close

kebakaran hutan

Hutan

Bank Dunia Sebut Kebakaran Hutan Sebabkan Penurunan Ekonomi

Jakarta – Kebakaran hutan yang melanda seluruh Indonesia membuat ekonomi Indonesia terpuruk. Indonesia disebut merugi hingga 5,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 72,95 triliun (nilai tukar rupiah 14 ribu per dolar AS).

Hal itu dikatakan dalam laporan terbaru Bank Dunia yang dirilis Rabu (11/12/2019). Laporan terbaru belum termasuk dampak kesehatan dari kabut asap yang menyebabkan kualitas udara menurun drastis.

Kebakaran tersebut menimbulkan asap tebal di delapan provinsi di antaranya, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Riau, Kalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Timur, dan Papua.

Bank Dunia mengatakan, perekonomian Indonesia tercatat merugi mencapai sekitar 5,2 miliar dolar AS setara dengan sekitar 0,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu termasuk 157 juta dalam kerusakan langsung, dan lima miliar dolar AS dari kerugian di sektor pertanian, industri, perdagangan, pariwisata, transportasi, dan lingkungan.

“Sektor pertanian dan lingkungan membuat lebih dari setengah dari perkiraan kerugian, karena kebakaran merusak tanaman perkebunan yang berharga dan melepaskan emisi gas rumah kaca yang signifikan ke atmosfer,” kata Bank Dunia dalam laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia dilansir Channel News Agency, Rabu (11/12/2019).

Banyak kebakaran terjadi di lahan gambut yang berawa dan kaya karbon yang mudah terbakar ketika kurang air. Kebakaran tahun 2019 di Indonesia diperkirakan telah menghasilkan hampir dua kali lipat emisi yang disebabkan oleh nyala api di Amazon Brasil tahun ini.

“Perkiraan biaya Bank Dunia tidak termasuk efek jangka panjang dari paparan asap berulang, penyakit pernapasan akut, atau kehilangan waktu sekolah setelah siswa dan guru disarankan untuk tinggal di rumah, tambah pernyataan Bang Dunia.

Kebakaran tidak hanya melalap hutan dan lahan namun juga membuat masyarakat menderita penyakit pernafasan. Setidaknya, terdapat 900 ribu penduduk yang mengalami masalah kesehatan pernapasan, 12 bandara nasional mengalami gangguan operasional.

PBB telah memperingatkan bahwa kebakaran hutan Indonesia menempatkan hampir 10 juta anak dalam bahaya. Pasalnya, mereka melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemanasan global.

Sumber: republika

read more
Hutan

LSM Jikalahari Desak Pemerintah Hukum Perusahaan Pembakar Hutan

Pekanbaru – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Provinsi Riau mendesak gubernur daerah itu untuk segera mempublikasikan daftar nama perusahaan yang disegel karena melakukan pembakaran hutan dan lahan yang menyebabkan polusi asap.

“Perusahaan pelaku pembakar hutan dan lahan itu adalah PT Sumatera Riang Lestari 302 titik, PT Sari Hijau Mutiara 108 titik, PT Rimba Rokan Lestari 74 titik, PT RAPP 70 titik, dan PT Bukit Raya Pelalawan membakar lahan sebanyak 63 titik, ” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari Riau di Pekanbaru, Jumat.

Menurut Made Ali, perusahaan pelaku pembakaran hutan dan lahan yang harus segera disegel itu adalah bagian 10 pelaku karhutla lainnya dan berikutnya PT Triomas FDI 47 titik, PT Perkasa Baru 47 titik, PT Arara Abadi 55 titik, PT Rimba Rokan Perkasa 52 titik, dan PT Satria Perkasa Agung 45 titik.

Selain itu PT Bina Daya Bintara yang membakar hutan dan lahan sebanyak 31 titik, PT Ruas Utama Jaya 25 titk, PT Sekato Pratama Makmur 9 titik, PT Gandaerah Hendana 26 titik, PT Alam Sari Lestari 9 titik dan PT Bhumireksa Nusa Sejati 7 titik.

