close

greenpeace

Green Style

Pelaksana Pemilu Kurang Peduli Lingkungan

Memasuki masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, Unit Kegiatan Mahasiswa, Angkatan Komunikasi Olah Nalar Alam Kehidupan, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan (UKM-AKONAK-STIK-P) Medan, mengadakan Dialog Interaktif bertema ” Arah Kebijakan Lingkungan Pada Pilpres 2014”, di kampus STIK-P Medan, Selasa (10/6/2014).

Kegiatan yang didukung oleh Yayasan Kippas dan Uni Eropa, diikuti oleh peserta yang berasal dari organisasi Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) dan Kelompok Pencinta Alam (KPA) yang berada di kota Medan.

Menurut Ketua Panitia Pelaksana, Alfan Raykhan Pane, awalnya panitia mengundang empat orang pembicara yaitu Aulia Andri (Komisioner Bawaslu Sumut), Perwakilan Posko Pemenangan Prabowo-Hatta wilayah Sumut, Perwakilan Posko Pemenangan Jokowi-JK wilayah Sumut serta M. Nizar Abdurrani, Pemimpin Redaksi ‘Media Online Lingkungan’ Greenjournalist.net dari Provinsi Aceh.

Namun kemudian, dalam proses negoisasi tempat kegiatan di Kampus STIK-P, muncul persyaratan atau larangan dari pihak kampus, supaya panitia tidak menghadirkan pembicara satu, pembicara dua dan pembicara ketiga. “Mereka (kampus) menganggap pembicara yang lain ‘berpotensi konflik’ karena sarat muatan politis, dimana kampus berdasarkan undang-undang pemilu harus steril dari aroma kampanye,” ujar Alfan.

M. Nizar Abdurrani sebagai pembicara keempat, selanjutnya menjadi pembicara tunggal dalam acara dialog interaktif tersebut. Pemimpin Redaksi Berita Lingkungan Online Greenjournalist.net, yang mengkhususkan pemberitaanya dengan isu-isu lingkungan memaparkan makalah berjudul “Kampanye dan Advokasi Lingkungan Via Media Online”.

Dikatakannya, keunggulan media online dibandingkan dengan media konvensional (cetak/elektronik) yaitu, kapasitas luas dimana halaman web bias menampung naskah sangat panjang, pemuatan dan editing naskah bias kapan saja dan dimana saja, setiap saat, cepat begitu di-upload langsung bisa di akses semua orang, jelasnya secara lugas.

Lanjutnya , media online itu menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet, actual berisi info aktual karena kemudahan dan kecepatan penyajian. Interaktif dua arah dan ‘egaliter’ dengan adanya fasilitas kolom komentar, chat room, polling, dsb. Terdokumentasi, informasi yang tersimpan di ‘bank data’ (arsip), dan dapat di temukan melalui “link” artikel terkait, fasilitas ‘search’ serta terhubung dengan sumber lain ‘hyperlink’ yang berkaitan dengan informasi tersaji.

Di makalah tersebut, Nizar juga menyebutkan beberapa kelemahan media online, yaitu sangat tergantung dari kualitas jaringan internet, belum seluruh wilayah di Indonesia terjangkau oleh jaringan internet, adanya persepsi di sebagian masyarakat, bahwa media online bukan media massa serta karena sering mengutamakan kecepatan, media online dianggap kurang akurat.

Salah seorang peserta dari ‘Tanpa Atap Pro’ Julia Topik alias Gaban, menyatakan, Tema dialog interaktif ini sebenarnya ingin mencari simpati dari penggiat lingkungan di Medan, tegasnya.

Selanjutnya ia juga mempertanyakan tentang apakah kegiatan ini hanya sebatas dialog saja? Atau adakah pihak panitia akan menindaklanjuti soal bagaimana mengawal proses kampanye pilpres 2014 ini, sehingga tidak adalagi Alat Peraga Kampanye (APK) yang merusak estetika dan dipaku dan terpasang di pohon, seperti saat kampanye caleg yang lalu.

Pada kesempatan yang sama, dalam sesi diskusi, Andika dari Mapala STIPAP Medan, juga menyatakan setuju atas pernyataan Gaban tentang “telah hilangnya ruh kepencinta alaman, karena setiap individu penggiat lingkungan sekarang lebih senang bicara kemping, adventure (petualangan) dan naik gunung saja, jadi saat hobi, prestasi dan profesi menjadi pilihan, maka ruh konservasi justru telah hilang, gugatnya.

