close

sinabung

Flora Fauna

Kambing Hutan Sumatera Langka Turun Gunung

Erupsi Gunungapi Sinabung terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Sumut) masih berlanjut, dan belum menunjukkan penurunan dengan mengeluarkan debu vulkanik dan lava awan panas, serta batu-batu krikil kecil. Tak hanya masyarakat yang tinggal di radius dua hingga tujuh kilometer keluar dari desa mereka. Belum lama ini, masyarakat di kaki gunung melihat jejak kaki beruang, dan harimau Sumatera.

Pada Jumat siang (18/1/2014), masyarakat menemukan kambing hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis), yang keluar dari dalam hutan. Salah satu dugaan awal kambing hutan keluar karena aktivitas gunungapi terus meningkat. Dugaan lain, ketersediaan makanan sudah tidak ada, hingga harus turun gunung. Sebab menurut orang tua yang sudah tinggal turun temurun di desa itu, mereka sama sekali tak pernah melihat kambing hutan.

Kambing hutan Sumatera itu ditemukan sejumlah warga yang tinggal di  Desa Beras Tepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, pada Jumat siang. Kondisi sangat memprihatinkan. Tubuh tampak kurus, dan bagian wajah dan mata sayu. Hewan ini, ditemukan tengah terduduk lemah di belakang rumah warga yang tinggal tidak jauh dari perkebunan.

Jonris Karokaro, seorang warga, awalnya menduga satwa bertanduk ini rusa. Karena kondisi desa mereka sangat sepi ditinggal mengungsi ke Kota Kabanjahe dan Berastagi, ditambah aktivitas perdagangan nyaris tidak ada, membuat sejumlah pemuda yang menjaga desa mereka ingin menyembelih. Namun, sejumlah orang tua melarang, dan memerintahkan satwa ini dibawa ke Kabanjahe.

Menggunakan truk terbuka, kambing berbulu hitam ini dibawa ke kota. Tampak mata begitu tajam dan liar, saat sampai di Kabanjahe, ratusan orang ramai melihat.

Petugas dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), Sumut, yang mendapatkan kabar mengenai temuan satwa ini langsung turun ke Kabupaten Karo bersama tim ahli.  Saat melihat kambing ini, petugas BKSDA terkejut, ternyata kambing hutan Sumatera, yang dianggap sangat langka dan sudah jarang ditemukan.

Istanto, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumut menjelaskan, dari pemeriksaan tubuh menyeluruh,  satwa ini benar Capricornis sumatraensis sumatraensis.

Menurut dia, satwa ini endemik Sumatera, masuk daftar Appendices I, atau sangat langka dan tidak boleh diburu. Satwa ini hanya di hutan tropis Sumatera, dan sangat jarang sekali terlihat. Ia diperkirakan hidup di sekitat Hutan Tahura, di kawasan hutan Kabupaten Langkat, Sumut. “Ketika kita tahu satwa ini sangat langka dan tak boleh dibunuh, langsung kita bawa ke Medan. Kita ambil darah untuk dites memperkuat dugaan kami.”

Sementara waktu kambing dititipkan di Kebun Binatang Medan dan dengan perawatan maksimal. Istanto, menyebutkan satwa ini akan mendapatkan makanan layak dan dirawat sebaik mungkin. “Nanti akan ada serangkaian penelitian mengenai satwa ini.”

Namun dia belum berani memutuskan, apakah akan dilepasliarkan ke hutan atau menjadi penghuni tetap kebun binatang. Satwa ini sangat langka karena penebangan dan perusakan hutan. Kelompok penyelamat dan perlindungan satwa liar menyebutkan, di Sumut, 1990 jumlah kambing ini ditaksir ada 32 ekor, dan hidup di hutan Bukit Barisan, serta kawasan hutan lindung Bukit Batabuh, Riau.

Aktivitas Sinabung
Hingga saat ini, aktivitas Sinabung masih tinggi. Catatan tim pemantau, sejak Sabtu dinihari (18/1/14), terjadi 18 kali  erupsi dengan ketinggian 2.000 meter. Luncuran awan panas masih terjadi dengan daya jangkau 4,5 km ke arah selatan. Windi, tim pengamat pos pemantau Gunung Sinabung, di Tanah Karo, mengatakan, kegempaan masih tinggi terpantau kekuatan gempa 80 Magnitudo.

Tingginya aktivitas Sinabung menyebabkan pengungsi terus bertambah. Hingga saat ini, lebih dari 26 ribu jiwa. Mereka mengungsi di 36 titik pengungsian tersebar di radius 10  kilometer hingga 15 kilometer dari kaki gunung.

