close

mikrohidro

Tajuk Lingkungan

Membangun Teknologi Ramah Lingkungan

Pemanfaatan teknologi ramah lingkungan sangat banyak macamnya. Mulai dari penggunaan sepeda motor listrik, pembangkit listrik energi air, energi angin, energi matahari dan sebagainya. Teknologi-teknologi ini dalam skala percobaan telah berhasil diterapkan oleh banyak lembaga penelitian terutama kampus-kampus ternama. Bahkan belakangan juga sedang trend perlombaan mobil listrik yang mengikutsertakan mahasiswa-mahasiswa. Sebuah kebanggaan besar bila berhasil menjadi juara dalam lomba-lomba bergengsi ini. Namun bagaimana pemanfaatannya dalam masyarakat?

Sepertinya pemanfaatan teknologi ramah lingkungan belum maksimal, tidak banyak berkembang sebagaimana diharapkan. Sejumlah kendala masih belum dapat diatasi, mulai dari biaya peralatan yang mahal, ketersediaan suku cadang dan persepsi masyarakat yang belum tepat tentang teknologi ramah lingkungan itu sendiri. Alih-alih teknologi bermanfaat luas, malah teknologi ini hanya menjadi pajangan semata di kampus-kampus atau hanya menjadi bahan seminar untuk segilintir elit.

Dulu saya pernah menulis tentang pembangkit listrik tenaga air (PLTMH) yang terletak di Samarkilang, Kabupaten Bener Meriah Propinsi Aceh disini. Salah satu komponennya rusak dan harganya mencapai 40 juta, sebuah jumlah yang tak mudah dikumpulkan oleh masyarakat desa yang sederhana. Walhasil PLTMH ini mangkrak tidak berfungsi selama beberapa tahun hingga kini. Masyarakat tak mampu menangani dan pemerintah baik pemkab dan pemprov tak peduli. PLTMH yang seharusnya bisa menjadi solusi atas ketiadaan listrik maka kini menjadi problem juga.

Contoh lain adalah mobil listrik yang sampai hari ini tak pernah mencapai tahap komersialisasi alias beredar di pasaran luas. Dari sejumlah sumber, mobil listrik ini tak seindah yang dibayangkan untuk bisa diluncurkan bagi masyarakat luas. Harga suku cadangnya masih mahal, baterai yang menjadi sumber tenaga (power bank) sangat terbatas kemampuan penyimpanannya. Anda tentu tak mau mendorongnya bukan jika mobil habis bateri ditengah perjalanan? Dibutuhkan banyak colokan listrik (yang berfungsi semacam SPBU-nya) untuk mengisi ulang baterai. Membangun stasion pengisian listrik mungkin perkara mudah, tapi menyediakan listrik ribuan MW untuk mengisi jutaan kendaraan listrik ini perkara yang sangat sulit bagi Indonesia.

Belum lagi kita membicarakan pembiayaan dalam membangun teknologi ramah lingkungan tersebut. Biaya yang dibutuhkan relatif besar, mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta, bukan hal gampang bagi masyarakat desa. Pengusaha pun jarang melirik usaha ini mungkin karena keuntungannya minim atau entahlah. Teknologi ramah lingkungan bukan hanya pekerjaan saat membangun saja yang penting, jauh lebih penting lagi adalah perawatan, menjaga sumbere-sumber energi tetap tersedia dan pemanfaatan energi juga tidak boros atau sebagaimana mestinya. Jadi teknologi ramah lingkungan yang dipersepsikan mudah oleh banyak kalangan sebenarnya juga tidak tepat. Ada banyak tantangan ke depannya.

Tapi hal ini bukan berarti mustahil mengembangkan teknologi lingkungan hingga bisa dinikmati masyarakat banyak. Tantangan dapat diselesaikan dengan belajar, kerja keras dan bekerja sama antar berbagai pihak. Menurut sejumlah ahli pun, teknologi ramah lingkungan pada akhirnya akan mendatangkan keuntungan yang berkelanjutan juga nantinya. Bagaimana menurut anda?[]

read more
Energi

Hutan untuk Listrik Mikrohidro

Keberadaaan hutan Indonesia dengan beragam fungi seperti fungsi lindung, hidrologis,  membentuk iklim mikro dan penyerap karbon, namun hutan tersebut belum begitu penting bagi masyarakatyang tinggal di tepi hutan. Pentingnya hutan hanya bagi beberapa pihak saja, seperti pengusaha sawit, hutan tanaman, sektor tambang serta sektor industri lainnya.