Salah seorang alumni STIK-P yang menjadi moderator kegiatan, Darmansyah Lubis bahkan mempertajam pernyataan Gaban tentang, “Adakah bentuk isu peraturan kampanye yang disampaikan KPU dan Bawaslu? Pernahkah hal tersebut benar-benar dijalankan? Apakah KPU pernah menegur para caleg yang saat kampanye lalu, memasang selebaran di taman kota? Atau mungkin saja KPU dan Bawaslu kurang ‘Aware’ terhadap proses pemilu yang mencederai lingkungan, yaitu saat APK seperti spanduk dan baliho merusak estetika, lantas bagaimana wujud produk kebijakan lingkungan lima tahun kedepan? Serta pertanyaan tentang sesama penggiat lingkungan telah berbuat apa sih? Termasuk apa itu filosofi kepencintaalaman, gugatnya.

Sebagai penutup kegiatan, para peserta akhirnya menyampaikan beberapa poin harapan antara lain antara lain apa yang bisa dilakukan sampai dengan 9 Juli 2014 (hari H) ? Apakah sepakat membuat gerakan dan tindakan kongkrit bersama seperti turut serta dalam tim monitoring bersama KPU, Bawaslu, Satpol PP serta stakeholder yang berwenang tentang penertiban alat peraga kampanye agar lebih mengedepankan estetika lingkungan serta keinginan peserta menggagas media online khusus kepencintaalaman khususnya di provinsi Sumut. [rel]

read more
Ragam

Melacak Semangat Kartini Penyelamat Bumi

Kebanyakan orang menjadikan Kartini sebagai ikon pejuang perempuan Indonesia. Meski banyak tokoh perempuan yang lain yang hidup pada masa yang sama. Malahan mereka banyak melakukan aksi nyata dengan benar-benar mengangkat senjata hingga berdiplomasi. Bukan dengan cara surat menyurat mendongkrak dinding sosial seperti yang dilakukan Kartini.

Memperingati Hari Kartini di masa sekarang ini dianggap sebagai bentuk perjuangan emansipasi antara laki-laki dan perempuan dalam segala hal. Peringatan Hari Kartini pun dilakukan dengan berpakaian kebaya yang lebih nampak sebagai peringatan tata busana masa lampau. Semangat perjuangan Kartini dalam bidang pendidikan justru banyak disalahkaprahkan.

Peringatan Hari Kartini sering diikuti beragam aktivitas yang mengedepankan emansipasi perempuan, kesetaraan gender, perjuangan feminisme, dan masih banyak lagi. Tidak sedikit kaum perempuan yang menganggap kesetaraan gender adalah kebebasan berbuat dalam segala hal. Ini berorientasi pada kebebasan kaum hawa mengeksplorasi segala kemampuan baik fisik maupun akal. Jika ini tetap di fungsikan sesuai koridornya maka akan menghasilkan indikasi ke arah positif, namun pada nyatanya eksplorasi berlebihan dari kaum hawa menjadikan mereka di eksploitasi oleh kaum lelaki.

Kartini menginginkan hak mengenyam pendidikan bagi perempuan agar sama dengan laki-laki. Tak lebih. Ilmu yang diperoleh melalui pendidikan ini bukan lantas dijadikan sebagai sarana untuk tampil lebih ‘gagah’daripada laki-laki. Pendidikan wanita dipersiapkan agar kelak mereka mampu mengedukasi anak-anaknya. Anak-anak yang dibesarkan dan dididik dengan baik oleh ibu yang berpendidikan baik tentu mempunyai kualitas yang berbeda dengan anak yang tidak terdidik sama sekali.

Kartini menginginkan agar perempuan setara dengan laki-laki dalam memperoleh pendidikan. Bukan lantas lari dari fitrahnya sebagai perempuan. Saat ini fungsi ibu sebagai pendidik utama dalam keluarga banyak yang tergantikan oleh baby sitter. Karier di luar rumah jauh lebih menggiurkan daripada berkutat dengan anak-anak di rumah. Sementara perempuan yang hanya berdiam diri di rumah dianggap tidak produktif. Makna produktif berarti menghasilkan uang dan penilaian penuh dari sisi materi.

