close

kompos

Green Style

Di China Mereka Atasi Limbah Makanan Dengan 300 Juta Kecoa!

Ada banyak cara untuk atasi limbah makanan. Inovasi wilayah ini patut dicontoh karena memanfaatkan peran ratusan juta kecoa. Sebuah bangunan sederhana di kota Jinan, Provinsi Shandong, China menjadi rumah lebih dari 300 juta kecoa. Mereka dipelihara bukan tanpa alasan. Kecoa-kecoa ini akan dengan senang ‘melahap’ 15 ton limbah makanan per hari yang dikumpulkan dari wilayah Zhangqiu, China.

Pemilik fasilitas manajemen limbah makanan unik ini mengatakan, setiap hari makanan sisa dari restoran-restoran dibawa ke tempatnya untuk tujuan baik. Sisa makanan akan dilempar ke ban berjalan (conveyor belt) dengan alat pembuat ‘bubur’ sampah di bagian ujung.

Sisa makanan tersebut dihancurkan hingga berbentuk seperti adonan. Nah, adonan inilah yang diumpankan ke ruangan lain berisi ratusan juta kecoa yang siap melahapnya.

Dikutip dari Shanghaiist (19/7/2018), selama kecoa-kecoa diberi cukup asupan, mereka akan hidup selama 11 bulan dan dalam masa inilah kecoa juga bertelur. Saat kecoa-kecoa mati, tubuh mereka bisa dihancurkan dan diolah menjadi bubuk tinggi protein untuk memberi umpan hewan-hewan ternak.

Ke depannya, pemilik fasilitas manajamen limbah makanan ini juga berencana mengembangkan pasar bubuk protein berbahan kecoa untuk rangkaian produk perawatan kulit dan pengobatan. Kabarnya bubuk ini bersifat anti-inflamasi dan anti-bakteri.

Ia menambahkan, penggunaan kecoa untuk mengatasi limbah makanan adalah solusi ramah lingkungan dibanding pemakaian tempat pembuangan sampah yang menimbulkan polusi tanah dan air.

Solusi tersebut juga berpotensi menguntungkan mengingat dari tiap 15 ton limbah makanan menghasilkan 1 ton bubuk protein kecoa. Bubuk ini nantinya bisa dijual dengan harga 12.000 hingga 15.000 yuan per ton atau sekitar Rp 25,6 juta hingga Rp 32 juta.

Kini wilayah Zhanqiu, Jinan sedang membangun fasilitas manajemen sampah berbasis kecoa. Nantinya fasilitas ini mampu mengolah 200 ton limbah makanan per hari.[]

read more
Green StyleSains

Fakultas Teknik USM Latih Masyarakat Bikin Pupuk Cair dan Olah Air Bersih

Aceh Besar – Civitas akademik Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah melaksanakan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di Gampong Luthu Dayah Krueng Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar, Kamis (9/6/2018). Ketua panitia Muhammad, ST, M.Sc.Eng, mengatakan pengabdian ini dibagi dalam dua sesi, yaitu sesi pertama berupa workshop dengan pemberian materi dalam ruangan kepada masyarakat, dilanjutkan sesi kedua berupa demonstrasi peralatan luar ruangan tentang pembuatan pupuk cair jerami dan peralatan pengolahan air bersih serta sanitasi berbasis masyarakat.

Pemateri pertama workshop, Saisa, ST, MT, mengatakan bahwa pemanfaatan jerami bekas padi sebagai pupuk kompos dengan menambahkan dedak dan kapur pertanian sebagai bahan aditif aku pembuatan kompos.

“Pembuatan kompos dari jerami membutuhkan waktu selama 7 hari sampai menjadi kompos,” ucap Saisa, ST, MT yang juga Ketua Program Studi Teknik Kimia USM.

Pemateri kedua, Eka Marya Mistar, ST, MT, mengatakan pembuatan pupuk cair dari jerami mudah karena jerami banyak di kampung. Pupuk cair bisa digunakan untuk menyuburkan sayuran, tanaman apabila disiram dengan pupuk cair dari organik bisa meningkatkan kemampuan tanah lebih besar.

