close

air

Green Style

Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Saatnya Melawan Sampah Plastik

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, hari ini tanggal 5 Juni 2018, bumi kembali memperingati hari Lingkungan Hidup se-Dunia. Peringatan Hari LH Dunia ini tahun ini merupakan peringatan yang ke-46 kalinya sejak dicetuskan pada tanggal 5 Juni 1972 di Stockholm, Swedia. Memang sejak dilaksanakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup tersebut, muncul semangat bersama bangsa-bangsa di dunia untuk merawat dan menyelamatkan bumi dan alam semesta ini dari berbagai upaya kejahatan lingkungan.

Tema setiap tahun
Tahun 2017 yang lalu, tema yang diusung adalah “connect with nature” atau bersinergi/berinteraksi dengan alam. Artinya kita semua diajak untuk mengenali dan menikmati keindahan alam sehingga tergerak untuk melindungi bumi ini dari kerusakan.

Untuk tahun 2018 ini, isu atau tema yang diusung adalah “Beat Plastic Pollution“, dimana kita diingatkan bahwa polusi akibat sampah/limbah plastik saat ini telah menjadi ancaman. Banyak plastik yang tidak dibuang ditempat yang semestinya. Malah sampah plastik yang kemudian berakhir di sungai, selokan/drainase, pinggiran pesisir/lautan yang akhirnya menyebabkan terbunuhnya jutaan burung laut dan ratusan ribu mamalia laut setiap tahunnya. Untuk itu sudah saatnya kita mulai berpikir dan berusaha meminimalisir penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan plastik secara berulang-ulang, apalagi teknologi daur ulang sampah plastik sudah dikembangkan di semua tempat atau lokasi.

Terkait persoalan lingkungan hidup lainnya di Aceh, kondisinya juga masih belum menggembirakan, bahkan masih cenderung mengkhawatirkan. Artinya berbagai kepentingan politik dan ekonomi masih menjadi motif utama pengambil kebijakan di Aceh yang kemudian menafikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Prinsip pembangunan berkelanjutan seyogyanya menekankan pentingnya keharmonisan antara aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan. Ketiganya harus berjalan seimbang dan bersinergi secara optimal guna mencapai kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan dan terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup.

Prinsip ini menegaskan betapa pentingnya pendekatan para pihak baik Pemerintah, Komponen Masyarakat Sipil, Tokoh Masyarakat maupun berbagai stakeholders lainnya. Sehingga dengan demikian setiap kebijakan yang diambil dalam membangun Aceh benar-benar telah mengakomodir kebutuhan setiap orang atau para pihak secara optimal. Namun yang terjadi di Aceh saat ini belum sepenuhnya seperti itu, justru cenderung dilakukan masih sebatas formalitas belaka, sehingga lahirlah produk-produk regulasi dan kebijakan yang tidak berpihak pada upaya pelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu kita berharap pada Pemerintah Aceh hari ini untuk konsisten menjalankan visi dan misi yang sudah dituangkan dalam RPJM Aceh 2017-2022.

Meskipun kita tahu hingga saat ini Qanun RPJM Aceh belum juga disahkan, sehingga sulit rasanya untuk bisa di implementasikan secara baik dan sungguh-sungguh. Disamping itu berbagai kebijakan lainnya yang perlu di dorong adalah segera melakukan Revisi atau Peninjauan Kembali Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh tahun 2013-2033, yang didalamnya belum berpihak pada upaya perlindungan dan penyelamatan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai kawasan utama yang menjadi sumber kehidupan jutaan rakyat Aceh serta tempat hidup beragam ekosistem dan keanekaragaman hayati lainnya. Selain itu juga kawasan dimana sumber air bersih bagi kita semua yang hidup di Aceh juga harus diselamatkan. Karena saat ini bisa disaksikan di wilayah hutan kita berbagai jenis dan kegiatan yang merusak masih terjadi, dimana laju kerusakan hutan juga masih sangat tinggi sekitar 20 ribu hingga 26 ribu hektar per tahunnya masih terjadi. Sehingga tidak mengherankan jika kejadian bencana masih kerap terjadi seperti, banjir, longsor dan konflik satwa justru masih sangat dominan saat ini.

