close

luwak

Flora Fauna

MUI Keluarkan Fatwa Lindungi Satwa Langka

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang perlindungan satwa langka dan meminta pemerintah bersikap tegas melindungi satwa langka untuk menghindari kepunahanan dan menjaga keseimbangan ekosistem.

“Pada hari ini, Rabu ( 22/1) MUI menetapkan fatwa tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem dalam rangka memberikan kontribusi terhadap upaya pelestarian satwa langka,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Rabu.

Dalam fatwanya, MUI menyebutkan bahwa setiap makhluk hidup memiliki hak untuk melangsungkan kehidupannya dan didayagunakan untuk kepentingan kemaslahatan manusia.

“Memperlakukan satwa langka dengan baik, dengan jalan melindungi dan melestarikannya guna menjamin keberlangsungan hidupnya hukumnya wajib,” kata Niam.

Perlindungan dan pelestarian satwa langka antara lain dengan jalan menjamin kebutuhan dasarnya, seperti pangan, tempat tinggal, dan kebutuhan berkembang biak, tidak memberikan beban yang di luar batas kemampuannya.

Berikutnya, tidak menyatukan jenis satwa lain yang membahayakannya, menjaga keutuhan habitat, mencegah perburuan dan perdagangan ilegal, mencegah konflik dengan manusia, serta menjaga kesejahteraan hewan.

Dalam fatwa MUI juga disebutkan bahwa satwa langka boleh dimanfaatkan untuk kemaslahatan sesuai dengan ketentuan syariat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemanfaatan satwa langka antara lain dengan jalan menjaga keseimbangan ekosistem, menggunakannya untuk kepentingan ekowisata, pendidikan dan penelitian, menggunakannya untuk menjaga keamanan lingkungan, serta membudidayakan untuk kepentingan kemaslahatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Membunuh, menyakiti, menganiaya, memburu, dan atau melakukan tindakan yang mengancam kepunahan satwa langka hukumnya haram kecuali ada alasan syar’i, seperti melindungi dan menyelamatkan jiwa manusia,” kata Niam.

MUI juga menyatakan perburuan dan perdagangan ilegal satwa langka hukumnya haram.
Sumber: beritasatu.com

read more
Flora Fauna

Tahun Baru 2014, Lahir 5.000 Beruang Kutub di Arktik

Tahun Baru 2014 akan menjadi saat yang menentukan ketika beruang kutub lahir di Kutub Utara, dan tahun ini diharapkan sekitar 5.000 ekor, kata World Wildlife Fund for Nature, Jumat.

Organisasi ini merayakan ulang tahun beruang kutub pada 29 Desember untuk menandai periode antara Desember dan Januari ketika beruang kutub biasanya hamil dan melahirkan. Hari ini pertama kali ditandai pada 2008 dan sejak itu menjadi tradisi.

“Sayangnya, sedikit yang diketahui tentang berapa banyak beruang kutub di Rusia, karena satu studi komprehensif hanya satu [dari tiga] kelompok utama dengan biaya jutaan dolar Amerika Serikat,” kata Viktor Nikiforov, kepala WWF Rusia.

Menteri Sumber Daya Alam Rusia, Sergei Donskoi, mengatakan, awal tahun ini jumlah total populasi beruang kutub di Arktik Rusia diperkirakan antara 5.000-6.000 ekor. Para ilmuwan memperkirakan jumlah beruang kutub di seluruh dunia sekitar 20.000 sampai 25.000 ekor.

Hewan kutub Arktik berada di bawah ancaman dari pemburu, polusi dan perubahan iklim, yang menyebabkan habitat mereka makin menyusut.
Sumber: antaranews.com

read more
Flora Fauna

Cara KuALA Konservasi Telur Penyu

Tak bisa dipungkiri, banyak terjadi perburuan telur penyu di wilayah pantai Aceh. Telur penyu bisa dengan mudah ditemui dipasar, diperjualbelikan secara bebas. Padahal penyu saat ini merupakan hewan yang terancam punah sehingga kelestariannya harus dijaga. Namun menjaga kelestarian penyu bukan hal yang mudah ditengah maraknya pemburuan telur penyu. Lembaga jaringan Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) mencoba kesepakatan bersama antara para pihak.

