak memiliki alasan yang cukup.

“Karena menurut kami apa yang dituduhkan kepada kami itu mungkin beliau-beliau ini belum melihat secara langsung surat-surat yang kita miliki, jadi mereka perlu kita akan berikan, kita siap untuk bersilaturrahmi,” ungkapnya.

Menurutnya, pihak yang melaporkan PT Cemerlang Abadi ke Polda Aceh belum pernah sekalipun bertemu dengan manajemen perusahaan. Padahal bila mereka membutuhkan dokumen tentang perizinan milik perusahaan akan diberikan.

“Kami akan berikan kalau memang mereka perlu, tetapi mereka belum pernah berkomunikasi dengan kami,” ungkapnya.

Menyangkut dengan HGU yang berakhir 31 Desember 2017, diakui pihak PT Cemerlang Abadi. Agus menyebutkan, pihak perusahaan sudah melakukan pengurusan perpanjangan HGU sejak 2015 lalu. Semua persyarat sudah dipenuhi dan sekarang tinggal keputusan dari pemerintah pusat.

“Kita sudah melakukan permohonan secara prosedural di awal tahun 2016, kita sudah melakukan pendaftaran, bahkan pada tahun 2015 juga sudah kita melakukannya. Artinya segala prosedur yang ditentukan oleh BPN sudah kita penuhi,” ucapnya.

Pihak perusahaan berdalih, saat ini PT Cemerlang Abadi hanya menunggu kebijakan dari pemerintah pusat terkait perpanjangan HGU. Pihak perusahaan akan menyerahkan kepada kuasa hukum dan siap menghadapi gugatan tersebut. []

read more