close

26/11/2013

Tajuk Lingkungan

Kejamnya Masyarakat Kota

Dewasa ini, pembangunan di kota-kota yang ada di Indonesia sudah semakin maju seiring tuntutan modernisasi. Gedung-gedung pencakar langit, perumahan mewah, dan perkantoran elit serta sekolah-sekolah megah ada di setiap sudut kota. Semua pembangunan yang dilakukan di Kota menimbulkan efek yang besar bagi lingkungan di sekitarnya. Tidak hanya itu, masyarakat yang tinggal di perkotaan sering tidak pernah berpikir bahwa akibat bangunan yang mereka tempati telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat yang tinggal di desa-desa yang dekat dengan sungai, hutan, dan pegunungan.

Bagi kita yang berdomisili di Kota Banda Aceh misalnya, mudah kita melihat sendiri secara langsung hasil pembangunan yang telah dilakukan selama proses rehabilitasi dan rekonstruksi kembali Aceh pasca bencana gempa dan tsunami yang terjadi pada bulan Desember 2004 yang lalu.

Jika kita bicara pembangunan di sebuah kota, maka kita akan bicara tentang perencanaan pembangunan yang dilakukan disana oleh Bupati/Walikota. Biasanya, berbagai konsep pembangunan kota lahir dari para pengambil kebijakan tanpa memandang akibat yang akan ditimbulkan ketika pembanungan mulai dilakukan hingga selesai dilaksanakan. Strategi pembangunan yang demikian tentu saja membuat lingkungan hidup rusak. Masyarakat pedesaan menanggung akibat yang begitu besar dari pembangunan yang terus terjadi di kota.

Secara sosial, kota seharusnya menjembatani berbagai kehidupan masyarakat yang menyentuh pemenuhan ekonomi, budaya, politik, dan hal-hal lainnya yang berkaitan juga untuk kesejahteraan penduduk yang tinggal di pedesaan. Karena semua bahan baku bangunan di kota berasal dari desa sudah seharusnya pemerintah kota dan masyarakatnya memiliki perilaku yang ramah lingkungan. Jangan hanya memaksakan kehendak demi kemajuan kota yang ditinggali tanpa memikirkan efek besar bagi masyarakat yang bermukim di desa-desa.

Pembangunan di kota membutuhkan kayu, pasir, tanah, semen, dan batu. Semua bahan-bahan bangunan tersebut diambil dari hutan, gunung, perbukitan, dan sungai yang ada sumbernya dekat dengan tempat tinggal penduduk desa. Batu bata yang menjadi bahan baku utama sebuah bangunan memang berasal dari desa hasil karya masyarakat disana. Akan tetapi, tuntutan kebutuhan untuk pembangunan di kota membuat masyarakat mencari sumber tanah yang berasal dari perbukitan yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Hal ini, berdampak buruk ketika curah hujan tinggi yang membuat longsor area tempat tinggal mereka. Juga, semen yang paling dibutuhkan didirikan pabriknya oleh pengusaha dengan izin dari pemerintah telah menimbulkan efek yang begitu besar bagi kelangsungan hidup masyarakat di desa sekitar pabrik tersebut.

Bencana banjir bandang akibat penebangan hutan yang sembarangan sering memakan korban banyak dari penduduk desa yang tinggal di dekat sungai. Kayu-kayu hasil tebangan tersebut digunakan untuk kepentingan pembangunan di kota. Aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah seharusnya menjadi payung hukum bagi masyarakat desa menuntut masyarakat kota dan pemerintah berwenang atas tindakan mereka menebang hutan sehingga merusak ekosistem di sekitar tempat masyarakat desa tinggal.

