close

bioethanol

Energi

Swasembada Energi, Mungkinkah ?

Beberapa hari lalu chairman of Indonesia Petroleum Association – organisasi yang menaungi 58 operator minyak dan gas besar di Indonesia – menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi negeri pengimpor energi terbesar pada tahun 2019. Dengan produksi yang hanya 798,000 barrels oil per day (bopd), konsumsi kita kini sudah mencapai 1.6 juta bopd dan terus meningkat. Ketergantungan kita pada impor energi yang semakin besar akan bisa mengganggu kedaulatan negeri ini secara keseluruhan. Apa yang bisa kita perbuat ?

Sama dengan ketergantungan pangan impor yang kini tengah menyadarkan bangsa ini untuk berjuang sekuat tenaga untuk bisa swasembada pangan dalam arti yang sesungguhnya, perjuangan untuk swasembada energi mestinya juga tidak kalah pentingnya.

Tetapi mengapa perjuangan kearah swasembada energi belum ada tanda-tanda untuk dimulai atau setidaknya diniatkan?  Padahal problem besarnya sudah di depan mata bahkan hanya dalam satu periode pemerintahan ini saja – kita sudah akan menjadi importer energi terbesar di dunia ? Bisa jadi karena besarnya masalah dan tantangan yang ada – membuat kita bahkan berniat untuk mandiri energi saja awang-awangen.

Semua masalah menjadi besar karena dilihat dari kacamata manusia. Tidak demikian di mata Allah, Tidak ada sesuatu yang terlalu besar dihadapan Dia Yang Maha Besar. Maka di sinilah sebenarnya letak kuncinya bila kita ingin bisa mengatasi problem-problem besar kita, yaitu memohon petunjuk dan pertolonganNya.

Untuk bidang energi ini setidaknya ada tiga petunjuk spesifik di Al-Qur’an yaitu di Surat Yaasiin 80, Al-Waqi’ah 71-72 dan An-Nur 35. Dalam Tafsir Ibnu Katsir yang menjelaskan Surat Yaasiin ayat 80 : “yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” – mengutip pernyataan Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud kayu yang hijau itu adalah pohon Marakh atau Markh dan pohon ‘Afar.

Hasil perncarian saya tentang pohon Marakh ini ketemu nama latinnya yaitu Leptadenia pyrotechnica dari family Asclepiadaceae. Menariknya adalah nama latin pyrotechnica – ini mempunyai arti pembuat api. Artinya masyarakat yang tinggal dimana pohon tersebut berada mengenalnya sebagai pohon untuk membuat api.

Tanaman ini menyebar luas di Hijaz, Afrika Utara, Asia Tengah dan di Mediterania. Tanamannya seperti semak, selain digunakan untuk membuat api – bisa dibuat sayur dan bahkan juga bahan untuk berbagai pengobatan. Bila ada teman-teman yang lagi berada di daerah-daerah tersebut, saya akan sangat berterima kasih bila bisa membawakan saya oleh-oleh untuk benihnya.

Jadi pohon sumber api atau energi bisa berarti pohon-pohon hijau specific seperti Marakh dan ‘Afar (yang ini saya belum ketemu nama latin atau nama lokalnya), tetapi juga bisa berarti pohon hijau lainnya.

Yang terakhir ini dikuatkan oleh Surat An-Nur ayat 35 : “… yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon Zaitun …”. Minyak yang digunakan untuk menyalakan api – itulah energi bahan bakar kita kini.

Karena bahan bakar fosil kita – yang juga berasal dari pohon hijau jutaan tahun lalu – terus menipis, Marakh dan ‘Afar kita belum punya, Zaitun baru mulai menanam dan mensosialisasikan ke masyarakat luas – maka pencarian sumber-sumber energi dari pohon yang hijau dapat terus diperluas ke berbagai tanaman yang sudah (mudah) tumbuh secara luas di negeri ini.

Selain sawit yang sudah diproduksi sangat luas yang hasilnya bisa untuk minyak makan dan juga bahan bakar, demikian juga minyak kelapa – masih sangat banyak jenis tanaman lain penghasil minyak. PUSPITEK pernah mengungkapkan ada lebih dari 60 jenis tanaman di Indonesia yang menghasilkan minyak, di dunia ada lebih dari 100 jenis tanaman.