Cara membuatnya, jerami dicincang dan dicampur dengan limbah dapur atau makan sisa, disusun dan ditumpuk lalu disiram dengan EM4 lalu ditutup selama satu bulan. “Supaya mudah dikontrol dibuat kran dan sekat dibawah drum supaya cairan lindi menetes. Direndam sampai satu bulan sampai pupuk cairnya langsung turun ke bawah, jadi menghasilkan pupuk kompos padat dan pupuk kompos cair,” ucap Eka Marya Mistar, ST, MT yang merupakan dosen Fakultas Teknik USM.

Pemateri ketiga Vera Viena, ST, MT mengatakan bahwa pengolahan air harus dilihat dari sumber airnya. Bagi manusia, air minum adalah salah satu kebutuhan utama untuk minum, mandi, cuci, MCK, dll. “Air yang ideal adalah air yang jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung bakteri”, ucap Vera Viena, ST, MT, yang sehari-hari mengajar di Teknik Lingkungan USM.

Air juga dari pengolahan saja harus bagus sehingga nampak kristal air yang bagus. Kalau air tercemar dengan bakteri dan virus akan membawa penyakit bagi masyarakat. Perlunya mengolah air supaya sesuai dengan baku mutu dan standar sehingga sesuai dengan air bersih dan air minum. Pengolahan air bersih bisa dilakukan dengan penjernihan, perlunakan dan desinfeksi sehingga air layak untuk di konsumsi oleh masyarakat.

Pemateri keempat Bahagia, ST, MT mengatakan sanitasi masyarakat sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Salah satu cara sanitasi dengan mengusahakan kebersihan dari segala unsur yang dapat memungkinkan timbulnya gangguan dan penyakit.

“Permasalahan sanitasi masyarakat buang hajat sistem jepluk, BABS, pemanfaatan air sungai untuk mencuci, mandi dan gosok gigi, lingkungan jorok dan kotor, sampah tidak terkelola, lingkungan kumuh dan tingkat peduli sanitasi masih kurang”, ucap Bahagia, ST, MT salah satu dosen pada Teknik Lingkungan USM lebih lanjut.

Pada kesempatan tersebut Keuchik Gampong Luthu Dayah Krueng, Abdul Gafur, Kec. Sukamakmur kab. Aceh Besar mengatakan atas nama masyarakat berterima kasih kepada Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah yang sudi datang kesini dan berbagi ilmu dengan masyarakat. “Pengolahan limbah jerami belum bisa digunakan untuk keperluan lain, kami dari masyarakat berterima kasih ingin membantu dan membangun gampong sehingga lebih maju kedepan.[rel]

read more
EnergiGreen StyleSains

Riset: Sampah Organik Banyak Mengandung Mikro Plastik

Sampah organik dari rumah tangga sering kali bercampur dengan plastik sehingga berkontribusi pada pencemaran lingkungan. Masyarakat sering memanfaatkan sampah organik untuk menghasilkan biogas dan mengolahnya menjadi pupuk organik. Partikel plastik kecil yang terdapat dalam pupuk ini dapat masuk ke tanah dan air. Hal ini diungkapkan oleh sebuah penelitian di Universitas Bayreuth yang telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Penelitian ini merupakan hasil kerjasama antar disiplin di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Ruth Freitag (ahli proses bioteknologi) dan Prof Dr Christian Laforsch (ahli ekologi hewan). Mereka meneliti sumber biogas yang berbeda untuk mencari tahu, antara lain, bagaimana sumber sampah organik dan teknologi pemrosesan yang dipilih serta pengaruh mesin yang berdampak pada kandungan plastik dari pupuk yang dihasilkan.

Ketika sebagian besar sampah organik berasal dari rumah tangga pribadi, jumlah partikel plastik yang dikandungnya sangat tinggi. Partikel-partikel biasanya terbuat dari polystyrene atau polietilena – bahan yang biasanya digunakan dalam kemasan kelontong dan barang konsumen lainnya. Sebagian besar partikel dapat diidentifikasi sebagai bagian dari kantong, paket, dan kontainer lain yang dibuang di tempat sampah organik karena kebiasaan memilah yang kurang bagus. Bahkan jika residu dari fermentasi secara hati-hati disaring, partikel plastik dengan diameter kurang dari beberapa milimeter masih dapat ditemukan dalam pupuk.