Bahan bangunan berupa pasir dan bebatuan juga berasal dari sungai-sungai dan pegunungan yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat desa. Izin Galian C terhadap para pengusaha diberikan begitu mudah oleh pejabat di perkotaan. Tanpa ada proses uji kelayakan sama sekali akan dampak yang ditimbulkan setelah galian dilakukan. Hal ini, sering sekali menghadirkan petaka besar bagi masyarakat desa di pinggiran sungai. Sudah terlalu banyak bencana yang telah terjadi akibat proses Galian C yang dilakukan oleh pengusaha nakal tersebut. Hal ini harus menjadi perhatian besar pemerintah kita. Selain kerusakan alam di sekitar area pengerukan pasir, aktivitas galian C juga telah mematikan  sumber mata air di lereng pegunungan. Air yang begitu penting bagi kehidupan masyarakat di desa pun telah berkurang.

Aktivitas penambangan yang dilakukan pengusaha Galian C telah membuat mata air di lereng pegunungan dan di bawah mengering. Sejauh apapun tanah yang digali tetap akan sulit mendapatkan air jika aktivitas itu terus dilakukan. Akibatnya, ketika hujan deras turun selama 2 (dua) hari saja maka longsoran tanah akan terjadi. Belum lagi rusaknya jalan, jembatan, dan debu berterbangan yang dirasakan langsung oleh masyarakat kota. Akibat negatif dari proses penambangan galian C di Aceh telah banyak dibicarakan media cetak baik lokal maupun nasional. Sungguh telah mencapai titik nadir akibat kerusakan alam yang ditimbulkannya.

Tak salah, apabila penulis mengatakan bahwa penduduk yang tinggal di kota atau masyarakat yang ada di perkotaaan termasuk di Aceh memang kejam. Secara tidak langsung, mereka telah berpartisipasi terhadap timbulnya bencana alam yang diderita sepihak oleh saudara-sauadara mereka yang bertempat tinggal di desa-desa yang dekat dengan hutan, sungai, dan pegunungan yang ada di wilayah Aceh.

Dampak negatif dari pembangunan kota terhadap kualitas kehidupan sosial masyarakat desa sangat besar. Kehadiran bangunan-bangunan baru di kota untuk menjadikan kota tempat kita tinggal sebagai kota impian ternyata berdampak besar bagi kelangsungan ekosistem di pedesaan.

Sekali lagi, Pemerintah Aceh yang sekarang harus lebih komit terhadap isu kerusakan lingkungan akibat dari sebuah proses permbangunan. Hal ini mejadi begitu penting mengingat masa depan generasi muda Aceh dipertaruhkan kelangsungan hidupnya dari baik buruknya sebuah kebijaksanaan di bidang lingkungan hidup. Apalagi, hutan, pegunungan, sungai, dan lautan adalah sumber kehidupan yang besar apabila dipelihara dengan baik dan diikat dengan peraturan yang bijaksana tata pengelolaannya.

Masyarakat yang tinggal di kota harus bersikap lebih adil terhadap saudaranya yang ada di desa-desa. Jangan jadikan alasan kemajuan di kota untuk menyerobot lahan masyarakat desa seenak udelnya saja. Tindakan pengusaha kota yang yang merusak hutan, menggali sungai, dan mencari bahan tambang penting lainnya tak bisa termaafkan bila memakan korban jiwa dari bencana yang ditimbulkan. Sikap kejam  masyarakat kota sudah selayaknya diubah bila ingin melihat Aceh damai dan sejahtera selamanya.[]

read more
Ragam

Rio Tinto : Perusahaan Tambang Paling Bahaya di Dunia

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Tambang dan Lingkungan (LKMTL) Kutai Barat mendesak Pemerintah Indonesia menunda dan tidak tergesa-gesa menandatangani nota penutupan tambang dan serah terima Kawasan Pinjam Pakai seluas 6.750 Ha dari PT. Kelian Equatorial Mining (KEM) milik Rio Tinto. Nota tersebut akan memindahkan beban tanggung jawab mengurus 77 juta ton tailing di dam Namuk, pelanggaran HAM serta kerusakan lingkungan dan sosial yang belum juga dipulihkan dari PT. KEM/Rio Tinto ke Pemerintah Indonesia.