“Hingga detik ini belum ada satupun nama-nama perusahaan yang diumumkan oleh Gubernur Riau. Hasil analisa hotspot dipadu dengan temuan lapangan, karhutla terjadi di areal korporasi baik di gambut maupun di mineral,” kata Made.

Ia menyebutkan, hasil analisis hotspot Jikalahari melalui satelit Terra-Aqua Modis Januari – Oktober 2019 menunjukkan hotspot dengan confidance diatas 70 persen ada 4.065 titik dan 1.504 titik hotspot berada di korporasi HTI dan sawit.

Selain melakukan analisis hotspot, Jikalahari melakukan investigasi sepanjang 2019 untuk mendapatkan fakta lapangan yang terjadi. Hasilnya ditemukan kebakaran terjadi diwilayah korporasi hutan tanaman industri dan korporasi sawit. Perusahaannya adalah PT Sumatera Riang Lestari, PT Rimba Rokan Lestari, PT Satria Perkasa Agung, PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Surya Dumai Agrindo.

Saat karhutla terjadi, katanya, salah satu tindakan Gubri pada 20 September 2019 mengeluarkan instruksi melalui surat edaran No. 335/SE/2019 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan atau Lahan kepada seluruh Bupati/Walikota se Provinsi Riau.

Dalam edarannya Gubri meminta bupati dan wali kota se Riau memberikan police line (garis polisi, red) dan pengumuman “Dilarang Menanam” di lahan terbakar tersebut untuk mengetahui pembakar lahan tersebut, bekerjasama dengan kepolisian setempat, membekukan izin lingkungan korporasi yang terbakar agar korporasi fokus memadamkan api di lahannya dan atau sekitar lahan yang korporasi.

“Langkah Gubri menerbitkan Surat Edaran tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan atau Lahan cukup bagus. Apalagi ini pertama kali dilakukan oleh Gubernur Riau. Langkah ini harus dibuktikan dengan tindakan sebagai wujud Gubri memberi rasa keadilan bagi warga yang meninggal akibat menghirup polusi asap dari pembakaran hutan dan lahan korporasi,” kata Made Ali.

Sumber: antaranews.com

read more
Hutan

Guru Besar IPB Minta Pemerintah Audit Kepatuhan untuk Cegah Karhutla

Jakarta – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo berharap pemerintah akan menjalankan audit kepatuhan terhadap pemerintah daerah dan korporasi untuk mencegah kebakaran hutan terjadi setiap tahun.

“Asap ini berhenti, segera lakukan audit kepatuhan terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan,” ungkap Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB tersebut ketika dihubungi di Jakarta, Senin (23/9/2019).

Bambang mengatakan berkaca dari pengalaman saat melakukan audit kepatuhan di Provinsi Riau pada 2014. Selain mengaudit pemerintah kabupaten dan kota pihaknya juga melakukan audit kepada korporasi.

Total 17 perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan kehutanan serta 6 kabupaten/kota diaudit oleh tim audit kepatuhan pencegahan karhutla.

Hasilnya tidak ada satupun perusahaan yang lulus audit kepatuhan dan hanya satu kabupaten yang masuk dalam kategori patuh, ungkap guru besar bidang pengendalian hutan itu, yang menjadi ketua tim gabungan tersebut pada 2014.

“Mereka juga terkejut karena baru tahu bahwa kewenangan pencegahan (kebakaran hutan dan lahan) ada di mereka,” ungkap Bambang.

Padahal, menurut dia, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan, sudah jelas tertulis penanggung jawab usaha wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya.

Pemerintah daerah seharusnya mendapatkan data hasil pantauan tersebut minimal enam bulan sekali.

“Kalau itu berjalan sebagaiman mestinya maka pihak berwenang dalam mengetahui wilayah yang rentan terjadi kebakaran hutan dan lahan,” kata Bambang.

Sejauh ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menyegel 52 korporasi yang diduga menjadi penyebab karhutla di sejumlah daerah di Indonesia.

