close

biofuel

Energi

Tarik Ulur Bensin-bio Dan Minyak Sawit

Parlemen Eropa akan tetapkan persentase bahan bakar tanaman dalam bensin. Dukungan bagi pengurangan persentase itu menguat. Tapi cukupkah?

Penanganan iklim global ditandai berbagai upaya menghasilkan energi yang ramah lingkungan. Semisal bensin-bio, bahan bakar campuran minyak bumi dengan minyak dari tanaman.

Namun penggunaan bensin-bio tak lantas berarti perubahan iklim global berhenti, apalagi bila untuk itu hutan digunduli. Begitu pandangan Komisi Lingkungan Hidup parlemen di Strassburg Juli lalu, yang menilai dampak nyata terhadap perubahan iklim dan kenaikan harga pangan di seluruh dunia.

Rabu (11/09/2013) parlemen Eropa akan menetapkan prosentase bahan bakar tanaman dalam bensin-bio. Komisi Uni Eropa ingin menurunkan persentase itu dari 5,5% menjadi 5%.

Hemat pajak dan menahan harga pangan

„Target itu terancam gagal“, ungkap anggota parlemen Eropa, Jo Leinen (SPD). Dukungan untuk menurunkan prosentase datang dari berbagai kelompok masyarakat sipil dunia. Sejumlah organisasi lingkungan dan bantuan, seperti „Brot für die Welt“, „Misereor“ dan „Watch Indonesia“ juga menyurati wakil Jerman di parlemen Eropa dengan imbauan agar campuran itu betul-betul hanya sebatas 5 persen.

Dengan begitu, menurutnya, ada penghematan dana pajak karena subsidi untuk bensin-bio aan berkurang. Juga, kenaikan harga bahan pangan bisa dihambat. Belakangan, penggunaan tumbuhan pangan untuk bensin telah mendorong tinggi harga pangan.

Bondan Andriyanu dari Sawit Watch, berharap Uni Eropa menetapkan kuota campuran dibawah 5 persen. Sawit Watch kerap melihat petani-petani yang digusur oleh pengusaha sawit. Saat ini sudah 12,2 juta hektar yang digunakan untuk itu dan setiap menit sekitar 13 lapangan sepakbola kawasan hutan ditebang untuk perkebunan sawit.

Ditegaskan, kenaikan persentase minyak dari tumbuhan akan mengisyaratkan permintaan yang meninggi. Dan itu akan memicu investasi yang lebih besar untuk membuka lahan perkebunan sawit. Hal yang kemudian akan menambah rawan kondisi lingkungan dinegara-negara pengekspor bahan dasarnya. Indonesia dan Malaysia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia.

Forum Industri Dukung Minyak Ramah Lingkungan

Namun baik komisi energi parlemen Eropa, maupun sebagian negara Uni Eropa menentang pembatasan ini. Komisi energi EU justru ingin menaikkan batasan maksimal pada 6,5 persen dan banyak negara mendorong batasan menjadi 7 persen.

Produsen bahan bakar bio berargumentasi bahwa Uni Eropa sudah bertahun-tahun mendorong peningkatan produksinya, dan bakal merugi setelah berinvestasi miliaran Euro. Selain itu, sudah berupaya memenuhi aturan-aturan ramah lingkungan.

Salah satunya dengan pembentukan Forum RSPO (Roundtable on Sustainable Palmoil), yang diluncurkan di Berlin awal September ini. “Forum ini ingin mendukung perusahaan agar hanya menggunakan minyak sawit yang melalui sertifikasi terjamin 100% ramah lingkungan”. Begitu ungkap Sekjen Forum, Daniel May.

Seputar peluncuran forum pengusaha sawit itu, puluhan aktivis Jerman dan Indonesia berunjuk rasa di depan markas Komunitas Kerjasama Internasional Jerman, GIZ di Berlin. Kritiknya, pebisnis sawit tidak bisa diharapkan melindungi lingkungan maupun menjaga keberlanjutan. “Sertifikat tidak ada artinya di negara yang hutan-hutannya musnah, tukas Hedwig Zobel dari NGO, Rettet den Regenwald (Selamatkan Hutan Tropis)

Menurut Clemens Neumann, staf kementrian ekonomi Jerman, “Kritik NGO ini beralasan, namun sangat sulit untuk hanya memfokus masalah lingkungan saat menghadapi pertumbuhan penduduk.” Minyak sawit digunakan dalam hampir semua produk. Tahun 2012, permintaan minyak sawit menjadi 50 juta ton, lebih tinggi dari kacang soya atau raps. Jerman mengimpor 1,2 juta ton minyak sawit tahun lalu.
Sumber: dw.de

read more
Energi

Sampah Kota Tangerang Dibikin Pembangkit Listrik

Kota Tangerang, Banten, menjadi kota pertama di Indonesia yang dijadikan “Project Riset” dalam pengujian dan pengolahan sampah berbasis ramah lingkungan dari Lembaga Riset Muda Indonesia (LRMI).

