close

brazil

Green Style

Piala Dunia Wariskan Aksi Hijau

Piala Dunia 2014 berakhir dengan mewariskan berbagai aksi ramah lingkungan yang berkelanjutan.

Piala Dunia telah berakhir. Jerman menjadi juara mengalahkan Argentina 1-0 dalam pertandingan ketat yang diwarnai oleh perpanjangan waktu. Tak ada lagi laga tersisa. Namun warisan aksi ramah lingkungan akan terus ada di Brasil. Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menggandeng pemerintah Brasil menggelar berbagai aksi hijau selama Piala Dunia berlangsung.

Berbagai aksi ramah lingkungan ini meliputi sertifikasi stadion guna mengurangi emisi gas rumah kaca, upaya mendaur ulang sampah, mengurangi polusi hingga aksi pertanian organik. Pemerintah juga mengembangkan industri pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) dan pertanian keluarga (family farming).

Satu lagi program yang unik adalah upaya meningkatkan kesejahteraan para pemungut sampah (waste pickers) dengan melibatkan masyarakay di enam kota yang menyelenggarakan pertandingan Piala Dunia. Para pemungut sampah adalah mereka yang memungut, memilah dan mendaur ulang sampah selama Piala Dunia berlangsung.

Pemerintah pusat memberikan dana $1,36 juta guna membantu 1400 pemungut sampah di Belo Horizonte, Curitiba, Fortaleza, Manaus, Natal dan São Paulo. Program ini juga berlangsung di kota-kota yang lain dengan bantuan dana dari pemerintah lokal.

Sampah yang dikumpulkan dikirim ke pusat daur ulang seperti di kota Fortaleza misalnya, yang berhasil mengumpulkan 37 ton bahan daur ulang hingga 4 Juli, 2014. Untuk menjamin keberlangsungan program ini Bank Pembangunan Sosial Nasional Brasil memberikan pembiayaan untuk mendanai upaya pengumpulan sampah kolektif ini. Berbagai proyek di Brasilia, Curitiba, Porto Alegre dan Rio de Janeiro telah mendapat persetujuan dengan jumlah pembiayaan mencapai $35,5 juta.

Semua stadion yang digunakan dalam Piala Dunia 2014 dibangun dengan konsep ramah lingkungan dan mendapat sertifikasi internasional. Dari 12 arena, enam stadion mendapatkan sertifikat LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) yaitu Castelão (Fortaleza), Fonte Nova (Salvador), Arena Pernambuco (Recife), Arena Amazonia (Manaus), Maracanã (Rio de Janeiro) dan Mineirão (Belo Horizonte).

Stadion Belo Horizonte menjadi stadion pertama yang mendapatkan sertifikat platinum, yang merupakan standar ramah lingkungan tertinggi dari LEED. Tiga arena lain sudah mengirimkan permohonan yang sama dan sisanya tengah dalam tahap penyelesaian.

Guna menghemat energi, pembangkit listrik dipasang di tiga stadion dan akan dibangun di Stadion Utama Brasilia pada akhir tahun ini. Arena das Dunas di Natal juga tengah dalam proses mendapatkan Sertifikasi Efisiensi Energi INMETRO, yang menilai penghematan energi dan efisiensi.

Pertanian organik dan ramah lingkungan juga menjadi salah satu aksi hijau Piala Dunia 2014. Pemerintah memromosikan pola konsumsi sadar lingkungan dimana 18,000 relawan Piala Dunia hanya mengonsumsi makanan dan minuman organik yang dibeli dari koperasi dan asosiasi petani organik lokal.

Sebanyak 60 koperasi dan asosiasi petani organik – yang beranggotakan 25.000 keluarga – juga bekerja sama memasok kios-kios organik dan ramah lingkungan. Kios ini didirikan di daerah wisata dengan tujuan membangun pola pasokan pangan organik yang berkelanjutan.

Inisiatif lain adalah karbon kredit yang diikuti oleh 16 perusahaan dan kampanye Green Passport yang bertujuan memromosikan perilaku ramah lingkungan bagi wisatawan yang berkunjung ke Brasil. Dengan bantuan informasi online, wisatawan bisa mendapatkan berbagai tips wisata yang ramah lingkungan yang menyediakan lebih dari 60 pilihan wisata yang berkelanjutan.

