close

logging

Hutan

Setiap Tahun 1,1 Juta Hektar Hutan Indonesia Lenyap

Setiap tahunnya sekira 1,1 juta hektar hutan dibabat untuk pembukaan lahan baru sehingga Indonesia saat ini tengah dalam darurat lingkungan. Darurat lingkungan ditandai terjadinya bencana alam yang tidak bisa dilepaskan akibat tata ruang  yang rusak.

Ketua Pelaksana Pokja Audit  Lingkugan sedunia Working Group on Auditing Environment (WGEA) Ali Maskur Musa mengungkapkan, ada tiga masalah lingkungan  yang dihadapi Indonesia saat ini.

Pertama deforestasi atau pembabatan hutan yang kian meluas  di mana setiap tahunnya mencapai 1,1 juta hektar. “Setiap tahunnya  alih fungsi lahan produktif sangat massif dan tidak terkendali,“ kata Aly yang maju capres konvensi Partai Demokrat ditemui di Denpasar Selasa (18/2/2014).

Dari catatannya, setiap tahun tak kurang 120 ribu hektar lahan produktif beralih fungsi. Lahan yang semula untuk pertanian diubah menjadi tempat pemukiman maupun tempat akomodasi pendukung  pariwisata seperti di Pulau Bali.

Di Bali keberadaan subak atau sistem irigasi tradisonal semakin tergerus oleh alih fungsi lahan. Demikian juga Hutan mangrove mulai Sumatra hingga Sulawesi  yang berperan penting dalam menjaga lingkungan dari ancaman abrasi keberadaanya makin terancam.

Hutan mangrove tergerus tingga 13 persen total hutan mangrove yang ada untuk berbagai  kepentingan reklamasi hingga kepentingan pariwista.

Kata dia, Indonesia yang tengah menghadapai darurat lingkungan itu tentunya  sangat membahayakan. Karenanya, atas beberapa fakta tersebut Ali merekomendasikan tiga hal.

Pertama  hentikan pemberian izin konsesi hutan untuk kepentingan  produktif. Yang kedua, dilakukannya moratorium izin pemanfaatan hutan untuk industri. Dalam banyak laporan dan fakta di lapangan lahan baru untuk  industri seperti perkebunan  turut menambah kerusakan lingkungan. “Kerusakan lingkungan di hulu disebabkan ekosistem yang rusak,“ kata anggota Badan Pemeriksa Keuangan BPK RI itu.

Industri tambang dan perkebunan yang membuka lahan baru harus dihentikan perizinan atau perpanjanggn konsesi hutannya. “Yang ketiga bagaimana dilakukan percepatan kebijakan clear and clean di  bidang kehutanan,“ tuturnya.[]

Sumber: okezone

read more
Kebijakan Lingkungan

Gubernur Aceh Keluarkan Instruksi Moratorium Tambang

Tanggal 27 September 2013 lalu, Gubernur Aceh telah mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 06/Instr/2013 tentang  Penghentian Sementara Pemberian Izin Penambangan Mineral di Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Aceh. ” Tentunya hal ini perlu kita sambut secara positif sebagai terobosan dan langkah maju yang dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh dalam rangka pemulihan lingkungan terutama di wilayah pesisir dan laut,” ujar Ketua Lembaga Kajian Lingkungan Hidup (LKLH) Aceh,  T. M. Zulfikar.

Namun sangat disayangkan kebijakan yang dikeluarkan tersebut sangat minim sosialisasi sehingga tidak diketahui oleh publik secara luas. Hal ini disampaikannya dalam siaran pers yang diterima Rabu (12/2/2014) di Banda Aceh.

Dalam Ingub tersebut disampaikan bahwa dalam rangka mengembalikan fungsi-fungsi wilayah pesisir dan laut serta untuk menata kembali penambangan mineral di wilayah pesisir dan laut Aceh perlu diambil kebijakan penghentian sementara (moratorium) penambangan di wilayah pesisir dan laut Aceh.

Instruksi ini ditujukan kepada sepuluh institusi pemerintah antara lain: Para Bupati/Walikota se-Aceh, Kepala BAPPEDA Aceh, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Aceh, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, Kepala BAPEDAL/BLH (Badan Lingkungan Hidup) Aceh, Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh dan Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Aceh.