PT KEM milik Rio Tinto, perusahaan tambang mineral dan batubara terbesar di dunia asal Inggris, beroperasi sejak 1992 hingga 2004. Pertambangan ini menghasilkan 14 ton emas serta 13 ton perak setiap tahunnya. Sejak mulai eksplorasi terjadi rentetan kasus pelanggaran HAM, mulai perampasan tanah masyarakat adat dayak, serta pertambangan rakyat, kekerasan hingga kejahatan seksual Perhadap perempuan, kematian Edward Tarung di Tahanan Polres Kutai Kertanagara.

Masalah-masalah serius yang ditinggalkan Rio Tinto, Pertama, dua dam berisi 80 juta ton limbah tailing di dam Nakan dan Namuk, berada di hulu Sungai Kelian dan Sungai Nyuatan yang mengalir hingga Sungai Mahakam. Jelas ini bom waktu yang akan meneror Mahakam dan warga Kutai Barat.; Kedua, kasus kejahatan seksual terhadap puluhan perempuan Kelian oleh karyawan PT KEM sampai hari ini tidak jelas nasibnya.

Kasus itu seolah dicuci lewat pemberian uang pengganti ‘malu’, tidak menggoreskan nota predikat kejahatan Rio Tinto sebagai pemilik 80 persen saham dalam PT KEM. Bahkan salah satu pelakunya, Ismail Thomas, kini menjabat sebagai Bupati Kutai Barat;

Ketiga, jaringan listrik yang dijanjikan tidak kunjung terwujud, bahkan di Kampung Tutung dan Kelian Dalam masyarakat hanya mengandalkan Genset. Ditambah lagi kehidupan ekonomi masyarakat yang tidak menentu memaksa mereka masuk ke kawasan bekas tambang PT. KEM untuk mendulang emas secara tradisional. Ini lah yang memicu bentrok masyarakat dengan aparat keamanan, yang berujung dengan penembakan salah satu warga pada 2008;

Keempat, Pengelolaan dana abadi sebesar USD 11,2 juta seperti yang tertuang dalam Komunike KPPT No 5 27 Februari – 1 Maret 2002, sama sekali tidak transparan. Dana abadi yang tersimpan di bank HSBC Singapura tersebut bunganya dikelola oleh PT. Hutan Lindung Kelian Lestari (HLKL), sebuah badan hukum bentukan PT. KEM untuk melaksanakan reklamasi dan reboisasi kawasan pinjam pakai tersebut.

Oleh karena itu, JATAM dan LKMTL dengan tegas menuntut kepada Pemerintah Indonesia untuk menunda penandatanganan dan serah terima Kawasan Pinjam Pakai hingga PT. KEM menyelesaikan semua tanggung jawabnya dan memulihkan hak masyarakat Lingkar tambang.

Mengapa publik perlu mengetahui seluruh cerita pemburukan kehidupan sosial ekologi masyarakat Kelian?

Karena Rio Tinto hingga saat ini masih tetap dengan leluasa membuka dan merencanakan lokasi-lokasi tambang baru di Indonesia dengan berbagai macam wajah. Pada tanggal 13 Desember 2012, Menteri ESDM Jero Wacik menandatangani Kepmen No 3323 K/30/MEM 2012 tentang penciutan IUP Eksplorasi PT Sulawesi Cahaya Mineral yang semula seluas 50.700 (lima puluh ribu tujuh ratus) hektar (luas wilayah semula) dikurangi 6.633 Hektar menjadi 44.067  Hektar.

Lokasi tambang ini berada di dua Kabupaten dan Provinsi, yakni Morowali Sulawesi Tengah dan Konawe Utara Sulawesi Tenggara. Sudah sepatutnya Rio Tinto dihukum sebagai perusahaan paling berbahaya di dunia, atas kejahatan mereka di masa lalu. Agar tidak leluasa menciptakan ketidakadilan di bumi Sulawesi.