Hutan di Indonesia belum mampu mendongkrak tingkat kemiskinan di wilayah terpencil (remote area), masyarakat yang tinggal di dalam kawasan hutan tersebar di 2.805 desa,  di sekitar kawasan hutan tersebar di 16.605 desa, umumnya tergolong miskin (Dr Hady Daryanto, 2011).

Kemiskinan di wilayah ini juga erat dengan ketiadaan listrik, rasio elektrifikasi Indonesia mencapai 66% di tahun 2009. Apabila dikaitkan dengan angka kemiskinan di Indonesia, maka rasio elektrifikasi dapat dikatakan berbanding terbalik dengan angka kemiskinan,  artinya saat rasio elektrifikasi meningkat, angka kemiskinan menurun (Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, ESDM, 2009)

Energi Listrik Untuk Desa
Saat ini masih ada 10.211 desa yang gelap gulita saat malam hari, yang sampai hari ini belum mendapatkan pasokan listrik dari PLN. Jumlah itu kurang lebih 13% dari total seluruh desa di Indonesia yang mencapai 72.944 desa/kelurahan hingga akhir 2012 dimana sebanyak 401 desa berada di Jawa -Bali. Ada dua faktor penyebab belum masuknya listrik , pertama karena lokasi desanya yang terpencar-pencar hingga ke pelosok, dan kurangnya dana PLN untuk menambah infrastruktur (PLN, 2013).

Salah satu manfaat hutan yang berdampak langsung adalah sungai, dimana dengan memanfaatkan arus yang deras dan  melalui sentuhan khusus,  arus tersebut menimbulkan daya untuk energi untuk listrik. Mungkin ini dapat menjadi jawaban terhadap pentingnya fungsi secara langsung dalam skala kecil disebut dengan Pembangkit listrik tenaga mikro hidro/PLTMH.

Jika di seluruh 10.211  desa di Indonesia dikembangkanlistrik, maka ini seluruh desa Indonesia akan terang dan tentu akan  memajukan ekonomi pedesaan dan akan muncul pemerataan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia dan tentu akan memajukan pendidikan di pedesaan. Masyarakat dan anak-anak dapat belajar dimalam hari serta mendapatkan informasi yang layak.

Sisi Lain Mikrohidro
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro   (PLTMH) adalah pembangkit listrik berskala kecil  (kurang dari  200  kW), yang  memanfaatkan tenaga  (aliran) air   sebagai sumber penghasil energi.  PLTMH termasuk sumber energi terbarukan dan layak disebut Clean   Energy  (energi bersih) karena ramah lingkungan. Dari sisi teknis, PLTMH konstruksinya lebih sederhana, mudah dioperasikan, serta mudah dalam perawatan dan penyediaan sukucadang serta pengelolaannya lebih ekonomis.

Secara sosial,  PLTMH mudah diterima masyarakat luas. PLTMH  biasanya dibuat dalam skala desa di daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan listrik dari  PLN.  Tenaga  air  yang digunakan dapat berupa aliran  air  pada sistem irigasi, sungai yang dibendung atau air terjun (Anya P. Damastuti, 1997).

Walau Indonesia memiliki potensi besar cadangan energi baru dan terbarukan tetapi pemanfaatannya dan realisasinya masih belum maksimal. Berdasarkan data Kementerian ESDM, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga air baik skala besar/kecil baru mencapai 4200 MW atau sekitar 5,5% dari total potensi yang ada. Sementara untuk yang skala mini/mikro mencapai 215 MW atau sekitar 37,5% dari total potensi.

Mikrohidro merupakan satu mekanisme dari pengembangan Skema Jasa Lingkungan air (PES). Mikrohidro disini tidak hanya dilihat dari sisi pembangunan energi, tetapi juga bisa dilihat dari sisi skema PES tersebut dan bagaimana mikrohidro dapat memberikan nilai tambah bagi kegiatan konservasi. Pengembangan mikrohidro dapat mengurangi nilai emisi CO2.