Adapun Instruksi Gubernur Aceh terkait Moratorium Tambang di Wilayah Pesisir dan Laut Aceh tersebut antara lain sebagai berikut:

1.    Untuk Para Bupati/Walikota dalam Provinsi Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      memastikan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
b.      melakukan inventarisasi terhadap penambangan mineral di pesisir dan laut yang berada dalam wilayah pemerintahan masing-masing;
c.       melalukan penataan kembali terhadap penambangan mineral di pesisir dan laut yang berada dalam wilayah pemerintahan masing-masing;
d.      melakukan penertiban dan pengawasan terhadap aktivitas penambangan mineral di pesisir dan laut yang telah mendapat izin sebelum penghentian sementara ini ditetapkan sehingga terlaksana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.    Kepala BAPPEDA Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      melakukan koordinasi pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
b.      mengevaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota agar sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.

3.    Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      melakukan perencanaan penambangan mineral sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota;
b.      melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kegiatan penambangan mineral yang sudah memiliki izin usaha pertambangan;
c.       melakukan pembinaan terhadap kegiatan penambangan mineral yang sudah memiliki izin usaha pertambangan.

4.    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      melakukan kajian terhadap penambangan mineral yang berada di wilayah pesisir dan laut;
b.      melakukan evaluasi terhadap kegiatan penambangan di wilayah pesisir dan laut;
c.       memastikan penambangan mineral yang berada di wilayah pesisir dan laut tidak menggangu kawasan konservasi.

5.    Kepala Dinas Kehutanan Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.        melakukan kajian terhadap kegiatan penambangan mineral yang berada dan/atau  berbatasan dengan vegetasi pantai, mangrove dan taman wisata alam;
b.        melakukan evaluasi terhadap kegiatan penambangan mineral yang berada dan/atau  berbatasan dengan vegetasi pantai, mangrove dan taman wisata alam;
c.         memastikan penambangan mineral yang berada di wilayah pesisir dan laut tidak menggangu kawasan vegetasi pantai, mangrove dan taman wisata alam.

6.    Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Memastikan konsesi pertambangan mineral di wilayah pesisir dan laut sesuai peraturan perundang-undangan;
b.      melakukan evaluasi lahan terhadap pertambangan mineral di pesisir dan laut.

7.    Kepala BAPEDAL/Badan Lingkungan Hidup Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      melakukan koordinasi terhadap penambangan mineral di pesisir dan laut terkait masalah lingkungan;
b.      melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap aktivitas penambangan mineral di pesisir dan laut yang telah memiliki izin lingkungan.

8.    Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      memastikan kegiatan ekspor impor penambangan mineral di pesisir dan laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b.      menjamin distribusi hasil penambangan mineral di pesisir dan laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c.       menjamin industri penambangan mineral di pesisir dan laut yang ramah lingkungan.

9.        Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
Menjamin kepastian hukum iklim investasi pertambangan mineral di pesisir dan laut.

10.    Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
Tidak memproses izin penambangan mineral di pesisir dan laut selama Penghentian Sementara Pemberian Izin Penambangan Mineral di Wilayah Pesisir dan Laut.

Lembaga Kajian Lingkungan Hidup (LKLH) Aceh berharap agar Instruksi Gubernur Aceh terkait Moratorium Tambang di Wilayah Pesisir dan Laut Aceh ini dapat terimplementasi secara baik dan dipatuhi oleh instansi yang bersangkutan sehingga agenda pembangunan yang sudah direncanakan dapat berjalan sesuai harapan.

Jika tidak kebijakan yang sudah dikeluarkan tersebut tidak akan berarti apa-apa dan lingkungan Aceh, terutama di wilayah Pesisir dan Laut yang saat ini sudah banyak yang rusak tidak dapat dipulihkan kembali fungsi-fungsinya.[]

read more
Hutan

Hah, Produsen Mi Instan Penyebab Gundulnya Hutan ?

Sejumlah produsen mi instan di Indonesia dituding menjadi otak di balik perusakan lingkungan Hutan Sirampog di Brebes Selatan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Modus perusakan ini dilakukan dengan cara memprovokasi warga untuk membabat hutan pinus. Kemudian membuka lahan dengan menanami aneka sayuran sebagai bahan baku produsen mi.