Sumber: Hijauku.com

read more
Ragam

Demi Piala Dunia 2014, Lingkungan Kumuh Digusur

Distrik Favela, Kota Rio de Janeiro, Brasil, menjadi rumah bagi 1,4 juta warga miskin Negeri Samba itu. Kini mereka harus terusir dari rumah-rumah yang telah ditempati turun temurun sejak 1800. Ini lantaran pemerintah Ibu Kota Brasilia tengah berbenah menyambut Piala Dunia bakal diadakan di negara itu.

Surat kabar the Daily Mail melaporkan, Rabu (23/4/2014), penggusuran ini telah memakan korban. Lelaki 25 tahun bernama Douglas Rafael da Silva Pereira menjadi korban keganasan aparat hendak menyingkirkan warga miskin dari Rio de Janeiro lantaran dianggap mengganggu pemandangan saat Piala Dunia nanti. Mayat Rafael ditemukan esok harinya menjadi puncak kemarahan warga. Mereka membuat barikade serta bom molotov dan balik menyerang polisi yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Rafael.

Rafael cukup tersohor di mata masyarakat Rio de Janeiro. Dia seorang penari di acara televisi jaringan Globo Brasil, saluran terbesar bangsa itu. Penyebab kematiannya belum jelas. Namun penduduk yakin dia tewas tertembak senapan aparat.

Pejabat kesehatan seperti dilansir surat kabar O Globo juga mengatakan seorang bocah 12 tahun ikut tewas sebab tembakan petugas.

Favela, distrik ini hanya beberapa ratus meter dari kolam renang olimpiade yang bakal diselenggarakan di Brasil pada 2016. Pecahnya keributan antara aparat dengan warga disebut-sebut ada peran geng narkotika yang sudah menguasai daerah itu berpuluh-puluh tahun.

Polisi Brasil sudah memulai pembersihan geng itu sejak 2008 dengan membumi hanguskan mereka yang berbasis di daerah-daerah kumuh. “Upaya menenangkan Favela sudah gagal. Polisi hanya menggantikan kekerasan dari geng narkotika sebelumnya,” ujar salah satu warga bernama Johanas Mesquita.

Pihak kepolisian tak satu pun angkat bicara. Mereka semakin giat menggusur rumah-rumah warga miskin yang juga mendiami sekitar Pantai Copacabana menjadi pusat rekreasi turis di Rio de Janeiro. Ini lantaran kurang dari dua bulan lagi perhelatan sepak bola sejagat bakal dilaksanakan dan Brasil tentunya tak ingin meninggalkan kesan tidak mengenakkan bagi siapa pun berkunjung untuk menikmati Piala Dunia.

Sumber: merdeka.com

read more
Hutan

Perlindungan Hutan Global Cara Brasil

Ide revolusioner dari hutan tropis. Brasil berikan ide bagi wadah internet “Global Forest Watch” yang memantau keadaan hutan di seluruh dunia lewat satelit.

Berpikir global, bertindak lokal. Slogan anti globalisasi yang terkenal menjadi landasan sejarah sukses dari hutan tropis Brasil. Pengawasan pembalakan hutan Amazona lewat satelit, yang dimulai tahun 2004, kini akan dilaksanakan di seluruh dunia.

Sejak akhir Februari, perusakan hutan diawasi situs internet Global Forest Watch (GFW). Seperti pada Googe Maps, pengguna bisa memperoleh keterangan tentang jumlah pohon. Dengan hanya mengklik, orang bisa melihat perubahan jumlah pohon antara tahun 2000 dan 2012, lengkap dengan keterangannya, juga faktor-faktor mana yang penting untuk mencegah rusaknya hutan dan tumbuhan.

Evaluasi berdasarkan data dari satelit juga dilengkapi laporan-laporan dari berbagai negara dengan informasi tentang situasi di setiap hutan, nilai ekonominya dan peraturan yang berlaku di negara itu. Menurut keterangan GFW, antara tahun 2000 dan 2012 sekitar 2,3 juta km persegi wilayah hutan punah. Negara-negara yang paling menderita adalah Rusia, Kanada, Indonesia, AS dan Brasil.