Ketua KuALA, Marzuki, yang ditemui beberapa waktu lalu mengatakan mereka memunculkan sebuah kesepakatan pengelolaan konservasi penyu di wilayah Aceh Besar. Selama ini banyak pemburu telur penyu di pantai-pantai Aceh Besar. Kesepakatan ini intinya menjaga agar telur penyu tidak habis diambil oleh pemburu tetapi tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat juga.

Konsep pertama yang mereka tawarkan adalah kesepakatan dimana semua pihak mendapat bagian dari pengambilan telur penyu. ” Artinya alam juga merupakan satu pihak, sehingga mendapatkan satu bagian juga. Sebagai ilustrasi, jika pemburu ada tiga orang mendapatkan 10 telur, maka telur-telur ini dibagi kepada empat pihak, termasuk alam sebagai salah satu pihak,” kata Marzuki. Telur yang menjadi bagian alam tidak boleh diambil tetapi dibawa ke tempat penangkaran agar bisa menetas.

Menurut Marzuki, pantai-pantai di Aceh Besar yang terdapat penyu antara lain Ujung Pancu, Lhoknga, Lampuuk dan pantai Syiahkuala.

Selain kesepakatan pembagian hasil, juga ada kesepakatan membentuk tim patroli bersama dengan bekas pemburu telur penyu. Bekas pemburu ini diajak untuk masuk tim patroli dalam rangka konservasi penyu termasuk saat proses pelepasan dan penangkaran.

Kesepakatan lain namun kurang populer adalah pihak lembaga konservasi seperti KuALA membeli telur-telur penyu yang diambil oleh pemburu. Hal ini kurang populer karena menghabiskan banyak dana dan mendorong orang untuk tetap mengambil telur penyu karena sudah ada pembelinya.

KuALA memberikan pelatihan kepada pemburu penyu dan kepada mereka diberi surat tugas. Konsensus ini merupakan strategi KuALA dalam masyarakat dan sejauh ini sudah diterapkan di beberapa wilayah.

Selain itu KuALA juga memberikan pelatihan terkait penyu kepada masyarakat sekitar pantai. Masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan mampu mengidentifikasi jenis penyu. Misalnya saja seorang penduduk di Syiah Kuala Aceh Besar mampu mengenali penyu jenis KEMPI yang dilihatnya mendarat di pantai Syiah Kuala. Padahal jenis penyu ini sendiri tidak terdapat di Indonesia, hanya ada di Amerika.

” Namun bapak ini sangat yakin penyu yang dilihat adalah jenis kempi berdasarkan bentuk dan corak penyu tersebut,” kata Marzuki. Marzuki berharap ke depan masyarakat semakin sadar akan keberadaan penyu dan dapat melestarikannya. []

read more
Flora Fauna

Orangutan, Dilindungi Tapi Diburu

Deforestasi adalah salah satu penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati yang ada, salah satunya adalah Orangutan yang terdapat di Sumatera dan Kalimantan yang keberadaannya kini semakin terancam. Hilangnya hutan sebagai akibat pembukaan lahan untuk perkebunan, seperti kelapa sawit dan karet menyebabkan konflik antara Orangutan dengan manusia semakin nyata.

Beberapa kasus yang terjadi belakangan ini, seperti pembantaian Orangutan di Kalimantan Timur adalah bukti adanya konflik tersebut. Padahal, Orangutan adalah salah satu primata yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya.

Jamartin Sihite Acting CEO The Borneo Orangutan Survival Foundation mengatakan, Secara internasional melalui Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora – CITES telah memasukkan Orangutan sebagai salah satu satwa yang dilindungi karena terancam kepunahannya dan Indonesia telah meratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya pelanggar terhadap peraturan ini diancam dengan pidana kurungan selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta.