Dari 52 perusahaan yang disegel, lima di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Sumber: antaranews.com

read more
Hutan

Mengapa Lebih Banyak Kebakaran Hutan di Indonesia Tahun Ini?

Direktur Jendral perubahan iklim KLHK, Ruandha Agung Sugardiman, mengatakan lebih banyak titik api terdeteksi baru-baru ini di seluruh negeri karena El Nino yang lemah yang diperkirakan telah terjadi sejak Juni.

El Niño adalah pola iklim yang terkait dengan pemanasan air di daerah tengah dan timur Samudera Pasifik khatulistiwa. Fenomena cuaca seperti itu diketahui memicu perpanjangan musim kemarau di Indonesia, yang dapat meningkatkan risiko kebakaran hutan.

“Meskipun fenomena lemah, itu telah memicu berhari-hari tanpa hujan. Beberapa daerah belum terjadi hujan selama lebih dari 100 hari, ”kata Ruandha.

BMKG meramalkan bahwa musim hujan tidak akan mulai sampai Oktober. Musim kering yang berkepanjangan, tambahnya, adalah hasil dari “anomali negatif dari suhu permukaan laut negara itu.” Wakil kepala meteorologi BMKG Mulyono R. Prabowo mengatakan musim kemarau telah menyebabkan tanaman menjadi lebih mudah terbakar daripada sebelumnya.

Ruandha menambahkan bahwa fenomena serupa juga berkontribusi pada peningkatan kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2018. “Rata-rata suhu harian pada tahun 2018 lebih panas daripada tahun 2017 karena El Niño yang lemah.”

Sementara ilmuwan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan profesor di Institut Pertanian Bogor (IPB), Herry Purnomo, mengatakan kurangnya langkah mitigasi pemerintah dalam mencegah kebakaran hutan mungkin telah berkontribusi dalam peningkatan kebakaran.

“Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mencegah kebakaran hutan. Namun, mereka belum dapat berbuat cukup untuk mencegah krisis lain karena kurangnya sumber daya untuk melaksanakannya,”kata Herry sebagaimana dilansir oleh The Jakarta Post, Rabu (4/08/2019).

Ruandha menepis kekhawatiran tersebut, dengan mengatakan pemerintah telah mengintensifkan langkah-langkah untuk mengurangi kebakaran hutan dan lahan dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada 2018 ketika Indonesia mengadakan Asian Games 2018.

“Dalam dua bulan terakhir, kementerian telah mengintensifkan patroli bersama dengan polisi dan personil militer di daerah-daerah yang dianggap rawan kebakaran hutan. Kami juga meningkatkan langkah-langkah untuk memadamkan api, ”katanya.

Bagaimana kebakaran hutan dan lahan tahun ini mempengaruhi Indonesia dan negara-negara lain?
Pihak berwenang mencatat bahwa kabut asap telah mempengaruhi beberapa kota besar di Indonesia, terutama di daerah rawan kebakaran hutan. Warga di Pekanbaru, Riau, terpaksa melakukan salat Idul Adha ditengah kabut tebal asap pada 11 Agustus lalu.

Pemerintah daerah Pontianak, Kalimantan Barat mempertimbangkan rencana untuk menghentikan sementara kegiatan sekolah jika kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di provinsi tersebut menjadi lebih tebal dan tidak terkendali.

Kabut asap telah mempengaruhi negara-negara tetangga. Surat kabar yang berbasis di Malaysia The Star melaporkan pada 2 Agustus bahwa kabut asap yang diklaim berasal dari kebakaran hutan di Riau telah mempengaruhi beberapa kota di Malaysia, termasuk Selangor, Kuala Lumpur dan Putrajaya. Sebelum kunjungannya ke negara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan dia malu karena masalah kabut asap telah menjadi berita utama.

Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan kabut asap telah mencapai negara bagian Sarawak, Malaysia. Dia menambahkan bahwa krisis kabut asap tahun 2015, yang berdampak buruk pada Malaysia dan Singapura, kemungkinan akan terulang kembali jika Indonesia gagal mengatasi kebakaran hutan.

