close

PT EMM

Energi

Plt Gubernur Aceh Cabut Rekomendasi Izin PT EMM

Banda Aceh – Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah akhirnya mencabut rekomendasi izin PT Emas Mineral Murni (EMM) di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah. Langkah tersebut dilakukan atas tuntutan masyarakat Aceh yang menolak PT EMM.

Nova mengaku sudah mengeluarkan Keputusan Gubernur nomor 180/821/2019, tentang pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Sengketa PT EMM. “Kami sudah mencabut rekomendasi Gubernur Aceh dan menyurati Menteri ESDM,” kata Nova Iriansyah dalam jumpa pers di kantor Bappeda Aceh, Senin (22/4/2019).

Selanjutnya, kata Nova, ia akan membentuk tim untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat Aceh, untuk segera menyelesaikan persoalan dengan PT EMM. Termasuk, menyurati Badan Koordinasi Penanaman Modal RI (BKPM-RI) yang telah mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Kita minta BKPM RI untuk meninjau surat keputusan Kepala BKPM RI nomor 66/1/IUP/PMA/2017 perihal pemberian IUP kepada PT EMM. Surat sudah kami kirimkan,” kata Nova

Nova menjelaskan, Pemerintah Aceh memiliki pandangan yang sama terkait eksploitasi pertambangan sumber daya mineral khususnya pertambangan emas. Pasalnya, hal tersebut belum menjadi fokus pembangunan Pemerintah Aceh saat ini.

Nova menyesalkan ada pihak-pihak yang mengeluarkan berbagai dokumen pendukung hingga diterbitkannya IUP eksploitasi emas PT EMM oleh BKPM-RI. “Dokumen-dokumen yang dikeluarkan ini tidak sesuai dengan kekhususan Aceh, sebagaimana dengan pasal 156 Undang-undang Pemerintah Aceh,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh, Rahmad Raden menyebutkan, pihaknya akan mendukung penuh sikap Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh yang telah mengajukan banding untuk bisa mencabut izin PT EMM.

“Sikap kita membantu Walhi untuk memenangkan banding tersebut,” ujarnya.

Sumber: indonesiainside.id

read more
Energi

Korps BPA Terus Kawal Pencabutan Izin PT EMM

Banda Aceh – Korps Barisan Pemuda Aceh (Korps BPA) merupakan aliansi gerakan Mahasiswa baik lembaga Internal kampus maupun eksternal kampus. Berdiri sejak awal September atas keresahan masyarakat Aceh Tengah dan Nagan Raya atas hadirnya perusahaan tambang. Bentuk kepedulian dan partisipasi kami tunjukkan dengan membuat aliansi ini dengan tujuan melakukan advokasi bersama masyarakat dalam penolakan tambang PT EMM seluas 10.000 Ha.

Dalam siaran pers yang disebarkan Korps BPA Senin (15/04/2019), Mutawalli mengatakan pihaknya sebelum melakukan aksi pada tanggal 9- 11 April lalu, telah melakukan berbagai kegiatan advokasi penolakan, mulai dari kajian, pengumpulan data, diskusi dengan pihak-pihak terkait dan sebagainya. Aksi dalam bentuk mengemukakan pendapat juga sudah beberapa kali kami lakukan baik di kator Gubernur, kantor DPRA maupun tempat lainnya.

“Kita minta DPRA untuk komitmen menolak PT EMM, ini disambuti dengan paripurna yang merumuskan beberapa poin, diantaranya meminta Gubernur Aceh membuat Pansus bersama DPRA untuk menuntaskan persoalan PT EMM,”ujar Korps BPA.

Terhadap Gubernur Korps BPA meminta untuk berdiri bersama rakyat Aceh dengan melakukan upaya penolakan beroperasinya PT EMM di Aceh. Hingga pada 11 April lalu Plt Gubernur Nova Iriansyah menyatakan kepada publik bahwa beliau bersama rakyat Aceh sepakat Tolak PT EMM dan akan menindak lanjuti dalam 14 hari selanjutnya.

Dengan berbagai kondisi yang terjadi pasca aksi hari terakhir, 11 Apri 2019 di kantor Gubernur, Korps BPA menyatakan bahwa akan terus mengawal pernyataan Plt Gubernur semenjak di tanda tangani 11 April 2019 hingga 14 hari selanjutnya.

“ Korps BPA tidak akan masuk dalam Pansus yang dibentuk oleh Plt Gubernur dan mengawal komitmen Plt gubernur memastikan PT EMM angkat kaki dari Aceh, baik secara fisik bangunan maupun secara izin harus dicabut oleh pemberi izin,”kata Mutawalli.

Selain itu Korps BPA mengecam ASN yang melakukan ujaran kebencian segera minta maaf ke publik dengan membuat video permohonan maaf kepada mahasiswa dan aliansi serta men-tag akun @tolaktambang. “ Kalau tidak, kami akan mencari ASN tersebut dengan cara kami dan menindak lanjuti hingga ke proses hukum,”tegas Korps BPA.

Korps BPA akan melakukan upaya hukum sebagai bentuk pembelaan terhadap korban mahasiswa yang cidera akibat tindakan represif oknum melalui advokat hukum, agar oknum tersebut dapat diproses. Korps BPA mengecam represif oknum aparat dalam menghadapi mahasiswa yang sedang berunjuk rasa. “Kami minta kepada Bapak Kapolda menindak tegas oknum tersebut. Bersama kami ada bukti-bukti sebagai pertimbangan,”sebut Mutawalli.

Korps BPA mengecam sejumlah oknum yang menuduh aksi merupakan kepentingan kelompok, mengaitkan dengan peristiwa politik, serta menyatakan aksi mahasiswa pada 9-11 April 2019 ditunggangi. “ Berhenti melakukan pelabelan aksi mahasiswa dan cabut statement yang mengarah kepada kepentingan politik sesaat,”tukas Mutawalli.