“Kota Tangerang terpilih sebagai kota pertama untuk menjadi project riset dalam pengujian dan pengolahan sampah berbasis ramah lingkungan oleh LRMI,” kat Walikota Tangerang, Arief R Wismansyah, di Tangerang, Minggu.

Ia mengatakan, riset oleh LRMI tersebut akan dilaksanakan pada minggu kedua bulan Januari di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing.

Tujuan riset ini untuk mengurangi volume sampah secara efektif berbasis efesien dan ramah lingkungan. Selain itu, nantinya dari pengolahan sampah akan menghasilkan pembangkit listrik skala makro.

Adapun alasan terpilihnya Kota Tangerang sebagai project pertama, Arief menambahkan, karena Pemkot Tangerang dinilai sangat konsisten dalam penanganan sampah sehingga sudah menjadi salah perhatian bank dunia.

Selain itu, kuantitas dan volume sampahnya yang sangat besar. Walaupun tercatat sudah ada 20 kota/kabupaten yang telah siap menjadi project riset ini. “Namun kota Tangerang menjadi kota pertama yang dipilih oleh LRMI untuk menjadi project riset,” pungkasnya.

Dijelaskannya, project riset ini berbasis teknologi “Enviro Zero Waste System” yaitu metode dan hasil yang digunakan akan dikembangkan tetap berbasis lingkungan.

Cara kerja teknologi dalam pengolahannya tidak memerlukan pemilahan dan pemisahan sampah, sehingga berbeda dengan teknologi pengolahan sampah lainnya.

“Teknologi sangat efektif karena kita dapat mengelola sampah tanpa harus memilah sampah basah dan sampah kering, sampah langsung bisa diolah tanpa proses pengeringan,” ujarnya.

Teknis sistem pengolahan sampah ramah lingkungan ini juga tanpa menggunakan bahan bakar karena sistem pembakaran menggunakan energi udara dengan bantuan blower.

Untuk awalnya, energi pembakaran dengan menggunakan magma karena pembakarannya harus bekerja selama 24 jam. Sehingga kondisi alat akan memiliki status panas stabil.

Dengan menggunakan teknologi ini pengelolaan sampah akan menghasilkan insectisida organik, pupuk dan abu bahan batako.

Walikota juga menambahkan bahwa teknologi ini akan mengelola sampah di TPA Rawa Kucing sebanyak 10 ton sampah setiap harinya.

Bahkan nantinya bisa diterapkan di TPST karena memang sistemnya yang ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan bakar dan tidak menimbulkan bau sampah bahkan akan tercium bau ragi karena ada metode fermentasi.

“Intinya, Pemerintah Kota Tangerang terus berkomitmen melakukan penataan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing karena seiring dengan bertambahnya penduduk,” katanya.

Sumber: antaranews.com

read more
Energi

Sampah, Bahan Bakar Masa Depan

Apakah bahan bakar bisa dihasilkan dari kulit buah, biji-bijian, jerami atau limbah kayu? Harapannya, produk limbah pertanian dan kehutanan yang berlimpah, di masa depan dapat menggantikan minyak bumi.

Biomassa sebenarnya tersedia di setiap sudut jalan. Potongan dahan bisa diolah menjadi ‘pelet’ bahan bakar. Dedaunan yang gugur diproses menjadi pupuk. Tapi di seluruh dunia berton-ton sampah organik dibuang begitu saja. Contohnya ampas kelapa sawit setelah minyaknya dipress keluar.

“Hanya bijinya yang dimanfaatkan. Lainnya dibuang. Dan setiap 5 tahun seluruh pohon kelapa sawit dibuang,” ujar Stefan Schöll, manajer pabrik perusahaan termokimia PYTEC di Hamburg.