“Bahwa menangkap, melukai, dan membunuh Orangutan adalah melanggar pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990,” katanya.

Menurut Dia, konflik antara Orangutan dengan manusia disebabkan oleh adanya pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang mengakibatkan satwa dilindungi ini masuk ke perkampungan penduduk untuk mencari makan, ancaman selanjutnya adalah kebakaran hutan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Conferency on Parties (COP) ke 13 Tahun 2007 di Bali mengatakan, bahwa Orangutan memiliki peran penting dalam climate change (perubahahn iklim), ketika Orangutannya ada, pasti hutannya sehat serta memiliki peran dalam perubahan iklim. Salah satu rencana aksi konservasi primata ini adalah penegakan hukum terhadap kasus-kasus menyangkut satwa dilindungi ini.

Jamartin CEO mengatakan, kendala lainnya adalah saat melakukan rescue atau pertolongan terkait Orangutan agar dipermudah birokrasi perizinannya. Selama ini, izin perlengkapan senjata bius untuk rescue terhadap primata dilindungi ini melalui beberapa pintu, seperti Bea Cukai, Kepolisian, baik Mabes Polri juga Polda dan bahkan sampai  Badan Intelejen. Hal inilah salah satu hambatan dalam proses rescue tersebut.  “Padahal itu merupakan tugas Negara, menyelamatkan asset Negara,” ujarnya.

Dia juga mengatakan, terkait Orangutan yang masuk ke perkampungan penduduk yang disebabkan hutannya di buka oleh swasta oleh karena itu swasta juga harus ikut bertanggung jawab dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa kalau ada Orangutan masuk perkampungan jangan dibunuh.

Hardi Baktiantoro Principal Centre for Orangutan Protection – COP mengatakan, satu ekor anak Orangutan yang sampai ke pusat penyelamatan itu mewakilkan 2 hingga 10 ekor  Orangutan yang mati dan tidak dilaporkan dan itu masuk akal. “Saat rescue Orangutan tidak selamanya berhasil. Ada yang tertusuk tangannya ada yang kena ranting dan umumnya bayi yang diselamatkan juga tidak bisa survive,” katanya.

Populasi Orangutan di Kalimantan berdasarkan data pada 2004 sebanyak 52 ribu ekor. Sedangkan di Sumatera sebanyak 5.500 ekor. Khusus populasi liar yang bertahan saat ini hanya terdapat di daerah barat laut pulau Sumatera, tepatnya berada di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Sumber: ekuatorial.com

read more
Flora Fauna

Brimob Gorontalo Tolak ‘Souvenir’ Hewan Liar Mereka Disita

Ratusan anggota Brimob Gorontalo yang baru tiba dari Ternate menggunakan KM Lambelu, kedapatan membawa ratusan satwa dilindungi seperti burung kakak tua raja, kakak tua jambul kuning, nuri, elang Maluku dan satwa lain pada Rabu (4/12/2013). Kala hendak disita Karantina, Brimob menolak, bahkan sempat terjadi intimidasi terhadap wartawan yang hendak meliput penyitaan ini.

Awalnya, wartawan menduga ratusan burung itu sebagai bukti sitaan polisi. Ketika menelusuri lebih jauh, ternyata mereka mendapati SSK Brimob Polda Gorontalo, tidak membawa izin penyitaan burung.

Bahkan, kala karantina hendak menyita, anggota Brimob Gorontalo malah menolak dan melawan. “Mereka mengaku ratusan burung itu souvenir, tapi saat difoto malah mengeluarkan suara keras,” kata Abineno, wartawan Beritamanado.com di Manado, Jumat (6/12/13).

Aparat nyaris merampas kameranya. Meski berulang-ulang coba menenangkan situasi, dia nyaris saja menerima pukulan. “Saya memotret Christian yang didorong dan dimaki brimob. Setelah itu, mereka memerintahkan menghapus gambar di dalam kamera. Saya menolak.”