Pabrik biogas yang hanya memanfaatkan limbah organik dari industri dan perdagangan, bagaimanapun, menunjukkan proporsi poliester yang sangat tinggi. Dalam banyak kasus, plastik ini tampaknya berasal dari wadah dan bahan pelindung yang digunakan untuk mengemas dan mengangkut buah-buahan dan sayuran.

Situasinya benar-benar berbeda dalam fasilitas yang hanya menggunakan sisa tanaman untuk menghasilkan biogas. Dalam tanaman itu, para peneliti dari Universitas Bayreuth tidak dapat menemukan partikel-partikel plastik di residu fermentasi atau hanya sangat sedikit. Situasinya mirip dengan fasilitas yang menghasilkan gas mereka dari limbah kotoran. Dalam biogas yang berasal tumbuhan, partikel plastik hanya ditemukan sesekali (jika ada).

Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa kandungan plastik dalam pupuk tidak hanya ditentukan oleh asal sampah organik. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat dan jenis kontaminasi untuk sebagian besar adalah pengolahan limbah sebelum fermentasi dan pengolahan lebih lanjut dari residu fermentasi.

“Usaha memilah benda asing seperti plastik, logam, atau gelas dari sampah organik sebelum fermentasi harus dilakukan. Tentu saja, akan lebih baik untuk tidak membiarkan mereka masuk ke dalam sampah organik, ”jelas Prof Dr Ruth Freitag. “Sampah organik adalah sumber daya penting dalam ekonomi daur ulang, yang layak untuk dilakukan secara intensif sekarang dan di masa depan. Studi kami menunjukkan bahwa kontaminasi partikel-partikel mikroplastik sebagian besar dapat dicegah, tetapi ini mengharuskan anggota masyarakat dan operator pabrik untuk bertindak secara bertanggung jawab, ”kata Prof. Freitag.

Meningkatnya pencemaran lingkungan karena plastik telah menjadi prioritas penelitian di Universitas Bayreuth selama bertahun-tahun. Sebagai contoh, sekelompok peneliti yang dipimpin oleh ahli ekologi Prof Dr Christian Laforsch telah melakukan penyelidikan rinci mengenai pencemaran mikroplastik di sungai dan danau di Jerman. “Untuk mengungkapkan konsekuensi dari perkembangan yang mengkhawatirkan ini dan untuk dapat merespon dengan langkah-langkah yang sesuai, pertama-tama kita perlu mengetahui bagaimana partikel-partikel plastik masuk ke dalam ekosistem. Ini juga salah satu pertanyaan awal dalam studi baru kami tentang pupuk organik yang terbuat dari sampah organik. Temuan jelas menunjukkan bahwa anggota masyarakat, di rumah mereka dan lingkungan komunal, dapat memberikan kontribusi untuk konservasi dan ekonomi daur ulang ekologis, ”Laforsch menekankan.

Studi baru hanya mempertimbangkan partikel mikroplastik yang berukuran 1 sampai 5 mm. Partikel yang lebih kecil tidak dipelajari, meskipun mereka mungkin juga terdapat dalam kontaminasi sampah organik. Berdasarkan data yang dikumpulkan, satu ton kompos limbah rumah tangga dan industri mengandung antara 7.000 hingga 440.000 partikel mikroplastik. Mempertimbangkan lima juta ton kompos yang diproduksi di Jerman setiap tahun, beberapa miliar partikel mikroplastik dilepas ke lingkungan dengan cara ini.

Sumber: www.uni-bayreuth.de

read more
Ragam

Melihat Kampung Organik Nan Asri Kota Magelang

Di Kota Magelang, Jawa Tengah, budidaya organik tak hanya berkembang di perumahan. Budidaya organik merebak pula di sekolah. Salah satunya di SD Negeri Kramat 1 Kota Magelang. Halaman sekolah ini tak luas-luas amat. Namun, aneka tanaman organik berjejer di sana. Dari tanaman bunga hingga sayur-mayur.