“Sungguh disayangkan,” lanjutnya. Limbah produk pertanian dan kehutanan itu padahal dapat dipress melalui proses khusus. Hasilnya minyak pirolisis, yang dapat diproses lebih lanjut menjadi bahan bakar.

Pengembangan kemampuan mesin
Kini perusahaan di Hamburg itu tengah menyempurnakan cara untuk menggunakan minyak pirolisis secara langsung di instalasi pembangkit listrik dan energi panas, atau di lokasi yang tak memiliki biomassa.

Bersama pabrik mesin Amerika, Caterpillar, para peneliti mengembangkan mesin berbahan bakar minyak pirolisis tadi.

“Kami baru mampu mengembangkan mesin berdaya kerja 1000 jam. Dalam satu tahun, sistem injeksi bahan bakar harus diganti 8 kali. Kami ingin menemukan materi baru yang tahan lama seperti pada operasi mesin diesel normal,” ungkap Schöll.

Pengolahan berskala besar
Dari sampah menjadi bahan bakar masa depan. Ini juga yang menjadi salah satu fokus penelitian Universitas Ilmu Terapan HAW Hamburg.

Jelantah, plastik, minyak berat – semua diproses jadi bahan bakar minyak di laboratorium. Banyak bahan, yang dapat menggantikan minyak bumi sebagai bahan bakar berkelanjutan untuk jangka panjang.

“Secara global, kebutuhan bahan bakar mencapai 100 Exajoule,” ujar Thomas Willner, dosen HAW Hamburg. “Kalau angka ini bisa dipertahankan dan tidak meningkat di negara-negara seperti India dan Cina, kita punya kesempatan dengan biomassa berkelanjutan, untuk memenuhi kebutuhan ini.”

Masih diperlukan solusi untuk mengatasi membengkaknya permintaan negara berkembang. Metode baru sebenarnya punya potensi besar. Tinggal menunggu pengembangan instalasi yang bisa mengolah biomassa secara efisien dalam skala besar.[]

Sumber: dw.de

 

read more
Energi

Sedang Dikaji Pemakaian Biofuel untuk Pesawat

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sepakat untuk memanfaatkan bahan bakar nabati bagi pesawat udara (aviation biofuel). Kedua kementerian juga akan memanfaatkan energi terbarukan (renewable energy) secara berkelanjutan untuk kebutuhan energi di bandar udara.

“Kedua program tersebut merupakan bagian dari aksi Kementerian Perhubungan dalam penanggulangan perubahan iklim dan mitigasi gas rumah kaca,” kata Menteri Perhubungan, E.E. Mangindaan, dalam sambutan kerja sama kedua kementerian melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi di Jakarta, Jumat 27 Desember 2013.

Mangindaan menjelaskan, upaya itu dilakukan dengan mempertimbangkan potensi dan sumber daya nasional di bidang bioenergi serta energi terbarukan. Aksi tersebut juga menjadi bagian dari upaya nasional dalam program konservasi energi.

Pemanfaatan aviation biofuel pada pesawat udara dan renewable energy pada bandar udara, dia menambahkan, akan berkontribusi dalam substitusi bahan bakar minyak berbasis fosil secara bertahap.

Kesepakatan bersama tersebut juga merupakan tindak lanjut atas kebijakan, strategi, dan langkah aksi program Rencana Aksi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) Kementerian Perhubungan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 201 Tahun 2013.

Dalam keputusan itu antara lain mencakup implementasi aviation biofuel dengan bauran 2 persen pada 2016 dan target bauran 3 persen pada 2020. Demikian juga dengan pemanfaatan energi terbarukan, yaitu sebesar 7,5 megawatt pada bandar udara hingga 2020.

Kesepakatan bersama tersebut juga menetapkan dibentuknya tim kerja yang akan melibatkan kedua kementerian beserta operator dan pemangku kepentingan lainnya. Mereka bertanggung jawab melakukan kegiatan perencanaan, pra pelaksanaan, dan pelaksanaan secara berkelanjutan mulai 2014 hingga 2016.

Tim akan fokus pada empat aspek utama, yaitu pertama, penguatan kelembagaan, regulasi, sumber daya manusia, tata kelola dan bisnis proses.

Kedua, studi, riset, dan pengembangan. Ketiga, uji coba dan persiapan sertifikasi, dan keempat adalah analisis komersial serta harga, produksi, dan keberlanjutan.