Sumber: mongabay.co.id

read more
Flora Fauna

Ditemukan Fosil Pohon Letusan Sinabung 800 Tahun Lalu

Para penambang pasir di kawasan hutan kaki Gunungapi Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, menemukan ratusan batang pohon tertimbun tanah dengan kedalaman 20 meter dari permukaan bumi.  Pohon-pohon ini ini berdiri kokoh dan diperkirakan telah berusia 800 tahun.

Ratusan bahan pohon ini, tampak berwarna hitam bekas terbakar. Para ahli Vulkanologi menduga, bekas bakaran kayu itu, akibat letusan Gunung Sinabung ratusan tahun lalu. Lokasi temuan ini berada di  salah satu lembah, di sebelah anak sungai yang mengalirkan air dari Danau Lau Kawar, menuju bagian sebelah utara kaki Gunung Sinabung. Aliran sungai itu bernama Sungai Lau Borus.

Para penambang pasir, awalnya tidak mengetahui kalau kayu-kayu itu, sisa peninggalan sejarah masa lalu meskipun mereka sudah menambang di sana turun temurun. Anwar Sitepu, penambang pasir, Sabtu (23/11/2013), mengatakan, pasir terus digali dan ditemukan kayu-kayu ukuran besar berdiri kokoh tertimbun pasir.

Dulu, katanya, bangunan rumah dan gedung-gedung, dibuat menggunakan kayu. Lama-lama kayu di hutan menipis, membangun rumah menggunakan semen, batu, dan pasir. “Di sinilah ditemukan kayu-kayu itu. Tertimbun pasir cukup dalam, tapi tak tumbang meski kedalaman berkurang dan saat ini sudah 20 meter, ” katanya.

Ucapan ini dibenarkan Sabar Sembiring, ketua adat di Desa Beras Sitepu. Kala usia muda, dia pernah menambang pasir aliran sungai Danau Lau Kawar. Meskipun menemukan sekitar 100-an pohon batu itu, para penambang tidak merusak atau menghancurkan. Mereka membiarkan kayu-kayu itu.

Hingga kini, kayu-kayu peninggalan sejarah dan cerita ketika Gunung Sinabung meletus di masa silam ini, masih berdiri kokoh. Walau beberapa, tampak tumbang dan terjatuh ke aliran sungai, serta melintang di tengah aliran sungai.

Sembiring menambahkan,  para penambang pasir kebanyakan warga Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Jumlah mereka antara 30-40 orang berusia di atas 20 tahun. Mereka mengeruk pasir, batu, dan kerikil, yang diduga sisa letusan Sinabung. Truk-truk besar mengangkuti meterial-material ini. Sementara Agus Budianto, Kepala Sub Bidang Evaluasi Bencana Gunung Sinabung, membenarkan kalau kayu-kayu sisa terbakar dan tertimbun dalam pasir itu, berusia ratusan tahun. Menurut dia, peneliti dari Badan Geologi Nasional, sudah melakukan analisis dan pengambilan sampel kayu, tahun 2010.

Dari uji sampel, diketahui, kayu yang diperiksa, berusia sekitar 800 tahun. Hasil uji ditemukan dugaan kuat, kayu-kayu itu tertimbun akibat longsor material vulkanik dari letusan Gunung Sinabung. ”Hasil penelitian diketahui usia kayu-kayu itu berusia 800 tahun, tertimbun pasir, dan material vulkanik, ” katanya.

Dia berharap, para penambang pasir tetap menjaga dan tidak menebang atau merusak kayu masa lalu itu. “Itu akan menjadi sejarah nanti. Mudah-mudahan yang ditebang atau dirusak, supaya ada penelitian lebih lanjut soal itu.”

Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, tempat ditemukan kayu-kayu fosil berusia ratusan tahun itu, berada di radius 4,5 kilo meter dari pusat semburan kawah Sinabung. Letak desa ini persis berada di parit yang mengalirkan lava pijar maupun lahar dingin dari puncak gunungapi.

Saat ini, sebagian besar warga desa ini dievakuasi ke pengungsian, karena aktivitas gunung terus meningkat, erupsi terus terjadi, hingga pengungsi bertambah 12.300 jiwa ditampung di 28 lokasi. Meski begitu, puluhan penambang pasir tetap beraktivitas, walau sudah ada larangan. Guna mengantisipasi korban jiwa, TNI-Polri dan tim SAR hingga Sabtu sore terus menyisir lokasi, yang berjarak antara dua sampai 4,5 km dari kaki gunungapi.