Ketika pemikiran mengenai emansipasi menjadi tidak murni lagi, perempuan banyak mendapatkan ruang untuk berjuang. Bahkan mendobrak batas kodratnya sebagai perempuan. Maka kaum laki-laki pun berusaha menuntut hak yang telah dirudapaksa oleh perempuan. Mereka menuntut untuk dihormati oleh istri dan anak-anaknya di rumah. Fenomena ini muncul ketika istri menuntut hak yang sama dengan suami dalam segala hal. Akhirnya, tercetuslah istilah “suami-suami takut istri”.

Bumi sama halnya dengan isu gender yang terus dirongrong dan dieksploitasi. Industrialisasi tanpa batas terus memicu kerusakan di sana-sini. Masyarakat kita harus lebih cerdas dalam bersikap. Peringatan kartini telah di muati unsur-unsur eksploitasi perempuan. Bumi merana akibat liberalisasi yang mereka terapkan.

Kita harus berpikir lebih cerdas bahwa Kartini mendambakan kesetaraan hak untuk mendapatkan pendidikan. Terlepas dari itu, perempuan tetap harus kembali pada kodratnya sebagai pendidik dalam keluarga didampingi oleh laki-laki yang menjadi pemimpinnya dalam rumah tangga.

Sebagai anggota masyarakat yang mempunyai hak pilih dalam negara demokrasi ini, kita juga harus cerdas dalam menentukan siapa orang-orang yang tepat untuk duduk sebagai anggota legislatif, kepala daerah, maupun presiden. Mereka bukan sekedar ‘pemerintah’ yang terkesan mempunyai kuasa untuk menjadi adidaya dengan kedudukannya. Para pengurus negeri ini haruslah merupakan wakil ‘suara’ rakyat yang pro-lingkungan.

Jika pendidikan dalam keluarga sudah diterapkan dengan baik. Generasi yang akan terlahir dari setiap rumah di sudut-sudut kampung diatas gunung hingga di kota pasti generasi cerdas. Cerdas berpikir untuk kemaslahatan umat ketika memberanikan diri untuk maju sebagai pengurus daerah atau negara. Sebagai pemilih, generasi yang cerdas juga tidak akan tinggal diam seperti kerbau dicucuk hidungnya ketika menerima materi untuk pemenangan pihak tertentu dalam Pemilu.

Hal ini hanya berujung pada proses pengembalian materi yang diberikannya apabila mereka terpilih dan berkuasa. Mereka akan lebih leluasa untuk melakukan apapun sesukanya. Khusus daerah kita, orientasi itu sangat terbuka untuk pembukaan daerah pertambangan dan alih fungsi hutan maupun lahan pertanian. Jika itu terjadi maka para pemilih di analogikan sebagai sekumpulan orang yang menyerahkan belati tajam kepada pemimpin tersebut untuk menyiksa rakyat secara perlahan hingga mati.

Saat ini orang banyak bicara siapa Caleg bermodal sosial yang naas tidak bisa duduk di kursi dewan. Media massa, media sosial, di kafe hingga warung kopi di terminal membicarakan tentang gula dan kemungkinan terbongkarnya dinasti yang bercokol di negeri Lampung ini. Tidak jarang juga bermunculan komentator politik dadakan yang berupaya menimbang si kotak-kotak atau siapa yang lebih layak menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Ketika orang-orang sibuk mengurusi masalah kepimpinan orang kafir. Ketika orang mengurusi mana syiah mana sunni. Pada saat yang sama, Gunung Rajabasa digadaikan kepada Supreme, sawah untuk bertanam padi berganti sawit, pengelola lahan di kawasan hutan tetap dianggap perambah sementara hak kelola malah diberikan kepada investor, tambang dan perkebunan besar dikuasai korporasi.

Sementara para TKI pejuang devisa pulang tanpa nyawa, anak-anak di bawah umur disodomi lalu dihabisi. Pada saat yang sama kita dihujani kemiskinan di negeri gemah ripah loh jinawi. Pada saat yang sama kita berlomba-lomba memborong kendaraan yang bahkan tak laku di negara asalnya dan menyumbangkan emisi di tanah air sendiri.