Tim kerja tersebut akan mendapatkan pendampingan dan bantuan teknis melalui program kerja sama dengan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) MSA Annex 5 yang telah ditandatangani pada Oktober 2013 di Montreal, Kanada.

Turunkan emisi gas rumah kaca
Mangindaan menambahkan, melalui kerja sama itu, pemerintah berupaya menanggulangi dampak perubahan iklim dan mitigasi gas rumah kaca seperti telah disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan G20 di Pittsburgh, AS.

Pemerintah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020 dengan upaya sendiri dan sebesar 41 persen dengan dukungan internasional.

Dia menjelaskan, pemerintah melalui Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca dan Perpres No. 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, telah memberikan landasan hukum bagi kementerian dan lembaga, khususnya sektor energi serta transportasi untuk menjabarkan program RAN-GRK secara berkelanjutan hingga 2020.

Khusus untuk inisiatif program dan pemanfaatan bahan bakar nabati pada pesawat udara dan energi terbarukan pada bandar udara telah tercakup dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 201 Tahun 2013. Keputusan itu diperkuat dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2013, yaitu mempercepat kontribusi nasional dalam penurunan emisi gas rumah kaca.

“Aksi itu dalam kerangka melakukan konservasi energi sesuai target nasional, yaitu dengan bauran 5 persen biofuel dan energi terbarukan pada 2025,” tuturnya.

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) maupun Organisasi Maritim Internasional (IMO) telah meletakkan kerangka dasar strategi dalam penanggulangan perubahan iklim dan mitigasi emisi gas rumah kaca itu. Upaya yang dilakukan antara lain pengembangan teknologi dan rancang bangun sarana bergerak, mesin pendorong, dan prasarana yang lebih hemat konsumsi bahan bakar dan energi.

Selain itu, pengembangan tata kelola, bisnis proses, dan operasional serta perawatan sarana bergerak serta titik simpul yang efisien dan hemat bahan bakar atau energi. Upaya lain, peningkatan jalur-jalur, rute-rute, manajemen lalu lintas penerbangan, serta pelayaran yang lebih efisien dan hemat bahan bakar.

Langkah selanjutnya adalah pengembangan bahan bakar alternatif dan energi terbarukan untuk sarana bergerak maupun prasarana bandar udara dan pelabuhan.

“Strategi itu memberikan gambaran bahwa upaya penurunan emisi sektor transportasi sangat erat hubungannya dengan efisiensi bahan bakar dan konservasi energi berbasis fosil,” tuturnya.

Dia juga menjelaskan, kontribusi gas rumah kaca dalam berbagai aktivitas transportasi secara nasional cenderung meningkat, seiring dengan pertumbuhan sektor transportasi dan ekonomi nasional. Kondisi itu juga dipengaruhi pertumbuhan aktivitas industrialisasi serta mobilitas barang, dan pertumbuhan populasi, sebaran, serta mobilitas sumber daya manusia.

“Kenaikan pertumbuhan sektor transportasi darat, laut, dan udara maupun kereta api berkontribusi signifikan terhadap kenaikan emisi gas rumah kaca,” ujarnya.

Kegiatan di sektor transportasi itu, menurut dia, masih didominasi oleh pertumbuhan penggunaan energi berbasis fosil, yaitu bahan bakar minyak (BBM) yang menghasilkan emisi gas rumah kaca.

Keberhasilan pemanfaatan bahan bakar nabati dan energi terbarukan itu menjadi tantangan dan perlu disikapi bersama, dengan mensinergikan segala elemen dan sumber daya nasional maupun internasional. Upaya ini diharapkan dapat memberikan daya ungkit (leverage) maksimal bagi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca itu.

Sementara itu, Menteri ESDM, Jero Wacik, mengatakan, upaya pemanfaatan bahan bakar nabati dan energi terbarukan itu merupakan kerja sama untuk mengurangi impor bahan bakar minyak yang jumlahnya sangat besar dan membebani anggaran negara.

“Kita impor BBM ongkosnya setengah triliun rupiah setiap hari. Dengan adanya ini, pelan-pelan kita alihkan ke aviation biofuel dan gas,” kata Wacik.

Menurut Wacik, pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia masih tergolong sangat kecil, hanya 5 persen dari total bauran energi nasional. Padahal, Indonesia memiliki potensi bahan bakar nabati terbesar kedua setelah Brasil.