Awalnya, beberapa wartawan Kota Bitung ini hendak memasuki ruang dialog antara Penanggung Jawab Balai Karantina, Kapolsek Bitung dan Komandan Kompi Brimob Gorontalo, yang hendak menyelesaikan permasalahan ini.

Saat berniat memasuki Kantor Karantina, beberapa wartawan dicegat dan menerima makian dari anggota Brimob yang sedang emosi. “Mereka tidak mengizinkan saya masuk ke ruang dialog. Beberapa aparat malah mendorong dan mengeluarkan makian. Saya nyaris dipukul,” kata Christian Wayongkere, wartawan Tribun Manado.

Saat kejadian berlangsung Kepala Balai Karantina dan Polsek tidak berani menindak tegas. Mereka membiarkan brimob membawa ratusan satwa ini untuk menghindari konflik lebih luas.

“Katanya satwa itu dibawa sebagai souvenir setelah mereka bertugas selama setahun di Ternate,” kata Sugiman, Kepala Kantor Balai Karantina Kelas I Manado di Kota Bitung, dikutip dari Beritamanado.com.

Dia mengaku berusaha menjelaskan kepada Iptu Rustam, Danki Brimob Gorontalo, soal satwa yang dibawanya melanggar aturan. Namun dia bersama staf tak bisa berbuat banyak apalagi menindak karena situasi tak memungkinkan. “Situasi tidak memungkinkan untuk penyitaan karena mereka pasti melawan. Maka kami biarkan saja, toh juga satwa itu akan dibawa ke Gorontalo.”

AJI Kecam Arogansi Brimob

Yoseph Ikanubun, Ketua Aliansi Jurnalis Independen Manado, mengecam arogansi anggota Brimob Polda Gorontalo ini. Menurut dia, tindakan itu tidak hanya melanggar kerja jurnalis menyebarkan informasi, namun terindikasi mengaburkan fakta di lapangan.

Menyikapi permasalahan ini,  AJI menuntut kapolri segera menindak tegas anggota brimob ini. Yoseph menilai, aparat kepolisian seharusnya menjadi bagian penegakan hukum, bukan melakukan intimidasi sebagai pembenaran.

read more
Flora Fauna

Polres Aceh Tamiang Sita 3000 Momo

Aparat Polres Aceh Tamiang menyita 3.000 ekor momo atau lemur (Lemures), sejenis kera berekor belang yang dilindungi, dan dua ton minyak solar, dari sebuah gudang di Dusun Tanjung Selanga, Desa Air Masen, Kecamatan Seuruway, Aceh Tamiang, enam hari lalu. Namun, hingga Selasa (2/12/2013) kemarin pemiliknya belum berhasil diamankan.

Kapolres Aceh Tamiang, AKBP Dicky Sondani SIK MH melalui Kasat Reskrim Iptu Benny Cahyadi SH kepada Serambi kemarin mengatakan, pihaknya sudah lama mengendus jejak para penyelundup barang-barang dan hewan-hewan tertentu ke luar negeri/ke luar Aceh dari Kecamatan Seuruway.

Setidaknya, ada empat penyelundup yang bermain di Kecamatan Seuruway. Mereka mengumpulkan barang ilegal, antara lain, arang dan balangkas alias ketuka (hewan laut) yang dilarang untuk dijual ke luar negeri, karena tergolong hewan dilindungi. Ketika pulang mereka diduga membawa barang ilegal asal luar negeri ke Seruway.

Setelah terdeteksi, menjelang kapal mereka hendak berangkat ke luar negeri, Kasat Reskrim bersama dua anggotanya bergerak ke gudang penumpukan barang milik si saudagar. Ternyata informasi yang dilaporkan warga ke polisi benar adanya.

Ada empat gudang yang digerebek. Pemiliknya beda-beda. Tapi hanya satu yang berisi, yakni gudang milik Sulaiman di Dusun Tanjung Selanga, Desa Air Masen, Kecamatan Seuruway.

Di gudang itu polisi menemukan banyak kayu arang, 3.000 ekor momo atau lemur (Lemures), dan dua ton minyak solar. Konon, barang ilegal dan hewan yang dilindungi itu hendak dikapalkan ke Thailand lewat Selat Malaka.