Kami Korps BPA meminta kepada Rektor Unsyiah untuk mencabut pernyataan bahwa “aksi mahasiswa ditunggangi” dan meminta kepada seluruh rakyat Aceh agar senantiasa mendukung dan memantau perjuangan mahasiswa, karena jika PT EMM masih beroperasi, kita akan melakukan aksi besar-besaran bersama seluruh rakyat Aceh.[rel]

read more
Energi

Kongsi Surya Paloh dan Perusahaan Asing Memburu Kilau Emas Beutong

Jakarta – Terbitnya izin produksi untuk PT Emas Mineral Murni (PT EMM) untuk mengeruk emas di Beutong Ateuh, Provinsi Aceh, telah memantik protes sejumlah pihak. Terbaru, ribuan mahasiswa melakukan aksi protes sejak 9 April 2019. Mereka menuntut izin itu dicabut lantaran sebagian areal tambang berada di kawasan hutan lindung.

Sebelumnya, sejumlah aksi penolakan juga dilakukan masyarakat setempat, termasuk para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kemilau emas Beutong telah lama menarik perhatian para pemburu emas dari dalam dan luar negeri.

Sebuah berita di koran The Australian yang terbit pada 9 Oktober 2012, bikin geger dunia pertambangan. Penyebabnya adalah isi berita berjudul “Aceh Copper-Gold Find Rivals Bougainville.”

Isi berita itu memuat pengakuan Owen Hegarty, pengusaha pertambangan dari kelompok Tigers Realm Group, perusahaan pertambangan mineral yang berbasis di Melbourne, Australia.

Kata Owen, perusahaannya baru saja menyelesaikan survey temuan kandungan emas-tembaga di Beutong, Nagan Raya. Menurutnya, kandungan tembaga-emas di Beutong cukup besar. Bahkan, ia menyamakannya dengan deposit yang ditemukan di Bouganville Rio Tinto, Papua Nugini.

Dia menyebut kandungan tembaga-emas di Beutong sebagai,”one of the world’s more exciting copper-gold fields (salah satu lahan tambang emas-tembaga menarik di dunia).”

Deposit emas Beutong, kata Owen, akan cocok untuk pertambangan melalui open pit mining atau sistem penambangan terbuka. Ini artinya, penambangan dilakukan dengan membuka lubang besar untuk mengeruk emas. Sistem ini dianggap lebih ekonomis dan lebih cepat daripada menggunakan sistem underground dengan cara menyusur urat-urat titik potensi emas untuk menyusuri lubang-lubang sampai menemukan sumber emasnya.

Berapa sebenarnya kandungan emas-tembaga Beutong? Jawaban Owen sungguh membikin mata terbelalak. “Sumberdaya pertama kami adalah di utara, 500 juta ton dengan kadar tembaga 0,47 persen. Itu tidak buruk,” kata Hegarty.

Owen juga meyakinkan perusahaannya telah cukup dana untuk memulai tahapan penambangan tahun depan. Pernyataan Owen tentang kualitas emas Beutong cukup mengejutkan. Sebab, Bupati Nagan Raya saat itu, Teuku Zulkarnaini, sebelumnya mengatakan hasil eksplorasi emas Beutong Ateuh yang dilakukan Dinas Pertambangan dan Energi Nagan Raya menemukan sebagian besar emas Beutong banyak mengandung tembaga.

Kata Zulkarnaini ketika itu, banyaknya kandungan tembaga dalam deposit emas Beutong tidak menguntungkan karena harga tembaga jauh lebih murah dari emas. Ia juga mengatakan, saat ini di seputaran Beutong sedang dicari ladang-ladang emas murni, tanpa kandungan tembaga.
Namun, Bupati Nagan tak menjelaskan berapa besar kandungan tembaga yang diperoleh pada emas yang diteliti itu.

Kata Teuku Zulkarnaen, sejak tahun 2009 Pemkab Nagan Raya masih menunda pemberian izin eksplorasi tahap kedua untuk sebuah perusahaan asal Jakarta. Penyebabnya, Pemkab Nagan Raya masih mengkaji pasal demi pasal ketentuan baru yang dikeluarkan pemerintah pusat mengenai izin eksplorasi maupun eksploitasi tambang emas.

Menurutnya, izin eksplorasi tambang emas di Beutong Ateuh dikeluarkan Pemkab Nagan Raya pada tahun 2006 untuk masa tiga tahun. Setelah izin berakhir pada 2008 dan ketika hendak diperpanjang lagi, Pemkab Nagan Raya menyatakan saat ini pihaknya harus sangat berhati-hati mengeluarkan izin, mengingat sudah ada aturan terbaru tentang pertambangan emas dan itu perlu waktu untuk mendalaminya.

Eksplorasi adalah istilah pertambangan untuk kegiatan survei, meneliti kandungan, dan kualitas bagian galian. Adapun ekploitasi adalah tahapan produksi pertambangan untuk menghasilkan dan memanfaatkan bahan galian.

Zulkarnaen tak menyebut nama perusahaan dari Jakarta itu. Namun, berdasarkan temuan lembaga antikorupsi Gerak Aceh, izin itu diberikan kepada PT Emas Mineral Murni (PT.EMM). Bernomor 001/X/EMM/05 dan diterbitkan tanggal 13 Oktober 2005, izin itu bernama “Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bahan Galian Emas Primer dan Mineral Pengikutannya.”

Tiga tahun berselang, keluar surat Rekomendasi Kuasa Pertambangan Eksplorasi kepada PT EMM bernomor 545/12161 yang diteken oleh Gubernur Aceh, saat itu dijabat Irwandi Yusuf.

Setelah melewati serangkaian perpanjangan izin, pada 19 Desember 2017, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi komoditas emas dengan luas wilayah 10. 000 Ha yang terletak di lokasi Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah Provinsi Aceh.

Berikutnya, pada 9 Juli 2018, Kementerian ESDM Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menerbitkan Pengumuman Rencana Pemasangan Tanda Batas melalui Surat No:07.Pm/30/DJB/2018 yang ditandatangai oleh Bambang Gatot Aryono, a.n Menteri ESDM Direktur Jenderal Mineral dan Batubara.

Surat Pengumuman ini menjelaskan telah diterbitkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. Emas Mineral Murni melalui Surat Keputusan Kepala BKPM No. 66/1/IUP/PMA/2017. Komoditas Emas DMP denga luas 10.000 Ha dan berlokasi di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah Provinsi Aceh. Disebutkan berdasarkan Pengumuman ini akan dilakukan pemasangan tanda batas pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi pada Juni 2018 sampai September 2018.