Maskapai mendukung
Sementara itu, manajemen PT Garuda Indonesia Tbk menyambut positif rencana penggunaan biofuel tersebut sebagai bahan bakar pesawat.

“Kami mendukung biofuel tersebut dan perlu diuji coba,” kata Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar, melalui pesan tertulisnya, Jumat, 27 Desember 2013.

Namun, Emirsyah mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan bakar itu. “Yang paling penting adalah terkait harga,” tuturnya.

Dia menjelaskan, harga biofuel yang jauh lebih mahal dibanding avtur biasa, bisa membuat biaya operasi meningkat. “Selain itu, perlu diperhatikan soal kepastian suplainya,” kata dia.

Emirsyah menambahkan, bahan bakar menyerap 40 persen dari biaya operasi maskapai penerbangan pelat merah itu.

Maskapai Lion Air pun tidak mempermasalahkan penggunaan biofuel sebagai bahan bakar pesawatnya. Asalkan, ada satu syarat yang harus dipenuhi.

“Kami, sih, prinsipnya tidak masalah (menggunakan biofuel),” kata Direktur Umum Lion Air, Edward Sirait, ketika dihubungi media.

Edward mengatakan, Lion Air dengan senang hati akan menggunakan bahan bakar itu sebagai sumber energi mesin pesawatnya. Tapi, itu bisa dilaksanakan kalau sudah “diamini” oleh perusahaan pembuat pesawat.

“Itu kalau memang sudah diperbolehkan pabrik pembuat pesawat. Kami kan tidak bisa menentukan sendiri (penggunaan) biofuel,” kata dia.

Dia pun mengatakan bahwa maskapainya belum mendapatkan informasi tentang kemungkinan mesin pesawat-pesawat yang dioperasikan Lion Air, menggunakan biofuel. Selama ini, maskapai berlambang singa terbang ini menganggarkan dana puluhan persen untuk biaya bahan bakar.

“Sekitar 40-45 persen dari total operational cost,” kata dia.

Namun, dia tidak menyebutkan secara pasti jumlah avtur yang “ditenggak” pesawat-pesawatnya. “Itu, kan tergantung operasionalnya, tergantung jam terbangnya,” kata dia. []
Sumber: vivanews.com

read more
Energi

Biji Kemiri Potensi untuk Dikembangkan sebagai Biodiesel

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menggandeng Kementerian Pertanian dalam memanfaatkan kemiri sunan untuk dijadikan alternatif bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel.

Seperti dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, tanaman yang bernama latin Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw, itu akan dibudidayakan untuk lahan bekas tambang, sekaligus reklamasi dan konservasi bekas pertambangan yang akan menghasilkan bahan biodiesel. Tanaman asli Filipina ini juga bisa digunakan untuk konservasi lahan kritis.

Menurut situs tersebut, dari sisi produktivitas minyak, kemiri sunan lebih baik daripada tanaman penghasil minyak nabati lainnya, seperti sawit dan jarak pagar.

Tanaman ini mulai berbuah sejak umur empat tahun dan mengalami puncaknya pada umur delapan tahun. Produktivitas biji berkisar 50-300 kg per pohon per tahun dengan rendemen minyak kasar sekitar 52 persen. Rendemen biodiesel mencapai 88 persen dari minyak kasar, sisanya berupa gliserol.

Pengembangan kemiri sunan di wilayah reklamasi pertambangan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana konservasi lahan untuk menghutankan kembali lahan-lahan kritis, guna meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Selain itu, sebagai sumber pasokan diversifikasi bahan baku untuk menghasilkan minyak biodiesel yang ramah lingkungan (satu hektare lahan dengan 100-150 pohon kemiri sunan dapat menghasilkan 6-8 ton biodiesel per tahun), sebagai pengganti bahan bakar minyak dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar minyak.

Upaya itu juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dengan terciptanya lapangan kerja dan pengembangan usaha, investasi di dalam negeri, pengembangan sektor industri hilir pertanian, serta peningkatan nilai tambah produk dalam negeri.

