close

sinabung

Kebijakan Lingkungan

Aktivitas Gunung Slamet Masih Normal

Pakar Vulkanologi, Surono, mengatakan bahwa aktivitas yang ditunjukkan Gunung Slamet di Jawa Tengah masih tergolong biasa sebagai gunung api. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu panik.

“Itu aktivitas yang normal. Tidak ada keterkaitan antara gunung api satu dengan lainnya. Kalau memang berkaitan, mengapa Gunung Kelud tidak menularkan aktivitasnya ke Gunung Bromo yang lebih dekat,” kata Surono dihubungi di Jakarta, Rabu (12/3/2014).

Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu mengatakan, publik dan media massa tidak perlu mengaitkan aktivitas gunung api satu dengan yang lain yang bisa menimbulkan kecemasan di masyarakat.

Terkait dengan catatan aktivitas Gunung Slamet, Surono kembali menegaskan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan terhadap gunung api tersebut. Selama ini, aktivitas gunung tersebut relatif kecil karena hanya mengeluarkan material asap dan abu tanpa ada peningkatan panas atau lava. Catatan aktivitas Gunung Slamet masih di bawah Gunung Merapi yang ada di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meningkatkan status Gunung Slamet, yang berada di wilayah Pemalang, Banyumas, Brebes, Tegal dan Purbalingga, dari level I atau normal menjadi level II atau waspada pada Senin (10/3) pukul 21.00 WIB.

Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Pengendalian Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, aktivitas kegempaan yang disebabkan aktivitas Gunung Slamet sudah berlangsung sejak Minggu (2/3/2014) dan terasa di lima kabupaten di sekitar gunung tersebut.

“PVMBG dan BNPB merekomendasikan masyarakat, wisatawan dan pendaki gunung tetap tenang. Namun tidak beraktivitas dalam radius dua kilometer dari kawah Gunung Slamet,” kata Sutopo.

Sumber: NGI/kompas

read more
Ragam

Jaga Keseimbangan Agar Terhindar dari Bencana

Tokoh agama asal India, Brahmarsi A, Sounderarajan Swamy, sarankan masyarakat Indonesia agar dapat terus menjaga keseimbangan kehidupan dengan alam. Semua dilakukan agar bangsa Indonesia dapat terhindar dari musibah bencana.

“Ketidakseimbangan alam juga karena kesalahan manusia dalam mengelola kehidupan yang berhubungan dengan alam,” kata Sounderarajan, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/2/2014).

Diungkapkan, berdasarkan pengamatan meditasi yang telah dilakukan, diketahui masyarakat Indonesia kurang menjalani kehidupan yang seimbang dengan alam. Akibatnya, seolah musibah bencana alam terus berdatangan silih berganti tiada henti.

Guru besar Hindu India itu mencontohkan, peristiwa bencana seperti banjir di Jakarta atau Manado. Serta beberapa kota lainnya di Indonesia disebabkan pemerintah yang tidak mampu mengelola tata ruang kota dan kegiatan tebang pohon tanpa izin.

Dijelaskan, Indonesia saat ini membutuhkan seorang pemimpin yang peduli terhadap pelestarian alam lingkungan. Menurutnya, kegiatan meditasi yang dilakukan tidak hanya terpaku dilakukan penganut Hindu. Namun kerap diikuti umat agama lainnya untuk meningkatkan konsentrasi dan kesadaran spiritual yang dikombinasikan dengan gerakan yoga.

Tidak hanya masyarakat di Indonesia, Souderarajan yang datang ke Indonesia dalam rangka menjalani kegiatan keagamaan, juga mengingatkan umat manusia dan pemimpin di dunia agar tetap menjaga keseimbangan dan mengelola alam.