Langkah Pionir di Amazona
Ide untuk mengawasi situasi hutan lewat satelit berasal dari Brasil. Institut untuk Penelitian Angkasa Nasional (INPE) sudah mengawasi pembalakan di Amazona sejak 2004 lewat satelit. Insitut penelitian independen “Imazon” mengembangkan ide ini di Belém, dalam kerjasama dengan Google, dan meluncurkan sistem alarm terhadap pembalakan tahun 2012.

Brasil adalah negara satu-satunya di dunia, yang memiliki sistem alarm ini. Ini menjadi sumbangan untuk mengurangi perusakan hutan tropis. Demikian dijelaskan Nigel Sizer, kepala inisiatif internasional pada lembaga think tank World Resource Institute (WRI), di Washington.

Lebih dari 40 mitra bekerja sama pada wadah baru ini bagi perlindungan hutan global lewat satelit. Yang utama adalah tangki pemikir WRI, Google, Program Lingkungan PBB UNEP, Institut Penelitian Brasil “Imazon” serta sejumlah tangki pemikir lainnya, demikian halnya dengan sejumlah universitas, perusahaan biasa dan perusahaan non profit.

Tekanan atas Pemasok
“Global Forest Watch akan mengubah penggunaan hutan secara radikal,” demikian perkiraan pemimpin WRI Andrew Steer. Institut keuangan bisa memberikan penilaian lebih tepat atas perusahaan-perusahaan, di mana mereka menanam modal. Selain itu, pedagang bahan baku bisa memeriksa pemasok minyak sawit, kedelai, kayu dan daging. Steer menambahkan, “Yang merusak hutan tidak bisa menghilangkan jejak lagi, dan mereka yang memperhatikan kelangsungan bisa diberikan imbalan”.

Data di wadah baru itu akan terus diaktualisasi dengan data dari mitra proyek. Misalnya, Forest Monitoring for Action (FORMA) menunjukkan setiap bulan, lahan hutan tropis yang baru dirusak. Selain itu, foto dari satelit yang digunakan Badan Antariksa AS (NASA) setiap harinya menunjukkan kebakaran hutan yang baru terjadi. Universitas Maryland melaporkan setiap tahunnya tentang bertambah dan berkurangnya lahan hutan di seluruh dunia, dengan ketepatan 30 kali 30 meter.

Pengguna internet juga bisa mengaktualisasi isi wadah tersebut. Mereka bisa melaporkan pembalakan yang terjadi di dekat lokasi mereka tinggal, dan mempublikasikan laporan. Wadah itu memberikan pertolongan bagi badan pemerintah, untuk menjatuhkan sanksi bagi pihak yang merusak atau membalak hutan, atau lebih baik lagi jika dapat mencegahnya.

Tahun lalu saja kontrol lewat satelit sudah tampak efisien di Indonesia. Lewat sistem pelaporan kebakaran milik NASA, produsen minyak sawit yang menyebabkan kebakaran hutan bisa dicari. Pemerintah kemudian menjatuhkan hukuman atas perusahaan itu, demikian dikatakan pemimpin proyek Nigel Sizer dari WRI. Ia menambahkan, “Saya berharap lewat penyatuan sistem monitoring pada Global Forest Watch, efek ini bisa diperkuat, dan kontrol di seluruh dunia bisa dilaksanakan”.

Sumber: dw.de

read more
Perubahan Iklim

Brasil Ingin Buat Piala Dunia Ramah Lingkungan

Kota-kota penyelenggara Piala Dunia 2014 di Brasil mengatakan perubahan iklim menjadi pertimbangan mereka dalam perencanaan penyelenggaraan acara olahraga itu.

Turnamen sepakbola Piala Dunia semakin lama semakin sarat karbon. Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) memperhitungkan turnamen di Brasil tahun ini akan melepas 2.72 juta ton karbon dioksida ke atmosfer atau 1 juta ton lebih banyak dari yang dilepas Piala Dunia di Afrika Selatan pada 2010.

Para pihak terkait sekarang ini sedang mencari cara bagaimana mengaitkan kekhawatiran-kekhawatiran akan perubahan iklim ke dalam penyelenggaraan Piala Dunia.