Meski sebelumnya mengumumkan temuan cadangan emas raksasa di Beutong, pada Desember 2014, Tigers Realm Copper menjual 40 persen saham miliknya di lahan tambang itu kepada Kalimantan Gold Corporation, perusahaan pemburu tambang emas yang melantai di bursa Toronto, Kanada. Sedangkan sisa 60 persen dimiliki oleh pemilik Media Grup, Surya Paloh. PT Emas Mineral Murni tak lain adalah salah satu perusahaan milik Surya Paloh.

Paloh tak sendirian mendanai PT Emas Mineral Murni. Pada Juni 2018, sebuah perusahaan asal Australia, Asiamet Resources Limited, mengumumkan meningkatkan kepemilikan tidak langsung atas PT EMM. Pengumuman itu bisa diakses di tautan ini.

Chief Executive Officer Asiamet, Peter Bird, ketika itu mengatakan peningkatkan kepemilikan di PT EMM untuk menggarap proyek emas Beutong.

“Perusahaan berusaha terus melaporkan kemajuan di proyek Beutong di tengah eksplorasi. Serta pengembangan lebih lanjut dan meningkatkan momentum di paruh kedua,” kata Bird dalam sebuah keterangan tertulis seperti dilansir dunia-energi.com

Asiamet Resources Limited, awalnya hanya memiliki hak pemilikan 40 persen. Dengan aksi korporasi terbaru itu, hak kepemilikan menjadi 80 persen. Artinya, jatah Asiamet atas cadangan emas dan tembaga Beutong meningkat menjadi 1,92 juta ton tembaga, 1,68 juta ounce emas, dan 16,48 juta ounce perak.

Di sisi lain, akuisisi saham Tigers Realm oleh Kalimantan Gold didapat melalui skema penjualan sebanyak 170,4 juta saham dan 14,6 juta warrant untuk Tigers. Aksi akuisisi itu dituntaskan pada 2015.

Country Manager Kalimantan Gold Mansur Geiger bilang, akuisisi itu tidak dilakukan melalui transaksi pembayaran sejumlah dana, tetapi melalui share swap.

“Ini semacam merger atau gabungan dua perusahaan dan manajemen,” kata Mansur ketika itu kepada Kontan, Minggu (30/11/2014).

Setelah penggabungan ini, kedua perusahaan akan bersama-sama mencari dana sebesar 3 juta dollar AS di pasar modal melalui private placement, oleh pemegang saham lama Kalimantan Gold. Dana hasil private placement tersebut akan digunakan untuk mendanai kegiatan pengeboran dan study metalurgi di wilayah prospek tambang emas.

Pertama, di Beruang Kanan Main Zone (BKM) milik Kalimantan Gold. Kedua, melanjutkan eksplorasi ke eksploitasi di proyek Beutong, Aceh.

Selain itu, Tigers juga akan memberikan pinjaman kepada Kalimantan Gold untuk membiayai due diligence alias uji tuntas, dan membayar biaya private placement. Utang ini akan dibayar kembali setelah dana berhasil diperoleh.

Kata Mansur, langkah merger itu dilakukan untuk mengatasi pasar komoditas emas yang memburuk ditengah penurunan harga emas di pasar internasional. Apalagi saat ini tambang emas milik Kalimantan Gold dan Tiger Realm Copper masih dalam tahap eksplorasi alias belum menghasilkan apa-apa.

Asal tahu saja proyek emas di Beutong memang sangat menjanjikan. Sumberdaya pada proyek Beutong ini diprediksi sebesar 93 juta ton, yang terdiri dari 1,24 miliar pounds tembaga, 373.000 ounces emas, 5,7 juta perak, plus sebanyak 20 juta pounds molibdenum.

Perlu diketahui, Kalimantan Gold bersama Freeport McMoRan Copper & Gold (FCX) pernah membentuk anak usaha bernama PT Kalimantan Surya Kencana. FCX memiliki saham 49 persen di perusahaan ini dan 51 persen dikuasai Kalimantan Gold. Januari 2014, FCX keluar dari proyek kongsi itu karena ingin fokus ke tambang Grasberg Papua.

Dengan perusahaan-perusahaan besar di belakang proyek emas Beutong, akankah tuntutan mahasiswa dan masyarakat terpenuhi? []

Sumber: bizlaw.id


read more
Energi

Tolak Tambang PT EMM, Mahasiswa Aceh Unjuk Rasa di Kantor Gubernur

Banda Aceh – Hampir seribuan mahasiswa lintas universitas di Aceh kembali menggelar demontrasi di kantor Gubernur Aceh, Selasa (9/4). Massa bergerak pukul 10.20 WIB dari Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh menuju ke kantor gubernur yang hanya berjarak 200 meter.

Mahasiswa ini tergabung dalam Koprs Barisan Pemuda Aceh (Koprs-BPA), yang terdiri dari masing-masing perwakilan universitas di Aceh seperti Universitas Syiah Kuala, UIN Arraniry, Universitas Muhammadiyah Aceh, Universitas Serambi Mekkah dan kampus lainnya.

Peserta unjuk rasa mendesak agar Pemerintah Aceh menolak kehadiran perusahaan tambang PT Emas Mineral Murni (EMM) yang beroperasi di dua kabupaten di Aceh, antara lain di Beutong, Nagan Raya dan Pegasing, Aceh Tengah.

Demonstran menilai, aktivitas pertambangan itu akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Peserta juga mencap Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah sebagai pengkhianat jika tidak berdiri bersama rakyat menolak kehadiran PT EMM.

“Jika pemerintah Aceh tidak mengambil sikap untuk mendorong pemerintah pusat mencabut izin EMM, tidak menghentikan itu semua, maka kami rakyat Aceh akan kembali bergejolak, Ini adalah penjajah yang terbaru yang didukung oleh kapitalisme,” kata salah satu orator Teguh Permana lantang, di halaman kantor gubernur Aceh.

