close

hari bumi

Flora FaunaKebijakan Lingkungan

Pameran Foto “Ancaman dan Kerusakan Lingkungan Aceh”

Memperingati hari Bumi, Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) mengadakan pameran photo, orasi penyelamatan lingkungan serta penanaman pohon. Pameran photo menampilkan sedikitnya 40 frame photo yang menceritakan ancaman dan kerusakan lingkungan di Aceh. Peserta pameran ini merupakan jurnalis yang konsen meliput isu-isu lingkungan.

Pameran yang berlangsung satu hari, Sabtu (21/4/2018) dilaksanakan di pasar Aceh, Jalan di Diponegoro Kota Banda Aceh. Forum Jurnalis ini juga mengundang dan melibatkan sejumlah aktifis serta organisasi lingkungan untuk memberikan orasi penyelamatan lingkungan dari Ancaman dan Kerusakan yang kerap terjadi di Aceh. Wakil Gubernur Aceh, Nova Irwansyah, turut menghadiri pameran tersebut.

Ketua Panitia Ratno Sugito menyerahkan foto kepada Wagub Aceh Nova Iriansyah | Foto: Humas Pemerintah Aceh

Ratno Sugito selaku Ketua penyelenggara kegiatan mengatakan pameran foto yang menampilkan kawasan hutan, permburuan satwa serta ancaman bencana alam merupakan rangkaian memperingati hari bumi tanggal 22 April 2018.

“Bukan hanya pameran dan orasi tentang lingkungan yang kita selenggarakan, puncaknya akan dilaksanakan penanaman pohon di kawasan hutan Jantho,” kata Ratno Sugito.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada para fotografer dengan ikhlas menyerahkan karyanya pada kegiatan tersebut. “Ini bentuk perhatian jurnalis dalam menyampaikan fakta yang kerak mengancam kehidupan masyarakat Aceh bila alam di rusak”, tambah Ratno.

Pengunjung menyaksikan pameran foto | Foto: Humas Pemerintah Aceh

Para fotografer yang ikut berpartisipasi pada pameran tersebut yaitu Chaideer Mahyuddi, Irwansyah Putra, Fendra Tryshanie, T Umar, Zulkarnaini Masri, Zikrimaulana, Hendrik, Ratno Sugito, Zian Mustakin, Yusriyadi, Khairul Syakban, Syifa Yulinnas, Boy Haki, Ariska, Eward, Khalis Surry dan Muhammad Ishak.

Seniman Aceh sedang melakukan aksi teatrikal memperingati Hari Bumi | Foto: Humas Pemerintah Aceh

Rangkaian kegiatan ini di dukung sepenuhnya, USAID Lestari, Mongabay, Infis, PFI, AJI, IJTI, Walhi Aceh, HaKA, FKL, Sekolah MJC, Aceh Flight Forum, Aceh Movie Maker, Aceh Bergerak, Tropical Sociaty, Hutan Wakaf, ACCI, WCS, Pasar Atjeh, Keliling Aceh, Denya Foto & Studio dan Inisiatif Membangun [rel].

read more
Green Style

Hari Bumi, Bola Dunia Menggelinding di Aceh

Puluhan aktivis lingkungan di Aceh menggelar aksi memperingati hari bumi sedunia, Selasa (22/4) di Banda Aceh. Massa aksi yang sempat berjalan kaki di Jalan Daud Beureuh menuju ke Simpang Lima Banda Aceh dengan menggelindingkan bola bumi raksasa setinggi 3 meter yang terbuat dari goni.

Pada aksi tersebut tidak hanya diikuti oleh aktivis lingkungan, tetapi juga ikut dimeriahkan oleh seniman, mahasiswa serta beberapa komunitas lainnya. Pada aksi memperingati hari bumi sedunia ini menyampaikan pesan-pesan untuk penyelamatan lingkungan. Diantaranya ada yang berperan theaterikal manusia berlumpur, bertopeng satwa liar seperti gajah, harimau dan juga kupu-kupu.

Massa aksi juga berjalan kaki sepanjang 1 kilometer dengan menggelindingkan bola bumi raksasa dan membuat jalan menjadi padat merayap sampai menuju samping Masjid Raya Baiturrahman. Kendati demikian pihak kepolisian bisa mengantisipasinya sehingga bisa mengurai kemacetan dengan mengalihkan arus lalu-lintas ke arah lainnya.

Koordinator Aksi, Andri Munazir pada wartawan mengajak seluruh rakyat Aceh untuk menjaga kelestarian lingkungan, perlindungan satwa dan juga mencegah pencemaran lingkungan. Karena bila tidak dijaga, maka tidak tertutup kemungkinan bencana akan menimpa bumi ini.

“Masyarakat itu harus sadar bagaimana cara melestarikan dan menghargai alam dan lingkungan sekitar kita, penting untuk menjaga keseimbangan siklus dan ekosistem di alam, jangan kita biarkan pemanasan global mengancam kita,” kata Andri Munzir.

Sementara itu, seorang Pengamat Lingkungan, T M Zulfikar yang ikut hadir langsung pada aksi tersebut meminta kepada Pemerintah Aceh agar Sumber Daya Alam (SDA) tidak dijadikan sebagai nilai bargaining untuk kekuasaan. “Setelah mendapat kekuasaan menjadikan politik dagang sapi untuk menguasai SDA, agar ini tidak perlu terjadi,” ujar T M Zulfikar.

Dikatakannya, selama ini banyak pihak kecendrungan kurang peduli terhadap lingkungan dan disibukkan dengan situasi politik kekuasaan. Padahal lingkungan cukup baik menjadi sorotan utama, karena perebutan kekuasaan tidak terlepas dari perebutan SDA.

“Bencana akibat ulah tangan manusia semakin meningkat, menjadi banjir misalnya di Aceh Tenggara dan beberapa tempat lainnya justru pemerintah tidak memperdulikannya,” tukas dia.

Oleh karena itu dia menghimbau kepada Pemerintah Aceh agar bisa memandang bumi, lingkungan, untuk kepentingan masa depan anak cucu untuk kehidupan setelah kita dan bumi ini pinjaman dari pendahulu kita.

Sumber: merdeka.com

read more