Apa yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kebakaran hutan?
BNPB telah mengerahkan 9.000 personel gabungan dari militer dan polisi ke enam wilayah yang rentan terhadap kebakaran hutan, seperti Riau, Jambi, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Mereka ditugaskan untuk mencegah praktik tebang dan bakar, yang dianggap sebagai alasan dibalik maraknya kebakaran hutan.

Badan tersebut juga telah mengerahkan 34 helikopter pembom air untuk membantu memadamkan api dari udara sambil menunggu musim hujan datang.

KLHK juga telah mengerahkan lebih dari 14.000 personel dari brigade pemadam Manggala Agni serta sukarelawan untuk memantau dan memadamkan api. KLHK juga menyiapkan beberapa sistem peringatan dini, seperti kamera keamanan dan pemantauan satelit, untuk mendeteksi lebih banyak titik panas sebelum kebakaran menyebar ke wilayah yang lebih luas.

Sumber: thejakartapost.com

read more
Hutan

Helikopter Berhasil Padamkan Kebakaran di Aceh Barat

Meulaboh – Kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, sejak 3 Juli 2019 lalu telah mencapai 139.8 hektare lebih. Saat ini titik api telah berhasil dipadamkan dengan penyiraman dari helikopter BNPB maupun secara manual oleh petugas gabungan BPBD,TNI, polisi dan warga melalui jalur darat.

“Titik api sudah padam total setelah dilakukan pemadaman dengan helikopter dari BNPB dan jalaur darat, kemudian juga turun hujan lebat selama dua malam,” kata Teuku Ahmad Dadek, kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) melalui group WhatsApp media center BPBA, Selasa (13/08/2019).

Dadek merinci, luas areal hutan dan lahan gambut yang telah terbakar seluas 139.8 hektare itu terjadi dua kali sepanjang Juli hingga Agustus 2019.

Kebakaran pertama terjadi dari tanggal 3 Juli sampai 17 Juli 2019 seluas 70 hektare. Api sempat padam setelah diguyur hujan. Kemudian api kembali muncul pada 26 Juli hingga 13 Agustus dengan luas lahan yang telah terbakar mencapai 69,8 hektare.

“Kebakaran hutan dan lahan terjadi dua kali, karena lahan yang terbakar itu gambut, meski di permukaan telah padam bisa saja muncul kembali saat kondisi panas,” katanya.

Menurut Dadek, meski titik api kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Aceh Barat saat ini sudah padam total 100 persen, namun helikopter dari BNPB masih siaga di Kabupaten Aceh Barat selama dua hari ke depan.

“Helikopter BNPB masih standby selama dua hari untuk melihat kondisi, karena gambut dapat muncul titik api tiba-tiba. Ke depan diharapkan helikopter bisa standby sebelum musim kemarau di Aceh biasanya kebakaran hutan terjadi April sampai Agustus,” katanya.

Sumber: kompas.com

read more
Hutan

Bencana Kebakaran di Aceh Meningkat Awal Tahun 2019

Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menyebutkan bencana kebakaran pemukiman masih menduduk peringkat pertama dalam hal frekuensi kejadian. BPBA menghimbau semua pihak agar meningkatkan upaya mitigasi dan pencegahan bencana kebakaran. Kepada BPBD kabupaten/kota agar meningkatkan upaya pencegahan terhadap kebakaran rumah.

BPBA kepada Greenjournalist, Senin (1/03/2019) menyebutkan kebakaran hutan dan lahan terjadi sebanyak 23 kali selama kurun waktu Januari-Maret 2019. Sementara kebakaran pemukiman masih mendominasi yakni terjadi sebanyak 69 kali, terjadi kenaikan atau peningkatan dibandingkan tahun 2018 yang hanya 24 kali di periode bulan yang sama. Kerugian yang diakibatkan oleh bencana ini sebanyak Rp.16.035.000.000,-

BPBA terus meningkatkan kesiapsiagaan personilnya dalam mengatasi bencana kebakaran. Salah satunya dengan melaksanakan Workshop Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (KARHUTLA) Aceh sebanyak tiga tahap yakni di Banda Aceh, Meulaboh dan Takengon yang direncanakan sepanjang tahun 2019.