Demonstran juga meminta Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah untuk turun dari ruangannya menemui mereka. Namun, Plt tak kunjung hadir. Massa pun mencoba merengsek masuk ke dalam kantor Gubernur. Beberapa saat sempat terjadi dorong-dorongan antara peserta aksi dengan barikade Satpol PP dan anggota Polisi.

“Kami sudah berkali-kali aksi, tapi mana Plt Gubernur, dia harus bertanggung jawab. Kami hanya meminta izin PT EMM dicabut sekarang juga,” ujar salah seorang orator dari atas mobil dengan peranti pengeras suara.

Massa yang semula menggelar aksi damai tersebut sempat terprovokasi untuk merangsek masuk ke dalam kantor Gubernur Aceh. Kata salah satu orator, itu adalah ulah dari provokasi yang ingin mencederai aksi mereka.
“Mundur kawan-kawan… Mundur, jangan terprovokasi,” teriak salah satu korlap aksi.

Peserta kemudian merengsek mundur dan memilih duduk lesehan di beranda kantor gubernur. Untuk menenangkan massa, salah satu peserta naik ke atas mobil melantunkan shalawat badar dan kemudian mengumandangkan azan.

Selanjutnya, salah satu orator perempuan dari universitas Abulyatama, Banda Aceh, Rahmatun Fonna juga menyampaikan orasinya. Dia meminta agar massa tetap tenang dan jangan meninggalkan kantor gubernur.
“Kawan-kawan ini kantor milik kita. Milik rakyat. Jangan mundur. Kita tunggu sampai pak Plt turun,” ucapnya.

Tepat pukul 12.30 WIB massa menghentikan sejenak orasinya. Sebagian memilih berteduh di halaman kantor gubernur.

Beberapa massa mahasiswa yang lain, kemudian bergerak ke papan nama kantor orang Gubernur di Aceh. Mereka memasang spanduk di sana dengan tulisan “Kantor Ini Di Segel”.

Unjuk Rasa di Takengon
Sebelumnya pada hari Senin (8/4/2019) juga berlangsung unjuk rasa menentang kehadiran perusahaan tambang di Takengon Aceh Tengah. Pengunjuk rasa yang terdiri dari masyarakat Aceh Tengah menentang kehadiran perusahaan tambang PT Linge Mineral Rosource di Gayo, Aceh Tengah. Demonstran dan petugas keamanan terlibat saling dorong sehingga mengakibatkan satu orang pengujuk rasa terluka.

Demonstran menentang perusahaan tambang di Takengon | Foto: rencongpost.com

Kejadian bentrokan tersebut antara pengunjuk rasa dengan aparat kepolisian terjadi di depan gedung DPRK Aceh Tengah. Aksi massa tolak tambang PT. Linge Mineral Resource di Aceh Tengah merupakan bentuk kesadaran masyarakat akan dampak yang akan terjadi jika tambang beroperasi di daerah mereka.

Luas areal yang diusulkan menjadi daerah tambang sebesar 9.684 ha tentunya akan terjadi dampak yang cukup serius terhadap kondisi ekologis di Aceh Tengah. Terlebih Aceh Tengah merupakan hulu dari berbagai Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada di Aceh.

PT. Linge Mineral Resource mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi pada tahun 2009 dari Bupati Aceh Tengah dengan nomor 530/2296/IUP-Eksplorasi/2009 dengan luas area 98.143 ha. Kemudian pada tahun 2019 PT. Linge Mineral Resource akan menyusun AMDAL untuk mendapatkan Izin Lingkungan dengan area yang diusulkan 9.684 ha berlokasi di Proyek Abong, Des Lumut, Desa Linge, Desa Owaq, dan desa Penarun, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, dengan target produksi 800.000 ton/tahun omoditas Emas dan turunannya.

Sumber: rencongpost.com

read more
Energi

WALHI Sampaikan Kesimpulan pada Sidang Gugatan Izin Tambang PT. EMM

Jakarta – WALHI Aceh mengajukan kesimpulan para penggugat dalam sidang lanjutan gugatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT. Emas Mineral Murni (PT. EMM), di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta, pada Kamis (4/4/2019) melalui kuasa hukumnya.

WALHI Aceh bersama warga telah menyampaikan 63 bukti surat, seperti surat keputusan DPR Aceh nomor 29/DPRA/2018 yang menyatakan bahwa IUP Operasi Produksi PT. EMM bertentangan dengan kewenangan Aceh, dan meminta kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI untuk mencabutnya/membatalkan izin tersebut. Kemudian surat Komite Peralihan Aceh (KPA) Nagan Raya dan KPA Aceh Barat yang menyatakan dengan tegas menolak PT. EMM, surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyatakan PT. EMM tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), surat pernyataan tolak tambang PT. EMM oleh anggota DPD asal Aceh, petisi tolak tambang PT. EMM yang telah ditandatangani oleh berbagai komponen masyarakat di Aceh, surat pernyataan dan bantahan dari masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, dan berbagai bukti surat lainnya termasuk surat pernyataan tolak tambang dari murid SD yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia.

Sampai pada agenda sidang kesimpulan, WALHI Aceh telah menghadirkan tiga orang saksi fakta dari perwakilan masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya. Ketiga warga tersebut bersaksi terkait kondisi sosial budaya, dampak tambang PT. EMM pada saat kegiatan eksplorasi, kondisi faktual di lapangan, ancaman tambang terhadap sumber kehidupan masyarakat, situs sejarah, lahan pertanian/perkebunan, pendidikan dan kesehatan, dan terkait PT. EMM yang tidak melakukan sosialisasi kegiatan tambang kepada masyarakat.

Selain saksi fakta dari masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, dalam sidang gugatan izin PT. EMM juga hadir Ketua Komisi II DPR Aceh Nuruzzahri, yang bersaksi terkait kewenangan Aceh berdasarkan Undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Ketua Komisi II juga memberikan kesaksian terkait proses paripurna khusus DPR Aceh yang memutuskan menolak izin PT. EMM, selain itu juga menceritakan kepada majelis hakim terkait sejarah konflik GAM dengan RI dimana salah satu faktor penyebabnya terkait pengelolaan sumber daya alam yang tidak adil di Aceh.