Dewan Pariwisata Brasil mengatakan pihaknya memperkirakan para pelancong akan menghabiskan US$10,4 miliar selama Piala Dunia tahun. Namun, pemasukan ini menimbulkan dampak pada lingkungan. Bagian terbesar dari gas yang memerangkap hawa panas akan berasal dari perjalanan udara yang dilakukan penonton maupun pemain dari dan ke 12 stadion tempat 64 pertandingan diadakan.

Pada sebuah pertemuan di Johannesburg bulan ini, para walikota dari beberapa kota besar di dunia bertemu untuk membahas tantangan-tantangan unik tersebut, terutama perubahan iklim di daerah perkotaan.

Gustavo Fruet, wali kota Curitiba, salah satu kota di Brasil yang menjadi tuan rumah pertandingan, mengatakan kepada VOA, penghijauan termasuk dalam persiapan yang dilakukan Curitiba.

Penyelenggara Piala Dunia sekarang mulai menyadari bahwa merebut Piala Dunia hanya sebagian dari kemenangan – yang sebagian lagi adalah membuat peristiwa olahraga terbesar itu sebisa mungkin ramah lingkungan.

Sumber: NGI/VOA Indonesia

read more
Ragam

Stadion Sepakbola Ini Ditengah Hutan Amazon

Estadio Vivaldo Lima mulanya didirikan pada 1958 dan kemudian dipugar kembali 12 tahun kemudian, pada 1970 silam. Stadion Vivaldo Lima terpilih sebagai salah satu tempat untuk menggelar laga Piala Dunia 2014 pada 31 Mei. Stadion yang ada dinilai tak memenuhi standar internasional FIFA.
Berita Terkait

Sejak itulah stadion Vivaldo dirobohkan dan kemudian 19 Maret 2010 dibangun kembali untuk menyesuaikan dengan level stadion internasional. Stadion baru itu kemudian diberi nama Arena Amazonia dengan kapasitas 47.000 orang.

Pada Juni 2013 lalu, Arena Amazonia sempat dipakai untuk menggelar laga sepakbola bertaraf internasional Piala Konfederasi yang diikuti oleh peserta para jawara zona antarbenua.

Arena Amazonia yang dirancang arsitek Severiano Mario Porto itu tidak hanya mempunyai lapangan hijau untuk laga sepakbola berkelas internasional, tapi juga diperlengkapi dengan berbagai fasilitas modern untuk aktivitas olahraga dan rekreasi. Di Arena Amazonia juga tersedia mal untuk keperluan belanja para pengunjungnya.

Stadion Megah di Jantung Hutan Amazon
Arena Amazonia dibangun di Kota Manaus. Keberadaan stadion yang amat megah ini menjadi kebanggaan Manaus. Bisa dikatakan, Arena Amazonia yang dulu lebih dikenal dengan nama Stadion Vivaldo Lima itu kini telah berubah menjadi ikon bagi Kota Manaus.

Kota Manaus berada di jantung hutan hujan Amazon. Di sinilah hujan tropis terbesar di dunia berada. Karena itulah, pembangunan stadion disesuaikan dengan kondisi cuaca di Manaus. Stadion dibangun tertutup oleh struktur logam yang dirancang seperti bentuk keranjang jerami.

Atap stadion dirancang khusus untuk bisa menampung air hujan yang akan dimanfaatkan kembali untuk keperluan kebutuhan air di area stadion. Tak hanya air hujan. Berlimpahnya sinar Matahari pun dimanfaatkan perancang stadion untuk keperluan tenaga listrik. Suhu di dalam stadion dapat disetel dengan menggunakan sistem eletronik berenergi surya.

Fasilitas yang ditawarkan bagi para tamu yang akan datang menyaksikan gelaran akbar sejagad Piala Dunia 2014 itu antara lain: restoran, parkir bawah tanah, terminal bus, dan jasa transportasi monorel.

Laga Piala Dunia 2014 yang akan digelar di Arena Amazonia antara lain, partai Grup D antara Inggris versus Italia 14 Juni. Lalu tanggal 18 Juni laga Grup A antara Kamerun versus Kroasia. Ada juga pertandingan Grup G antara Amerika Serikat melawan Portugal yang akan digelar 22 Juni.

