close

sungai

Ragam

Warga Aceh Dihebohkan dengan Munculnya Sungai Baru

Sebuah sebuah fenomena alam yang unik membuat warga Kecamatan Lhoksukon, Baktiya, dan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara tercengang dan heboh. Kabar ini menjadi topik hangat perbincangan warga semenjak munculnya fenomena sebuah sungai baru pada 26 Desember 2014 lalu. Sebelumnya di sungai baru yang belum bernama ini adalah daerah rawa-rawa gambut.

Isu unik ini terus menyebar hingga membuat banyak warga yang berkunjung untuk melihat langsung fenomena yang langka tersebut. Chairul Sya’ban, wartawan greenjournalist.net, Sabtu (16/0/2015) turun ke lokasi untuk menyaksikan lfenomena ini.

Perjalanan menuju sungai baru di Lhoksukon | Foto: Chairul Sya'ban
Perjalanan menuju sungai baru di Lhoksukon | Foto: Chairul Sya’ban

Jalan perbukitan berbatu membuat saya nyaris terperosok berkali-kali ke lubang yang bertaburan. Rawa yang diperkirakan dengan luas sepuluh hektare itu terletak di sebelah perbukitan dan jauh dari pemukiman penduduk. Untuk sampai dilokasi, butuh waktu dua jam. Sungai baru ini masuk wilayah Gampong Cinta Makmur Unit Enam, Buket Hagu Lhoksukon, Aceh Utara.

Beberapa warga mendampingi perjalanan saya menuju lokasi rawa yang jadi sungai. Jalan berbatu, licin, dan perbukitan harus dilalui dengan ekstra hati-hati demi sampai ke tujuan dengan selamat.

Setelah memakan waktu hingga satu jam perjalanan, lokasi itupun sudah mulai terlihat jelas. Salah satu warga yang juga tokoh masyarakat setempat menginstruksikan agar berhati-hati menginjak areal lahan gambut.

“Nah, kita sudah sampai di lokasi. Untuk sampai ke pinggir rawa itu, kita harus melewati lahan gambut sejauh 500 meter. Hati-hati, jangan terlalu kuat menginjak gambut,” saran Radikum (45), tokoh masyarakat.

Sungai baru yang terbentuk di atas lahan gambut | Foto: Chairul Sya'ban
Sungai baru yang terbentuk di atas lahan gambut | Foto: Chairul Sya’ban

Mau tak mau, instruksi sang tokoh ini harus dipatuhi demi keselamatan. Perjalanan pun terus dilanjutkan. Areal lahan gambut nyaris membuat kami terjerumus. Beruntung masih ada ranting-ranting kayu yang bisa dijadikan pegangan di jalan setapak.

Kami pun sampai di tujuan. Luar biasa, genangan air tenang yang warnanya agak kehitaman sudah menenggelamkan areal perkebunan sawit yang diketahui milik Yayasan Malikussaleh Panton Labu.

Lebar sungai ini diperkirakan sekitar dua puluh meter, dengan kedalaman rata-rata lima meter. Sementara panjang sungai ini tidak diketahui, sebab belum ada satupun warga yang mengarungi sungai baru tersebut.

Beredar cerita di dalam masyarakat, konon munculnya fenomena rawa yang berubah jadi sungai ini akibat ditiduri ular yang telah lama bersemadi. Benar atau tidaknya, namun warga meyakini mitos ini.

Dari cerita warga, awalnya pada 26 Desember 2014 lalu, pada saat bencana banjir menerjang Lhoksukon, terdengar suara gemuruh pada malam hari. Keesokan paginya, genangan airpun mulai merendam areal lahan gambut tersebut.

