close

09/11/2013

Kebijakan Lingkungan

Tahun 2029 Banda Aceh akan Hijau

Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh merencanakan pada tahun 2029 nantinya sudah menjadi kota hijau, dimana akan ada Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30 persen sesuai dengan amanah Undang-undang yang ada.

Dijelaskan oleh wakil wali kota Banda Aceh, Illiza Sya’aduddin Djamal, ini semua butuh peran serta yang positif dari masyarakat untuk mewujudkan kota hijau di Banda Aceh.

“Butuh peran  sama-sama menjaga bumi ini agar tetap hijau, selain karena kesehatan bumi ini, juga akan diwariskan kepada anak cucu generasi penerus,” kata Illiza usai membuka acara Festival Kota Hijau di Banda Aceh, Sabtu (9/11/2013).

Dijelaskannya, Pemko Banda Aceh telah memprogramkan ketersediaan RTH di Banda Aceh sejak 2009 lalu. Hingga saat ini  program tersebut telah rampung sekitar 70%.

“Untuk merampungkan 100 persen yaitu 30 persen RTH di dalam kota membutuhkan anggaran yang besar,” jelasnya.

Hal yang menjadi kendala saat ini adalah persoalan pembebasan lahan. Pasalnya, kata Illiza, banyak masyarakat tidak memberikan lahannya untuk RTH. Kalau pun diberikan, harga jual yang ditawarkan diluar kemampuan anggaran yang tersedia.

“Harga lahan mahal menjadi kendala besar,” sebutnya.

Kendatipun demikian, Pemko akan terus berupaya untuk menyediakan anggaran setiap tahunnya untuk keperluan RTH. “Kita targetkan tahun 2029 Banda Aceh sudah hijau,” imbuhnya.

Disisi lain, Illiza juga meminta komitmen seluruh kepala SKPD di jajaran Pemko Banda Aceh agar menerapkan pola hidup sehat dan hijau yang dimulai dari menanam satu pohon saja di masing-masing halaman rumah.

“Saya intruksikan agar setiap kepala SKPD menanam satu pohon saja di halaman rumah dan nanti kita akan programkan untuk melakukan sidak ke tiap rumah kepala SKPD,” pintanya.

Sementara kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Banda Aceh, Ir. Gusmeri MM mengatakan Festival Kota Hijau diselenggarakan bertepatan dengan peringatan hari tata ruang nasioal yang diperingati 10 November 2013 di Jakarta.

Katanya lagi Kota Banda Aceh patut berbangga dan bersyukur atas predikat kota hijau yang telah disandang bersama dengan 112 Kab/kota lainnya mengingat delapan tahun lalu Banda Aceh adalah kota yang sangat gersang setelah diterjang musibah gempa dan tsunami.

Gusmeri juga menjelaskan, saat ini Pemerintah Pusat juga telah membantu Pemko Banda Aceh sebesar 5 miliar untuk pengembangan RTH. Anggaran tersebut telah masauk dalam Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) tahun 2014 mendatang.

“Pusat hanya bantu dana, sedangkan lahan kita yang sediakan, kalau lahan sudah ada dana itu akan segera cair,” ungkap Gusmeri.

Untuk menjawab persoalan itu, Dinas PU Banda Aceh telah menyurati Pemerintah Aceh agar bisa membantu penyediaan lahan untuk dibangun RTH.  Kata, direncanakan ada lahan di Lamjame sebesar 3 hektar untuk dibangun RTH.

“Di RTH itu juga kita akan buat sarana olah raga, seperti Jogging Track, lapangan bola dan sejumlah fasilitas olah raga lainnya,” sebut Gusmeri.[Afifuddin Acal]

read more
Flora Fauna

Sebagian Warga Sulawesi Utara Doyan Makan Hewan Langka

Bagi sebagian masyarakat Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), kebiasaan menyantap makanan yang untuk ukuran orang normal sering dianggap kurang lazim sepertinya telah menjadi hal lumrah. Sebut saja makanan berbahan daging tikus, kelelawar, anjing hingga ular dan tikus. Meski mayoritas masyarakat menganggapnya ekstrem, hidangan semacam ini memang belum banyak dipermasalahkan.

Namun bagaimana jika satwa liar yang masuk kategori hewan langka juga ikut dijadikan hidangan di meja makan? Seperti anoa dan ketam kenari, yang ternyata di sejumlah wilayah di Sulut diakui masih kerap dikonsumsi.