Mau sampai kapan kita seperti ini? Mau sampai kapan kita menghancurkan tubuh sendiri? Kapan kita bosan saling bantai dan menyudutkan? Kapan ada jaminan rasa aman ketika pengguna rok mini yang dianggap emansipasi bertebaran diantara banyak laki-laki? Kapan kita bisa berpegangan tangan tanpa mempermasalahkan yang satu makan anjing dan yang lain tidak? Kapan?

Tantangan kita adalah memahami bagaimana mencari jalan tengah konflik kepentingan. Titik temu antara kebutuhan untuk memajukan ekonomi manusia dan kebutuhan bumi untuk selalu dilindungi. Masih banyak orang berpikir bahwa industrialisasi kelapa sawit adalah cara terbaik untuk mengangkat perekonomian mereka. Tidak heran jika Rawa Pacing di Tulang Bawang airnya surut dan tak ada lagi kayu gelam dan mendong. Tidak heran dihutan tumbuh kelapa sawit di sana sini.

Menjadi manusia yang cerdas adalah solusinya. Pemaknaan cerdas baik laki-laki maupun perempuan seperti harapan Kartini. Menyikapi segala isu dengan lebih cerdas. Cerdas mengelola bumi yang memberikan kita napas dengan cuma-cuma. Bumi dimana jasad kita dimakamkan kelak.

Di pelosok-pelosok kampung sejak zaman dahulu masyarakat telah melakukan pengelolaan sumber daya alam secara arif dan bijaksana. Di Pesisir Krui, misalnya, mereka telah melakukan penanaman pohon damar sejak ratusan tahun silam. Sejak itulah, mereka melakukan pemanenan getah damar tanpa boleh menebang batang pohonnya. Kartini-Kartini yang tinggal di tepi-tepi hutan inilah yang memanjat pohon damar dan mengambil getah damar setiap harinya. Agar dapur tetap mengebul dan anak-anak tetap bersekolah, mereka membantu para suami untuk mencari nafkah.

Jauh di bagian selatan Propinsi Lampung, masyarakat di kaki gunung Rajabasa melestarikan ritual tahunan bernama Peperahan. Bukan acara sakral yang bermakna tahayul. Mereka hanya berpesta dan bersyukur atas limpahan rezeki yang telah diberikan oleh alam, Gunung Rajabasa tempat mereka menggantungkan hidup. Ada aturan-aturan dalam masyarakat yang tak boleh dilanggar.

Ketentuan dalam menebang pohon di hutan, waktu penebangan, hingga apa-apa yang harus dilakukan setelah menebang pohon semuanya dihormati dan dilaksanakan secara turun-temurun. Jika tidak, karma akan berlaku bagi mereka yang ingkar. Kearifan lokal semacam ini yang mempu mempertahankan hutan kita tetap lestari di tengah himpitan masalah ekonomi. Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan teknologi yang mumpuni.

Pengelolaan sumber daya alam di Lampung cenderung mengacu pada sistem kapitalisme. Para pemilik kapital tengah gencar menancapkan tajinya dengan tameng perusahaan trans-nasional. Mereka melegitimasi isu globalisasi, kesejahteraan, kemapanan, dan teknologi. Mereka berusaha untuk merebut ruang dan hak kelola publik tanpa memberikan sedikit pun kesempatan kepada rakyat untuk ikut berperan baik dalam bdang ekonomi, sosial, dan politik. Pada tingkatan lokal, permasalahan pengelolaan sumber daya alam ini bermunculan akibat adanya mismanagement.

Permasalahan muncul mulai dari kebijakan pemerintah daerah, pertambangan dan energi, kehutanan, pertanian, yang berbuntut pada korupsi dalam berbagai segi. Ironisnya, pemerintah cenderung menanggulangi suatu masalah dengan beberapa masalah baru. Darah-darah kapitalisme telah merasuk pada setiap sel pengurus daerah hingga negeri ini. Tinggal menunggu waktu saja hingga jiwa-jiwa generasi muda bermoral bobrok bermunculan ke permukaan. Ini bukti kegagalan proses pendidikan.

Pendidikan yang berkualitas berawal di tingkatan keluarga. Generasi yang peka dengan lingkungan alam dan sosialnya harus senantiasa ditopang oleh support keluarga. Perempuan dengan fitrahnya bukan berarti lemah. Perempuan adalah tumpuan pendidikan bagi generasi yang berkualitas. Laki-laki dengan fitrahnya bukan berarti kuat dan bisa sewenang-wenang terhadap perempuan. Inilah fungsi kerjasama yang harusnya saling melindungi, menghormati, dan mendukung antara laki-laki dan perempuan.