Dari sinilah kemudian kita bisa belajar bahwa bahkan ‘prediksi’ krisis energi-pun bisa diantsisipasi dengan gerakan menanam secara sungguh-sungguh seperti yang dilakukan Nabi Yusuf ‘Alaihi Salam ketika memprediksi Mesir akan paceklik pangan (QS 12:47).

Sementara pencarian solusi energi yang canggih-canggih seperti energi nuklir, energi matahari, gelombang laut, hydrokinetic dlsb bisa dilakukan para ahlinya masing-masing, rakyat kebanyakan bisa terlibat dengan kegiatan menanam ‘energi’ rame-rame sehingga pada waktunya nanti diperlukan tinggal mengolahnya.

Seperti petunjuk di surat An-Nur 35 tersebut diatas, maka yang kita tanam-pun sebaiknya tanaman yang multi-purpose. Seperti Zaitun yang minyaknya bisa menjadi minyak makan maupun minyak untuk bahan bakar, maka jenis tanaman seperti ini yang insyaAllah jauh lebih luas manfaatnya bagi masyarakat.

Bila yang ditanam tanaman khusus energi seperti tanaman jarak misalnya, ketika tidak diolah sebagai bahan bakar – kita tidak bisa menggunakannya sebagai bahan pangan, akibatnya banyak penanam jarak yang tidak bisa menikmati hasilnya karena industri penunjang minyak jarak yang belum berjalan.

Selain Zaitun, contoh tanaman multi-purpose versi lokal adalah pohon kelor atau Moringa oleifera. Daunnya bisa menjadi sumber nutrisi bergizi tinggi dan bahan obat herbal, buahnya mengandung minyak yang cukup tinggi sekitar 40 % berat kering. Minyak kelor atau ben oil selain sebagai minyak terbaik kedua setelah Zaitun, juga bisa menjadi biodiesel bila memang waktunya dibutuhkan.

Berbeda dengan Zaitun yang sebagian orang masih sulit diyakinkan bahwa tanaman ini insya Allah bisa tumbuh sempurna juga di Indonesia, kelor sudah terbukti mudah tumbuh dimana-mana. Cabang yang dipotong (stek) dan ditancapkan di tanah saja insya Allah akan bisa tumbuh baik.

Kalau kita mulai menanam pohon ini rame-rame dari stek sekarang, insyaAllah lima tahun lagi tahun 2019 pohon-pohon tersebut sudah akan mulai berbuah dan mulai bisa kita petik hasilnya untuk minyak makan ataupun bahan bakar. Tentu belum akan cukup untuk mengatasi problem bahan bakar saat itu ketika negeri ini menjadi pengimpor energi terbesar di dunia, tetapi setidaknya saat itu orang bisa melihat adanya cahaya diujung terowongan yang gelap. Bahwa ada solusi alternatif yang kita semua bisa terlibat didalamnya, kalau belum bisa mengatasi masalah saat ini setidaknya ada harapan untuk bisa mengatasi masalah itu nantinya.

Untuk masyarakat bisa rame-rame menanam kelor, kami sudah mengumpulkan ribuan batang stek kelor di Jonggol Farm. Masyarakat bisa memintanya gratis ke kami untuk satu atau dua pohon, sepuluh atau dua puluh pohon – kalau butuhnya banyak bisa ikut mengganti ongkos pengumpulan dan transportasinya. Yang mau menanamnya dari biji, insyaAllah juga kami sediakan cukup banyak. Hanya mohon maaf tidak bisa dikirim karena kami prioritaskan yang mengambil sendiri sekaligus belajar menanamnya – agar meningkatkan peluang keberhasilan.

Untuk mengolah biji kelor menjadi minyak makan auatupun minyak diesel, mesin-mesin perdananya insyaAllah sudah akan bisa kita miliki dalam beberapa bulan kedepan. Setelah jelas model mesin yang paling efektif untuk pengolahan minyak kelor ini, baru digandakan untuk bisa dimiliki masyarakat secara luas – lima tahun insyaAllah cukup untuk menghasilkan mesin yang efektif untuk memproses minyak kelor tersebut.