Pertanyaan yang menyuarakan keprihatinan ini diajukan mahasiswi jurusan Fakultas Kesehatan, Vera Junifer Tumbuan, 18 th, saat sesi tanya jawab dalam kuliah umum bersama Menteri Kehutanan (Menhut) Republik Indonesia, Zulkifli Hasan, di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, Sulawesi Utara, Jumat (9/11/2013).

“Sebagian besar masyarakat di Sulawesi Utara terkenal memiliki kebiasaan mengkonsumsi satwa (langka) liar seperti anoa, ketam kenari, kera dan sebagainya. Bagaimana ketegasan, sanksi konkret yang bisa ditegakan di Indonesia agar kelestarian satwa bisa dipertahankan?” tanya Vera kepada Menteri Zulkifli.

Menjawab pertanyaan itu, Menteri Zulkifli menegaskan perlindungan satwa langka seperti anoa sudah diatur dalam undang-undang. Hukuman bagi pelanggar juga sudah jelas, yaitu ditangkap dan terancam sanksi maksimal lima tahun penjara.

Namun, lanjutnya, proses hukum biasanya diberlakukan setelah pihaknya melakukan peringatan terlebih dahulu. Peringatan bisa berbentuk imbauan hingga sosialisasi mengenai larangan mengkonsumsi satwa dilindungi.

Ia juga mengingatkan, selain ada hak-hak asasi manusia, saat ini dikenal juga istilah animal right (hak-hak hewan) dan animal walfare (kesejahteraan satwa).  Jadi, layaknya manusia, hewan juga tidak boleh diperlakukan sewenang wenang, apalagi hewan yang dilindungi.

“Maka tidak boleh (diperlakukan sewenang-wenang) lagi. Apalagi dimakan,” kata dia.

Penjabat Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Sony Partono, saat ditemui usai acara mengatakan perlindungan tentang hewan satwa langka sudah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Hukuman bagi yang melanggar pun diatur di sana. Yaitu, pelanggar bisa dipidanakan dengan sanksi penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Aturan soal itu tertuang dalam pasal 40 ayat 2 di UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

Kuliah umum bertema “Pemuda: Pelopor Pembangunan Hijau (Green Development)” digelar di Ruang Sidang Gedung  Rektorat Universitas Sam Ratulangi Jumat pagi. Selain Menhut Zulkifli, dua narasumber lain yang hadir, Rektor Unsrat, Prof Donald Rumakoy dan Bara K Hasibuan Walewangko dari Rumah Gagasan PAN.

Sumber: republika.co.id

read more
Ragam

Ecofruit: Pertanian Buah-buahan Maksimal dengan Pestisida Minimal

Dalam sebuah studi tahun 2005 yang dilakukan oleh Program Data Pestisida (di bawah Departemen Pertanian AS), dari 774 apel yang dianalisis di Amerika Serikat, 727 sampel terdeteksi residu pestisida – itu mencapai 98 % ! Selain itu, apel menempati peringkat 1 dalam daftar ” Dirty Dozen ” yang dikeluarkan oleh Environmental Working Group , dianta buah-buahan dan sayuran dalam tingkat pemakaian pestisida.

Mengapa buah-buahan berwarna-warni dicampur dengan begitu banyak pestisida ? Agar petani untuk memiliki musim tanam yang sukses , mereka sering menggunakan pestisida dan insektisida, yang memiliki efek positif bagi hasil panen, tetapi juga memiliki dampak negatif yang berbahaya terhadap lingkungan dan bagi konsumen.

Masalah mereka ada dua hal, petani apel ingin menggunakan teknik terbaik untuk menanam tanaman dan ilmuwan pertanian ingin mengurangi penggunaan pestisida .

Dalam upaya untuk mengatasi masalah ini untuk menghasilkan apel di Wisconsin, sebuah kolaborasi bersama antara University of Wisconsin – Madison Pusat Sistem Pertanian Terpadu ( CIAS ) dan beberapa petani apel telah mendirikan Program Ecofruit.

Fokus utama The Ecofruit adalah mengurangi ketergantungan pestisida yang berbahaya bagi petani, konsumen dan lingkungan, sementara juga mendukung petani dalam menemukan praktek pertanian terbaik.