Program listrik pedesaan melalui pengembangan PLTMH dapat menjadi jawaban dari krisis listrik di Indonesia, keuntungan lain dari pengembangan PLTMH adalah keberlangsungan hutan dengan kegiatan konservasi. Masyarakat yang menggunakan PLTMH diharapkan dapat memahami manfaat keberadaan hutan sebagai daerah tangkapan air (catchment area). Dengan demikian, masyarakat juga akan tergerak untuk menjaga kelestarian hutan dan berbagai usaha konservasi lainya tanpa merusak keanekaragaman hayati yang terdapat di sekitar hutan.

PLTMH adalah sarana untuk mengembangkan kemampuan masyarakat dalam memperbaiki kualitas sosial budaya desa. Sisi lain dari PLTMH, bukan hanya sebuah pembangkit energi listrik, tapi lebih pada gerakan sosial budaya dimana pembangunan PLTMH lebih bersifat gotong royong di desa. PLTMH merupakan jawaban atas pemanfaatan hutan dan kebutuhan listrik, kegiatan ini akan berdampak langsung bagi kemajuan masyarakat di pedalaman Indonesia. Dengan kata lain, pengembangan mikrohidro merupakan pemerataan pembangunan di pedesaan  dan merupakan suatu alat manajemen pengelolaan hutan yang tepat sasaran.(Az)

Penulis adalah pegiat lingkungan di Aceh.

read more
Energi

Jerman Kembangkan Jalur Listrik Energi Angin Terpanjang

Pemerintah Jerman memaparkan rencana konstruksi yang akan menjadi jalur listrik terpanjang di negara itu. Proyek ini adalah bagian dari kebijakan Jerman untuk berganti haluan menuju energi terbarukan. Jalur listrik baru tersebut dinamakan proyek “Südlink” dan panjangnya mencapai 800 kilometer. Demikian dikatakan operator TenneT dan TransnetBW, Rabu (05/02/14).

Mulai tahun 2022, Südlink akan menyalurkan energi angin dari kawasan utara Schleswig-Holstein ke barat daya Baden Württemberg. Jalur ini akan melewati beberapa negara bagian, seperti Niedersachsen, Nordrhein Westfalen, Hessen, dan juga ke negara bagian Bayern serta Rheinland Pfalz.

“Ini seperti jalan tol listrik tanpa ada jalur untuk keluar,” kata direktur TenneT Lex Hartman. Proyek ini biayanya diperkirakan “satu digit milyar Euro”. “Kami siap untuk memulai,” tambah Hartman. Sebanyak 2016 permohonan ijin untuk proyek konstruksi akan dimulai.

Transisi energi Jerman
Energi angin yang diperoleh dari kawasan utara Jerman diharapkan bisa mengkompensasi berkurangnya energi dari pembangkit listrik tenaga nuklir di wilayah selatan.

Jalur ini adalah bagian dari upaya Jerman untuk pindah dari emisi karbon menuju energi terbarukan. Di Jerman langkah ini dikenal dengan istilah “Energiewende”.

“Südlink” hanya satu dari tiga proyek konstruksi besar yang dilaksanakan berdasarkan kebijakan tersebut. Secara keseluruhan ada 36 jaringan listrik berbeda yang diperluas atau ada proyek perbaikan yang memakan biaya sebesar 10 milyar Euro. 2800 kilometer jalur listrik dibangun ulang dan 2900 kilometer jalur yang berbeda dioptimalkan.

Reaksi negatif di selatan Jerman
Proyek jalur listrik tidak sepenuhnya mendapat tanggapan positif. Khususnya di wilayah selatan. Aksi protes berfokus pada jalur sepanjang 450 kilometer dari kota Bad Lauchstädt di Bayern dan Meitingen di Sachsen-Anhalt.

Kelompok yang menentang konstruksi jalur listrik mempertanyakan biaya, keamanan pribadi dan efek samping bagi lingkungan. Demonstrasi tahun lalu di Bayern tentang jalur listrik tersebut, bahkan sempat memaksa partai pemerintah CSU untuk menuntut moratorium atas proyek itu.

Tapi walau adanya tentangan di selatan, hasil jajak pendapat menunjukkan mayoritas warga Jerman mendukung proyek Südlink. Hartman mengaku, ia bertanggung jawab untuk memastikan biaya transisi energi di Jerman tidak melebihi anggaran. “Bagaimana pun juga, ini adalah uang milik warga Jerman,” ujarnya.

Sumber: dw.de

read more