WALHI Aceh menghadirkan saksi ahli, Ade Widya Isharyati, S.ST.,M.Eng yang merupakan ahli lingkungan hidup dari Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh.

Kemudian, dalam kesimpulan para penggugat juga memasukan keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh pihak tergugat dan tergugat II intervensi yang mendukung gugatan para penggugat, seperti saksi Samsuar, S.Pd, yaitu Geuchik Gampong Blang Meurandeh yg dihadirkan oleh PT. EMM, namun dalam satu pernyataannya menyebutkan “bahwa bila makam para Ulama dirusak, maka ia yang akan pertama kali mati, melawan pertambangan.”

Begitu pula Samsuar menyampaikan bahwa sejak tahun 2013 telah terjadi penolakan PT. EMM dari masyarakat, dan dia juga ikut menandatangani petisi tolak tambang PT. EMM. Kemudian keterangan ahli tergugat II intervensi, Dr. Tri Haryati, S.H., M.H, dan DR. Halikul Khairi. Khusus untuk keterangan ahli Halikul Khairi, keterangannya menyatakan tentang mikro dan makro kewenangan berdasarkan UU 23/2014 dan UU 11/2006, bahkan menyatakan bahwa Pasal 156 dan Pasal 165 merupakan kewenangan makro, sehingga yang digunakan adalah UU 23/2014 bukan UUPA. Walau pernyataannya diluar teori dan ketentuannya, kami juga memaklumi bahwa ia adalah Ahli yg dihadirkan oleh PT. EMM.

Kesimpulan utama dari seluruh pembuktian adalah, tentang kewenangan Aceh berdasarkan UUPA yang tidak boleh dikurangi atau dikangkangi oleh siapapun termasuk BKPM. Kedua, tentang Konsultasi dan Pertimbangan Gubernur dan DPRA sebagai wujud pemenuhan ketentuan PP 3/2015, kebenaran tidak memperoleh keputusan apapun dari Kabupaten Aceh Tengah, sedangkan Aceh Tengah masuk ke dalam areal pertambangan, penolak masyarakat, LSM, dan pihak-pihak lainnya yang membuktikan tidak adanya keterlibatan masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup dalam penyusunan dan persetujuan baik Amdal, Izin Lingkungan dan lainnya, sampai dengan persoalan administratif yg dirangkum dalam sebelum dan setelah penerbitan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.

Intinya terdapat setidaknya 19 item Kesimpulan yang telah disampaikan dan terbukti berdasarkan ketentuan dan bukti-bukti yang telah disampaikan terdahulu.

Kuasa Hukum dalam akhir sidang menyampaikan kepada Majelis Hakim, “Bahwa rezim hidrokabon yang berada di Aceh Utara, Provinsi Aceh juga telah gagal menjawab kemakmuran bagi rakyat, walau telah puluhan tahun melakukan penambangan, penggalian dan pengrusakan terhadap alam.”

“Jika mereka yang menyatakan menambang akan menghasilkan devisa dan menambah pendapatan negara, pertanyaannya adalah apakah dengan tidak menambang negara akan dirugikan?”

Tidak ada uang yang cukup untuk memperbaiki kerusakan yang akan timbul dari ulah pertambangan, biarlah rakyat hidup bahagia, aman, nyaman di tanah airnya sendiri, dan cukuplah pusat membuat kekacauan di tanoh Aceh, tanoh para aulia dan syuhada, yang rela menyumbang harta, tenaga bahkan jiwa, melawan Belanda demi mencapai satu tujuan utama yaitu “Kemerdekaan Republik Indonesia”.

WALHI hari ini mewakili warga Aceh berjuang melawan penjajahan model baru, mengajak seluruh masyarakat Aceh untuk berdoa dan mendukung tujuan bersama ini, agar majelis hakim harus melihat bahwa tujuan kita bukan harta, tetapi tanoh Aceh sebagai tanoh para ulama, syuhada dan aulia harus tetap dijaga agar tetap terselamatkan dari tangan-tangan yang akan merusak bumi Aceh.

Sidang putusan akan dilaksanakan pada 11 April 2019 di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Timur. Demikian siaran pers disampaikan oleh Direktur Walhi Aceh , M. Nur.[]

read more
Pejuang Lingkungan

Makam Syuhada di Zona Tambang Emas Beutong

Nagan Raya – Pria paruh baya itu tampak semangat mengikuti pelatihan jurnalisme warga di Beutong Ateuh, Nagan Raya. Meskipun usia di ujung senja, minat untuk belajar menggebu.

Dia itu Tgk Diwa Laksana, usianya 60 tahun menjadi peserta pertama hadir dalam ruangan beberapa waktu lalu. Rambutnya yang beruban, jenggot terburai. Dialah sosok garda terdepan menolak perusahaan tambang emas PT Emas Mineral Murni (PT EMM) di tanah kelahirannya.

Pelatihan menulis berita ini digagas oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Forum Jurnalis Lingkungan (FJL), dan Generasi Beutong Ateuh Banggalang (GBAB). Ini dilakukan agar kampanye penolakan PT EMM bisa lebih masif dengan ada kemampuan menulis.

 “Dengan bisa menulis, saya bisa kampanyekan melawan PT EMM. Terimakasih FJL,” kata Tgk Diwa beberapa waktu lalu.

Kecamatan Beutong Ateuh Benggalang memiliki empat desa, yaitu Babah Suak, Blang Meurandeh, Blang Puuk dan Kuta Teungoh. Keempat gampong ini berada di lembah yang dibatasi sungai. Geografisnya berbukit-bukit, pepohonan yang lebat, cukup subur untuk perkebunan dan pertanian dengan suhu pada malam hari mencapai 17 derajat.

Jarak tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan darat dari pusat kota Kabupaten Nagan Raya. Untuk menuju ke Beutong Ateuh Beunggalang, harus terlebih dahulu melintasi jalan yang berlika-liku, karena harus melintasi pegunungan.

Jalan semua sudah beraspal. Namun tetap harus waspada. Karena jalur yang berliku  dan tikungan patah yang menanjak dan turunan tajam. Cuaca pun sering sekali diselimuti kabut tebal, sehingga jarak pandang terbatas.