Tidak ada lagi perjuangan untuk emansipasi jika kelahiran Kartini hanya diperingati dengan berkebaya. Tidak ada perubahan berarti jika pada hari bumi hanya ada simbol penanaman pohon tanpa ada penanaman dan perawatan jiwa-jiwa yang sayang kepada bumi itu sendiri. Ini seperti kode dari alam dengan menyandingkan peringatan Hari Kartini pada 21 April dan Hari Bumi pada 22 April. Kode agar manusia Indonesia menjadi lebih sadar bahwa upaya penyelamatan bumi tidak bisa lepas dari tangan-tangan perempuan.

Inilah saatnya bagi perempuan yang selama ini dianggap pihak yang rentan untuk membuktikan. Bahwa peranan perempuan yang hebat bukan saja dengan menunjukkan prestasi kepemimpinan korporasi atau pemerintahan. Bahwa perempuan hebat ialah mereka yang mampu melahirkan jiwa-jiwa yang peka terhadap kondisi lingkungan alam dan sosial. Perempuan hebat juga yang mampu menyuarakan dan membuktikan bahwa intelektualitas yang mumpuni bukanlah modal melacurkan diri kepada korporasi besar yang justru menghancurkan bumi dan rakyat pribumi. Lebih dari itu, semangat emansipasi yang ditanamkan Kartini adalah semangat untuk menjaga ibu pertiwi, menjaga bumi.

* Penulis adalah Mahasiswa Magister Teknologi Industri Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

read more
Ragam

Grup HAM Desak Thailand Usut Hilangnya Aktivis Lingkungan

Sebuah grup hak asasi manusia internasional mendesak pemerintah Thailand membuka investigasi terhadap hilangnya seorang aktivis lingkungan.

Por Cha Lee Rakcharoe alias Billy ditahan polisi di Taman Nasional Kaengkrachan pada Kamis lalu akibat membawa madu liar ilegal. Setelah dibebaskan, hingga kini keberadaan Billy belum diketahui.

Billy ketika itu diketahui sedang dalam perjalanan untuk menemui warga desa Karen dan beberapa aktivis lainnya. Ia berencana mengajukan gugatan yang menuding beberapa petugas taman membakar dan menghancurkan rumah serta bangunan milik 20 keluarga di area tersebut.

“Taman nasional seharusnya menjadi tempat untuk menikmati keindahan alam, bukan tempat petugas dalam menyakiti orang,” ucap Brad Adams, Kepala Human Rights Watch cabang Asia pada AP, Senin (21/4/2014).

“Selama keberadaan Billy masih belum diketahui, rasa takut akan tetap menghantui warga di sekitar taman,” tambah dia.

Kepala Taman Nasional Chaiwat Limlikitaksorn mengatakan Billy dilepaskan karena madu ilegal yang dibawanya hanya merupakan kejahatan ringan. Seorang saksi mengonfirmasi aktivis itu memang dilepaskan, dan Kamis kemarin terlihat mengendarai sepeda motor berwarna kuning dalam cuaca hujan.

Sumber: metrotvnews.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Greenpeace: Kanal Batubara Merusak Lingkungan

Kerusakan lingkungan akibat adanya pembangunan kanal untuk penampungan dan lalu lintas batubara di Kabupaten Tapin Selatan, Kalimantan Selatan terus meningkat. Semestinya,kanal itu ditutup.

“Nampaknya sangat mengkhawatirkan apa yang sedang terjadi di sana, dan saya harap teman-teman di sana, komunitas warga dan ornop lokal dapat melakukan sesuatu untuk menghentikan pengrusakan yang sedang terjadi,” ujar Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting kepada Wartawan di Jakarta, Rabu (16/4/2014).

Dijelaskan, Greenpeace mengadvokasi dan mengajak masyarakat untuk beralih pada pada energi yang terbarukan.

“Greenpaeace memang bekerja untuk isu tambang, saat ini fokus pada industri hilirnya yaitu di isu PLTU Batubara. Kami mengadvokasi agar kita berhenti menggunakan batubara dan beralih segera ke energi terbarukan,” tuturnya.