Sumber: beritasatu

read more
Ragam

Letusan Kelud Lenyapkan Gunung Gajah Mungkur

Akibat erupsi yang super dahsyat pada Kamis (13/2/2014) pukul 22.50 WIB, Gunung Gajah Mungkur yang selama berabad-abad menemani Gunung Kelud, kini hanya tinggal kenangan saja. Gajah Mungkur hancur dan tak bisa disaksikan lagi dan bekasnya menyebar ke seluruh tanah Jawa berupa abu vulkanik.

Gajah Mungkur merupakan salah satu puncak yang berada di sisi Gunung Kelud. Selain Gajah Mungkur, yakni Gunung Sumbing yang masih berdiri kokoh.

“Kondisi Gunung Gajah Mungkur bisa dipastikan hancur bersama erupsi kemarin, sebab pandangan mata secara visual dari pos pantau tak dapat disaksikan lagi,” kata Kabid Pengamatan dan Penyelidikan Gunung Api PVMBG Bandung, Gede Suantika di Pos Pantau Gunung Kelud, Minggu (16/2).

Seperti diketahui, Gunung Kelud termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif. Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia.

Sejak tahun 1300 Masehi seperti tercatat dalam Kitab Negara Kertagama yang mengisahkan Kerajaan Majapahit Karya Mpu Prapanca, gunung yang dulunya bernama Kampud ini pernah mengalami erupsi hebat sekitar 8 tahun awal pemerintahan Majapahit sekitar abad ke-13.

Gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.

Sumber: TGJ/merdeka

read more
Flora Fauna

ProFauna Kirim Tim Penyelamat Ternak Korban Kelud

Lembaga konservasi satwa liar dan hutan, ProFauna Indonesia mengirimkan tim penyelamat satwa ke sekitar kawasan korban bencana erupsi Gunung Kelud yang ada di Kecamatan Ngantang dan Kasembon.

“Tim berjumlah lima orang sudah diberangkatkan sejak Jumat dini hari, untuk melakukan pengecekan dan memastikan kondisi satwa atau ternak yang ditinggalkan pemiliknya karena mengungsi,” kata Chairman ProFauna Indonesia, Rosek Nursahid, di Malang, Sabtu.

Rosek menambahkan bahwa sangat dimungkinkan untuk melakukan penambahan personel kalau dibutuhkan lagi. Mulai kemarin, tim masih melakukan penyisiran dan pemantauan ke sejumlah kawasan yang terdampak erupsi Gunung Kelud.

Hasil pantauan sementara, katanya, cukup banyak ternak warga di beberapa desa yang telantar karena ditinggalkan pemiliknya mengungsi. Di beberapa desa ada kambing dan sapi yang telantar karena desanya kosong ditinggal mengungsi, seperti di Ngantang, Kediri, maupun Kasembon.

Namun, tambahnya, belum ada laporan dari tim terkait jumlah ternak milik warga yang terlantar dan perlu dievakuasi.

Setelah terdata, tim yang bertugas akan melakukan tiga hal yaitu memberi makan kepada ternak, melakukan pengobatan terhadap ternak yang sakit, melakukan penandaan (tagging) sesuai pemiliknya, dan mengevakuasi ternak ke tempat aman.

Ia menjelaskan, ternak-ternak yang terlantar, pada umumnya kesulitan mencari makan sendiri, karena sumber pakan mereka rusak terkena abu vulkanik. Selain itu, banyak ternak yang terluka, sehingga harus diobati.

Tim juga disertai dokter hewan, jelas Rosek, namun evakuasi ternak ke tempat yang lebih aman saat ini belum dilakukan karena masih dilakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

“Kami masih melakukan berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menentukan langkah yang harus kami ambil, termasuk menyediakan shelter bagi ternak yang telantar dan kekurangan pasokan pakan tersebut,” tegasnya.

Sumber: antaranews.com

read more
Ragam

Gunung Kelud dan Fenomena Cincin Api

Gunung Kelud adalah satu dari 130 gunung berapi yang masih aktif di Indonesia. Banyaknya jumlah tersebut antara lain dikarenakan jalur cincin api pasifik yang melewati wilayah Indonesia.