” Sepuluh tahun yang lalu kami benar-benar bergantung pada fenologi pohon dan kalender, tapi sekarang kita
mengandalkan data, ” kata Tom Ferguson , pemilik kebun Wisconsin . Dia mencatat bahwa teknik menanam apel dan berry telah berubah secara dramatis dalam dekade terakhir.

Kemitraan dengan Program Ecofruit telah meningkatkan penggunaan peralatan pertanian dan kesempatan untuk belajar tentang cara-cara terbaru dan paling efektif untuk mengurangi serangan hama pada tanaman. Teknik-teknik baru dikenal sebagai ” pengelolaan hama terpadu (PHT)”.

PHT termasuk menggunakan data cuaca untuk memprediksi di mana penyakit dapat muncul dan mengantisipasi kondisi di mana serangga mungkin mulai merongrong tanaman. Petani juga menganalisis data dari perangkap serangga untuk memutuskan kapan mengelola hama. Strategi manajemen hama menggunakan PHT bervariasi dari mengganggu kawin serangga, penanaman pohon tahan penyakit , atau mengelola komunitas serangga untuk mendorong spesies-spesies yang secara alami memakan hama.

Menurut statistik terbaru, Proyek Ecofruit telah berhasil dalam mengurangi resiko pestisida terhadap kesehatan manusia
dan dampak lingkungan sebesar 46 persen sementara juga meningkatkan strategi pengelolaan hama terpadu sebesar 54 persen. Sejak program ini dipelopori pada tahun 2000, telah melayani hampir 100 petani apel dan berry lebih dari 20 negara.

Sumber: enn.com

read more
Tajuk Lingkungan

Hari-hari “Besar” Lingkungan

Jika kita melihat kalender lingkungan, akan ada banyak event-event yang patut untuk dirayakan. Sebut saja Hari Bumi, Hari Lingkungan, Hari Bebas Kendaraan Bermotor, Hari Lahan Basah dan berbagai hari-hari lainnya. Pada dasarnya hari-hari tersebut tidak beda dengan hari-hari lainnya akan tetapi pada hari-hari tersebut telah terjadi peristiwa bersejarah di bidang lingkungan.

Misalnya saja Hari Lahan Basah Sedunia, yang diperingati pada tanggal 2 Februari setiap tahunnya. Tanggal ini merupakan hari ditandatanganinya Konvensi Lahan Basah, yang disebut Konvensi Ramsar, pada 2 Februari 1971 di Kota Ramsar, kota yang terletak di pantai Laut Kaspia di Iran. Hari Lahan Basah Sedunia diperingati pertama kali pada tahun 1997.

Sebenarnya kita tak harus menjaga lingkungan pada hari-hari “besar” lingkungan tersebut. Seyogyanya menjaga lingkungan dilakukan setiap hari. Tapi sebagai manusia, tentu saja memperingati sebuah even akan menjadi kegiatan yang menarik, yang bisa mencari perhatian massa atau publik. Itulah sebabnya pada hari-hari “besar” tersebut banyak badan pemerintah atau lembaga yang peduli lingkungan menyelenggarakan berbagai even.

Celakanya kita sering terlupa setelah melakukan “pesta” peringatan tersebut. Seolah-olah cukup pada hari tersebut saja kita peduli, selanjutnya terserah Anda. Ini tidak benar. Misalnya kita ambil saja mengenai isu lahan basah. Isu ini terus saja naik-tenggelam seiring dengan peristiwa-peristiwa lain yang terjadi di sekitar kita.

Lahan basah seperti hutan bakau, rawa-rawa dan daerah pinggiran pantai sering terlupakan dalam kehidupan sehari-hari kita. Seolah-olah lahan basah bukan bagian penting dari kehidupan manusia. Tapi lihat saja bagaimana lahan basah telah memberi kehidupan bagi manusia dan membantu manusia dari bencana alam. Manusia sudah mengeksploitasi lahan basah tanpa peduli gerakan penyelamatannya. Sudah saatnya manusia berhenti melakukan tindakan durjana ini.

Jadi sudah saatnya memelihara lingkungan dilakukan setiap saat dan setiap hari. Ini ibaratnya menghirup udara, selalu kita lakukan tanpa perlu perencanaan, otomatis dan menjadi bagian dari hidup.[m.nizar abdurrani]

read more
Green Style

Ekosistem Rumput Laut Dunia Terancam Hilang

Setiap tahun, sebanyak 7% hamparan rumput laut dunia hilang akibat ulah manusia. Tingkat kerusakan ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global.