Suasana Beutong Ateuh tampak masih asri. Suhu yang sejuk, pepohonan yang masih rimbun. Hamparan perkampungan itu dikelilingi oleh pegunungan dengan pohon yang masih padat.

Tgk Diwa diam sejenak. Mata menatap kosong sembari berucap. “Saya tak ingin generasi kedepan hanya bisa mendengar cerita, sebuah desa dulunya yang padat dengan hutan, terdapat banyak makam syuhada.”

Harapannya generasi kedepan terus bisa menikmati lebatnya hutan dan kekayaan alam di sana. Suhu udara sejuk, tanah subur, tongkat kayu ditanam tumbuh. Air sungai mengalir deras  memiliki ikan khas di sana yaitu Keureulieng.

Jiwa Tgk Diwa yang sudah di ujung senja terus bergolak. Dia khawatir keberadaan PT EMM menghancurkan hutan belantara yang ada di Beutong Ateuh Benggalang.

Semakin dia gelisah, hilangnya kuburan-kuburan para syuhada di dalam hutan belantara Beutong Ateuh Benggalang. Bila perusahaan tambang itu beroperasi, semua kuburan itu dipastikan harus dipindahkan.

Menurutnya, ada 10 kuburan keramat yang dipercaya oleh warga berada di kawasan PT EMM. Salah satunya kuburan Tgk Bantaqiah yang menjadi korban pembantaian aparat keamanan pada masa konflik Aceh dulu.

Ada sejumlah kuburan keramat lainnya yang cukup dihormati oleh warga setempat. Yaitu kuburan Tgk Kali Alue, Tgk Laueh Panah, Tgk Alue Hee, Tgk Trieng Beutong, Tgk Lhok Pawoh, Tgk Diriwat, Tgk Di Tungkop dan Tgk Pakeh.

Beutong Ateuh juga memiliki sejarah perjuangan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beutong Ateuh titik terakhir perjuangan pahlawan nasional Cut Nyak Dhien. Belanda berhasil menangkap istri Tgk Umar ini di Beutong Ateuh.

Bahkan saat ini ada tapak tilas Cut Nyak Dhien di Beutong Ateuh Benggalang. Monumen tempat ditangkapnya Cut Nyak Dhien berada di pinggir sungai, hanya selemparan batu dari lokasi ditangkap pahlawan nasional ini saat Belanda menjajah Indonesia.

“Banyak kuburan para syuhada di sini. Jadi tak boleh PT EMM itu buka tambang emas di sini,” kata Tgk Diwa.

Kecamatan Beutong Ateuh Beunggalang memiliki empat desa dan penduduk 1.800 jiwa. Sumber ekonomi mayoritas berkebun dan pertanian. Keseharian, warga menanam kopi, palawija dan padi di sawah. Tanah yang subur, menjadikan warga di Beutong bisa memenuhi ekonomi mereka keseharian.

“Kami sudah sejahtera, kesejahteraan bagiamana yang hendak mereka (PT EMM) berikan kepada kami,” tukasnya.

Pembukaan tambang di Beutong Ateuh Benggalang sudah direncanakan sejak tahun 2006 lalu. Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi diterbitkan tahun 2006 berdasarkan SK Bupati Nagan Raya Nomor 545/68/KP-EKSPLORASI/2006 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi, diberikan selama 3 (tiga) tahun.

Lalu diperkuat oleh Gubernur Aceh Nomor 545/12161 tanggal 8 Juni 2006 perihal Rekomendasi Kuasa Pertambangan Eksplorasi kepada PT. Emas Mineral Murni.

Pada tahun 2010 dilakukan pembaharuan berdasarkan SK Bupati Nagan Raya Nomor 545/22/SK/IUP-Ekspl/2010 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Kepada PT. Emas Mineral Murni, tertanggal 11 Januari 2010.

Surat gubernur 8 Juni 2006 dan Surat Direktorat Jenderal Minerba, Batubara dan Panas Bumi Nomor 1053/30/DJB/2009 tertanggal 23 maret 2009 perihal Izin Usaha Pertambangan. Lokasi pertambangan di desa Blang Puuk, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya.

Berdasarkan laporan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, pada tahapan ini PT. EMM belum berstatus Penanaman Modal Asing (PMA). Saat itu komposisi saham PT. Indoenergi Platinum sebanyak 248 lembar, dan Toh Seng Hee (Komisaris) sebanyak 2 lembar saham. SK ini berlaku surut mulai tanggal 16 Juni 2006 serta diberikan untuk jangka waktu 7 (tujuh) tahun.

Mulanya pengumuman AMDAL PT EMM tanggal 3 Desember 2012 dengan luas lahan 3.620 hektare berlokasi di Beutong Ateuh Benggalang, Kabupaten Nagan Raya diberikan waktu selama 8 tahun.

Lalu PT. EMM mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi melalui SK Kepala BKPM Nomor 66/1/IUP/PMA/2017 pada tanggal 19 Desember 2017, untuk komoditas emas dengan luas areal 10.000 hektar.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, pada 9 Juli 2018 mengumumkan rencana pemasangan Tanda Batas pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. EMM di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah.

Saat itulah, reaksi penolakan PT EMM kian menggelinding dari masyarakat Beutong Ateuh Benggalang. Tanggal 8 September 2018 seluruh masyarakat menggelar aksi di jembatan Beutong Ateuh Benggalang, Kabupaten Nagan Raya yang difasilitasi oleh Walhi Aceh.

Mereka membentang spanduk menolak kehadiran PT EMM dan tandatangan bersama pada kain putih sebagai bukti penolakan. Setelah itu perjuangan masyarakat Beutong mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Meskipun aksi penolakan ini sudah pernah dilakukan oleh warga tanggal 28 Maret 2013 lalu. Masyarakat kemudian menyurati Bupati Nagan Raya dan Gubernur Aceh untuk menyatakan sikap menolak PT EMM. Surat itu ditandatangani Geuchik (kepala desa) dan tokoh masyarakat empat desa tersebut.

“Sudah sepakat dan sudah membuat sebuah peraturan yang bahwa kami menolak (PT EMM),” ungkap Tgk Diwa.

