close

24/02/2014

Green Style

Menteri LH Canangkan 2020, Indonesia Bebas Sampah

Enam tahun mendatang, pemerintah menargetkan Indonesia bersih dari sampah. Target tersebut seiring kampanye pembudayaan kegiatan “Reduce, Reuse, dan Recycle” sampah (3R) kepada seluruh lapisan masyarakat.

Komitmen tersebut ditegaskan dalam “Deklarasi Menuju Indonesia Bersih 2020” yang digelar di Taman Surya depan Balaikota Surabaya, Senin (24/2/2014).

Hadir dalam deklarasi nasional tersebut Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, sejumlah lembaga terkait, dan perwakilan daerah serta provinsi seluruh Indonesia.

Menurut Balthasar, pertambahan penduduk Indonesia pada 2025 akan mencapai 270 juta dari total 237 juta saat ini. Dengan jumlah penduduk itu, diperkirakan akan dihasilkan 130 ribu ton sampah per hari.

“Saat ini sampah masih dianggap penyebab polusi, padahal dapat direproduksi untuk bahan energi,” katanya.

Pemerintah sendiri untuk mendukung kegiatan 3R tersebut sudah mengembangkan sejumlah proyek percontohan 3R di sejumlah provinsi. Sejak 2010, melalui Kementerian Pekerjaan Umum, sudah dibangun 336 fasilitas 3R.

“Namun upaya tersebut tidak akan optimal tanpa dukungan semua elemen masyarakat dalam membudayakan 3R,” tambahnya.

Poin deklarasi antara lain menurunkan timbunan sampah dengan target sampah terolah 3R minimal 20 persen pada 2019, menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor sampah sebesar 6 persen pada 2020, dan mengubah cara pandang masyarakat bahwa sampah adalah bahan berguna dan bermanfaat.

Surabaya ditunjuk sebagai tuan rumah Hari Peduli Sampah karena dinilai memiliki kelebihan dalam hal penanganan masalah sampah, serta sebagai kota yang memiliki komitmen program ramah lingkungan.

Sumber: kompas

read more
Sains

Benarkah Cuaca Buruk, Baik Untuk Iklim?

Cuaca buruk banyak terjadi akhir-akhir ini. Apakah hal ini berkaitan dengan perubahan iklim?

Bahkan di negara seperti Inggris yang terkenal akan perubahan cuaca dengan tingkat hujan dan jumlah angin yang tinggi, orang-orang pun bertanya-tanya apa yang terjadi dengan cuaca saat ini. Beberapa bulan terakhir penduduk negara Inggris dilanda banjir dan badai yang memecahkan semua rekor. Hal ini memicu penerbitan sebuah studi “Perspektif global terhadap badai dan banjir di Inggris” oleh badan meteorologi Inggris, Met Office.

Para penulis studi tersebut menggambarkan rangkaian badai yang terjadi saat musim dingin sebagai sesuatu yang luar biasa, baik dari segi frekuensi maupun durasi. Dalam studi tersebut, mereka menyebut bulan Desember-Januari sebagai masa terbasah di Inggris sejak awal adanya pencatatan cuaca .

Kombinasi antara curah hujan dan badai yang kuat serta gelombang tinggi telah memicu terjadinya banjir di sebagian besar Inggris, serta menjadi penyebab terjadinya kerusakan-kerusakan di pesisir pantai dan menjadi sumber permasalahan besar bagi manusia, ekonomi dan Infrastruktur.

Akibat pemanasan global
Dalam waktu bersamaan Kanada dan Amerika mengalami suatu periode yang tak biasa. Para ahli meteorologi di Inggris menghubungkan kejadian cuaca ekstrim di kedua belah sisi samudra Atlantik tersebut dengan gejolak terus menerus yang terjadi pada arus udara yang bergerak melewati Pasifik dan Amerika Utara. Inilah yang pada gilirannya membuat Met office juga para ilmuwan lain mengaitkan kejadian cuaca ekstrim tersebut dengan curah hujan di Indonesia dan di bagian barat pasifik. Cuaca adalah sebuah fenomena kompleks- sehingga tak heran jika hal ini berkaitan dengan udara dan arus laut di seluruh dunia.