Pemerintah Aceh seharusnya segera melakukan berbagai terobosan baru sehingga keinginan untuk mewujudkan Pembangunan Aceh yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang sensitif terhadap risiko bencana dapat segera diimplementasikan di lapangan.

*Penulis adalah Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Aceh/Pegiat Lingkungan Aceh

read more
Ragam

Membuat Manajemen Persampahan Banda Aceh Lebih Efisien

Coba anda perhatikan baik-baik setiap melewati tong sampah, bak sampah atau tempat sampah apapun disekitar anda. Dari kejauhan anda akan melihat bahwa tempat sampah tersebut seolah-olah sudah penuh, saat sudah dekat ternyata bukan tempat sampahnya yang penuh namun sampah berserakan diluar tempatnya. Bukankah masyarakat yang membuang sampah memang tujuannya ke dalam tong sampah namun mengapa banyak diantara mereka dengan kesadaran penuh malah membuang ke luar tong sehingga mengotori lingkungan sekitar. Kelihatan hal ini sepele. “Nanti kan tukang sampahnya bisa memungutnya kembali,” kata orang-orang. Persoalan lain adalah kebiasaan membuang tidak pada tempat yang disediakan, hal ini merupakan mentalitas jelek masyarakat yang terbentuk bertahun-tahun.

Kota Banda Aceh dapat menjadi contoh buruk kebiasaan membuang sampah. Ibu kota Provinsi Aceh ini mempunyai penduduk sekitar 217.940 jiwa. Produksi sampah rata-rata per orang adalah 0,2 kg/hari, suatu perkiraan yang moderat. Anda mungkin mengatakan tidak menghasilkan sampah sebanyak ini setiap hari, tapi ada pihak-pihak seperti industri, rumah makan, pertokoan dan lain sebagainya yang bisa menghasilkan sampah jauh lebih besar dari angka di atas. Anda tinggal mengalikan saja maka diperoleh sampah setiap harinya yaitu hasilnya 43.588 kg atau 43,588 ton/hari ! Ini baru hitungan yang menunjukkan berat sampah, belum lagi jika kita memperhitungan ruang yang dibutuhkan untuk meletakkan sampah sebanyak itu. Sebuah jumlah yang luar biasa besar. Ini barulah perkiraan sederhana, perlu penelitian yang mendalam berapa sebenarnya sampah yang diproduksi setiap hari, termasuk volumenya.

Sedikit bermain dengan matematika, mari kita menghitung kembali waktu yang dibutuhkan untuk membereskan sampah yang berserakan di luar tong sampah yang disediakn. Paling tidak 5-10 menit waktu petugas tersita untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya tidak perlu mereka lakukan, memasukkan kembali sampah kedalam tempatnya. Banyak waktu terbuang yang sebenarnya dapat digunakan petugas kebersihan untuk mengerjakan hal-hal lain. Perhitungan sederhana ini adalah asumsi penulis, yang sebenarnya sekedar untuk memberikan gambaran yang mendekati kenyataan. Ingat, disini yang dibicarakan adalah jumlah sampah yang sangat banyak, pengumpulan sampah yang dilakukan setiap hari dan banyaknya ruang yang dibutuhkan untuk meletakkan sampah.

Pada negara-negara yang sudah maju pengelolaan sampahnya seperti Malaysia, Singapura ataupun Jepang, masyarakat sudah memberikan kontribusi nyata dalam pengelolaan sampah walaupun hal-hal yang mereka lakukan terlihat sepele. Jepang misalnya, masyarakatnya sudah terlatih untuk mengemas sampah di tingkat rumah masing-masing sesuai dengan jenisnya. Sampah kaca, kertas, plastik, elektronik dan sebagainya dipisahkan. Kemudian pada hari-hari tertentu mereka membuang sampah sesuai jenisnya misal; sampah kaca dibuang hari Selasa, plastik hari Rabu dan seterusnya. Mungkin terdengar menggelikan bagi orang Aceh, tapi hal seperti ini sangat penting di Jepang. Pengaturan sampah yang mulai dilakukan dari rumah memudahkan pemerintah untuk mengelola jutaan ton sampah-sampah dalam proses selanjutnya. Daur ulang, penggunaan ulang dan pemulihan (recycle, reuse & recovery) merupakan prinsip-prinsip utama pengelolaan sampah. Jika prinsip-prinsip ini dapat dijalankan maka pemerintah akan dengan mudah melakukan kegiatan pengelolaan sampah sesuai dengan jenisnya. Seperti kertas apakah di daur ulang, atau elektronika yang diambil komponen-komponen yang masih berguna untuk digunakan kembali dan sebagainya.