Bisa jadi ini langkah yang sangat kecil dibandingkan dengan problem yang sangat besar yaitu problem energi nasional, tetapi dengan cara turun langsung dan melibatkan diri kita dalam berjuang mengatasi masalah besar ini – mudah-mudahan bisa menjadi jalan untuk terkabulnya do’a kita kepadaNya.

Sebab salah satu do’a yang terkabul adalah do’anya orang-orang yang secara sungguh-sungguh terjun langsung di medan perjuangan dan tidak duduk-duduk saja menunggu hasil. Dalam perang Badr, tentara umat ini sedikit dan perlengkapannya serba terbatas – tetapi unggul melawan tentara musuh yang jauh lebih banyak dan dengan perlengkapan perang yang jauh lebih lengkap – karena do’a-do’a tentara umat yang sedikit itu terkabul.

(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS 8 : 9-10)

Dari pada duduk-duduk mengutuki kegelapan karena langkanya energi yang akan datang, alangkah baiknya bila kita mulai berusaha untuk bisa menyalakan ‘lilin-lilin’ kita sendiri. InsyaAllah kita bisa.[]

Sumber: geraidinar.com

read more
Energi

BBM Melambung, Plastik Pun jadi Bahan Bakar

Sampah plastik dan botol bekas di sekeliling rumahnya satu persatu dikumpulkan oleh Supriati (55), seorang Ibu Rumah Tangga (IRT), di Gampong Alue Drien, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara. Sampah yang sudah dikumpulkan itu dibawa ke dapur dan kemudian disulut dengan korek.

Alhasil, sampah plastik yang disulut korek itu meneteskan cairan kental seperti minyak menyambar ke potongan-potongan  kayu bakar yang telah disusun untuk memasak. Api pun terus menyala, memasak makanan yang akan dihidangkan untuk keluarga. Ide semacam ini justru menghemat biaya. Hanya bermodalkan sebuah korek gas, kayu bakar yang kering dan sampah plastik atau sejenisnya, sebagai pengganti minyak atau bahan bakar.

Ide ini muncul dalam benak Supriati pasca kenaikan harga BBM yang mengakibatkan bahan pokok lainnya juga ikut naik, salah satunya adalah tabung gas Elpiji 3 Kg yang harganya melambung mencapai Rp 26 ribu. Menurutnya, memasak dari api minyak sampah itu adalah hal yang biasa dan mudah dilakukan banyak orang. Walaupun nampak sepelu namun jika rutin dilakukan maka akan menghemat biaya dua kali lipat.

“Ide semacam ini kan tentu dilakukan banyak orang, karena prosesnya sangat mudah. Kita tinggal mengumpulkan sampah plastik yang kering dan kemudian dibakar. nah pada waktu itu lah api menyala pada sampah tersebut yang menghasilkan tetesan minyak dan menyambar ke bagian potongan kayu bakar. Makanan pun jadi tambah lezat dan menghemat biaya dua kali lipat,” jelasnya kepada GreenJournalist beberapa waktu lalu.

Awalnya, dirinya memasak dengan menggunakan tabung gas elpiji ukuran 3kg. Namun karena harganya melambung dan boros, ia timbul pikiran untuk memasak segala macam masakan dengan menggunakan kayu bakar bersumber api dari tetesan minyak sampah plastik. Tak hanya itu, dari hasil kumpul mengumpul sampah-sampah tersebut, lingkungan rumah pun menjadi bersih dan ramah lingkungan.

“Memasak pakai tabung gas elpiji hanya memboroskan biaya dan berbahaya. Sebelumnya saya memasak dengan menggunakan tabung gas elpiji, namun boros. Tabung gas elpiji 3kg hanya mampu bertahan selama satu minggu saja. Nah, kalau masak pakai minyak sampah ini maka tidak ada batasnya, modalnya hanya kemauan. Hitung-hitung membersihkan lingkungan disekeliling rumah,” jelasnya lagi.

Dengan cara begitu, Supriati yang sudah janda sejak meninggal suaminya pada 2010 lalu, harus bisa menghemat segala biaya. Supriati tinggal bersama anak perempuannya yang sudah dikaruniai tiga anak (cucunya-red).

read more