close

29/01/2014

Ragam

Peternakan Jerman Ini Meledak Karena Kentut Sapi

Gara-gara kentut dan sendawa sapi perah, sebuah peternakan di Hesse, Jerman meledak. Ledakan itu membuat atap kandang sapi rusak dan melukai 1 sapi lain.

Kentut dan sendawa sapi menghasilkan gas methane atau metana. “Gesekan listrik dengan gas tersebut memicu ledakan dan percikan api,” demikian pernyataan kepolisian setempat seperti dilansir dari Huffington Post dan dimuat Liputan6.com, Rabu (29/1/2014).

Atap peternakan itu rusak, lanjut polisi, sementara satu sapi menjalani perawatan akibat luka bakar. Namun tak ada orang yang terluka dalam insiden tersebut.

Menurut media tersebut, gas methane yang dihasilkan kentut dan sendawa 90 sapi diduga biang keladi penyebab peternakan sapi perah Jerman itu meledak. Meski belum diketahui berapa pasti kuantitasnya.

Hasil gas metana yang dihasilkan oleh sapi perah itu bervariasi. Beberapa ahli mengatakan sapi-sapi itu menghasilkan 100 hingga 200 liter gas methane per hari, sementara yang lain mengklaim sapi-sapi itu bisa menghasilkan 500 liter. Jumlah yang sebanding dengan polusi dari mobil dalam satu hari. Demikian dinyatakan oleh How Stuff Works.

Tahun lalu, ilmuwan Argentina mengumumkan bahwa mereka telah menemukan cara untuk mengubah gas yang diciptakan dari hasil gas pembuangan sapi menjadi bahan bakar. Mereka mengklaim inovasi itu bisa mengurangi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Namun hingga kini belum terdengar kabar kelanjutan penelitian tersebut.

Dilansir dari berbagai sumber, methane adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan rumus kimia CH4. Gas yang murni tidak berbau, tapi jika digunakan untuk keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang untuk mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi.

Methane juga termasuk salah satu gas rumah kaca. Gas tersebut merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Methane dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi.

Methane juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan. []

Sumber: liputan6

read more
Energi

LIPI Kembangkan Biomasa non-Pati Pengganti BBM

Salah satu hal yang selalu menjadi polemik ketika harganya naik atau saat langka di pasaran adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Untuk itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terus berupaya mencari penggantinya.

Salah satu upaya yang kini tengah dilakukan adalah mengembangkan biomasa sebagai energi yang dapat terbarukan. Merujuk tulisan di Wikipedia, Biomasa adalah sumber energi yang berasal dari bahan organik dan dapat diolah serta dikonversikan menjadi bahan bakar.

Biomasa meliputi banyak hal seperti materi tumbuhan yang telah mati, limbah terbiodegrasi dan banyak lagi.

Dalam hal ini, pihak LIPI mencoba mengembangkan biomasa non-pati atau dapat diartikan sebagai bahan organik yang mengandung lignoselulosa, seperti contohnya jerami padi, klobot, jagung, sekam padi, ilalang kering, kulit pisang, kulit nanas, serat kayu dan lain sebagainya.

“Penelitian terkait pemanfaatan biomasa non-pati terutama sellulsa sedang dikembangkan oleh peneliti LIPI saat ini,” ujar Kepala Pusat Bioteknologi LIPI, Dr Ir Witjaksono, M.Sc dalam acara “Kick off Meeting of JST-JICA-SATREPS Biorefinery” dengan tajuk Innovative Bio-Production Indonesia (Ibiol): Integrated Bio-Refinery Strategy to Promote Biomass Utilization using Super-micorbes for Fuels and Chemicals Production, seperti yang dikutip dari Antara (21/01/2014).

Witjaksono menjelaskan, pemanfaatan biomasa turunan dari industri kelapa sawit menjadi salah satu fokus kegiatan LIPI.

“Kami telah mengembangkan penelitian pemanfaatan biomasa tersebut untuk produk pangan fungsional, biothanol (pengganti BBM) dan produk lainnya,” ujarnya.

Menurut Witjaksono, selama ini, harga bioethanol berbasis biomasa non-pati masih tidak ekonomis yang disebabkan oleh teknologi yang belum tepat. Dengan penerapan teknologi proses yang memperhatikan tiga aspek tersebut di atas, harga bioethanol diharapkan bisa menjadi lebih ekonomis atau terjangkau oleh masyarakat.

“Teknologi adalah kunci agar proses menjadi enzim yang dibutuhkan secara efisien dengan menggunakan isolat lokal, dan breeding mikroba untuk menghasilkan mikroba yang cocok untuk fermentasi,” ujarnya.[]
Sumber: merdeka.com

read more
Perubahan Iklim

LPDS Adakan Lokakarya Meliput Perubahan Iklim di Aceh

Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) dengan dukungan Kedutaan Besar Norwegia, menggelar lokakarya Meliput Perubahan Iklim untuk wartawan Aceh selama dua hari, 28-29 Januari 2014 di Hotel Hermes Banda Aceh.  Lokakarya  diikuti oleh puluhan wartawan baik media cetak, eletronik, dan online.

Lokakarya secara resmi dibuka oleh Direktur eksekutif LPDS Priyambodo RH dan Counsellor Kedubes Norwegia Per Kristian Roer. Adapun tujuan kegiatan ini adalah menjadikan wartawan pesertanya mau dan mampu meliput dan melaporkan isu-isu perubahan iklim, khususnya dalam kaitan kerusakan hutan dan program REDD+ setempat.

Beberapa narasumber yang dihadirkan dalam kegiatan tersebut adalah mantan penyusun Stranas REDD+, DR. Mubariq Ahmad, Kepala Bappeda Aceh, Kepala Badan eksekutif komunitas Solidaritas Perempuan Aceh.

Sementara itu, pengajar yang akan memberikan pelatihan kepada wartawan diantaranya adalah Warief Djajato Basorie, IGG Maha Adi, dan Direktur LPDS sendiri Priyambodo.

Mengenai isu perubahan iklim, khususnya dalam kaitan adaptasi, mitigasi, dan dengan program REDD+, LPDS menyelenggarakan lokakarya wartawan Meliput Perubahan Iklim dalam periode 10 bulan antara Maret 2012 hingga Januari 2013 lokakarya telah berlangsung di 10 provinsi di Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Kawasan tiga pulau besar di luar Jawa ini memiliki hutan tropis dan lahan gambut yang luas. Lokakarya telah berlangsung di Medan, Batam, Pekanbaru, Kota Jambi, dan Palembang di Sumatra.

Di Kalimantan, lokakarya diadakan di Palangkaraya, Pontianak, Samarinda, dan Banjarmasin. Di Papua pelatihan diadakan di Jayapura.

Kini dalam tahun 2014 lokakarya dilakukan di Banda Aceh, Bengkulu, Palu (Sulawesi Tengah), Kendari (Sulawesi Tenggara), dan Manokwari (Papua Barat). Peserta lokakarya ialah 20 wartawan media lokal di masing-masing kota tempat lokakarya berlangsung.  []

Sumber: waspada online

 

read more