Manajemen pengelolaan sampah di Indonesia umumnya atau Aceh khususnya masih jauh dari apa yang kita sebutkan pada negara maju. Sampah plastik, kertas, beling, puntung rokok, bercampur aduk dibungkus dalam satu wadah. Bahkan banyak sampah tidak ditempatkan dalam bungkusan, cuma menuangkan saja ke bak sampah. Membuang sampah pun pada waktu yang sembarangan, kadang pagi, kadang sore. Walhasil program manajemen sampah yang telah disusun sedemikian canggih tidak akan pernah berhasil. Sebuah cerita lucu tentang pengelolaan sampah pasca tsunami menarik disimak. Negara Turki menyumbangkan truk sampah, compactor, artinya truk ini sekaligus memadatkan sampah sebelum ditempatkan dalam baknya. Ternyata truk ini tidak dapat bertahan lama alias segera mengalami kerusakan di bagian compactor nya. Mesin menjadi cepat rusak karena terlalu banyak memadatkan sampah yang masih bercampur dengan material keras dan besar. Misalnya ada yang membuang besi, kayu dengan beragam ukuran, barang elektronik, sehingga mesin pemadat sampah tidak sanggup bekerja lagi. Akhirnya truk inipun digunakan secara manual kembali yaitu sekedar menampung sampah pada baknya. Padahal akan sangat banyak sampah yang dapat diangkut jika mesin compactor tetap berfungsi dengan baik.

Manajemen persampahan Aceh masih belum begitu efisien. Bagaimana mau mendaur ulang sampah kalau sampahnya saja bercampur aduk tidak karuan. Perlu waktu ratusan jam untuk memilah-milahnya yang pada akhirnya akan membutuhkan banyak waktu sehingga berimplikasi membutuhkan biaya yang lebih mahal. Belum lagi kalau kita membicarakan tentang teknologi daur ulang sampah yang cocok untuk diterapkan di Aceh. Program manajemen pengelolaan sampah susah-susah gampang. Seorang ahli manajemen limbah pasca sarjana Unsyiah pernah menyatakan tidak setuju benar dengan program kompos sebagai cara utama penanggulangan sampah.
Sangat sedikit sampah yang dihasilkan oleh masyarakat dapat diolah menjadi pupuk atau kompos. Hanya sampah organik seperti sayuran, ikan, sisa nasi ataupun sampah yang berasal dari makhluk hidup yang dapat menjadi kompos. Bagaimana dengan sisanya seperti sampah anorganik, besi, kayu, elektronik, kertas dan lain sebagainya? Ahli ini lebih setuju dengan manajemen sampah yang dimulai dari rumah warga. Pemilahan sampah, pembagian hari membuang sampah dan semacamnya oleh warga merupakan langkah strategis pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Sehingga sampah jutaan ton dapat menjadi barang yang berguna kembali sebanyak jutaan ton pula. Ini sebenarnya sangat sesuai dengan teori kekekalan massa yaitu massa tidak dapat dimusnahkan atau diciptakan. Yang dapat dilakukan manusia hanyalah merubah-rubah bentuk massa atau benda.