“Perusakan diawali ketika produsen mi instan merayu dan menjanjikan akan membeli hasil tanaman kentang dan kubis warga setempat. Dugaan kami, sejumlah elite militer juga melindungi praktik perusakan hutan ini,” kata pegiat lingkungan di Brebes Selatan M Jamil kepada media Senin (27/1/2014).

Jamil menjelaskan, praktik perusakan ini banyak terjadi di sejumlah desa di kaki Gunung Slamet, tepatnya di Desa Wanareja Kecamatan Sirampog, Brebes, Jawa Tengah. Akibatnya, warga kemudian beramai-ramai membabat tegalan, kebun, dan hutan milik Perhutani untuk menanam kentang dan kubis.

“Bila praktik seperti ini terus dibiarkan bencana krisis air bersih dan air irigasi untuk lahan pertanian di wilayah Brebes akan segera terjadi. Selain itu bisa terjadi bencana longsor dan banjir jika musim penghujan seperti terjadi di Wonosobo,” ujarnya.

Jamil menuturkan, Hutan Sirampog merupakan hulu bagi 230 sumber mata air dan sungai besar di wilayah Brebes, khususnya Bumiayu. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Brebes diminta bertindak menghentikan praktik perusakan lingkungan ini.

Fathul Rozak, warga Sirampog sekaligus pegiat lingkungan setempat mengaku kesulitan dalam membendung perusakan lingkungan di sekitar hutan Sirampog tersebut. Sebab, pembukaan lahan di hutan Sirampog bagi tanaman kentang dan kubis sudah dianggap warga lebih menguntungkan.

Sementara itu, Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Kabupaten Brebes, Suprapto akan segera berkoordinasi dengan pihak dinas lingkungan hidup, PDAM, dan Perhutani untuk membahas persoalan ini. Ia tidak ingin ada kerusakan hutan.

“Sirampog merupakan daerah hulu bagi sejumlah sungai besar di Brebes, khususnya Brebes Selatan. Daerah ini juga masih menjadi pemasok utama bahan baku air bersih bagi masyarakat setempat. Bila terjadi kerusakan di dalamnya, beberapa tahun kedepan dipastikan krisis air akan terjadi di Brebes. Akan kita koordinasikan dengan Badan Lingkungan Hidip, Perhutani, dan PDAM juga,” ujarnya.[]
Sumber: merdeka.com

read more
Ragam

Oknum Perwira Polisi Ditangkap Bawa Kayu Ilegal

Koramil Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar menangkap seorang oknum perwira polisi yang bertugas di Polda Aceh berinisial AKP. AW  karena membawa kayu ilegal. Namun, oknum perwira itu melarikan diri saat hendak diproses.

Penangkapan oknum perwira itu berlangsung pada Kamis, (19/12/2013) sekira pukul 22.30 WIB oleh anggota Koramil Lhoknga.

Menurut informasi yang diperoleh greenjournalist.net, kayu ilegal itu sebanyak 16 kubik dibawa dengan truk merupakan milik AKP AW. Truk itu berangkat dari Lhoknga, Aceh Besar hendak dibawa ke salah satu panglong kayu yang ada di Banda Aceh.

Oknum perwira itu melarikan diri saat dibawa anggota Koramil bersama barang bukti ke Kodim 0101/BS Banda Aceh. Saat itulah AKP AW berhasil melarikan. Sedangkan truk pengangkut kayu dan supir truk tiba di Kodim sekitar pukul 23.00 WIB tadi malam.

Menurut penjelasan Pasi Intel Kodim 0101/BS, Kapten Sumastono, AKP AW saat itu sedang mengawal truk kayu miliknya dengan mengenderai mobil pribadi. Kayu tersebut, katanya, hendak dibawa ke salah satu panglung kayu yang ada di Banda Aceh.

“Benar, kayu itu milik seorang oknum perwira yang bertugas di Polda Aceh,” kata Sumastono, saat dihubungi wartawan, Jumat (20/12/2013) sore.

Truk yang bermuatan 16 kubik kayu ilegal berserta sopir saat ini sudah ditahan di Polres Aceh Besar untuk penyidikan selanjutnya. “Tadi jam 10.00 WIB telah dibawa ke Polres Aceh Besar, karena ditangkap di wilayah hukum Polres Aceh Besar,” tutupnya.[]

read more