Hal senada juga diakui oleh Tarmizi, warga Beutong Ateuh Benggalang yang terlibat aktif di GBAB. Organisasi yang dipimpin Zakaria sebagai wadah memperjuangkan penolakan PT EMM.

“Tidak ada warga yang setuju masuk PT EMM ke sini, dengan tegas kami sampaikan bahwa kami menolak,” tukas Tarmizi.

Tarmizi mengaku sudah berusaha berjuang untuk menolak kehadiran PT EMM. Bila pemerintah tak mengubrisnya, dirinya bersama warga lainnya bisa saja terancam terusir dari tanah sendiri.

“Seandainya PT EMM itu jalan, kami gak tau apa yang terjadi. Kami sudah berusaha untuk menolak, itu kami tidak tau apa terjadi nanti,” imbuhnya.

Malik Radin, warga lainnya juga mengkhawatirkan bila PT EMM beroperasi di Beutong Ateuh Benggalang, kualitas air akan berubah. Yang paling dikhawatirkan mengalami kekurangan air untuk kebutuhan konsumsi dan persawahan.

Atas alasan itu pula, Malik Radin mengaku tetap bersikeras untuk menolak keberadaan PT EMM. Selain terancam kekurangan dan tercemar air sungai untuk dikonsumsi warga dan kebutuhan persawahan. Ada juga kuburan yang dipercaya masyarakat keramat, jangan sampai tidak ada lagi jejak setelah perusahaan itu beroperasi.

“Ini yang kami khawatirkan,” jelasnya.

Penolakan proyek tambang disebut-sebut “Freeport Kedua” bakal berdampak negatif. Sebab, sebagian besar lahan yang dipergunakan memakai Hutan Lindung (HL) dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Kedua fungsi hutan ini sangat penting untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat setempat.

Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, ikut juga berdampak terhadap kualitas air dan fisik sungai Krueng Mereubo yang berada sekitar 9 kilometer dari lokasi tambang.

Tak hanya berdampak bagi masyarakat di Beutong Ateuh, tetapi juga beberapa wilayah penyangga lainnya di Kabupaten Nagan Raya, Aceh Barat dan Aceh Tengah. Karena sungai tersebut tersambung dalam beberapa daerah di tiga kabupaten tersebut.

Selain berdampak pada sungai Krueng Meureubo, terdapat juga tiga sub sungai lainnya yang berada dalam area tambang. Ketiga anak sungai itu mengalir air ke sungai Krueng Meureubo.

Sungai Krueng Meureubo menjadi sumber air bagi masyarakat. Selain untuk kebutuhan rumah tangga, juga dipergunakan untuk keperluan air lahan pertanian serta sumber kehidupan lainnya.

Kata M Nur, saap akrap Muhammad Nur, area tambang berdampak terhadap lahan pertanian sawah dan perkebunan masyarakat. Hasil overlay peta Walhi Aceh, terdapat seluas 204,15 ha lahan pertanian sawah yang masuk dalam area izin.

Persoalan lainnya, sesuai dengan RTRW Aceh dan RTRW Kabupaten Nagan Raya, area pertambangan PT EMM merupakan kawasan rawan bencana. Ini diperkuat lagi adanya program Kementerian Sosial RI menetapkan Beutong Ateuh Banggalang sebagai Kampung Siaga Bencana pada tahun 2018.

Akibat adanya PT EMM berdampak besar semakin sempitnya ruang kelola rakyat atas sumber daya hutan yang ada di Beutong Ateuh Benggalang. Bisa saja wilayah perkebunan warga yang dikelola secara mandiri terancam tak lagi bisa dipergunakan setelah tambang emas beroperasi.

“Berdampak terjadinya bencana ekologis seperti banjir dan longsor,” kata M Nur.

Kawasan hutan Beutong Ateuh Benggalang juga merupakan koridor satwa kunci di Aceh. Seperti Gajah, Harimau, Badak dan burung Rangkong. Bila PT EMM beropasi, konflik sawat dengan manusia bakal terjadi. Padahal selama ini warga setempat bisa hidup berdampingan dengan satwa dilindungi ini, tanpa terjadi konflik.

M Nur mengaku, hal paling dikhawatirkan terjadi perubahan fungsi kawasan hutan lindung, perubahan iklim dan hilangnya fungsi paru-paru dunia yang ada di KEL.

Berdasarkan hasil overlay peta oleh Walhi Aceh, area IUP Operasi Produksi 10.000 ha berada di Kecamatan Beutong 21,71 ha, Beutong Ateuh Banggalang 6.259,93, Kabupaten Nagan Raya. Lalu di Kecamatan Peugasing 2.084,81 hektare, Kecamatan Cilala 1.259,74 ha, Kabupaten Aceh Tengah.

Dengan rincian, Hutan Lindung 5.981,87 ha (HL dalam KEL 918,25 ha), APL 3.914,33 ha (APL dalam KEL 343,22 ha). Overlay ini berdasarkan data koordinat yang tersedia pada AMDAL PT. EMM.

Sedangkan Dampak sosial juga bakal terjadi di Beutong Ateuh Benggalang, sebut M Nur. Ia mencontohkan, makam  Raja Beutong di desa Babah Suak, makam Tgk Lhok Pawoh dan makam Tgk Alue Panah (kedua makam ini merupakan makan keramat), hanya 800 meter dari basecamp PT EMM.

Selama ini upaya penolakan PT EMM kurang mendapat respon dari Pemerintah Aceh. Berulang kali mahasiswa bersama warga Beutong Ateuh Benggalang menggelar aksi di kantor Gubernur Aceh. Tak pernah sama sekali Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menemui mereka.

Bahkan sangking kecewanya. Pada aksi Senin (10/12) depan kantor Gubernur Aceh, peserta aksi sempat salatkan jenazah pocong boneka yang dipasangi foto Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Hingga sekarang Nova Iriansyah belum memberikan sinyal positif menolak PT EMM.

Aksi serupa juga dilakukan Kamis (28/3) lalu di kantor Gubernur Aceh. Ratusan mahasiswa menggeruduk kantor itu. lagi-lagi mahasiswa dibikin kecewa oleh Nova Iriansyah, selalu Plt Gubernur Aceh.