Warga ramai-ramai melihat sungai yang baru terbentuk | Foto: Chairul Sya'ban
Warga ramai-ramai melihat sungai yang baru terbentuk | Foto: Chairul Sya’ban

Namun setelah sepekan lamanya, debit air terus bertambah. Tanaman sawit seluas sepuluh hektare milik yayasan Malikussaleh yang masih berumur sekitar tiga tahun dan tinggi sekitar tiga meter tenggelam tidak kelihatan lagi. Sebagian tanaman sawit malah terseret ke pinggiran sungai yang baru jadi ini.

“Tempat ini sering dilalui warga untuk mencari rumput hewan peliharaan, memancing dan pergi ke kebun. Saat itu masih bisa dilalui karena lahannya sama sekali kering tanpa air,” cerita salah satu warga, Abdullah Ali (50).

Dari informasi lain, sebelumnya areal rawa dan perkebunan yang berubah menjadi sungai ini dulunya memang sungai besar. Bahkan, ada mitos yang tersebar bahwa ada salah satu kapal yang tenggelam di sungai ini dulunya.

Nama kampung inipun sebelumnya dinamakan “Kota Gantung”. Julukan ini menunjukkan adanya salah satu jembatan gantung untuk melintas menuju ke seberang sungai.

“Dulunya memang ada sungai disini, sungai besar yang sempat dilintasi kapal. Bahkan ada kapal yang tenggelam disitu. Ada pula jembatan gantung untuk menuju akses ke sungai ini. Jadi bisa saja sungai ini kembali muncul menjadi seperti semula,”kata warga.

Sejak munculnya sungai ini, warga masih dibuat heboh dan penasaran. Masih banyak yang belum tahu secara detail tentang asal mula munculnya sungai yang menenggelamkan areal perkebunan sawit dan rawa-rawa ini.

Saat ini warga hanya yakin dengan mitos yang bercerita ada ular meniduri areal tersebut sebelum muncul sungai besar.

Sungai baru ini dari pusat kota Lhoksukon, berjarak sekitar 30 km dan terletak di perbatasan Lhoksukon, Baktiya, dan Cot Girek. Jalur menuju lokasi dipenuhi banyak semak belukar, sehingga tak jarang pengunjung yang jatuh ke lumpur. []

read more
Ragam

Merkuri Diduga Cemari Sungai di Pidie dan Aceh Jaya

Inilah kondisi ikan yang mati akibat dugaan keracunan. Dagingnya lembek, mata bengkak, dan insang pecah. Dok: SulaimanInilah kondisi ikan yang mati akibat dugaan keracunan. Dagingnya lembek, mata bengkak, dan insang pecah.
Banda Aceh – Ribuan ikan mati dari aliran sungai di Pidie hingga Aceh Jaya, Aceh. Diduga, karena kebocoran penampungan rendaman pasir yang mengandung emas di Geumpang.

Kejadian itu berlangsung sejak 26 Juli, di Geumpang, Pidie. Aliran sungai yang terhubung ke Krueng Teunom, Aceh Jaya,  membuat ikan di sana mati. Warga yang juga keracunan setelah mengkonsumsi ikan tersebut dilarikan ke rumah sakit.

Kuddi, panglima krueng (pawang sungai) Sarah Raya, mengatakan, jarak antara Geumpang hingga ke Krueng Teunom sekitar 57 kilometer. “Dari hari raya ke tiga sampai ke mari, ikan mati,” kata Kuddi, yang dihubungi Sabtu (2/8/2014).

Adi Saputra, warga Teunom mengatakan, ikan-ikan itu mengapung terbawa arus sungai. Warnanya putih pucat. “Insang pecah. Dagingnya lembek,” kata Adi. Sementara Kuddi menambahkan, sisik ikan yang mati memerah, mata bengkak, dan kelamin di perut terburai.

Dua malam sebelum kejadian, Kuddi bersama warga menelusuri sungai mencari ikan kerling. Tak seperti biasa, ikan yang didapat sangat banyak. Ia belum tahu, jika di Geumpang banyak ikan yang mati. “Malam hari raya ke tiga, mulai banyak yang mati,” katanya lagi.