Letusan Gunung Kelud yang terakhir terjadi tahun 1990. Saat itu asap dan lava menewaskan lebih dari 30 orang dan ratusan lainnya mengalami luka-luka. Tahun 1919, letusan hebat yang masih terdengar dari kejauhan ratusan kilometer menewaskan 5160 orang.

Di tahun 2014, gunung berapi setinggi 1731 meter ini sudah bergolak sejak beberapa minggu lalu. Kamis (13/02/14), Gunung Kelud akhirnya meletus. Ketinggian semburan abu mencapai hingga 30 km ke udara, yang mengakibatkan jalanan tertutupi abu tebal, 2 hingga 3 cm.

Cincin api
Kelud adalah satu dari 130 gunung berapi yang masih aktif di Indonesia. Secara keseluruhan ada sekitar 400 gunung api di Indonesia. Penyebab banyaknya jumlah gunung berapi antara lain karena Indonesia dilintasi oleh jalur cincin api pasifik.

Kepulauan Indonesia terletak di antara kawasan dengan gelombang seismik paling aktif di dunia, cincin api pasifik, dan sabuk alpide. Cincin api pasifik adalah sabuk gempa bumi terbesar di dunia, karena melewati jalur dari Chile hingga Jepang dan Asia Tenggara.

Di jalur cincin api pasifik ada 40 persen gunung berapi yang masih aktif. Jalur ini berbentuk seperti tapal kuda mengelilingi cekungan samudera pasifik dengan panjang kurang lebih 40.000 km.

Pertemuan lempeng tektonik
Selain berada di jalur cincin api, Indonesia juga dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik. Yakni, lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Jika salah satu lempengan bergerak, maka akan menyebabkan gempa bumi, letusan gunung berapi dan bahkan tsunami.

Menurut penelitian badan survey geologi Amerika Serikat (USGS) sejak tahun 1900 di sepanjang jalur cincin api setiap tahunnya rata-rata terjadi 20 gempa bumi dengan kekuatan lebih dari 7,0 skala Richter.

Gempa bumi besar dengan dampak yang paling parah terjadi 26 Desember 2004 dengan kekuatan 9,3 skala Richter, atau lebih dikenal dengan sebutan bencana Tsunami. Gelombang banjir yang terjadi setelahnya menewaskan lebih dari 220.000 orang. 160.000 di antaranya adalah penduduk provinsi Aceh.

Sumber: dw.de

read more
Ragam

Menyabung Nyawa Demi Selamatkan Hewan

Setiap hari mereka berkeliling zona merah untuk mencari kalau ada hewan yang terlantar atau hewan liar dari hutan yang tersesat. Dalam hujan debu Sinabung, selangkah demi selangkah, kaki mengitari perkampungan yang sepi dari penduduk. Dari kejauhan awan erupsi Gunung Sinabung menggumpal-gumpal seakan hendak membekap daerah sekitar dengan debu panasnya.

Mereka adalah para relawan yang tergabung dalam Animal Rescue, sebuah kegiatan yang diprakarsai oleh lembaga Centre for Orangutan Protection di daerah rawan semburan debu panas Gunung Sinabung, Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara. Sekitar enam orang relawan yang terbagi dalam tiga tim menempati posko sederhana di kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah I-Sumut di Kota Kabanjahe. Salah seorang diantara mereka adalah seorang pemuda berkulit cokelat asal Aceh, Ratno Sugito.

Sampai hari ini, Selasa (4/2/2014) Ratno sudah sepuluh hari berada di daerah zona merah, sebuah kawasan yang ditetapkan berbahaya, berada dalam radius hingga 5 Km dari gunung Sinabung. Namun hingga hari ini Ia belum bisa memastikan sampai kapan berada dibawah guyuran hujan debu.

” Kami disini setiap hari berpatroli mengelilingi kampung-kampung yang sepi ditinggalkan penduduk, memberi makan hewan yang terlantar ditinggalkan pemiliknya. Selain itu kami mengidentifikasi satwa liar yang dilindungi, melakukan operasi penyelamatan atau evakuasi jika menemukan satwa liar bersama BBKSDA,” jelas Ratno.