Pemerintah Aceh kini sedang membangun Tempat Pengolahan Akhir (TPA) sampah yang terletak di Desa Data Makmur kecamatan Blang Bintang Aceh Besar. TPA ini menerapkan sistem Sanitary Landfill, artinya setiap lapisan sampah yang terbentuk setiap hari akan segera ditutup dengan lapisan tanah setiap hari juga. TPA Sanitary Landfill dengan penanganan sesuai konsep tidak akan menimbulkan bau, tidak mengundang banyak lalat dan tidak kotor. TPA ini merupakan TPA regional yang menampung sampah dari daerah kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Dengan Luas 200 ha, diharapkan TPA dengan teknologi tercanggih di Indonesia ini, akan mampu bertahan hingga 17 tahun. Sekali lagi, pertanyaan selanjutnya, apakah TPA ini akan efektif jika pengelolaan sampah di tingkat masyarakat masih seperti sekarang? Secara pribadi saya ragu, karena system Sanitary Landfill mengharuskan sampah yang telah dikondisikan sesuai dengan jenis. Apalagi TPA Blang Bintang juga berencana akan mendaur ulang sampah sehingga dapat bermanfaat kembali dan mempunyai nilai ekonomis.

Slogan buanglah sampah pada tempatnya banyak kita baca dimana-mana. Tapi pertanyaan selanjutnya adalah dimana tempatnya aliasnya tong sampahnya? Setelah ada tong sampah, apalagi yang harus kita lakukan? Jangan sampai sudah ada tong sampah masih juga membuang sampah di luar tempatnya. Kalau membuang sampah pada tempatnya saja kita belum bisa, bagaimana melakukan hal-hal lain yang lebih rumit. Maka dari itu buanglah sampah pada tempatnya, jangan di luarnya. []

read more
Tajuk Lingkungan

Arti Hutan

Apa arti hutan bagi kamu ? Dalam kesibukan menjalani kehidupan sehari-hari banyak manusia yang tidak menyadari apa artinya hutan. Selama ini kita hanya tahu terima beres saja, kalaupun tidak beres maka sumpah serapah akan ditujukan kepada pihak yang bertanggung jawab. Misalnya anda hanya ingin tahu air di rumah mengalir dengan lancar sehingga kita bisa mau ngapain saja. Mau cuci sepeda motorkah, mau siram tanaman kah atau mandi berjam-jam sambil bernyanyi. Ataupun anda rindu sekali sama udara bersih sehingga rela menghabiskan duit berjuta-juta untuk liburan bersama keluarga ke villa mewah yang menjamur di pegunungan. Tapi sadarkah kita bahwa untuk mendapatkan air bersih dan udara bersih, apa saja yang mesti dilakukan?

Waktu kita kecil, hutan sering diasosiakan sebagai sumber hal-hal menakutkan sehingga kita pun berjarak dari rimbunan pohon. Awas jangan main ke hutan ada ular ! Jangan main ke semak-semak nanti digigit biawak ! Jangan duduk-duduk di bawah pohon besar nanti genderuwonya marah ! Macam-macam lagilah potensi ancaman yang datang dari hutan untuk anak-anak. Memang bagi suku-suku tertentu, hutan merupakan taman kanak-kanak bagi anak-anaknya karena mereka lahir, tumbuh, besar dan bertahan hidup langsung dalam hutan. Bagi anak kota, bagaimana?

Ketika beranjak dewasa, tamat kuliah dan punya kerja mentereng pun, banyak yang tidak menyadari apa fungsi hutan. Begitu duit sudah memenuhi dompet, hasrat membeli pun tak terbendung. Dibuatlah rencana membangun rumah atau membeli mobil atau keduanya walau salah satunya memakai jasa kredit. Tapi jarang ada manusia yang sadar bahwa untuk membangun rumah dibutuhkan puluhan ton kayu, puluhan truk tanah dan pasir dan sebagainya. Dari mana semua itu berasal? Semuanya nyaris dipenuhi oleh hutan.

Kayu diambil dari hutan, emang mau dari mana lagi mengambil kayu? Jutaan kubik kayu diambil dari hutan untuk membuat rumah manusia sehingga hutan menjadi lapangan. Padahal hutan sendiri adalah rumah dari berbagai makhluk hidup lain ciptaan Allah SWT. Artinya manusia membuat rumah sendiri dengan membinasakan rumah makhluk lain. Benar-benar “biadab”, tak berperikehutanan, kalau bisa meminjam istilah ini. Laju pertumbuhan pohon-pohon itu selama ini jauh dibawah laju penebangan hutan. Orang yang ga sekolah pun sadar akan hal ini.