Tanaman organik tersebut berada di pot plastik, kaleng bekas, bahkan sekadar tumbuh di dalam kantong plastik. “Sebelumnya halaman sekolah hanya ditanami berbagai bunga,” kata Roinah, penjaga SDN Kramat 1, Senin (6/1).

Setelah berkonsultasi dengan para guru, lanjut Roinah, tanaman selain bunga pun dicoba. Mulailah muncul cabai, sawi, kubis, terong, hingga daun bawang. Tanaman di halaman sekolah ini memang belum sampai umur panen tapi semua tanaman terlihat terawat dan tumbuh baik.

Ide kreatif SD Negeri Kramat 1 pun mendapat apresiasi. Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengatakan, budidaya tanaman organik ini patut dicontoh. “Tularkan kepada siapa pun agar budidaya tanaman organik dapat bermanfaat bagi semua warga,” kata dia.

Selain mendukung program kampung organik dan penghijauan, ujar Sigit, tanaman organik juga dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari warga.

Budidaya tanaman organik atau dikenal dengan kampung organik adalah salah satu program Pemerintah Kota Magelang. Warga di kampung tersebut akan melestarikan lingkungan dengan baik dan benar, untuk lingkungan biotik, abiotik, sanitasi, ekonomi, serta sosial dan budaya.

Program ini antara lain bertujuan memberdayakan masyarakat dalam pelestarian lingkungan. Dari 17 kelurahan di Kota Magelang, tiga di antaranya sudah menerapkan kebijakan kampung organik itu.

Sumber: NGI/KOMPAS.com

read more
Green Style

Paramadina Gelar Kampanye Stop Gunakan Plastik

Universitas Paramadina menggelar gerakan untuk mengajak masyarakat menghentikan penggunaan plastik dalam aktivitas sehari-hari.

“Gerakan bertemakan Stop Plastic Now sejak Rabu (18/2/2013) dimulai dari lingkungan kampus, kemudian baru dilaksanakan di luar kawasan kampus,” kata Fariz Czaesariyan di Jakarta, Kamis.

Gerakan ini dengan cara menukarkan kantong plastik yang dipergunakan masyarakat/ mahasiswa ketika membeli barang (makanan, minuman, dan lain-lain) dengan kantong daur ulang, jelas Fariz yang juga didampingi Jody Ridwan selaku Wakil Ketua Panitia.

Fariz mengatakan, dalam melakukan aksi tukar “kantong” tersebut sekaligus dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai bahayanya menggunakan kantong plastik.

Fariz mengatakan, gerakan ini berangkat dari keprihatinan mahasiswa terhadap kondisi lingkungan di Provinsi DKI Jakarta banyak sekali ditemukan sampah plastik yang susah untuk hancur atau musnah secara alami.

Fariz mengatakan, melalui aksi ini nantinya kantong-kantong plastik yang terkumpul akan diserahkan kepada petugas kebersihan agar dapat dimusnahkan atau didaur ulang. Jody menambahkan, kegiatan ini murni berasal dari iuran mahasiswa ditambah donasi berupa kantong daur ulang dari universitas.

Jody mengungkapkan, kegiatan ini sudah dirancang dengan matang dan dipersiapkan sejak 2 bulan lalu, mulai dari membentuk panitia sebanyak 13 orang serta melibatkan 30 mahasiswa dalam pelaksanaan kegiatan.

Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina Nurhayani Saragih mengatakan, kegiatan ini merupakan bagian dari program studi komunikasi perusahaan (corporate communication).

Menurut Nurhayani, kampanye lingkungan ini diharapkan menjadi awal kegiatan selanjutnya yang melibatkan kalangan mahasiwa tentunya dengan wilayah kerja yang lebih luas lagi.

Nurhayani berharap melalui kampanye semacam ini diharapkan dapat membuka mata hati untuk peduli dan menyayangi lingkungan sekitar karena sudah banyak terjadi pencemaran dan terancamnya ekosistem.[]

Sumber: antaranews.com

read more