Cuaca dipengaruhi oleh udara dan temperatur, sehingga sangatlah mungkin jika kenaikan suhu bumi ikut bertanggung jawab atas perubahan-perubahan yang terjadi. Para penulis studi tersebut menulis tentang adanya peningkatan jumlah data-data yang membuktikan adanya intensifikasi jumlah curah hujan yang terjadi setiap hari. Mereka berpendapat, hal tersebut sesuai dengan ilmu fisika yang telah kita pelajari bahwa penghangatan suhu bumi bisa menyebabkan kenaikan intensivitas curah hujan.

Laporan Stern
Di sebuah artikel yang dimuat oleh koran Inggris, The Guardian– Nicholas Stern mantan kepala eknomi bank dunia menyatakan cuaca ekstrim merupakan pertanda jelas bahwa kita telah merasakan akibat dari perubahan cuaca. Sejak tahun 2000 Inggris telah mengalami empat dari lima kali musim dingin dengan curah hujan paling tinggi dan tujuh kali tahun terpanas sejak dimulainya pengukuran cuaca.

Stern menulis, Atmosfir yang lebih hangat yang mengandung kelembaban lebih serta kenaikan permukaan laut yang menyebabkan terjadinya badai kuat adalah faktor-faktor yang mempertinggi bahaya banjir di Inggris. Dalam tulisannya, Stern juga menyebutkan rekor gelombang panas di Australia dan Argentina, juga banjir di Brazil dan Taifun Haiyan di Filipina adalah bagian dari pemanasan global yang seharusnya tak boleh dilupakan.

Atas nama pemerintah Inggris, Stern, yang saat ini menjadi profesor di sekolah ekonomi London menulis sebuah laporan tahun 2006 yang disebut dengan “Stern Report“. Laporan tersebut untuk pertama kalinya memuat akibat-akibat dari perubahan cuaca terhadap ekonomi dalam bentuk angka. Sejak saat itu resiko perubahan cuaca menjadi makin besar, tulis Stern. Hal tersebut diakibatkan oleh peningkatan emisi CO2 yang kuat dan juga beberapa akibat perubahan cuaca sperti pengurangan laut es di kutub utara yang terjadi lebih cepat dari yang diramalkan.

Cuaca ekstrim juga telah menginspirasi beberapa politisi untuk menempatkan perubahan cuaca pada daftar prioritas yang lebih tinggi. Presiden Amerika, Barack Obama dan presiden Perancis, Francois Hollande, menuntut agar dalam konferensi perubahan cuaca tahun 2015 yang akan diselenggarakan di Paris bisa dicapai kesepakatan bersama terkait iklim global dan mulai bisa diberlakukan tahun 2020.

Kepala sekertariat PPB untuk iklim, Christiana Figueres dalam sebuah wawancara meyampaikan keprihatinan bahwa peningkatan perhatian yang ada terkait tema iklim merupakan dampak dari meningkatnya bencana dan peristiwa alam.

Sumber: dw.de

read more
Perubahan Iklim

Kriminalitas Semakin Tinggi Akibat Perubahan Iklim

Perubahan iklim ternyata tak hanya membuat makhluk hidup harus beradaptasi. Namun, penelitian terbaru membuktikan bahwa hal ini juga membuat angka kriminalitas makin tinggi.

Seperti yang dilansir Daily Mail (21/2/2014), Matthew Ranson of Abt Associates meyakini bahwa di akhir abad ini perubahan iklim akan menimbulkan masalah kriminalitas yang cukup tinggi. Diperkirakan, akan ada 22 ribu kasus pembunuhan dan 18 ribu kasus perkosaan akibatnya.

Data ini juga didukung oleh beberapa lembaga lain. Kelompok Cendikiawan Cambridge Massachusetts misalnya, juga menyatakan akan ada kerugian sosial sebesar USD 115 miliar di Amerika Serikat saja akibat perubahan iklim.

Faktanya, sejak 2010, makin hangatnya suhu bumi menyebabkan adanya peningkatan kasus kekerasan buruk sebanyak 1,2 juta, kekerasan sebanyak 2,3 juta, perampokan 260 ribu, pencurian 1,3 juta. Parahnya, jumlah kasus tersebut terjadi tiap harinya.

Dari sini ditemukan bahwa pemanasan global akan meningkatkan kasus kriminal sebanyak dua persen untuk pembunuhan dan tiga persen untuk pemerkosaan. Dampak sosialnya, akan terjadi kerugian USD 38 hingga 115 miliar di Amerika Serikat saja.

“Konteksnya, perubahan iklim akan mengubah cara hidup kita dalam banyak hal,” sebut para peneliti.

Sumber: merdeka.com

read more