Hutan berkurang, kemudian hilang, ini artinya apa? Ini artinya musibah besar bakal menimpa umat manusia. Bagaimana nanti manusia akan memenuhi kebutuhan airnya untuk mandi dan bersuci dari hadast? Air itu disimpan oleh hutan ketika musim hujan tiba. Kalau tidak ada hutan, air tidak bisa disimpan maka air akan turun ke kampung-kampung dalam bentuk banjir, ataupun banjir dahsyat. Air pun akan dikeluarkan oleh hutan-hutan ketika musim kemarau membakar kulit kita, mengalir melalui sungai-sungai sehingga makhluk hidup masih bisa mencicipinya. Kalau tidak ada hutan, dari mana manusia minum air pas hujan tidak turun berbulan-bulan?

Hutan membentuk iklim secara mikro atau bahasa lainnya secara lokal. Tengok saja daerah yang rimbun dengan pepohonan temperaturnya lebih adem. Naungan daun-daunnya menahan sinar matahari memanaskan udara disekitar pepohonan. Daun-daun pepohonan menyerap racun dari udara, karbon untuk kemudian diolahnya kembali menjadi santapan dan disimpan dalam tubuhnya. Hewan-hewan bagai dapat tempat tinggal gratis tanpa perlu bayar kredit di pohon-pohon dan berterima kasih kepada alam dengan kicauannya. Kalau ini semua sudah tidak ada, mana mungkin lagi kita menikmati hutan.

Berterima kasihlah kepada Allah SWT yang telah menciptakan hutan dan memberikan manfaatnya kepada manusia. Sudah sepatutnya manusia kembali menyebarkan kebaikan hutan tersebut seluas-luasnya kepada makhluk hidup. Manusia menjadi Rahmatan lil Alamin, rahmat bagi sekalian alam.[]

 

read more
Ragam

Serangan Zionis Israel Perparah Krisis Lingkungan Palestina

Penduduk di Palestina, terus menderita krisis lingkungan dan perubahan iklim seiring agresi militer Israel.

Jalur Gaza kembali diserang, ratusan jiwa tercabut dari raganya. Serangan Israel yang membabi buta – 77% dari korban jiwa adalah warga sipil – tidak hanya menghancurkan infrastruktur Gaza namun juga menambah parah krisis lingkungan dan perubahan iklim di wilayah Palestina yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Kondisi lingkungan ini terungkap dalam laporan resmi Palestinian Central Bureau of Statistics (PCBS) yang diterbitkan seiring dengan perayaan Hari Lingkungan Hidup Dunia yang berlangsung 5 Juni lalu. Menurut PCBS, lingkungan Palestina saat ini menghadapi berbagai ancaman. Kelangkaan sumber daya alam, kekeringan, pencemaran air, kerusakan lahan, hilangnya keanekaragaman hayati dan polusi udara menjadi masalah utama.

Menurut laporan Palestinian Water Authority (PWA) bulan Oktober 2013, air hujan, menjadi sumber air tanah dan air permukaan utama di Palestina. Curah hujan tahunan di wilayah ini hanya mencapai 450 mm/tahun di Tepi Barat dan 327 mm/tahun di Jalur Gaza. Bandingkan dengan curah hujan di Bogor yang mencapai 3500-4000 mm/tahun.

Israel menguasai seluruh akses air bersih terutama Sungai Yordan sehingga ketersediaan air permukaan di wilayah Palestina sangat bergantung pada luberan (runoff) air sungai yang saat ini tidak banyak bisa digunakan. Sementara 95% air tanah yang dipompa di Jalur Gaza adalah air payau, air yang memiliki kandungan garam lebih tinggi dari air tawar.

Kondisi ini diperburuk oleh perampasan akses air oleh Israel. Warga Palestina hanya bisa menggunakan 15% air yang ada di wilayah ini sementara Israel menyedot 85% sumber air yang ada di sana. Ekspolitasi dan pembangunan sumber air yang dilakukan oleh Israel, menurut PCBS, juga dilakukan tanpa memerhitungkan hak-hak rakyat Palestina.

