close
Kebun sawit milik Kallista Alam di lahan gambut Rawa Tripa | Foto: M. Nizar Abdurrani

Besok, Kamis (5/12/2013) Pengadilan Negeri Meulaboh dijadwalkan akan membacakan putusan kasus perdata pembakaran ilegal hutan Rawa Tripa di Nagan Raya. PT Kallista Alam digugat oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) agar memberikan dana rehabilitasi untuk memperbaiki lahan yang hancur akibat dibakar untuk kepentingan pembukaan kebun sawit. Pada sidang sebelumnya, pengadilan telah menetapkan sita lahan PT Kallista Alam sebagai jaminan atas ganti rugi. Apakah pengadilan akan mengabulkan tuntutan KLH?

Kita sudah sering mendengar hutan gambut di Aceh Barat dan Nagan Raya habis dilalap di jago merah. Media massa rutin melaporkan peristiwa kebakaran terlebih di musim kemarau. Katanya kebakaran dilakukan oleh masyarakat ataupun perusahaan perkebunan. Ntahlah, mana yang benar kita tidak tahu. Yang jelas masyarakat sempat panik melihat kaki langit merah malam itu karena mengira kebakaran akan menjalar ke tempat warga. Aksi pembakaran di rawa tripa di duga mencapai lebih dari 1500 hektar.

Kebakaran lahan gambu bukan hal yang aneh lagi bagi kawasan pantai barat Aceh. Setiap tahun terutama dalam musim kemarau selalu terjadi. Tapi kok anehnya masih ada perusahaan yang diizinkan membuka hutan gambut? Konversi hutan menjadi perkebunan otomatis membuat perusahaan akan mengeringkan lahan-lahan basah tersebut melalui pembuatan kanal-kanal. Saluran yang mengular memanjang dari tengah hutan ke laut membuat kering hutan rawa. Hutan kering, api pun mudah terpantik.

Bicara rawa tak lepas dari membicarakan hutan Rawa Tripa yang terletak di Nagan Raya dan sebagian di kabupaten Aceh Barat Daya. Dengan luas 61.000 hektar, 50 persennya telah punah. Padahal hutan ini menyimpan begitu banyak kekayaan alam yang dapat dipakai tujuh turunan lebih. Ada ikan Lele (biasa dan jumbo), Belut, Paitan dan Kerang, Beruang Madu (Helarctos malayanus), Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), Buaya Muara (Crocodilus porosus), Burung Rangkong (Buceros sp), dan berbagai jenis satwa liar lainnya.  Tripa juga menyediakan kayu konstruksi dan bahan bakar. Secara tradisional kawasan Rawa Tripa merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat setempat.

Rawa gambut Tripa memiliki peran sangat penting, yaitu sebagai pengatur siklus air tawar dan banjir serta benteng alami bagi bencana tsunami. Selain itu, Tripa juga dapat menjaga stabilitas iklim lokal, seperti curah hujan dan temperatur udara yang berperan positif bagi produksi pertanian yang berada di sekitarnya.

Jelas sudah apa manfaat rawa tripa bagi manusia dan alam sekitar. Namun sayangnya masih ada manusia-manusia lupa daratan, yang mabuk kepayang ingin meraup rupiah mudah dengan memusnahkan hutan. Sungguh malang bagi orangutan, tempatnya tinggal bermain sudah tidak ada lagi, sudah berubah menjadi kebun sawit. Padahal ia sendiri tidak membutuhkan sawit dan tidak pula butuh minyak goreng, salah satu produk turunan sawit.

Syukurlah, masih ada lembaga-lembaga lingkungan dan individu pada pelestarian rawa tripa. Berkat kampanye yang masif baik di level lokal dan internasional akhirnya berhasil “memaksa” Menteri Kehutanan turun gunung, meninjau lokasi. Secara internasional, terkumpul 26 ribu tanda tangan untuk mendukung petisi penyelamatan Rawa Tripa.

Kita berharap hukum akan memihak kepada kebenaran sejati. Kebenaran yang melindungi umat manusia dari kehancuran alam.[m.nizar abdurrani]

Tags : kallista alampengadilan

Leave a Response