Warga di sekitar kanal yang dibangun seorang pengusaha bernama Suharya dengan Tata Group sebagai pemodal, dituding menimbulkan kerusakan lingkungan bahkan penyakit.

“Di balik Suharya dan pembangunan kanal ada Tata Group. Warga menderita penyakit gatal-gatal, debit air sungai yang turun, persawahan juga rusak,” ujar Bambang, salah satu warga Tapin Selatan kepada Wartawan.

Warga lainnya juga mengeluhkan kondisi lingkungan yang makin rusak itu. Namun, mereka mengaku pasrah tidak bisa berbuat apa-apa. “Lingkungan sudah rusak, kami juga sudah tidak melihat Bekantan,” keluh Abidin, warga lainnya.

Kanal tersebut, ternyata tidak saja telah merusak lingkungan di daerah Tapin Selatan, juga telah mengusik habitat Bekantan, spesies monyet berhidung lebar dan panjang, satwa langka yang dilindungi.

Sebelumnya, sebuah forum dialog pernah digelar untuk mengupas kondisi lingkungan di kawasan itu yang rusak, termasuk terancamnya habitat bekantan. Forum dialog itu dihadiri Bupati Tapin Arifin Arpan, Sekretaris Daerah Tapin Rachmadi, Tim Peneliti Bakantan dari IPB dan UNLAM, Asisten Pemerintahan Dan Kesra Yunus, Kepala SKPD di lingkup Pemkab Tapin, Staf Ahli Bupati, para camat di Tapin, pihak perusahaan, dan Kepala Desa setempat.

Menurut Hadi S Ali Kodra Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB dan Presidium WWF Indonesia dan pembantu WWF International, lingkungan dan populasi Bekantan di sana kian terancam.

“Ada Bekantan di Kanal Sungai Putting Kabupaten Tapin yang saat ini memerlukan bantuan, dan populasinya terhitung tinggal sekitar 190 ekor. Kondisinya dalam keadaan tertekan. Pihak Kami memiliki niat tulus untuk menjaga satwa Bakantan ini agar tidak punah, dan cita-cita luhur kami nantinya ada peninggalan yang baik untuk warga setempat,” kata Hadi dalam forum tersebut.

Sementara itu, Suharya belum dapat memberi penjelasan terkait masalah itu. Saat dihubungi wartawan, ia mengaku sedang berada di luar negeri.

Sumber: beritasatu.com

read more
Ragam

Pembunuhan Aktivis Lingkungan Naik Tiga Kali Lipat

Pembunuhan terhadap para aktivis lingkungan dan pembela tanah rakyat tercatat meningkat selama dekade terakhir. Sebuah laporan yang dirilis Global Witness mencatat, kasus kematian para aktivis tersebut pada 2012 hampir tiga kali lipat lebih tinggi dibanding sepuluh tahun lalu.

Global Witness merupakan organisasi yang aktif melakukan penyelidikan dan advokasi persoalan sumber daya alam yang berkaitan dengan korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan kerusakan lingkungan.

Hasil investigasi yang dilakukan Global Witness, pada 2012 ditemukan ada 147 kasus kematian aktivis, atau naik dibandingkan pada 2002 lalu yang tercatat 51 kasus. Dalam laporan juga disebutkan, sepanjang 2002 hingga 2013, setidaknya 908 aktivis tewas di 35 negara. Selain itu, angka kematian meningkat dalam empat tahun terakhir dengan rata-rata dua aktivis tewas dalam satu minggu.

Angka ini belum sepenuhnya memasukkan data kematian yang berada di wilayah terisolasi seperti Afrika dan sejumlah negara Asia. Global Witness juga tidak memasukkan data kematian dari wilayah dengan rezim otoriter dan kelompok masyarakat sipil yang tergolong lemah, seperti Republik Afrika Tengah, Zimbabwe, dan Myanmar.

“Kebanyakan mereka yang menghadapi ancaman adalah orang-orang yang menentang perampasan tanah rakyat, penambangan, dan perdagangan kayu industri,” bunyi laporan Global Witness seperti dilansir The Guardian, Selasa, 15 April 2014. Lainnya tewas karena melakukan protes terhadap pencemaran, pembuangan limbah, dan konservasi satwa liar.