Israel melarang pengeboran sumber air untuk pertanian dan menghancurkan fasilitas air dan irigasi yang ada. Akibatnya, konsumsi air per kapita warga di wilayah pendudukan untuk kebutuhan rumah tangga tak lebih dari 76,4 liter/penduduk/hari pada 2012 di Tepi Barat dan 90 liter/penduduk/hari di Jalur Gaza.

Serangan militer Israel dipastikan memerparah kondisi kekurangan air di wilayah Palestina. Pasca serangan militer Israel 11 Juli, UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) melaporkan telah terjadi kerusakan di pipa penyaluran air sehingga akses air bersih untuk 800 penduduk Gaza terputus. Laporan ini memerkuat data PCBS yang menyatakan sekitar 40% pasokan air hilang akibat masalah teknis seperti rusaknya fasilitas instalasi air.

Menurut PCBS, krisis perubahan iklim juga melanda Palestina, mengubah karakteristik cuaca dan musim di wilayah tersebut. Pada musim dingin dan musim semi, kekeringan selalu melanda. Sementara pada musim panas suhu terus meningkat dan curah hujan turun. Fenomena ini menimbulkan dampak ekonomi, sosial, kesehatan dan lingkungan yang memengaruhi kualitas pembangunan di wilayah pendudukan.

Pelanggaran dan agresi militer Israel menurut PCBS menjadi sumber utama kerusakan keanekagaraman hayati yang menjadi sumber kestabilan ekosistem ini. Tepi Barat dan Jalur Gaza tercatat memiliki 2.076 spesies tanaman dimana 90 spesies saat ini terancam punah dan 636 spesies masuk dalam kategori yang sangat langka.

Sumber resmi dari pemerintah Palestina menyebutkan, selama 2013, lebih dari 800 hektar lahan milik warga Palestina telah dirampas oleh pemerintah Zionis Israel dan lebih dari 15.000 tanaman pertanian dihancurkan. Hingga akhir 2013, sebanyak 482 pemukiman dan markas militer telah dibangun di wilayah pendudukan di Tepi Barat. Kekejaman ini menurut PCBS semakin memerparah kerusakan lingkungan dan keanekaragaman hayati di wilayah Palestina.

Sumber: Hijauku.com

read more
Energi

Perubahan Energi Munculkan Bahaya Limbah

Dalam memenuhi kebutuhannya manusia memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia. Semakin banyak jumlah manusia yang ada maka semakin banyak pula sumberdaya alam yang digali, diolah dan dijadikan berbagai produk yang siap digunakan dalam memenuhi kebutuhan manusia, baik kebutuhan pokok atau primer maupun sekunder bahkan tersier.

Dalam proses pengambilan, pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya alam, terdapat sisa yang tidak digunakan lagi. Sisa tersebut dibuang kerena tidak dibutuhkan lagi. Sisa dari proses inilah yang kemudian biasanya kita sebut dengan limbah, dimana kemudian limbah ini yang mencemari lingkungan baik pada perairan, udara dan daratan sehingga lama kelamaan merusak lingkungan.

Kerusakan lingkungan akibat pencemaan telah terjadi dimana-mana yang berdampak pada penurunan kemampuan lingkungan untuk memenuhi semua kebutuhan manusia. Bahkan, pencemaran dan kerusakan lingkungan menimbulkan berbagai dampak buruk bagi manusia seperti munculnya bermacam penyakit dan bencana alam.

Manusia untuk memenuhi kebutuhannya melakukan berbagai kegiatan baik untuk memenuhi sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan pokok tetapi juga, kebutuhan sekunder dan tersier seperti kendaraan bermotor, alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Berbagai kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pada akhirnya menghasilkan yang namanya sisa berupa sampah atau limbah yang dibuang ke lingkungan.

Hal ini pada dasarnya terjadi karena setiap aktivitas manusia adalah sebuah proses pengubahan zat atau energy dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Setiap proses tersebut tidak dapat sepenuhnya diubah, melaikan selalu ada sisa atau disebut entropy yang kemudian menjadi sampah atau limbah yang masuk atau dimasukan ke lingkungan.