Kalak BPBA, Teuku Dadek menyebutkan bahwa pemateri yang dihadirkan pada Workshop tersebut terdiri dari BPBA, BNPB, BMKG, KODAM IM, POLDA ACEH dan DLHK Aceh. Diharapkan pada akhir kegiatan ini nantinya peserta workshop dapat lebih memahami kebijakan nasional tentang Karhutla, potensi kebakaran hutan dan lahan tahun 2019, partisipasi TNI dan masyarakat dalam Karhutla, penegakan hukum dalam kebakaran hutan dan lahan serta kebijakan pemerintah Aceh dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

“Betapa pentingnya upaya-upaya pencegahan dan pengendalian Karhutla karena telah menjadi isu nasional bahkan internasional akibat kerugian yang ditimbulkan oleh bencana,” ungkap Teuku Dadek didampingi oleh Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBA, Ir. M. Syahril, MM.

BPBA sangat concern untuk melakukan upaya-upaya penguatan organisasi/instansi terkait pencegahan dan pengendalian karhutla di aceh dengan pengalokasian pada tahun anggaran 2019 untuk pengadaan sarana dan prasarana penanganan Karhutla melalui pelaksanaan workshop dan bimbingan teknis bagi petugas guna peningkatan kapasitas sumber daya manusianya. (rel)

read more
Ragam

Hutan Gambut Nagan Raya Terbakar, Dipadamkan Hujan

Banda Aceh – Lahan gambut seluas 18.7 hektar terbakar di Nagan Raya. Luas lahan yang terbakar tersebut mencakup tiga gampong di antaranya Gampong Cot Mue, Kecamatan Tadu Raya, Gp Lawa batu Kec.Kuala, dan PT.SPS Kec Darul Makmur.

Tim dari BPBD Nagan Raya, TNI dan polisi masih melakukan siaga di lokasi kebakaran untuk mencegah timbulnya titik api yang baru.

Kepala Badan Penanggulangan Aceh (BPBA) Teuku Ahmad Dadek mengatakan, petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nagan Raya, telah mengerahkan satu unit mobil pemadam kebakaran, tiga mesin pompa air dan satu ekskavator ke lokasi.

Namun pemadaman sulit di lakukan karena kondisi tanah gambut yang lembek sehingga mobil tidak bisa masuk ke lokasi kebakaran, minim air serta kurangnya peralatan.

Awalnya hanya lima hektare lahan di kecamatan Tadu Raya yang terbakar. Karena sulitnya pemadaman dan tidak adanya sumber air di lokasi, maka kebakaran menyebar menjadi enam hektare pada Sabtu pagi.

Namun wilayah yang terbakar semakin bertambah pada Sabtu siang, meningkat menjadi 12,2 hektare. Kemudian, pada Minggu, kebakaran meluas menjadi 18,7 hektare merambat tiga kecamatan Tadu Raya, Kuala, dan Darul Makmur.

Petugas masih menyelidiki penyebab terbakarnya lahan gambut tersebut. Meski lahan yang terbakar sempat meluas, pada Minggu sore 80 persen api sudah padam kibat diguyur hujan.

“Lahan yang terbakar mulai padam karena ada guyuran hujan meski hujannya tidak begitu lebat. Tapi karena hujannya cukup lama makanya lahan yang terbakar akhirnya padam karena guyuran hujan,” kata Dadek kepada Greenjournalist, Minggu (10/3/2019).

Kebakaran lahan gambut di Kecamatan Tadu Raya, Nagan Raya kali ini bukanlah yang pertama. Di lokasi yang sama, lahan gambut seluas 10 hektare juga terbakar pada pekan lalu.[fat]


read more
HutanKebijakan Lingkungan

PN Meulaboh “Lawan” MA, Batalkan Hukuman PT Kallista Alam Milyaran Rupiah

Jakarta – PT Kallista Alam, pelaku pembakaran lahan gambut Tripa yang dikenal sebagai ‘Ibukota Orangutan Dunia’, dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung, kini diberikan pengampunan oleh Pengadilan Negeri Meulaboh yang kini diprotes oleh pengamat lokal dan internasional.