Setelah ditunggu-tunggu oleh peserta aksi. Plt Gubernur Aceh tak mau hadir langsung di depan peserta aksi. Hanya Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Mahdi Nur yang hadir.

Saat itu Mahdi Nur juga tidak memberikan respon positif. Dia mengungkapkan perizinan PT EMM sudah sesuai aturan yang berlaku. Semua keputusan berada di tingkat kementerian. Gubernur Aceh tidak bisa mencabut izin perusahaan tersebut.

“Kita gak bisa mencabut izin, kalau kita cabut bisa saja mereka menggugat kita lagi. Karena mereka sudah sesuai dengan aturan yang berlaku,” ungkapnya.

Proyek tambang disebut-sebut “Freeport Kedua” di Indonesia ini masih berada di Beutong Ateuh Benggalang. Arus penolakan dari warga masih terus menggelinding. [Acal]

read more
Energi

Masyarakat Beutong Minta Anggota Dewan Ikut Tolak Tambang

Nagan Raya – Masyarakat Beutong Ateuh Banggalang yang tergabung dalam Ormas Generasi Beutong Ateuh Banggalang (GBAB) mempertanyakan keberadaan wakil rakyat yang sampai hari ini belum memberikan kontribusi terkait penolakan tambang PT. Emas Mineral Murni (EMM). Ada 25 orang anggota DPRK Nagan Raya, 8 orang anggota DPRA Dapil 3 Aceh, serta ada 6 orang anggota DPR RI dari dapil 2 Aceh. Kemana mereka, kenapa tidak bersuara membela kepentingan rakyat yang ada di Beutong Ateuh Banggalang. Ketua GBAB, Zakaria, mempertanyakan hal ini Minggu (30/9/2019).

Menurut Zakaria, dari 8 anggota DPRA tersebut, 5 orang diantaranya adalah berasal dari Nagan Raya. “Kemana mereka? Persoalan tambang PT EMM tidak hanya persoalan Beutong Ateuh Banggalang, tapi hari ini sudah menjadi persoalan Aceh dan dunia,”ujar Zakaria.

Seharusnya, wakil rakyat yang saat kampanye lantang berjanji menyuarakan kepentingan rakyat, tidak diam. Sama halnya bagi anggota DPR RI dari Aceh, perjuangkan kepentingan rakyat.

“Para wakil rakyat yang terhormat, perlu anda tahu bahwa 10.000 ha tanah di Beutong Ateuh Banggalang telah diambil oleh perusahaan asing. Makam aulia, situs sejarah, makam ulama dan syuhada akan hilang bersama lobang tambang. Kami akan menerima berbagai dampak, bencana longsor, banjir, kekeringan, gangguan kesehatan, pencemaran, dan berbagai dampak lingkungan lainnya,”jelas Zakaria kembali.

Seharusnya para wakil rakyat dari berbagai tingkatan tidak diam, akan tetapi berada dalam satu barisan perjuangan kami dalam Menolak tambang PT EMM. Jika itu tidak dilakukan, maka kami atas nama masyarakat Beutong Ateuh Banggalang memberikan mosi tak percaya kepada semua anggota DPRK Nagan Raya, anggota DPRA Dapil 3 Aceh, dan anggota DPR RI Dapil 2 Aceh.[rel]

 

 

read more
Ragam

Masyarakat Menolak Tanah Para Syuhada Menjadi Tambang Emas

Banda Aceh, FJL – PT PT Emas Mineral Murni akan melakukan eksploitasi tambang dengan luas 10.000 Hektare, atau dua kali luas wilayah kota Banda Aceh, mencakup dua kabupaten, yakni kabupaten Nagan Raya dan kabupaten Aceh Tengah. Masyarakat Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, kabupaten Nagan Raya, Aceh, menolak operasi tambang yang dilakukan  PT. EMM di kecamatan tersebut.

Penolakan tersebut disampaikan oleh Tengku Diwa Laksana perwakilan masyarakat kecamatan Betong Ateuh, dalam diskusi Izin Tambang Asing di Aceh dan Kewenangan Pemerintah Lokal, yang digagas Forum Jurnalis Peduli Lingkungan.

Tgk Diwa mengatakan, masyarakat Beutong dengan tegas menolak tambang di wilayahnya, selain merusak alam, wilayah yang dianggap sebagai daerah penuh sejarah Aceh itu, juga akan rusak.

PT EMM merupakan perusahaan tambang dengan pemegang saham Beutong Resources Pte. Ltd Rp.4.000.000.000 (Singapura) dan PT. Media Mining Resources (Indonesia).

“Beutong Ateuh tempat perjuangan terakhir Cut Nyak Dhien, tempat disemayamnya para syuhada, juga kawasan paru2 dunia, juga berbagai kekayaan ekosistem, kami tidak mau itu rusak,” Kata Diwa Laksana, Jumat (28/9/2018).

Dirinya mengaku, masyarakat tidak mengetahui pasti PT EMM kapan masuk dan melakukan eksploitasi di wiayah tersebut, warga desa juga tidak mendapatkan informasi dari pemerintah, soal ijin tambang yang sudah di keluarkan.

Dirinya menegaskan, jika pihak perusahaan terus lakukan aktifitas yang diprediksi akan mengakibatkan bencana, sehingga kami masyarakat semua bergerak menolak tambang tersebut.

Saat ini, pihak perusahaan sudah melakukan ekplositasi tambang dan berdampak penggusuran dua desa, yaitu desa Blang Puuk, dan desa Blang Meurandeh. Warga memperkirakan jika 10.000 hektar tambang di eksploitasi, maka tiga desa lainnya juga akan berdampak pada penggusuran, yaitu desa Kuta Teungoh, Babah Suak, dan desa Persiapan Pintu Angin.

“Kalau Jadi 10.000 hektare, lima desa akan digusur, nasib kami seperti apa?” terang Diwa Laksana.

Sementara itu, Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, menyampaikan dukungan nya terhadap penghentian ijin tambang yang selama ini diperjuangkan warga Beutong Ateuh.[rel]

read more