Salah satu contoh sederhana dari entropy adalah saat kita makan dan terjadi proses perubahan energy saat itu. Tidak semua makanan dapat diubah menjadi energi seluruhnya pasti akan ada sisa dalam bentuk kotoran atau tinja.

Begitulah dengan kegiatan industri, tidak semua bahan mentah diubah menjadi produk industri yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, melainkan akan ada sisa yang kemudian menjadi sampah atau limbah dan jika tidak diolah dengan baik maka limbah tersebut dapat menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan.

Salah satu sumber pencemaran lingkungan adalah kegiatan rumah tangga dan perorangan mulai dari kegiatan memasak, mencuci, dan buang air. Selain itu , dalam rumah tangga juga terdapat kegiatan konsumsi, baik bahan organik maupun anorganik yang sisanya dibuang ke lingkungan.

Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan limbah baik berbentuk padat maupun cair baik organik maupun anorganik. Untuk limbah yang organik berasal dari sisa sayuran dan makanan lainnya mundah untuk hancur dan juga bisa dimanfaatkan sebagia bahan kompos tetapi, anorganik sulit hancur meski sudah ditimbun. Kegiatan rumah tangga juga menghasilkan limbah dari kegiatan mencuci berupa sabun dan diterjen serta bahan pemberih lainnya ( misalnya pembersih lantai).

Deterjen yang dibuang ke lingkungan akan menggangu kehidupan yang ada di perairan baik itu sungai , danau, ataupun kolam. Dimana larutan sabun akan menaikan pH atau keasaman air, sehingga dapat menganggu kehidupan organisme air. Kegiatan rumah tangga yang lain adalah berupa buang air besar atau tinja . kotoran manusia ini dapat mencemari air sungai dan air tanah dengan berkembangnya bakteri koli yang dapat menyebabkan penyakit diare.

Semoga setelah membaca bacaan ini diharapkan kita sadar akan pentingnya menjaga lingkungan dan berupaya mencegah kerusakan lingkungan.

read more
Sains

Peneliti MIT Memanen Air dari Kabut Gurun Pasir

Di beberapa belahan di dunia, seperti di daerah gurun Chile, air merupakan komoditi yang sangat langka. Bekerja sama dengan salah satu universitas di negara tersebut, peneliti dari MIT tengah berupaya mendapatkan air di gurun dengan cara yang unik.

Memanen awan, terdengar seperti suatu hal yang mustahil, tapi hal ini tampaknya tidak berlaku untuk para peneliti dari salah satu universitas berbasis teknologi terbaik di dunia ini.

Menurut Engadget (16/5/2014), menggunakan teknologi baru berbentuk jala yang ditempatkan di alam terbuka, peneliti menegaskan telah berhasil ‘mengekstrak’ air dari kabut yang biasa melewati gurun Atacama. Gurun yang terletak di Chile ini adalah salah satu tempat terkering di dunia.

Peneliti MIT mengaku mendapatkan inspirasi untuk proyek ini setelah mempelajari tanaman dan hewan seperti rumput dan kumbang yang mampu menangkap air yang terkandung dalam kabut. Mereka juga telah membangun jala dalam ukuran besar untuk proses panen kabut ini.

Dengan teknologi fog-collecting atau pengumpulan kabut, mereka bisa mendapatkan 500 persen air lebih banyak di banding alat yang digunakan sebelumnya.

Meskipun penelitian ini masih dilaksanakan dalam skala kecil, tapi mereka sudah mampu menghasilkan setengah galon air menggunakan jala seluas kurang lebih 1 meter persegi. Air yang terkumpul ternyata sudah bisa digunakan untuk air minum hingga kegiatan bercocok tanam lidah buaya untuk ‘konsumsi’.

Menurut peneliti MIT, teknologi ini tergolong murah dan mudah untuk diterapkan karena hanya menggunakan bahan plastik ekonomis yang banyak tersedia di pasaran.

