close

tsunami

Sains

Dampak Kerusakan Topan Haiyan Setara Tsunami Aceh

Banyak yang menyebut kedahsyatan topan Haiyan setara dengan tsunami Aceh. Apa alasannya? Mengapa dua bencana yang sebabnya jelas berbeda itu dibandingkan?

Sebab pertama ialah kerugian yang diakibatkan. Topan Filipina menewaskan paling tidak 10.000 jiwa. Pemandangan di Tacloban City yang terdampak topan sangat mirip dengan pemandangan di Aceh setelah terempas gelombang tsunami. Rumah rata dengan tanah dan pohon bertumbangan.

Tsunami Aceh dipicu oleh gempa bermagnitudo 9,1 yang terjadi di zona subduksi sebelah barat lepas pantai Sumatera. Gempa memicu gelombang tsunami yang dilaporkan mencapai ketinggian 30 meter.

Di sisi lain, bencana di Filipina dipicu oleh topan Haiyan yang kecepatan geraknya mencapai 310 km/jam. Badai memicu gelombang laut yang tak biasa dengan ketinggian mencapai 2 meter. Di beberapa tempat, ketinggian gelombang bisa 6 meter.

Topan Haiyan dan tsunami Aceh disetarakan karena besarannya. Gempa yang memicu tsunami Aceh merupakan salah satu yang terbesar dalam seabad terakhir. Topan Haiyan tercatat sebagai topan terkuat dan paling mematikan tahun ini.

Diberitakan BBC, Senin (11/11/2013), topan Haiyan memang memicu “tsunami”.

Zona bertekanan rendah pada badai memungkinkan air laut untuk naik. Akibat kenaikan air laut sebenarnya biasa jika ketinggiannya maksimum 1 meter.

Namun, karena topan Haiyan bergerak sangat cepat, kenaikan air laut yang terjadi lebih besar. Gelombang laut yang tinggi kemudian menerjang daratan.

Kondisi geografis Pulau Samar dan Leyte membuat gelombang laut berdampak besar. Air menghantam permukiman warga di sekitar pantai dan menumbangkan pohon. Topan Haiyan memicu “tsunami” yang merugikan sama seperti gempa 26 Desember 2004 yang memicu tsunami mematikan.

Sumber: kompas.com

read more
Sains

Pendeteksi Tsunami Teranyar, Wifi Bawah Air

Tsunami selama ini sulit dideteksi karena teknologi yang belum memadai. Tim peneliti dari Universitas Buffalo, mencoba pendekatan baru.  Pendekatan baru ini dengan menggunakan teknologi nirkabel.

Jaringan internet dengan sistem wireless fidelity (wifi) tengah diujicoba di dalam air. Tim peneliti dari Universitas Buffalo, New York, AS, mengatakan, teknologi ini mampu mendeteksi bencana alam jauh lebih cepat dan akurat. Sistem peringatan dini pun dapat berkembang dengan jaringan ini.

Berbeda dengan jaringan wifi darat yang menggunakan gelombang radio, wifi bawah air memanfaatkan gelombang suara. Walaupun gelombang radio dapat menembus kepadatan air, tapi jangkauan dan stabilitasnya terbatas.

Karena itu, para peneliti memilih gelombang suara, seperti yang dilakukan oleh mamalia laut, yaitu paus dan lumba-lumba. Sistem ini terbukti dapat digunakan, tapi ada satu permasalahan yang belum dapat diselesaikan, yaitu menghubungkan jaringan antar organisasi. Pasalnya, setiap organisasi menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mewujudkan jaringan wifi bawah air.

Tim dari Universitas Buffalo mencoba ciptakan standar sistem jaringan. “Jaringan di dalam laut menghasilkan kemampuan mengoleksi dan analisa,” kata pimpinan peneliti, Tommaso Melodia. Hal ini, membuat informasi yang diberikan dapat diakses melalui ponsel pintar atau komputer setiap orang ketika bencana tsunami mendekat.

Uji coba dilakukan di Danau Erie dengan menjatuhkan sensor berbobot 18 kilogram. Kemudian tim berhasil mendapatkan transmisi informasi dari sensor melalui komputer. Tim berharap, sensor ini dapat mendeteksi dan menyelesaikan permasalahan lingkungan.

Rencananya, pada bulan November, tim peneliti akan menjelaskan tentang teknologi ini pada konferensi untuk jaringan bawah air di Taiwan.

Sumber: nationalgeographic.co.id & BBC

read more
1 2
Page 2 of 2