Sumber: jatam.org

read more
Green Style

Hijrah Purnama Sulap Sampah Plastik Jadi Kerajinan

Keprihatinan dan kecemasan Hijrah Purnama terhadap limbah sampah plastik mulai ia rasakan ketika duduk di bangku kuliah. Bermula dari mencuci sampah plastik yang dilakukannya bersama teman-temannya, lalu sampah-sampah tersebut dikumpulkan dalam kamar kost.

Sejenak, ia bingung dan belum tercetus ide untuk mengolah sampah plastik tersebut menjadi bermanfaat dan berdaya guna.  Ide untuk mendaur ulang sampah menjadi barang-barang layak guna akhirnya lahir. Ia bersama koleganya menamakan usaha daur ulang sampah mereka yaitu Project B Indonesia. Berikut wawancara dengan Mas Hijrah sebagaimana dilansir oleh Mongabay-Indonesia.

Mongabay-Indonesia: Apa yang melatarbelakangai anda untuk membuat saur ulang sampah, Project B Indonesia ?
Keprihatinan.  Awalnya hanya itu, banyaknya kantin/cafe atau yang biasa kita sebut burjo di lingkungan kampus menggerakkan kami untuk berbuat sesuatu. Di bangku kuliah selalu disuguhkan materi-materi tentang pengelolaan lingkungan membuat kami merasa risih dengan sampah yang dibiarkan begitu saja, hanyut di sungai, ditimbun ataupun dibakar. Orang-orang melakukan hal tersebut karena tidak paham, jadi kalo bukan kami? Siapa lagi yang peduli? Begitu yang terbesit didalam pikiran beberapa tahun yang lalu.

Mongabay-Indonesia: Siapa saja yang terlibat awal dalam project ini dan kapan dimulainya ?
Kami memulai project ini pada April 2008 dengan anggota berjumlah empat orang dan semuanya masih berstatus mahasiswa, dua mahasiswa S1 dan dua lagi mahasiswa S2. Boleh dibilang kegiatan ini tanpa modal, berawal dari hobi sering nongkrong di burjo, akhirnya memberanikan diri untuk meminta pemilik burjo untuk mengumpulkan sampah plastik kemasan. Satu minggu sekali diambil dan selama satu tahun pertama setiap Sabtu dan Minggu, kegiatan kami adalah menghitung, mencuci dan menjemur sampah plastik. Setelah kering sampah dipilah sesuai jenisnya. Sambil berjalan kami melatih kemampuan komunikasi kepada masyarakat. Kegiatan awal kami lakukan dengan sosialisasi pengelolaan sampah di beberapa desa di wilayah Sleman, Bantul dan Kota Yogyakarta. Sambutannya luar biasa, satu tahun pertama kami sudah bisa membuat beberapa desa secara sukarela mengumpulkan sampah plastik yang dihasilkan setiap rumah untuk disetorkan kepada kami.

Mongabay-Indonesia: Mengapa diberi nama Project B Indonesia?
Tidak ada alasan khusus kenapa kami namai kegiatan kami dengan Project B Indonesia, banyak usul nama dari empat orang anggota awal, tapi kami memilih Project B Indonesia. Banyak plesetan yang kami buat, B bisa berarti burjo karena awal idenya berasal dari tongkrongan burjo. Ato bisa juga B itu adalah awal, akan ada bisnis selanjutnya karena alphabet masih 24 huruf lagi..