Hal ini terungkap dalam laporan terbaru yang diterbitkan dalam jurnal “Global Change Biology” yang disusun oleh Dr. Megan Saunders, peneliti dari Global Change Institute, milik University of Queensland. Ia dan tim bekerja sama dengan Centre of Excellence for Environmental Decisions (CEED) meneliti ekosistem rumput laut dunia.

Menurut Dr. Saunders, ancaman terbesar bagi ekosistem rumput laut dunia adalah hilangnya akses terhadap cahaya matahari. Saat kondisi perairan semakin keruh dan dalam akibat ulah manusia serta kenaikan air laut, hamparan rumput laut semakin sulit mendapatkan akses terhadap sinar matahari yang penting bagi pertumbuhannya.

Dalam penelitian ini, tim peneliti memanfaatkan lahan basah di wilayah Moreton Bay, Australia, sebagai laboratorium alam guna meneliti reaksi ekosistem rumput laut menghadapi ancaman kenaikan permukaan air laut yang diperkirakan mencapai 1,1 meter pada akhir abad ini.

Menurut Dr. Saunders – tidak seperti terumbu karang – rumput laut adalah ekosistem laut yang “terlupakan”. “Rumput laut tidak banyak mendapatkan perhatian dari media maupun pemangku kebijakan sebagaimana terumbu karang,” tuturnya. Padahal fungsi dari terumbu karang sangat penting bagi samudra dan masyarakat.

Ekosistem rumput laut adalah lokasi perkembangbiakan ikan dan kerang yang mendukung ketersediaan pangan bagi manusia. Rumput laut juga menyerap emisi karbon dalam jumlah yang sangat besar. Sehingga peran rumput laut dalam mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim juga besar. Rumput laut menyerap 48-112 juta ton karbon setiap tahun. Saat rumput laut rusak karbon-karbon ini akan terlepas kembali ke atmosfer memicu pemanasan global.

“Jika kita bisa menjaga luas wilayah rumput laut, kita bisa memerlambat pemanasan global sekaligus mengembalikan potensi perikanan dunia,” ujar Dr. Saunders. Rumput laut juga membersihkan lautan dengan cara menangkap sedimen dan nutrisi yang masuk ke laut.

Tim peneliti memerkirakan, saat air laut naik sebesar 1,1 meter pada akhir abad ini, luas ekosistem rumput laut di Moreton bay akan berkurang hingga 17% hanya karena hilangnya akses terhadap sinar matahari. Nilai kerusakan yang sama bisa terjadi di seluruh dunia, walau angka persisnya tergantung pada lokasi ekosistem rumput laut.

Menurut Dr. Saunders kunci menyelamatkan ekosistem rumput laut bergantung pada kemampuan kita mengendalikan erosi dan pembuangan limbah dari sungai atau saluran air setempat. Cara ini bisa diwujudkan dengan menghijaukan kembali kawasan pesisir pantai dan pinggiran sungai, serta mengelola limbah cair masyarakat agar tidak terbuang ke laut tanpa pengolahan.

Untuk itu, peran pemerintah lokal penting dalam menciptakan kebijakan laut dan wilayah pesisir yang lestari guna menjaga agar ekosistem rumput laut mampu bertahan di tengah ancaman kenaikan permukaan air laut. “Pemerintah diharapkan bisa mencegah pembangunan bangunan penahan gelombang, jalan dan perumahan di sekitar wilayah pesisir pantai,” ujar Dr. Saunders. Alih-alih pemerintah harus menanam mangroves dan vegetasi pesisir lain agar ekosistem rumput laut bisa berkembang.

Penelitian di Moreton Bay menunjukkan, aksi hijau di wilayah pantai itu akan bisa mengurangi kerusakan ekosistem rumput laut dari 17% ke 5%, tergantung pada kemampuan menciptakan pasokan cahaya matahari yang cukup bagi ekosistem rumput laut. “Informasi ini penting bagi perencana wilayah pesisir guna mengantisipasi perubahan akibat kenaikan permukaan air laut dan perubahan iklim,” ujar Dr. Saunders.

Sumber: Hijauku.com

read more