Manfaat lain sebagai peningkatan kualitas lingkungan dengan pengurangan emisi gas rumah kaca, pengurangan tingkat polusi udara, serta membaiknya kualitas udara, kesehatan umum, dan kesejahteraan masyarakat

Pengembangan itu juga untuk meningkatkan ketahanan energi nasional melalui penyediaan biodiesel yang berasal dari tanaman yang tidak berkompetisi dengan bahan baku makanan dan industri. []

Sumber: vivanews.com

read more
Energi

Membangun Biogas Plant Membantu Selamatkan Lingkungan

Biogas mengacu pada energi terbarukan yang dihasilkan melalui limbah biologis. Hal ini merupakan energi ramah lingkungan karena diproduksi dari semua jenis limbah makhluk hidup seperti tanaman, hewan dan kotoran manusia.

Plant (pembangkit-red) Biogas menangkap gas metana yang dihasilkan dari dekomposisi bahan biodegradable dan membentuk energi yang dapat digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi apakah Anda pernah berpikir bagaimana plant ini bekerja. Plant pada dasarnya memiliki tangki yang besar disebut Digester, di mana limbah dikumpulkan. Plant juga bekerja sebagai converter karena sampah organik terkumpul dan berubah menjadi gas. Berikut beberapa manfaat dari biogas dan apa yang manfaat plant bagi lingkungan.

1. Generator listrik : Gas metana yang dihasilkan dalam digester dipindahkan ke ruang yang berbeda di mana gas dibakar dan energi yang dihasilkan dialirkan ke turbin yang akhirnya menghasilkan listrik. Listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda dalam kehidupan kita sehari hari. Selain itu, listrik yang dihasilkan melalui plant gas ini lebih cerah dan lebih aman bila dibandingkan dengan lampu minyak tanah yang sebagian besar digunakan di daerah-daerah pertanian.

2. Pupuk : Sampah yang tersisa setelah pembakaran gas metana dapat digunakan sebagai pupuk tanaman karena mereka aman, kaya nutrisi dan juga organik. Pupuk ini bisa langsung dipakai pada tanaman untuk meningkatkan produktivitas. Pupuk ini murah dan memiliki dampak negatif yang lebih sedikit dibandingkan dengan pupuk kimia yang banyak tersedia di pasar.

3. Energi Panas : Ketika metana dibakar, sejumlah besar panas dihasilkan. Panas ini ditangkap dan digunakan untuk beberapa tujuan seperti pemanas ruangan. Beberapa industri menggunakan panas ini untuk membuat gerakan mekanis yang akhirnya mengurangi polusi dan membantu melindungi alam.

4. Pengurangan Metana di Atmosfer : Metana adalah gas rumah kaca, yang dihasilkan oleh bakteri yang memecah sampah organik dari aktivitas manusia. Metana memiliki dampak yang besar pada pemanasan global, meskipun konsentrasi lebih rendah dari CO2 . Metana dianggap sebagai gas yang merusak setelah karbon dioksida. Saat ini para ilmuwan lebih terfokus pada pengurangan emisi metana. Plant Biogas memainkan peran utama di sini, mengumpulkan metana dan mengubahnya menjadi menjadi listrik sehingga membantu melindungi lingkungan kita. Gas yang dibebaskan setelah pembakaran metana adalah karbon dioksida. Meskipun juga merupakan gas rumah kaca, tetapi kerusakan yang disebabkan oleh ke atmosfer adalah 20 kali lebih sedikit dibandingkan bila dibandingkan dengan metana mentah.

5. Pengurangan bau : Jika Anda tinggal di dekat peternakan atau pertanian,  Anda akan tahu bahwa bau yang dipancarkan dari limbah peternakan ini adalah betapa menjengkelka. Plant Biogas membantu mengurangi bau. Plant mengumpulkan sampah bio dan membakarnya untuk menghasilkan listrik. Listrik ini dapat digunakan di daerah pertanian untuk memasak, penerangan rumah dan kegiatan lainnya. Mesin pertanian juga dapat dijalankan menggunakan listrik yang dihasilkan oleh plant ini.

Sumber: greenerideal.com

read more
Energi

Peneliti: Limbah Kopi Sumber Biodiesel Menjanjikan

Peneliti Liu dan rekannya Qingshi Tu, keduanya mahasiswa tingkat doktoral di University of Cincinnati pada departemen Lingkungan serta Mingming Lu, associate professor pada departemen yang sama telah menggunakan tiga pendekatan untuk mengkonversi limbah kopi menjadi sumber energi, biodiesel dan karbon aktif. Mereka memakai tahap : ekstrasi minyak dari limbah kopi, pengeringan limbah kopi setelah minyaknya diekstrak sebagai penyaring kotoran dalam pembuatan biodiesel dan membakar limbah kopi sebagai bahan bakar sumber energi listrik, seperti halnya penggunaan biomassa.