Gerakan Rakyat Aceh Menggugat, GeRAM, melakukan demonstrasi untuk memprotes Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh di depan Mahkamah Agung Republik Indonesia pada hari Kamis (3/05/2018) di Jakarta. Pada sidang tanggal 13 April 2018, Majelis Hakim PN Meulaboh menyatakan bahwa putusan yang menghukum PT Kallista Alam
(PT KA) sebesar Rp. 366 milyar sebagai title non-eksekutorial atau tidak bisa dieksekusi. Seperti diketahui sebelumnya, PT KA dinyatakan bersalah karena terbukti membakar 1.000 hektar lahan gambut di Tripa, Nagan Raya, Aceh.

Para pendemo meminta agar hakim Said Hasan, yang memimpin sidang gugatan antara PT KA melawan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), diperiksa dan diskors karena secara kontroversial memberikan perlindungan hukum dan memutuskan tidak akan mengeksekusi denda yang harus dibayar oleh PT KA.

“Ada dugaan pelanggaran disini, dimana putusan Mahkamah Agung tidak dieksekusi selama bertahun-tahun oleh PN Meulaboh. Kami meminta badan pengawas Mahkamah Agung untuk turun dan memeriksa kasus ini,” kata Harli Muin, koordinator aksi.

Keputusan hakim ini mendapat sorotan dari berbagai elemen masyarakat. Tidak hanya demo oleh GeRAM, sehari sebelumnya, Crisna Akbar dari Rumoh Transparansi mengadukan dugaan indikasi penyimpangan dalam eksekusi Putusan MA terhadap PT KA ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan nomor pengaduan 96297
pada hari Rabu (2/05/2018). “Kami mencium ada penyelewengan pada kasus ini sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 366 milyar,” ujar Crisna.

Pada 13 April lalu, Majelis Hakim yang dipimpin Said Hasan, Muhammad Tahir, anggota; T.Latiful, anggota, dalam Register Perkara Perkara No. 16/Pdt.G/Pn.Mbo menyatakan menerima Gugatan PT KA. Hakim beralasan bahwa bukti koordinat yang salah yang diberikan KLHK pada kasus sebelumnya menjadi alasan bagi hakim eksekusi putusan terhadap PT KA. Pada perkara ini, PT KA mengajukan gugatan terhadap KLHK, Ketua Koperasi Bina Usaha, Kantor BPN Provinsi Aceh, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Aceh. Belum jelas apakah KLHK akan melakukan banding.

Penyelamatan Orangutan di Rawa Tripa | Foto: YEL

Hal ini berlawanan dengan putusan sebelumnya, dimana PN Meulaboh di Aceh Barat memerintahkan PT KA untuk membayar denda sebesar Rp. 366 milyar yang terdiri dari Rp. 114,3 milyar sebagai kompensasi ke kas negara dan Rp. 251,7 milyar untuk merestorasi 1.000 hektar lahan gambut yang terbakar dan hancur. PT KA mengajukan banding pada tanggal 28 Agustus 2015 ke Mahkamah Agung, namun MA menolak banding dan memerintahkan perusahaan tersebut untuk tetap membayarkan denda.

“PT Kallista Alam telah dibuktikan bersalah berdasarkan undang-undang administrasi, pidana, dan perdata oleh majelis pengadilan dan Mahkamah Agung. Bila suatu pengadilan negeri bisa menentang putusan Mahkamah Agung, ini sangat tidak masuk  akal. Tidak mengejutkan kalau sekarang banyak pengamat yang mempertanyakan
motif di belakang putusan hakim PN Meulaboh dalam kasus ini, dan kami meminta ada investigasi khusus disini,” ujar Farwiza Farhan, Ketua Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), yang juga menjadi saksi fakta dalam sidang melawan PT KA pada kasus sebelumnya.