Sumber: liputan6

read more
Hutan

Prediksi Iklim Tunjukkan Peran Laut Dalam Kekeringan Amazon

Tempat terbaik untuk melihat bukti mengenai potensi kekeringan di hutan Amazon Peru adalah pada sisi lain Amerika Selatan, lepas pantai Brasil di Samudera Atlantik, demikian menurut ilmuwan.

Selama 10 tahun terakhir, kenaikan suhu permukaan laut di Atlantik tropis berkaitan dengan presipitasi di bawah normal Amazon barat, memungkinkan ilmuwan untuk memprediksi kekeringan sekitar tiga bulan ke depan pada musim kering Juli-hingga-September.

Pengetahuan itu dapat memberi peringatan dini yang cukup bagi petani dan pejabat pemerintah lokal untuk mengambil langkah mencegah kebakaran dan kerusakan serius hutan, harta benda dan pertanian, demikian menurut ilmuwan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).

“Masyarakat Amazon menggunakan api setiap tahun membersihkan lahan untuk pertanian,” kata Katia Fernandez, ilmuwan riset mitra Institut Penelitian Internasional untuk Iklim dan Masyarakat (International Research Institute for Climate and Society), Universitas Columbia di New York yang dengan CIFOR meneliti iklim dan kebakaran di Peru.

Pergeseran angin
“Risiko dalam tahun kering adalah kebakaran yang akan di luar kontrol manusia. Jika pengambil kebijakan tahu lebih dini bahwa tahun tersebut akan lebih kering dari biasanya, mereka bisa merelokasi sumber daya pemadam kebakaran ke tempat berisiko tinggi dan mengedukasi masyarakat untuk tidak menggunakan api jika dalam beberapa hari berturut-turut tidak turun hujan.”

Samudera Atlantik mempengaruhi hujan di Amazon barat karena Zona Konvergensi Intertropis (ITCZ), sekelompok awan mengelilingi planet karena pertukaran angin dari bagian bumi utara dan selatan bertemu. Hembusan angin ke arah barat membawa kelembaban dari samudera yang jatuh sebagai hujan di Daerah Aliran Sungai Amazon. ITCZ biasanya mengitari bumi dekat Ekuator, tetapi ketika suhu permukaan laut naik di utara Samudera Atlantik tropis lepas pantai Brasil, zona itu bergeser ke utara.

Perubahan ini menyebabkan hujan jatuh lebih jauh ke utara dan menyebabkan kekeringan di Peru dan Brasil barat seperti yang terjadi 2005 dan 2010, kata Fernandes. Di Amazon barat, hujan umumnya sangat rendah – dan risiko kebakaran hutan sangat tinggi – antara Juli dan Oktober.

Fernandes dan mitranya, termasuk ilmuwan CIFOR Miguel Pinedo-Vasquez dan Christine Padoch, menemukan bahwa dengan mengukur suhu permukaan laut April, Mei dan Juni, mereka bisa memprediksi apakah musim kering akan lebih kering dari biasanya.

Perbedaan antara suhu permukaan laut di wilayah utara dan selatan Samudera Atlantik tropis bisa menjadi indikator lebih kuat, kata Fernandes, menambahkan bahwa perbedan lebih besar suhu, lebih tinggi pula peluang kekeringan.

Ilmuwan masih menguji model prediksi untuk menentukan seberapa besar variasi suhu permukaan laut disebabkan oleh siklus alami, dan seberapa besar diakibatkan perubahan iklim. Tujuan mereka adalah menyiapkan informasi lebih tepat bagi petani dan pejabat pemerintah.

Untuk berhasil, mereka harus memahami tren dan variabilitas iklim, karena suhu dan presipitasi bervariasi dari tahun ke tahun, seperti juga siklus lebih panjang dari satu dekade atau lebih.

Sebagai bagian projek CIFOR, Fernandes tengah mempelajari bagaimana siklus tersebut terkait, tidak hanya di daerah aliran sungai Amazon barat, tetapi juga di wilayah tropsi lain, termasuk Kalimantan Barat, Afrika Barat dan wilayah Ghats di barat India.

Sumber: cifor.or.id

read more