Di hari pertama kejadian, aktivitas masyarakat seperti biasa; mandi, mencuci dan buang air di sungai. Warga bahkan mengambil ikan yang mati untuk dikonsumsi. Namun, beberapa warga mengeluhkan pusing dan badan sakit. Empat orang dilarikan ke rumah sakit, di Teunom. Sejak itu, warga tidak lagi mengkonsumsi apapun yang berasal dari sungai.

Jufri Abdurrahman, Kepala Desa Padang Kleng, Kecamatan Teunom, mengatakan, kejadian itu belum pernah terjadi di daerahnya. Masyarakat telah dihimbau untuk tidak mengkonsumsi ikan sungai. Pasalnya, keracunan telah terjadi atas beberapa warga di tiga desa: Sarah Raya, Alu Meuraksa, dan Bintah.

Imum Mukim Leutung, Kemukiman Mane, Pidie, Tengku Sulaiman, menyebutkan, dugaan keracunan dari pertambangan tradisional semakin kuat. Pasalnya, pertambangan di sana, diduga tidak hanya menggunakan merkuri. Karbon, soda, obat tetes, hingga cairan berbahaya lainnya juga digunakan.

“Saat emas sudah dipisahkan, pasirnya dibawa turun ke bawah dan dibakar. Kandungan emas lebih banyak,” kata Sulaiman. Karbon yang terkadung dalam cairan itulah yang kemudian dibawa air hujan ke Krueng Geumpang hingga Krueng Teunom. Jika memang terbukti ikan itu mati karena keracunan pertambangan, kata Sulaiman, maka warga bakal menutup pertambangan emas itu.

Di Geumpang, kematian ikan terjadi setelah hujan turun, 26 Juli lalu. “Selama ini di Kemukiman Mane, diterapkan aturan tidak boleh membuka tambang di aliran sungai Krueng Mane. “Jika saluran pembuangan terhubung ke sungai harus tutup,” jelas Sulaiman.

Sehari setelah kejadian di Krueng Geumpang, ikan mati di Krueng Mane. Seminggu setelahnya sampai ke Krueng Teunom, aliran sungai yang langsung terhubung ke laut.

Di wilayah Kemukiman Mane, Sulaiman bersama tokoh masyarakat juga telah membuat pengumuman untuk tidak mengkonsumsi ikan dan air yang  bersumber dari sungai. “Padahal dari dulu, Krueng Mane sumber perekonomian masyarakat sekitar,” kata Sulaiman.

Sulaiman menjelaskan, petugas pemerintahan telah mengambil sampel ikan, untuk uji laboratorium. Senin, hasilnya keluar. “Saya sudah lapor bupati. Ini harus segera diatasi,” tandasnya. [005-mongabay-greenradio]

Sumber: TGJ

read more
Ragam

Astaga, 1 Miliar Penduduk Dunia Buang Air di Sungai

Buruknya sanitasi menyebabkan jutaan kematian terutama kepada anak-anak miskin di seluruh penjuru dunia. Bank Dunia memperkirakan sekitar 2,5 miliar penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap jamban dan 1 miliar penduduk diantaranya melakukan buang air besar sembarangan (BABS) di sungai dan ladang.

“Tentu ini menyebarkan virus dan kuman dari tinja melalui makanan, air, dan pakaian,” dikutip dari release Bank Dunia, Washington, Jumat (11/4/2014).

Menurut Jim Yong Kim, Presiden Kelompok Bank Dunia, buruknya sanitasi menyebabkan jutaan kematian terutama kepada anak-anak miskin di seluruh penjuru dunia. Oleh karenanya, Kim mengajak para pemimpin dunia menyediakan akses layanan sanitasi dasar untuk masyarakat, sebagai salah satu cara memerangi kemiskinan.

“Kita berada di sini hari ini untuk mencegah jutaan kematian yang tidak perlu—yang kebanyakan menimpa anak-anak miskin—yang diakibatkan oleh buruknya sanitasi,” ujarnya.