Untuk ke depannya, teknologi jaring-jaring kabut ini akan dikembangkan untuk dapat memanen tiga galon air per meter persegi.[]

Sumber: merdeka.com

read more
Ragam

Pria Ini Mandi Pakai Air Sembarangan Demi Lingkungan

Seorang aktifis lingkungan Amerika, Rob Greenfield, mengaku tidak mandi seperti orang pada umumnya yang menggunakan kran selama setahun. Namun bukan berarti tubuhnya sangat kotor. Rob memanfaatkan air dari mana saja yang ia temukan untuk membasuh badannya.

Rob memilih untuk membersihkan badannya pada air yang ada di danau, sungai, air hujan, dan air terjun. Selain air dari di tempat alami, Rob juga memilih untuk membasuh badannya dengan air dari pipa yang bocor dan air apa saja yang ia temukan.

Berbeda dengan orang Amerika pada umumnya yang menghabiskan 100 galon air setiap hari, Rob hanya menggunakan kurang dari 2 galon per hari dalam setahun. Rob sendiri mengaku ide ini muncul ketika dia sedang bersepeda melintasi Amerika untuk kampanye peduli lingkungan.

Saat itu, pria berusia 27 tahun ini memutuskan untuk menjadi contoh untuk tidak membuang air secara sia-sia. Untuk mewujudkan tujuannya, Rob hanya menggunakan air dari tempat alami. Selain dari tempat alami, Rob juga mengaku bisa menggunakan air buangan untuk membasuh tubuhnya. Tidak hanya itu, dia juga selalu menghitung berapa jumlah air yang dia gunakan.

Setelah 100 hari bersepeda melintasi Amerika, di saat bersamaan dia juga berhasil mewujudkan prinsip “hemat” air tersebut. Ternyata ia tak ingin berhenti dan meneruskannya hingga 6 bulan bahkan setahun.

Hasilnya memang mengejutkan. Rob berhasil menghemat air sebanyak 5 ribu galon selama 8 bulan. Rob mengaku bahwa air sangat penting peranannya dalam kehidupan ini, maka sangat tidak masuk akal baginya jika manusia harus membuang air yang sangat banyak.[]

Sumber : wowkeren.com

read more
Sains

Papan Iklan Ini Mampu Ubah Udara Menjadi Air

Sebuah Universitas Teknologi di Lima Peru UTEC (University of Engineering and Technology of Peru) menciptakan sebuah proyek yang memberikan dampak luar biasa terhadap warganya.

Sebuah papan iklan (Billboard) yang bisa mengubah udara menjadi air. Dampak dari proyek ini luar biasa karena memberikan solusi bagi sebagian besar warga kota Lima yang hidup dengan keterbatasan sumber air bersih yang layak minum.

Lima adalah Ibukota Peru yang merupakan kota terbesar kedua di dunia yang terletak di wilayah padang pasir. Dimana masih banyak warganya yang kekurangan sumber air layak minum. Intensitas hujan di kota ini pun sangat rendah, bahkan hampir sama sekali tidak ada hujan dalam setahun. Akan tetapi kota ini memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi yaitu sebesar 98%.

Atas dasar hal tersebut UTEC bekerjasama dengan sebuah agensi marketing global FCB (Foote, Cone & Belding) menciptakan sebuah proyek untuk memanen kelembaban udara yang tinggi tersebut dan kemudian secara otomatis diolah menjadi air layak minum. Proyek ini juga sekaligus menandai dibukanya gelombang pendaftaran tahun 2013 bagi para calon mahasiswa UTEC.

Billboard ini bekerja dengan menyerap udara sekitar yang memiliki kelembaban tinggi lalu mengolahnya melalui sistem reverse osmosis dan menampung hasil filtrasi berupa air pada sebuah tanki berukuran 96 liter.

Hingga saat ini papan iklan tersebut berhasil memproduksi ribuan liter air sejak diluncurkan dan mendapatkan sambutan yang sangat tinggi dari warga Lima. Billboard yang menghabiskan biaya pembangunan sebesar 1200 dollar ini kini menjadi ikon terbaru kota Lima Peru.

Sumber: greenersmagz

read more
1 2 3 4
Page 1 of 4