Data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sejak September 2013, sedikitnya terjadi 75 kali erupsi. Potensi erupsi masih tinggi ditandai lava pijar, awan panas, dan erupsi freatik-eksplosif. PVMBG melaporkan, deformasi badan gunung mengembang sekitar dua mili meter per hari, hingga masih banyak energi tersimpan di tubuh gunung menjelang erupsi. Seismisitas gunung masih sangat tinggi, statuspun kini Awas IV.

Sumber: NatGeo Indonesia/mongabay.co.id

read more
Ragam

Debu Gunung Sinabung Capai Kota Medan

Aktivitas Gunungapi Sinabung, di Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Sumut), terus meningkat. Statuspun dinaikkan dari Siaga III menjadi Awas IV. Hingga Minggu (24/11/13), muntahan debu dari gunungapi ini sudah mulai menutupi Medan.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Hendrasto, Minggu pagi (24/11/2013), mengatakan status dinaikkan jadi awas IV, karena diduga ada peningkatan intensitas letusan dan diperkirakan meletus lagi. Lontaran material berukuran 3-4 cm pun makin luas mencapai empat kilometer.

Berdasarkan analisis, empat desa harus kosong, yaitu Desa Kutagunggung, Kutarakyat, Sigarang-garang dan Sukanalu. “Masyarakat dengan radius 3-5 kilometer dari kaki Sinabung, segera dievakuasi. Karena lontaran batu vulkanik sudah keluar dan jatuh cukup jauh, ” katanya di Medan. Dari pemantauan di pos pengamatan Gunung Sinabung, sepanjang Sabtu malam hingga Minggu pagi, terjadi delapan kali erupsi.

Putong, Komandan Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung, mengatakan,  setelah kenaikan status,  pihaknya terus evakuasi warga. “Perkiraan awal sekitar 15.000 jiwa yang tinggal di radius lima kilometer harus mengungsi.”

Gunung api Sinabung meletus lagi memuntahkan batu seukuran klereng. Status gunung ini naik dari Siaga III menjadi Awas IV | Foto: Ayat S Karokaro

Menurut dia, tim gabungan penanggulan bencana terus bergerak ke lokasi-lokasi yang dianggap berbahaya. Ada 500 orang terdiri dari TNI, Polri, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Lalu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumut, dibantu instansi di provinsi dan kabupaten, serta relawan.

“Truk untuk evakuasi sepertinya harus ditambah jika ada peningkatan status, atau antisipasi untuk kondisi terburuk. Kebutuhan lain makanan, masker, pakaian, selimut, tikar, makanan bayi, sanitasi, psikososial, dan layanan kesehatan.”

Kenaikan status ini menyebabkan warga desa yang diungsikan di atas radius lima kilometer, jumlah pengungsi terus bertambah. Hingga 24 November 2013, pengungsi di 20 titik sekitar 12.300 jiwa.

Sepanjang Sabtu malam (23/11/2013) hingga Minggu pagi (24/11/13), Gunungapi Sinabung, meletus delapan kali. Letusan ini, menyebabkan debu vulkanik dan lahar dingin serta awan panas. Bahkan, angin yang kencang, membawa debu vulkanik sampai ke Deli Serdang dan Medan.

Tampak debu vulkanik berwarna puti, jatuh ke rumah warga dan pepohonan. Kabut tebal. Kaca mobil di jalanan, dan pohon-pohon di Kota Medan, tertutup debu warna putih. Libur akhir pekan ini, masyarakat memilih istirahat di rumah.”Debu tebal sekali. Bahayakan kalau terhirup, bisa terserang penyakit saluran pernapasan,”  kata warga Medan, Juni Cintya Borotan.

“Kita sudah siapkan masker dan membagikan ke pengguna jalan yang melintas Medan dan bagi siapa saja yang membutuhkan, ” kata Asren Nasution, Kepala BNPB Sumut.  Dia berharap, warga Medan, mulai waspada, dan disarankan memilih tinggal di dalam rumah.

Meskipun debu di dua daerah ini tak begitu menganggu, namun Minggu pagi, sejumlah maskapai penerbangan di Bandara Kuala Namu International Airport (KNIA) Deli Serdang, sempat menunda penerbangan. Menjelang siang, penerbangan mulai normal.

Sumber: mongabay.co.id

read more
1 2
Page 2 of 2