Untuk mencegah jutaan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang buruk, Bank dunia akan mengerahkan segala sumberdaya yang dimilikinya untuk melakukan perbaikan sanitasi diseluruh dunia.

Kim menegaskan bahwa PBB dan Kelompok Bank Dunia akan menggabungkan kekuatan mereka dan berkolaborasi dengan organisasi seperti WaterAid, Toilet Hackers, Global Poverty Project, dan ONE DROP.

Selain itu, dia menambahkan bahwa Kelompok Bank Dunia akan memperluas jaringan kerjasama dengan para pemangku kepentingan, termasuk dengan tokoh dan pimpinan dari sektor swasta, yang berminat memahami peran mereka dalam peningkatan layanan.

Selama tujuh tahun terakhir, Kelompok Bank Dunia telah menyalurkan lebih dari 3 miliar dolar per tahun untuk layanan air bersih dan sanitasi. Dengan dana sebesar itu, Bank dunia merupakan lembaga penyandang dana multilateral terbesar untuk air dan sanitasi.

Sumber: NGI/Kompas.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Penataan Lingkungan Tak Dibatasi Wilayah Administratif

Pakar lingkungan yang juga Rektor Universitas Diponegoro Semarang Prof Sudharto P Hadi mengatakan pemerintah provinsi merupakan simpul penataan lingkungan di kabupaten/kota.

“Sifat lingkungan memang tidak mengenal batas administrasi, semisal Rawa Pening yang secara administratif terletak di Kabupaten Semarang,” katanya usai peluncuran dua buku terbarunya di Semarang, Sabtu.

Namun, kata dia, tiga sub daerah aliran sungai (DAS) yang memasok air berasal dari Kota Salatiga, dan enam sub DAS lainnya berada di Kabupaten Semarang, sementara hilirnya berada di Kabupaten Demak.

Menurut dia, hampir semua persoalan yang melebihi satu wilayah batas administrasi tidak pernah tuntas, sebab ketika muncul kasus banjir, longsor, dan pencemaran, setiap daerah akan lempar tanggung jawab.

Ia mencontohkan banjir yang terjadi di Solo pada tahun 2010 dan 2011 yang diakibatkan luapan Sungai Bengawan Solo, muncul tuduhan kepada Wonogiri sebagai pihak hulu yang tidak mampu menjaga hutannya.

Demikian halnya dengan pencemaran Sungai Babon, kata dia, Demak menuduh Kota Semarang yang membiarkan industrinya menggelontorkan limbah ke sungai yang membatasi kedua daerah administrasi tersebut.

Oleh karena itu, kata dia, persoalan lingkungan harus diselesaikan semua pihak dengan duduk bersama, antarpemerintah kabupaten/kota, sementara pemerintah provinsi harus menjadi simpul koordinasinya.

Persoalan tentang lingkungan dikupas oleh Sudharto dalam buku terbarunya yang berjudul “Bunga Rampai Manajemen Lingkungan”, dari berbagai aspek, mulai tata ruang kota, ekonomi, dan sumber daya alam.

Pada buku terbarunya setebal 302 halaman itu, ia menyajikan berbagai kritik atas persoalan lingkungan, termasuk masukannya atas persoalan lingkungan kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Sementara buku keduanya, berjudul “Pergulatan Pemikiran Tentang Pendidikan Tinggi” setebal 58 halaman yang berisi tentang tanggapannya atas berbagai persoalan pendidikan, khususnya perguruan tinggi.

Kedua buku terbaru Sudharto itu sama-sama berisi kumpulan tulisannya yang selama ini dimuat di sejumlah media massa, utamanya tentang persoalan lingkungan dan problem pendidikan tinggi di Indonesia. (*)

Sumber: antaranews.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Men LH Sebut Banyak Sungai Indonesia Tercemar

Hampir semua sungai di Indonesia tercemar. Sebanyak 75 persen sungai mengalami pencemaran berat, 22 persen tercemar sedang, dan tiga persen tercemar ringan. Menteri Lingkungan Hidup, Balthsar Kambuaya, menegaskan hal itu saat membuka Rapat Kerja Teknis Nasional Pemantauan Kualitas Air Sungai se-Indonesia di Kota Bengkulu, Senin 24 Maret 2014.