“Keputusan Pengadilan Negeri Meulaboh bertentangan dengan keputusan Mahkamah Agung yang menetapkan bahwa PT KA bersalah. Tentu saja ini menimbulkan preseden buruk untuk reputasi sistem hukum di Indonesia,” kata Dr Ian Singleton dari Sumatran Orangutan Conservation Programme. “Penetapan oleh MA tersebut membawa angin segar bagi hukum lingkungan di Indonesia, dan menjadi bukti bahwa negara ini komit untuk melawan perubahan iklim. Namun, jika semua itu bisa dengan mudah diubah oleh satu putusan kontroversial hakim PN, maka ini bisa menjadi kemunduran besar bagi hukum negeri ini,” Ian menyimpulkan.

Juru bicara GeRAM, Fahmi Muhammad, mengatakan, “Seharusnya PN Meulaboh melaksanakan eksekusi terhadap Putusan MA. PN Meulaboh tidak memiliki dasar hukum untuk menunda pelaksanaan eksekusi putusan. Kami kaget mengetahui bahwa Ketua PN Meulaboh mengeluarkan Penetapan Perlindungan Hukum terhadap PT KA
dengan No. 1/Pen/Pdt/eks/2017/Pn.Mbo. Kami melihat ini merupakan hal yang aneh.”

“Seharusnya, tidak ada gugatan baru yang dapat membenarkan pengadilan untuk menunda eksekusi keputusan”, kata Fahmi. “Dan juga koordinat yang melenceng akibat salah seharusnya tidak menjadi dasar justifikasi kerugian akibat kebakaran lahan yang disebabkan oleh PT KA.”

Pada sidang pengadilan ke – 13 dalam perkara ini, pada tanggal 30 Maret 2018, saksi ahli KLHK, mantan Hakim Pengawas di Mahkamah Agung, Abdul Wahid Oscar, menyatakan, “Menurut pasal 66 ayat (2) UU No. 14/1985, Peninjauan Kembali (PK) tidak dapat menunda atau menangguhkan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung.
Kasus lingkungan bukan berorientasi pada lahan atau apakah izin ada atau tidak, tetapi fokus pada kerugian yang ditimbulkan.”

Lahan Gambut Rawa Tripa merupakan salah satu lahan gambut dari tiga lahan gambut terluas di Aceh, dengan kedalaman mencapai 12 meter dan memainkan peran penting bagi penyerapan karbon di Aceh. Jutaan ton karbon lepas ke atmosfer setiap tahunnya dengan cara pembakaran hutan gambut. Seperti diketahui dari sejumlah Penelitian, Lahan gambut di Aceh diperkirakan menyerap karbon sebanyak 1200 ton per hektar. Selain fungsi menyerap karbon, lahan gambut juga dapat mencegah banjir, membantu sektor perikanan dan menyediakan keragaman habitat bagi keragaman spesies.

T.M. Zulfikar dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), menambahkan, “Kami mengamati perkembangan di gambut Tripa semenjak kasus ini terangkat pada tahun 2012. Dari tahun 2013 hingga 2017, deforestasi hutan primer di Tripa mencapai 4.069 hektar, yang mana 60 hektar berada di dalam HGU PT Kalista Alam. Pada periode yang sama, jika dianalisis melalui VIRSS, layanan satelite pendeteksi titik api, ada 2.564 titik api di Tripa, yang mana 193 titik berada di dalam HGU PT KA. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun sedang menjalani kasus hukum, PT KA tidak menghormati sistem hukum di Indonesia.”

Lain halnya dengan kasus pidana, hakim PN Meulaboh, dengan perkara No 131/Pid.B/2013/PN MBO dan 133/Pid.B/2013/PN MBO, telah menghukum Manager Pengembangan PT.KA, Khamidin Yoesoef, 3 tahun penjara yang sudah dijalani oleh terpidana. [rel]

 

 

 

read more
1 2 3
Page 1 of 3