Brasil menjadi negara dengan kasus kematian aktivis pembela sumber daya alam terbanyak, dengan 448 kasus sepanjang 2002-2013. Sayangnya, hanya ada 10 kasus kematian yang akhirnya diproses hukum di Brasil selama 12 tahun terakhir. Isolate Wichinieski, Koordinator Nasional dari Commisao Pastoral da Terra, mengatakan, “Apakah kasus-kasus kekerasan sudah kebal hukum?”

Selanjutnya Honduras dan Peru dengan 58 kasus kematian. Di Asia, Filipina menjadi negara dengan kasus kematian aktivis terbanyak yakni 67 kasus, diikuti Thailand sebanyak 16 kasus. Lebih dari 80 persen dari kematian yang tercatat berada di kawasan Amerika Latin dan Amerika Tengah.

Penyelidikan terhadap informasi pelaku kemudian digali. Diketahui, ada 294 pelaku pembunuhan dari 448 kasus, di mana 54 pelaku teridentifikasi sebagai polisi atau militer.

Oliver Coutney, juru kampanye senior di Global Witness mengatakan ada beberapa gejala yang jelas dari krisis lingkungan global, melihat meningkatnya kasus kematian bagi para aktivis pembela hak lingkungan dan mata pencaharian, yang berjuang dari penyalahgunaan kekuasaan oleh perusahaan dan negara. “Pemerintah gagal melindungi warga negaranya dan masyarakat internasional tidak peduli terhadap penderitaan mereka.”

Masyarakat adat di beberapa negara merupakan kelompok yang paling tersisihkan. Beberapa di Guatemala dan Honduras mengatakan bahwa mereka tidak tahu bahwa lahan mereka direbut dan dijual ke pihak lain sampai tiba-tiba aparat keamanan yang bekerja untuk perusahaan pertambangan datang. Penolakan mereka seringkali justru dianggap sebagai tindakan anti-pembangunan, lalu mereka akan menghadapi tuduhan perdata maupun pidana.

Sumber: tempo.co.id

read more
Kebijakan Lingkungan

Aktivis Lingkungan Terkemuka Vietnam Dibebaskan

Organisasi EDLC dan Boat People SOS mengumumkan bahwa Dr Cu Huy Ha Vu , 56 , seorang pengacara, aktivis lingkungan, dan aktivis pro – demokrasi, telah dibebaskan dari penjara Vietnam dan tiba pada tanggal 7 April 2014 di Washington. Dr Vu akan Ia akan bekerja sebagai seorang peneliti di National Endowment for Democracy. EDLC dan mitra-mitranya telah berusaha keras mengadvokasi Dr Vu selama 3,5 tahun terakhir.

Dr Vu menjadi dikenal secara nasional karena pandangan pro – demokrasi dan mengajukan gugatan atas pembangunan hotel resort di situs warisan budaya yang dilindungi dan terhadap Perdana Menteri Nguyen Tan Dung karena menyetujui proyek pertambangan bauksit di Central Vietnam Highlands yang mengancam lingkungan dan kesehatan. Dr Vu mendapat dukungan yang luar biasa luas dari berbagai komponen masyarakat Vietnam dan menjadi terkenal di global melalui kekuatan internet.

Human Rights Watch mengeluarkan laporan yang panjang tentangnya, ” Vietnam : The Party vs legal activist Cu Huy Ha Vu, ” yang menggambarkan unsur-unsur unik yang membuat kasus ini menjadi ujian bagi pejabat tinggi pemerintah Vietnam dalam beberapa dekade.

Persidangan Dr Vu pada April 2011 berlangsung kurang dari enam jam. Dia dinyatakan bersalah atas tuduhan “Propaganda melawan pemerintah Republik Sosialis Vietnam ” menurut Pasal 88 KUHP dan dihukum oleh Mahkamah Agung Vietnam tujuh tahun penjara dan tambahan tiga tahun masa percobaan.

Pada tahun 2011, EDLC mengajukan banding di Vietnam dan memberitahu Kelompok Kerja untuk Penahanan Sewenang-wenang di Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia atas pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus Dr Vu. Kelompok Kerja segera menemukan bahwa Dr Vu mengalami tindakan sewenang-wenang dan melanggar perjanjian hak asasi manusia yang Vietnam dan mendesak pemerintah untuk membebaskannya.

EDLC meminta dukungan dari pengacara di WilmerHale , LLP yang secara pro bono telah menganjurkan atas nama Dr Vu berkoordinasi dengan EDLC, Boat People SOS, Human Rights Watch dan organisasi hak asasi manusia lainnya.

