close

bener meriah

Flora Fauna

Memperingati Hari Gajah Sedunia di CRU Peusangan

Berbagai kegiatan digelar di CRU DAS Peusangan dalam rangka memperingati hari World Elephant Day,  dengan melibatkan berbagai komunitas dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan kelestarian Gajah, terutama di DAS Peusangan, Minggu (12/8/2018).

“Selain mengajak masyarakat untuk lebih mengenal gajah dan camping, banyak hal yang kita lakukan dalam serimoni World Elephant Day di CRU DAS Peusangan diantaranya dengan penanaman tumbuhan yang tidak disukai gajah seperti seperti jeruk lemon, serai, kita juga dibantu oleh Komunitas, KomaTiga dan HPI” ujar Ketua Panitia, Muhammad Agung.

Khusus untuk pengenalan gajah, kegiatan ini merupakan edukasi kepada masyarakat terutama warga di seputaran CRU DAS Peusangan tentang pentingnya menjaga kelestarian Gajah dan lingkungan.

Daerah Aliran Sungai Peusangan memiliki total wilayah mencapai 238.550 hektare, merupakan tempat bagi 45 hingga 50 individu gajah dan sejumlah binatang liar lainnya.

Peringatan hari Gajah Dunia di CRU DAS Peusangan sendiri merupakan rangkaian kegiatan peringatan hari gajah sedunia, dengan kegiatan, sosialisasi, penanaman pohon dan kemah jurnalistik di CRU DAS Peusangan dan CRU Sampoiniet.

CRU DAS Peusangan Memprihatinkan

CRU DAS Peusangan berada di Kecamatan Pintu Rime Gayo, wilayah Kabupaten Bener Meriah yang berbatasan dengan Kabupaten Bireuen dan wilayah kerjanya Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah dan Bireuen. Keberadaannya sangat penting terutama dalam mitigasi konflik gajah dengan manusia. CRU ini memiliki tiga gajah jinak dengan tiga Mahout, dua asisten Mahout, satu orang juru masak dan satu orang penjaga barak serta seorang leader.

Leader CRU DAS Peusangan, Sahru Rizal mengatakan pihaknya sebenarnya mempunyai banyak kendala, terutama untuk operasional” Saat ini kita tidak punya dana untuk patroli dan monitoring karena sudah tidak dianggarkan di Dinas terkait,”sebut Sahru.

Dengan segala keterbatasan yang ada, kata Sahru semangat tak boleh surut, tim CRU terus berusaha maksimal. Unit ini dibentuk oleh Pemerintah Aceh dan bertanggung jawab atas pengusiran gajah liar di desa dan di kawasan Peusangan. Selain CRU yang dibentuk oleh Pemerintah Aceh, ada pula kelompok serupa yang dibentuk oleh WWF-Indonesia dengan nama Kelompok Delapan. Semua kelompok tersebut pun berkolaborasi dalam menjalankan tugasnya dan memiliki tujuan sama, yaitu untuk membantu masyarakat kawasan rentan konflik gajah dan meminimalisir konflik yang terjadi.

Konflik gajah dengan manusia kerap terjadi dan telah memakan korban nyawa di Bener Meriah. Sejak tahun 2012 silam, tercatat, lima warga Bener Meriah yang tewas karena menjadi korban amukan gajah dan puluhan orang luka-luka. Bukan itu saja, lahan pertanian dirusak ditambah dengan sejumlah rumah warga yang dirusak. Warga yang ketakutan terpaksa berulangkali mengungsi.

Masalah konflik gajah ini bukan hanya masalah Kecamatan Pintu Rime Gayo atau Bener Meriah saja dan penanganannya harus melibatkan tiga kabupaten yakni Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Bireuen. Pemerintah sendiri diharapkan serius dalam persoalan.

“Yang kita bisa lakukan saat ini adalah memberikan pengarahan kepada masyarakat tentang cara penggiringan gajah yang masuk ke pemukiman dan perkebunan, karena jika salah penanganan maka dampaknya akan lebih buruk”kata Sahru.[]

Sumber: Arsadi Laksamana

 

 

 

read more
Flora Fauna

Masyarakat Minta Pemerintah Tuntaskan Masalah Gajah

Beberapa hari lalu, Sabtu (24/1/2015), seekor gajah mengamuk mengakibatkan tewasnya seorang perempuan,  Husna ( 38 thn) tahun di kampung Gedok, kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah. Masyarkat sangat menyesalkan kejadian ini dan berharap pemerintah mengambil tindakan agar kejadian serupa tidak terulang dimasa mendatang.

Forum Masyarakat Peduli Lingkungan (Formalin), melalui  Koordinatornya, Sri Wahyuni, SH.I,
menyatakan sangat menyesalkan kejadian ini, dan turut berduka atas jatuhnya korban.  Mereka berharap agar semua pihak yang berwenang menangani kasus untuk melakukan sosialisasi, preventif (pencegahan) dan kuratif (penanganan), serta segera melakukan tindakan agar tidak terjadi kasus yang sama dikemudian hari.

Formalin berpendapat, gangguan gajah ini terjadi akibat perluasan kebun sawit yang mempersempit kawasan alamiah gajah. Dimana berakibat pada makin sempitnya ruang gerak gajah untuk bertahan hidup.

Secara alamiah, wilayah kecamatan Timang Gajah yang saat ini terbagi menjadi 3 kecamatan merupakan habitat alami gajah di wilayah kabupaten Bener Meriah.

” Kami meminta Pemerintah Aceh, Pemkab Bener  Meriah, Pemkab Aceh Tengah, Pemkab Bireun, BKSDA, dan pihak lainnya yang berhubungan dengan sektor ini kami berharap untuk dapat segera menetapkan kawasan habitat gajah, mencabut ijin perkebunan yang mengganggu kawasan alamiah gajah, segera menghentikan alih fungsi lahan, melakukan penegakan hukum tegas atas segala tindakan pengrusakan kawasan lindung, penangkapan hewan yang dilindungi, termasuk anak gajah dan gading gajah, mensosialisasikan persoalan konflik gajah dan manusia serta mitigasinya kepada masyarakat dan mencari solusi lainnya yang tetap mempertimbangkan keamanan masyarakat, keberlangsungan kehidupan gajah dan penyelamatan ekosistem gajah dikawasan tersebut, dengan melakukan gerakan inklusif antara pemerintah, lembaga peduli lingkungan hidup, dan masyarakat luas,” urai Sri Wahyuni.

Sementara itu Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) melalui Juru Bicara (Jubir), Efendi Isma S Hut, mengatakan peristiwa ini bukan yang pertama sekali terjadi di Kabupaten Bener Meriah. Konflik dengan satwa yang dilindungi telah menelan korban manusia dan menimbulkan kerugian terus menerus bagi masyarakat Bener Meriah. Namun tak ada penyelesaian komprehensif dari pemerintah, baik pemerintah daerah, provinsi maupun pemerintah pusat, sesalnya.

Bila ditarik sumber persoalannya akan bermuara pada Tata Ruang Wilayah Aceh, ketika ruang tidak lagi di atur berdasarkan daya dukungnya maka akan muncul konflik, dan konflik yang timbul akan memerlukan biaya cukup besar baik untuk membangun infrastruktur maupun untuk biaya penanganan (rehabilitasi).

KPHA meminta pemerintah untuk melakukan analisis biofisik ruang dan analisis home range satwa (gajah) untuk kemudian dijadikan batas daya dukung ruang, agar ditemukan ukuran optimum bagi pembangunan kawasan dan kebijakan ekonomi masyarakat sekitar.[]

read more