close
Ilustrasi | Foto: hijauku.com

Neoliberal selalu meminjamkan uang dengan bunga. Ia jengkel kepada kedaulatan negara. Pasar bebas sebagai tempat kompetisi untuk bertahan; bukan tempat untuk kedaulatan rakyat. Ia juga pandai menyembunyikan kebenaran dan mengelus batok kepala pemimpin negara ketiga agar malas berpikir.

Tetapi tidak semua orang menyetujui pendapat ini. Namun faktanya setiap dolar yang beredar dalam perdagangan tidak terkait dengan kegiatan ekonomi yang nyata. Seratus persen bahkan lebih – di putar lewat agenda-agenda spekulatif.

Lalu negara ketiga berkompromi dan memungut pajak baru. Mulai dari sini, negara kehilangan rasa malu. Perbudakan modern dengan alasan menyelamatkan kedaulatan pun bermula lewat penghapusan subsidi untuk rakyat dan kenaikan pajak.

Akibatnya, lebih dari separuh penduduk dunia hidup dalam kengerian dan kelaparan. Kesenjangan semakin melebar dalam tatanan ekonomi kasino raksasa. Triliunan orang di dunia belum mendapat akses pengobatan yang murah dan berada di bawah standar dasar sanitasi. Gizi buruk bahkan terjadi di tempat dimana data statistiknya sangat bagus.

Maka sebuah bayangan masa depan yang lebih buruk akan terus menghantui. Tragedi ekonomi, sosial dan ekologis nampaknya semakin tidak terkendali dan tidak benar-benar tertanggulangi. Kengerian tumbuh dengan mantap dan semakin tidak manusiawi.

Reformasi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia; memang didukung oleh tingkat antusiasme yang tinggi. Tetapi ada reduksi asing yang kental lewat marketisasi dan privatisasi, meluasnya kebijakan deregulasi dan relaksasi dalam kebijakan ekonomi eksternal yang memperbesar kebebasan bagi pergerakan modal, barang dan jasa – menjalar ke relung-relung kehidupan.

Negara menjadi perantara antara para penindas dengan yang ditindas. Di sini negara adalah entitas imajiner yang dipakai tiap orang untuk hidup dengan ongkos orang lain.

Neoliberal tidak lagi melumuri darah pada tangannya sendiri dan terbebas dari hukum apa saja. Ia dibantu negara yang tidak semata-mata sebagai sistem dan instrumen, tapi ada orang-orang dalam birokrasi dengan bersemangat menangkap kesempatan itu untuk memenuhi hasrat menumpuk kekayaan pribadi dan pengaruh.

Pada titik ini, investasi asing tidak hanya disambut. Ia ditawari berbagai insentif.

Pembangunan berorientasi pasar berlangsung lewat resep yang dianjurkan negara donor dan lembaga keuangan internasional, secara perlahan-lahan menendang kaum lapar ke tepi kubur.[]

Penulis adalah Pemerhati lingkungan dan tinggal di Banda Aceh

Tags : ekologikapitalislaparpangan

Leave a Response