Sekarang, peneliti dari University of Cincinnati menemukan fakta bahwa bahan-bahan yang terdapat dalam limbah bubuk kopi akan menjadi sumber energi yang lebih murah, lebih bersih untuk kendaraan bermotor dan pembangkit listrik.

Yang Liu dan timnya, mempresentasikan temua awal tersebut dalam pertemuan the American Chemical Society’s (ACS) 246th National Meeting & Exposition pekan ini di Indianapolis, Amerika Serikat.

Peneliti melaksanakan penelitian ini pada tahun 2010, mengumpulkan limbah bubuk kopi dari kedai waralaba Starbucks yang berada dekat kampus mereka. Setelah mengumpulkan limbah, mereka memisahkan minyak dari limbah bubuk kopi dan merubah senyawa triglycerides (oil) menjadi biodiesel dan produk sampingan lain yaitu glycerin.

Limbah tersebut kemudian dikeringkan dan digunakan sebagai pemurni kekeruhan biodiesel yang dihasilkan dari limbah kopi tersebut.

Hasil awal memperlihatkan bahwa minyak yang terkandung dalam limbah bubuk kopi berkisar antara 8,37-19,63 persen, dan biodiesel yang dihasilkan memenuhi standar ASTM International D6751. Efisiensi penggunaan limbah bubuk kopi sebagai pemurni kekeruhan dalam minyak biodiesel seperti methanol dan residunya glycerin, agak rendah jika dibandingkan dengan produk pemurnis komersil lainnya.

Bagaimanapun, laporan penelitian ini memperlihatkan bahan bakar alternatif yang menjanjikan, apalagi terkait dengan mahalnya produk pemurnian di pasaran. Riset selanjutnya diharapkan akan fokus pada peningkatan efisiensi pemurnian limbah bubuk kopi atau dengan kata lain menjadi karbon aktif.

Dibandingkan dengan petroleum diesel, biodiesel merupakan bahan bakar ‘bersih’ yang mengurangi emis karbonmonoksida, hidrokarbons dan bahan pencemar lain (particular matters /PM).

Peneliti mengatakan metode yang mereka gunakan untuk membuat biodiesel akan mengurangi kebutuhan lahan untuk pembuangan limbah, selain juga menjanjikan pembuatan biodiesel alami yang permintaannya semakin meningkat. Pembuatan biodiesel selama ini berasal dari tanaman yang juga merupakan sumber pangan seperti jagung dan kedelai.

Penelitian ini mendapat dukungan dana sebesar $500 dari universitas.

Sumber: proquest

read more
Sains

Mahasiswa Temukan Cara Mengubah Sampah Menjadi Bio-Plastik

Tim peneliti yang beranggotakan mahasiswa dari Imperial College London berhasil menciptakan bio-plastik dari tumpukan sampah dengan bantuan bakteri. Teknologi ini tercipta dengan menggunakan bakteri yang sudah dikondisikan sehingga mampu mengubah sampah menjadi bio-plastik atau plastik yang bisa didaur ulang.

Tim peneliti menyatakan, plastik ini bisa dipakai untuk memproduksi alat-alat kesehatan yang dipakai di rumah sakit. Mereka juga berhasil mengembangkan metode penguraian bio-plastik sehingga bisa dibuang dengan aman ketika sudah tidak diperlukan.

Tim peneliti mengembangkan teknologi mereka dari bakteri yang aman dan ragi serta mendesain ulang DNA mereka agar bisa menjalankan fungsinya mengubah sampah menjadi bio-plastik.

Mereka merancang ulang kode genetis bakteri E.coli yang menjadi alat utama mengubah limbah di tempat pembuangan sampah akhir menjadi bio-plastik.

Selama ini, tanaman menjadi bahan utama dalam pembuatan bio-plastik sehingga berpotensi memicu alih guna lahan untuk pertanian. Tim peneliti menyatakan bahwa proses ini bisa dikembangkan dalam skala industri dan berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian.

Atas penemuan ini, tim peneliti mendapatkan penghargaan dari kompetisi International Genetically Engineered Machine (iGEM), sebagai penelitian terbaik mengalahkan 200 tim dari seluruh dunia.

Sumber: Hijauku.com

read more
1 2 3
Page 2 of 3