Diperoleh juga informasi bahwa kenapa hanya satu gudang yang ditemukan polisi berisi 3.000 ekor momo, karena tiga kapal lainnya yang pemiliknya berbeda, sudah keburu berangkat sehari sebebelumnya.

Terkait dengan menghilangnya Sulaiman, saudagar yang memiliki 3.000 ekor momo itu, Kasat Reskrim sudah melayangkan surat pemanggilan kepada yang bersangkutan untuk menghadap ke Polres Aceh Tamiang.

Datok (Keuchik) Desa Air Masen membenarkan bahwa gudang milik Sulaiman itu kini disegel polisi.  Saat ditanyai Serambi, Datok mengaku hanya tahu bahwa Sulaiman selaku pemilik gudang itu, sudah belasan tahun berdagang arang bakau ke luar negeri. Kalau dalam bisnis Sulaiman, ada penyelundupan barang terlarang, Datok mengaku tak pernah tahu. []

Sumber: serambinews.com

 

read more
Flora Fauna

Puluhan Gajah Liar Digiring Kembali ke Habitatnya

Seekor gajah keng atau pimpinan gajah dan 27 ekor gajah lain akhirnya bisa digiring dari kawasan Pegunungan Pante Peusangan, Kecamatan Juli dan Blang Paya di Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen, Aceh. Penggiringan satwa liar ini memakan waktu hampir sepuluh bulan berkat kerja keras duet tim Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bireuen dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.

Penggiringan berakhir manis setelah puluhan gajah tersebut kembali ke habitat mereka. Kecemasan warga sudah cukup lama dilayangkan ke dinas terkait, tetapi terkendala waktu dan biaya mendatangkan gajah terlatih untuk mempercepat penggiringan. Warga tak henti-hentinya melaporkan setiap kejadian pengerusakan oleh gajah, tetapi tak kunjung ada respons.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bireuen Irwan SP mengatakan, ulah manusia merambah hutan habitat gajah menjadi pemicu utama mengamuknya gajah liar. Ia mengatakan, sejak zaman dulu kawasan Pegunungan Pante Peusangan Km. 35 dan Blang Paya merupakan jalur lalu lintas gajah liar. Hal itu diakui oleh warga tempatan yang turun-temurun lahir dan menetap di sana.

“Puluhan tahun warga mengaku belum pernah mendengar cerita berpaspasan dengan gajah saat hendak ke kebun, apalagi sampai jatuh korban,” kata Irwan, Sabtu (30/11/2013).

Namun, belakangan ini peristiwa demi peristiwa terjadi akibat amukan gajah sehingga menelan korban nyawa maupun harta. Kepala Desa Blang Paya M Yasin mengatakan, sudah puluhan kali penduduk di sana dikagetkan dengan ulah kawanan gajah yang menggasak kebun dan rumah warga.

Seorang warga bahkan meninggal dunia ketika secara tidak sengaja berpapasan dengan gajar liar itu pada Januari 2013. Warga bernama M Syarif (60), warga Bener Meriah, itu tewas diinjak gajah ketika ia pulang dari kebunnya di Leubok Pisang. Korban yang pulang bersama seorang temannya itu tidak bisa melarikan diri karena tepergok gajah yang sedang marah besar.

“Setelah kejadian itu, warga tidak berani lagi ke kebun hingga kebun dibiarkan terlantar dan warga kebingungan menyiasati perekonomian mereka selama ini,” kata Yasin.

Warga bertambah khawatir jika sewaktu-waktu didatangi gajah yang tersesat dari kawanannya. Hal itu sempat terjadi di sejumlah rumah warga yang bagian dapurnya diobrak-abrik hewan berbelalai tersebut.

“Kejadiannya siang hari sehingga warga cepat menghalau bersama-sama. Bagaimana kalau malam hari di mana warga tertidur pulas?” ujar Yasin.