Tak sedikit tantangan yang mereka hadapi selama menjalankan tugas menyelamatkan satwa. Relawan harus pandai-pandai membaca tanda-tanda alam seperti arah angin agar terhindar dari resiko terkena awan panas gunung Sinabung. Seperti pada kejadian erupsi besar, Minggu (2/2/2014) yang menelan 15 korban jiwa, Ratno menceritakan bahwa posisi mereka saat itu hanya berjarak 2,5 km dari pusat erupsi yaitu di Desa Sigaranggarang.

” Syukurnya arah angin saat itu berlawanan dengan posisi atau hembusan awan panas berlawanan arah. Kami membelakangi arah angin. Kami tidak lari saat itu namun dalam kondisi siaga saja,” cerita Ratno.

Dalam melaksanakan tugasnya relawan dibekali dengan masker dan kacamata untuk menghindari debu. Relawan yang dibagi menjadi tiga tim, masing-masing beranggotakan 2 orang, tak kenal lelah menyusuri daerah bencana. ” Jika keadaan mendukung kami bisa seharian berpatroli namun kalau situasi tak memungkinkan kami segera kembali ke posko,”ujar Ratno.

Relawan bekerja sama dengan tim BBKSDA Wil I Sumut dalam melaksanakan aktivitasnya. Sejauh ini ada beberapa hewan liar yang telah mereka selamatkan bahkan beberapa diantaranya adalah hewan endemik kawasan Sinabung. Hal ini dijelaskan oleh Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Sumut, Edward Sembiring dalam kesempatan yang sama.

Petugas BBKSDA menguburkan kambing liar Sumatera yang ditemukan mati | Foto: COP
Petugas BBKSDA menguburkan kambing liar Sumatera yang ditemukan mati | Foto: COP

Edward mengatakan bahwa posko penyelamatan satwa liar sudah dibuka sejak 17 Januari 2014 lalu di Kantor BBKSDA Kabanjahe. ” Ada beberapa hewan endemik yang kami temukan, diantaranya tiga kambing liar Hutan Sumatera. Yang satu kami temukan dalam kondisi hidup namun akhirnya mati karena infeksi paru-paru yang menyerangnya, hanya 10% berfungsi. Kemudian kambing liar kedua ditemukan dalam keadaan hidup dan kami lepaskan kembali di Tahura Bukit Barisan Sibayak. Seminggu kemudian kami menemukan kambing ketiga yang sudah mati, berbau sehingga tidak bisa diawetkan untuk pendidikan,” jelas Edward.

Wilayah tempat ditemukan satwa liar ini sangat dekat dengan pusat erupsi, sekitar 1-2 km saja. ” Ngeri-ngeri sedap juga, tapi relawan kan sudah rela berkorban. Tapi mereka tetap waspada dengan menghitung arah angin,” kata Edward.

Selain kambing hutan Sumatera, BBKSDA juga menemukan kucing emas, hewan endemik Sinabung namun sayangnya tidak bisa diselamatkan karena mati. Selain itu tim juga berhasil menyelamatkan satwa Trenggiling dari masyarakat. Trenggiling ini kemudian dilepaskan ke Taman Wisata Alam Deleng Lancuk, di Danau Lau Kawar, yang berada di kaki gunung Sinabung, Sumatera Utara.

Menurut Edward, hewan-hewan liar yang masih berada di sekitar Sinabung saat ini adalah hewan liar yang terjebak atau tidak sempat menyelamatkan diri. ” Hewan liar secara naluri, sebelum erupsi terjadi sudah tahu akan terjadi bencana sehingga berpindah menyelamatkan diri. Sedangkan yang tertinggal adalah yang terjebak, apalagi arah angin berubah-ubah,” jelas Edward.

