close

semen

EnergiKebijakan Lingkungan

Hakim PTUN Tolak Gugatan Aktivis Lingkungan terhadap Izin Pabrik Semen

Tanggal 8 Februari 2018 Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) memasukan gugatan kepada Bupati Aceh Tamiang terkait dengan Keputusan Bupati Aceh Tamiang Nomor : 05 Tahun 2017 Tentang Perubahan Izin Lingkungan Rencana Kegiatan Industri Semen Kapasitas Produksi 10.000 ton/hari Klinker di Kampung Kaloy Kecamatan Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh oleh PT. Tripa Semen Aceh.

Menurut HAkA Keputusan Bupati tersebut tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten Aceh Tamiang dan berpotensi merusak Kawasan Lindung Geologis/Kawasan Karst.

Hari ini, Rabu (15/8/2018) bertempat di PTUN Banda Aceh Majelis Hakim yang diketuai Hujja Tulhaq, SH,MH dengan hakim anggota Miftah Sa’ad Caniago, SH,MH dan Rahmad Tobrani, SH, akan membacakan putusannya.

Sementaraa HAkA sendiri diwakili oleh pengacaranya yaitu Nurul Ikhsan, SH, Harli SH, Jehalim Bangun, SH, Askhalani, S.Hi dan Wahyu Pratama, SH.

Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negeri Banda Aceh menolak gugatan yang diajukan oleh HAkA terkait diterbitkannya izin lingkungan tentang rencana kegiatan industri semen PT Tripa Semen Aceh (PT.TSA), Kampung Kaloy, Kabupaten Aceh Tamiang. Hakim beralasan Pemkab Aceh Tamiang berhak mengeluarkan izin tersebut.

Putusan Majelis Hakim yang menolak gugatan ini, menurut Koordinator Tim Pengacara Yayasan HAkA, Nurul Ikhsan, SH, tidak sesuai dengan dalil-dalil yang disampaikan HAkA dalam gugatannya atas beberapa pertimbangan pokok.

”Dalam surat gugatan kami mendalilkan bahwa Keputusan Bupati Nomor 05 Tahun 2017 Tentang Perubahan Izin Lingkungan Rencana Kegiatan Industri Semen PT.TSA Klinker bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, “ tegas Nurul Ihksan.

Peraturan yang bertentangan, kata Nurul Ihksan, misalnya, Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 14 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2012-2032. HAkA akan mengajukan banding atas putusan tersebut.

Dalam RTRW Kabupaten Aceh Tamiang, lanjut Nurul Ikhsan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang secara jelas dan tegas menetapkan bahwa Kecamatan Tamiang Hulu adalah Kawasan Cagar Alam Geologi sebagai bagian dari Kawasan Lindung Geologi berupa Kawasan Karst Kabupaten Aceh Tamiang.

Pemerintah menetapkan secara hukum Kawasan tersebut, sebagai kawasan Rawan Bencana. Karena itu, jelas Kawasan Tamiang Hulu tidak diperuntukan sebagai kawasan industri besar apalagi tambang.

Sebagai tambahan, majelis hakim dalam putusannya, juga tidak mempertimbangkan aspirasi masyarakat, sebab sejak awal diterbitkan izin lingkungan PT.TSA, aktivis Yayasan HAkA, aktivis lingkungan, dan masyarakat telah menyampaikan penolakan atas Izin PT.TSA karena rencana kegiatan industri semen dengan kapasitas produksi 10.000 metrik ton per-hari berpotensi merusak kawasan bentang alam karst, yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung geologis;

Dengan ditolaknya gugatan tersebut, menurut Ihksan, tidaklah merupakan kekalahan aktivis HAkA semata akan tetapi merupakan kekalahan masyarakat umum di dalam penyelamatan/pelestarian lingkungan hidup sebab kawasan bentang alam karst itu memiliki fungsi vital sebagai benteng alami untuk mencegah terjadinya bencana alam.

Staf HAkA, Badrul Irfan menambahkan, Kawasan Bentang Alam Karst Kaloy ,memiliki keindahan alam yang sangat mempesona dengan keberadaan beberapa dan sungai bawa tanah sehingga sangat cocok dikembangkan sebagai tempat pariwisata, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga pantas dikonservasi. Bukannya malah dihancurkan menjadi kawasan pertambangan yang bisa merusak alam dan mengancam habitat satwa liar.

 

 

read more
Kebijakan Lingkungan

JKMA : Pabrik Semen Harus Publikasi Daftar Lahan yang Dibeli

Fenomena konflik pembangunan pabrik semen di Kabupaten Pidie tidak boleh dibiarkan terus berlarut karena dapat mengganggu kehidupan masyarakat umum di sekitar konsesi.  Permasalahan ganti rugi lahan yang mengemuka ini dipastikan timbul karena proses ganti rugi yang tidak transparan dan tidak akuntabel.

Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh wilayah Pidie menilai proses ganti rugi yang dilakukan di masyarakat seharusnya diikuti dengan penyampaian informasi yang benar dengan menggunakan FPIC (Free, Proir, Informed, Consent) untuk menghindari pola pembodohan masyarakat demi memperoleh akselerasi proses dan keuntungan perusahaan.

Dari informasi masyarakat diperoleh bahwa proses ganti rugi yang dilakukan perusahaan terkesan ditutup tutupi, perusahaan juga menggunakan aparat Keamanan  bersama mereka setiap melakukan komunikasi terkait ganti rugi lahan, hal ini menurut JKMA wilayah Pidie secara psikologis sangat menekan masyarakat karena history konflik (GAM-RI) yang pernah mereka alami sehingga masyarakat tidak dapat berpikir dengan tenang.

Untuk memperoleh penyelesaian yang adil, Pemerintah Pidie diminta memfasilitasi penyelesaian konflik dan mengikutsertakan seluruh elemen masyarakat dan masyarakat adat agar penyelesaian konflik memiliki nilai monumental  untuk menghindari intimidasi dan penutupan informasi kepada masyarakat luas.

Selanjutnya JKMA wilayah Pidie meminta perusahaan PT Samana Citra Agung untuk menunjukkan data pembebasan lahan yang telah dilakukan bersama masyarakat dan bersedia membandingkan dengan data yang dimiliki  BPN  terkait kepemilikan lahan di sekitar konsesi PT Samana Citra Agung.

JKMA wilayah Pidie sangat mengapresiasi gerakan yang sudah dibangun oleh masyarakat Laweung dan Batee  yang meminta perusahaan untuk transparan dalam proses perizinan dan pembebasan lahan yang di lakukan oleh PT SCA, dan bila perusahaan memiliki indikasi melakukan pelanggaran maka JKMA meminta pemerintah untuk menindak sesuai dengan peraturan yang berlaku bahkan pencabutan izin.

Pengelolaan sumber daya alam Pidie secara arif dan bertanggung jawab diharapkan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan generasi penerus Pidie dan sebaliknya jika di dikelola secara tidak bertanggung jawab maka akan mewarisi dampak bencana berkepanjangan dan konflik.

Demikian siaran pers yang disampaikan oleh JKMA Pidie, Mukhtar. [rel]

read more