Kambuaya menambahkan, hasil mencengangkan ini didapat dari pemantauan kualitas terhadap 57 aliran air sungai besar di seluruh Indonesia. “Hasil didapat dari data time series yang kami periksa dari tahun 2008 hingga 2013,” ujarnya.

Penyebab utama pencemaran itu, kata Kambuaya, karena aktivitas domestik warga hingga 60 persen. Sisanya, dilakukan industri, baik skala kecil, menengah, hingga besar.

“Publik kita masih dihinggapi kebiasaan bahwa sungai adalah tempat strategis untuk membuang sampah. Padahal, sungai juga merupakan sumber air minum kita,” ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Bengkulu, Junaidi Hamsyah, mengaku bahwa hingga saat ini, masalah pencemaran sungai di Bengkulu masih terus disikapi. Pihaknya, melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) terus melakukan pemeriksaan terhadap kondisi air sungai di Bengkulu.

“Dugaan pencemaran air sungai banyak. Sementara itu, ada 10 sungai yang sedang kami uji kualitasnya,” ujar Junaidi. []

Sumber: vivanews.com

read more
Ragam

Peringati Hari Air, Konsorsium Lingkungan Bersihkan Kali

Memperingati hari air sedunia, Konsorsium Lingkungan Jawa Timur, Jumat (21/3/2014) mengggelar ruwatan Kali Surabaya. Ruwatan digelar dengan beragam cara, membersihkan dan menabur benih ikan di sepanjang Kali Surabaya mulai kawasan Kebonsari hingga ke Rolak Gunungsari.

“Kami berharap, ruwatan ini menjadikan Kali Surabaya semakin baik,” kata Imam Rohani, Direktur Konsorsium Lingkungan, di sela-sela ruwatan di sekitar Rolak Gunungsari.

Hari air sedunia, sejatinya jatuh pada 22 Maret 2014, namun peringatan sengaja digelar mendahului pada hari ini.

Relawan yang terlibat ruwatan kali diantaranya adalah dari Perum Jasa Tirta, Badan Lingkungan Hidup, Garda Lingkungan, Mahasiswa Teknik Lingkungan, serta beragam LSM lingkungan.

Ruwatan sendiri digelar dengan cara melepaskan sebanyak 10 ribu ikan jenis bader dan kutuk yang merupakan dua jenis ikan habitat asli Kali Surabaya. Setelah itu, para relawan ini dengan mengendarai 30 perahu karet menyusuri sungai di sepanjang Kebonsari hingga Rolak Gunungsari untuk membersihkan aneka sampah.

Usai bersih kali, para relawan juga menggelar aksi tanam 100 pohon mangga di bantaran sungai. “Pohon mangga kita pilih karena produktif sehingga warga sekitar sungai bisa merawat dan mendapatkan buahnya,” kata Musdiq Ali Suhudi, Kepala Badan Lingkungan Hidup Surabaya.

Menurut Musdiq, dengan kegiatan semacam ini, diharapkan mampu meningkatkan kwalitas Kali Surabaya dari kelas 3 menjadi kelas 2 atau kali dengan kwalitas air layak minum. []

Sumber: suarasurabaya.net

read more
Kebijakan Lingkungan

Aktivis Lingkungan Tolak Proyek Bendungan Mekong

Rencana pembangunan bendungan hidroelektrik di Sungai Mekong, di Laos dan arah hulu dari Kamboja, menimbulkan pertanyaan tentang dampak pembangunannya terhadap lingkungan. Laporan World Wide Fund for Nature atau WWF ‘s menyebutkan analisa dampak terhadap lingkungan dari bendungan Don Sahong yang diusulkan sebagai resep untuk bencana.