Berbalut cemas dan resah, akhirnya warga dan perangkat di dua desa itu mengadukannya ke dinas terkait. Setelah dilakukan beberapa kali survei, akhirnya diperoleh kesepakatan tim untuk turun menghalau kawanan gajah liar tersebut.

Selama sembilan hari sejak pertengahan November kemarin, tim Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bireuen dan BKSDA Aceh yang diketuai Andi Aswinsyah menghadapi tantangan berat menggiring kawanan gajah itu ke habitatnya di Pegunungan Cot Rampagoe dan Gunong Goh. Medan berat sebelumnya dilalui tim menuju Pegunungan Blang Paya dan Pante Peusangan.

Bukan perkara mudah menemukan kawanan gajah itu. Tim harus menunggangi empat ekor gajah terlatih dari BKSDA, naik-turun gunung dengan kiri-kanan jurang, serta menyeberangi beberapa anak sungai. Sewaktu-waktu mereka bisa bertemu dengan puluhan gajah liar yang mengamuk. Ulah manusia merambah hutan lindung diyakini menjadi alasan besar menyatukan kekuatan dan kebersamaan warga setempat untuk mengakhiri amukan gajah liar itu. Yasin mengatakan, upaya mencegah amukan gajah liar harus dipikirkan bersama, bukan hanya melaporkan ke dinas terkait. “Penduduk diharapkan menaati untuk tidak melakukan perambahan hutan yang dapat mengganggu habitat gajah,” kata Yasin.

Ia mencoba memberikan solusi dengan menanam pisang monyet di kawasan hutan habitat gajah. Dengan begitu, kebutuhan makanan untuk satwa tersebut dapat terpenuhi.  []

Sumber: theglobejournal/kompas

 

read more
Flora Fauna

Ikan Lele Bisa Membersihkan Sungai

Warga di bantaran Kali Cikapundung, yakni di Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Jawa Barat, mengusulkan Sungai Cikapundung ditebarkan ikan lele. “Setidaknya dengan ditanam lele bisa membantu membersihkan air sungai,” kata salah satu warga, Bono (30), kepada, Jumat (29/11/2013).

Bono mengatakan tidak masalah sungai ditanami lele dalam jumlah yang banyak. “Lelenya, minimal 10 truklah, nanti juga jadi bertambah banyak,” katanya.

Pada era wali kota Bandung sebelumnya, yakni Dada Rosada dan Ayi Vivananda, Sungai Cikapundung ditanami ikan emas. “Ikan emas tidak bisa apa-apa. Ikan emas cenderung banyak dipancing orang. Selain itu, ikan emas gampang banget matinya. Kalau lele setidaknya bisa membersihkan lumut-lumut kotor di pinggiran sungai. Selain itu, lele lebih tahan banting dibandingkan ikan mas,” jelasnya.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengapresiasi positif keinginan warga yang ingin menanam ikan lele di Sungai Cikapundung. Ridwan pun berpendapat sama. “Lele? Enggak ada masalah, silakan saja. Kan airnya juga masih kotor, jadi bisa membantu,” kata Ridwan singkat di Bandung, Jumat, (29/11/2013).

Ridwan menambahkan, saat ini, dia pun fokus terhadap program Cikapundung bersih. “Kita terus berupaya untuk menjadikan Cikapundung bersih,” katanya.

Untuk program Cikapundung yang sedang digarap saat ini, kata Ridwan, pihaknya sedang menggarap ruang terbuka hijau untuk publik yang letaknya di bawah Jalan Siliwangi. Nantinya ruang terbuka hijau itu bisa dinikmati warga untuk bersantai, menikmati musik, rekreasi, dan sebagainya.

Untuk perombakan Sungai Cikapundung menjadi sungai yang serbaguna itu, ada anggaran dari BBWS Citarum Rp 3,5 miliar untuk gebrakan pertama. Ada tiga kali gebrakan yang dananya masing-masing Rp 3,5 miliar.

Sumber: NatGeo Indonesia/kompas.com

read more
1 2
Page 1 of 2