EDLC merasa senang Dr Vu sekarang bebas dan menyambut kedatangannya dia ke Amerika Serikat.[rel]

read more
Sains

Greenpeace Nobatkan Apple Perusahaan Ramah Lingkungan

Organisasi lingkungan hidup, Greenpeace, menobatkan Apple sebagai perusahaan teknologi yang peduli terhadap lingkungan. Ini berdasarkan energi yang digunakan Apple tak menimbulkan emisi gas CO2.

Sebagai informasi, perusahaan teknologi seperti Apple, Facebook, Google, Mircrosoft, Twitter, dan lainnya membutuhkan data center untuk keperluan penyimpanan data pelanggan. Dan data center tersebut tentunya membutuhkan daya yang sangat besar untuk membuatnya terus berfungsi 24 jam non-stop.

Dalam penggunaan daya itu, pastinya membutuhkan energi yang sangat besar. Beberapa perusahaan menggunakan sumber daya dari batu bara, nuklir, dan gas. Dan Apple tercatat oleh Greenpeace sama sekali tak menggunakan tiga sumber daya tersebut yang dapat mengeluarkan efek rumah kaca.

Apple menggunakan panel surya untuk memenuhi kebutuhan energi guna menghidupi data center. Selain panel surya, ada juga sumber daya ramah lingkungan yaitu yang berasal dari energi kinetik.

Apple tercatat menggunakan energi ramah lingkungan sebanyak 100 persen. Mendapat penilaian sangat baik dalam transparansi penggunaan energi, komitmen dalam pembaruan energi, efisiensi energi dan mitigasi, serta penggunaan energi daur ulang.

Di bawah Apple, ada perusahaan raksasa penyedia email, yaitu Yahoo yang menggunakan energi ramah lingkungan sebesar 59 persen. Kemudian diikuti Facebook sebanyak 49 persen, dan Google 48 persen. Sedangkan yang paling buruk adalah Amazon dengan penggunaan sumber daya ramah lingkungan hanya 15 persen.

Sementara itu penggunaan batu bara sebagai sumber energi untuk menghidupi data center paling banyak digunakan oleh perusahaan software Oracle, sebanyak 44 persen. Sedangkan energi nuklir paling banyak digunakan perusahaan cloud storage SalesForce. Demikian seperti dilansir Ubergizmo, Jumat (4/4/2014).[]

Sumber: okezone.com

read more
Ragam

Ratusan Aktivis Lingkungan Segel Hotel di Bandung

Sebanyak 100 orang aktivis lingkungan berunjukrasa di depan proyek hotel Pullman dan International Bandung Convention Center (IBCC) di Jalan Diponegoro, Kamis (27/3/2014). Massa menyegel pintu masuk proyek karena dinilai kedua proyek ini melanggar izin.

Organisasi yang terlibat aksi adalah dari Walhi Jabar, LSM Cadas, DPKLTS, LBH Bandung, Bandung Heritage dan Ambu. Massa awalnya berdemo di depan Gedung Sate. Hanya lima menit orasi di sana, massa kemudian bergerak menuju lokasi proyek yang berjarak sekitar 50 meter.

Dalam aksinya massa membawa sejumlah spanduk dan beberapa demonstran mengenakan topi berbentuk tikus. “Pemerintah tidak tahu malu bertekuk lutut di depan pengusaha,” teriak salahsatu orator.

Massa lalu memasang tiga spanduk putih sekitar 1,5x 1 meter yang disambung dengan tali merah, di pintu masuk.

“Aksi ini protes warga karena pemkot Bandung tidak tegas. Padahal dalam proses (proyek ini), jelas-jelas ada yang salah,” ujar Direktur Walhi Jabar Dadan Ramdan. Ia juga mengungkapkan dua mata air yang ada di atas lahan proyek kini sudah hilang.

Menurutnya Pemkot mengekuarkan izin IMB, padahal Amdal yang merupakan syarat keluarnya IMB belum terpenuhi. “Lebih miris lagi karena proyek ini pada saat peletakan batu pertama dilakukan Gubernur Jabar pada Maret 2013,” katanya. Dadan juga menduga proyek ini diwarnai gratifikasi dan korupsi.

Sumber: detik.com

read more
1 2 3
Page 1 of 3