LSM internasional ini menyangkal pernyataan pengembang bahwa proyek tersebut tidak berdampak serius terhadap lingkungan.

Bendungan tersebut, yang akan memasok 260 megawatt listrik ke Thailand dan Kamboja, akan dibangun di Sungai Mekong di Laos oleh sebuah perusahaan Malaysia.

WWF menyatakan bahwa penilaian pengembang mengenai dampak proyek tidak didukung oleh bukti ilmiah dan tidak ada penelitian tentang bagaimana masyarakat dan ekonomi lintas batas akan terpengaruh.

Blueprint untuk proyek tersebut mencakup sistem saluran melalui bendungan untuk spesies ikan yang bermigrasi dari Mekong lebih rendah, yang merupakan sumber protein yang penting dan terjangkau bagi masyarakat di sepanjang sungai.

Marc Goichot dari WWF, spesialis proyek tersebut mengatakan dalam sebuah wawancara dengan VOA bahwa ia sistem saluran yang diusulkan belum terbukti aman dan beresiko.

“Kalau proses ini diblok maka species ikan tersebut bisa hilang. Dan lokasi proyek tersebut adalah jalur yang sangat spesifik di sungai tersebut dan jalur tersebut adalah satu-satunya jalur yang mudah dilalui oleh ikan,” kata Goichot.

Goichot mengatakan WWF tidak ingin menghambat pembangunan bendung tersebut. Tapi mereka khawatir dengan lokasi yang dipilih.

“Kami percaya bahwa masih banyak tempat yang resikonya jauh lebih rendah. Jadi kalau proyek tenaga hidro tersebut dibangun di lokasi yang tepat akan lebih mudah mengurangi dampaknya. Dan untuk produksi tenaga hidro yang sama resikonya lebih rendah bagi lingkungan dan bagi sumber daya alam,” ujarnya.

Pada bulan Januari, negara-negara di wilayah Mekong mengadakan diskusi level menteri mengenai nasib bendungan tersebut, yang merupakan satu dari tujuh bendungan yang direncanakan di bagun di bagian sungai lebih rendah sepanjang 4300 kilometer.

Sumber: liputan6.com

read more
Perubahan Iklim

Sungai-sungai Lenyap dari Bangladesh

Bangladesh adalah negeri yang sangat banyak memiliki sungai tetapi perubahan iklim telah menyebabkan sepertiga dari lebih dari 300 sungai besar di negara itu menghilang.

Sungai-sungai mengering sebagai akibat dari bendungan yang dibangun hulu untuk mengalihkan air dan melindungi orang dari bencana banjir yang menjadi lebih sering karena cuaca tidak menentu. Penurunan curah hujan juga secara bertahap mengurangi debit air.  Hal ini sebagaimana dikutip dari laman scidev.net, Senin (3/3/2014).

Lenyapnya sungai telah mempengaruhi pola mata pencaharian masyarakat setempat. Banyak dari mereka yang sebelumnya mendapat penghasilan dari perikanan telah berpaling ke pertanian karena pekerjaan yang dulu tidak lagi bisa menguntungkan.

Untuk meringankan masalah tersebut, pemerintah dan LSM membangun program yang bertujuan mendorong terciptanya pasar sementara di mana orang bisa menjual barang seperti goni, molase, dan lentil. Ada juga upaya untuk meningkatkan transportasi sehingga masyarakat setempat dapat pindah ke kota-kota terdekat sampai situasi ekonomi mereka meningkat. Pemerintah juga berencana untuk menetapkan hak kepemilikan atas tanah yang telah muncul ke permukaan dari lenyapnya sungai kepada orang-orang yang keluarganya telah tinggal selama berabad-abad di dekat sungai.

Sumber: scidev.net

read more
1 2
Page 1 of 2