Gunung Sinabung sendiri masih koridor dengan Taman Nasional Gunung Leuser  (TNGL) sehingga diperkirakan hewan-hewan liar banyak yang berpindah ke TNGL. Menurut pengamatan petugas BBKSDA, masih ditemukan jejak hewan liar seperti jejak Harimau Sumatera. ” Jejaknya menandakan Harimau-nya sedang berusaha lari, ini tampak dari ukuran dan bekas cakaran kuku. Daerah ini memang habitat Harimau Sumatera,” ujar Edward.

Ratno kembali bercerita bahwa mereka kekurangan relawan yang memiliki keahlian sebagai dokter hewan. Relawan hanya bisa melakukan pertolongan awal jika ada hewan liar yang terluka atau sakit.

Ntah sampai kapan Sinabung terus mengeluarkan amarahnya. Masyarakat hanya bisa berharap Sinabung segera mereda secepatnya. Saat ini yang bisa dilakukan adalah berdoa dan bersikap waspada. Kenali cuaca, bentang alam, demi keselamatan. ” Kami relawan turut berduka atas timbulnya korban jiwa pada letusan Sinabung kemarin.” kata Ratno mengakhiri percakapan.

read more
Galeri

FOTO: Hujan Abu Sinabung

Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo Sumatera Utara masih saja erupsi mengeluarkan debu panas. Rumah penduduk, rumah ibadah dan lahan pertanian kini tertutup abu tebal dari Sinabung. Masyarakat pun terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Kontributor Greenjournalist.net, Ratno Sugito mengunjungi lokasi terdekat erupsi untuk melakukan koordinasi bantuan.

read more
Flora Fauna

Kambing Gunung Sumatera yang Langka Akhirnya Mati

Kambing gunung sumatera (Capricornis sumatraensis) langka dari Gunung Sinabung yang ditangkap warga akhirnya mati setelah berada di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Hasil pemeriksaan, paru-parunya penuh dengan abu vulkanik.

Dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (18/1/2014), Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, Ristanto menyatakan kambing itu mati sekitar pukul 20.00 WIB di Medan Zoo, pada Jumat 17 Januari kemarin. Sudah sempat dilakukan penanganan, namun kondisi kesehatannya sudah memburuk.

“Sebelumnya, sejak dibawa dari Karo memang kondisinya sudah lemas. Tidak mau makan. Setelah sampai di Medan, sudah dikasih macam-macam, tetapi tak bisa juga bertahan. Akhirnya mati,” kata Ristanto.

Setelah dipastikan kematiannya, petugas kemudian melakukan autopsi. Ternyata di paru-parunya ditemukan banyak abu vulkanik yang bersumber dari letusan Gunung Sinabung. Kondisi inilah yang paling utama menyebabkan kematiannya.

“Kondisinya seperti terkena TBC begitu. Jadi memang sudah parah, karena terpapar abu vulkanik sudah cukup lama,” kata Ristanto.

Kambing gunung sumatera yang biasa disebut warga setempat dengan sebutan beidar ini, ditemukan Jumat siang di lahan pertanian warga di Desa Beras Tepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Diduga hewan ini turun gunung karena sumber makanan maupun sumber air minumnya di hutan sudah tidak ada sebab tertimbun abu vulkanik Gunung Sinabung yang meletus sejak September 2013 hingga hari ini.

BBKSDA Sumut segera membawa binatang itu ke Medan untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan itu merupakan prosedur tetap yang harus dilakukan, sebelum melepasliarkan binatang itu kembali.

“Tempat yang memungkinkan untuk memeriksakan hewan itu di Medan Zoo, maka kita bawa ke sana,” kata Ristanto.

Setelah kematiannya, saat ini satwa endemik di Pulau Sumatera yang tergolong dalam kelompok Appendix 1 itu, dalam proses pengawetan. Nantinya akan menjadi bahan pelajaran, penyuluhan. []

Sumber: tgj/detik.com

read more
1 2
Page 1 of 2