Hijrah Purnama Putra (paling kiri) bersama para pengunjung dari Salatiga | Foto: Dok: Project B indonesia

Mongabay-Indonesia: Mengapa sampah plastik yang menjadi objek daur ulangnya mengapa tidak kertas dan yang lainya?
Plastik itu banyak jenisnya, kalau menurut referensi ada tujuh jenis plastik.. HDPE, PE, PP dan lain-lain. Kami memilih jenis plastik kemasan dengan lapisan alumunium foil. Berbeda dengan plastik yang lain dapat didaur ulang menjadi produk lain. Tapi jenis plastik beralumuniumlah yang kami fokusi, plastik jenis ini tidak laku dijual, membuat pemulung-pun tidak mau mengambil jenis plastik ini. Padahal kita tahu jumlah sampah jenis ini terus meningkat, hampir semua produk dibungkus dengan kemasan. Kadang orang membeli produk tidak mementingkan isi tapi lebih tergoda karena melihat kemasannya.

Mongabay-Indonesia: Dari mana sampah-sampah plastik itu anda dapatkan? membeli dari pemulung sampah atau bagaimana?
Dari masyarakat, kami mengelolanya dalam bentuk Bank Sampah. Tapi berbeda dengan bank sampah pada umumnya, kami hanya menerima sampah kemasan. Tentunya sebelum menabung kami mensosialisasikan tata cara penabungan, pengelolaan rekening, dan pencairan dana. Saat ini telah ada 150 nasabah yang tercatat dalam sistem kami. 150 nasabah ini bukan berarti 150 orang, tapi jika dihitung jumlah orangnya bisa mencapai 600 orang, karena 1 nomor rekening bisa terdiri dari 60 sampai 80 orang. Pengelolaan Bank Sampah ini juga cukup unik, jika bank sampah lain hidup dari hasil tabungan nasabah melalui pemotongan langsung berupa biaya adminitrasi, berbeda dnegan sistem kami. Kami tidak melakukan pemotongan sedikit pun dari sampah yang ditabungkan oleh masyarakat.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kami menghidupi bank sampah kami? Ya, dari jualan produk, kami memutar semua keuntungan penjualan untuk biaya pengelolaan, termasuk kegiatan sosialisasi yang kami lakukan setiap bulannya, promosi, pameran dan kegiatan lainnya. Jadi, kami selalu mengatakan jika memakai produk daur ulang ini tidak hanya membuat kami untung, tapi lebih dari 600 orang juga akan diuntungkan dengan program ini. Disamping nilai-nilai lingkungan yang begitu besar yang bisa kita dapatkan dari program ini.

Mongabay-Indonesia: Apakah ada komunitas atau kelompok yang diuntungkan dari Project B Indonesia ?
Pasti ada, keuntungan terbesar adalah bagi nasabah yang berasal dari berbagai wilayah di Yogyakarta.

Mongabay-Indonesia: Bagaimana dengan respon masyarakat (pasar) terhadap procuk hasil daur ulang sampai saat ini ? Apakah tidak ada ketakutan dengan persaingan produk terkenal ?
Respon masyarakat semakin hari semakin baik, masyarakat saat ini sudah terbiasa dengan slogan 3R (reduse. reuse and recycle). Sudah lumayan tidak risih lagi melihat produk daur ulang. Sudah jauh sekali peningkatannya ketika kami baru mulai di tahun 2008. Setiap produk tentunya sudah dipikirkan segmennya, kami mengejar segmen mahasiswa dan ibu-ibu. Mahasiswa kami sediakan berbagai produk seperti tempat pencil, tas laptop, backpack dan lainnya. Sedangkan ibu – ibu kami sediakan tas belanja ke pasar, tas laundry dan lain-lain. Bersaing dengan produk terkenal? Wah tidak ada apa-apa nya, produk kita dibandingkan produk mereka.

Berbagai sampah plastik berdaya guna untuk kebutuhan rumah tangga kerja dan kuliah

Mongabay Indonesia: Konsep daur ulang sampah di Jogja dan Indonesia saat ini seperti apa ?
Sebenarnya di Jogja sendiri sudah cukup baik dibandingkan dengan kota-kota lain di wilayah Indonesia. Jogja telah memiliki paguyuban pengelola sampah mandiri, saat ini kalau saya tidak salah sudah ada 50-an desa yang telah melakukan pengelolaan sampahnya secara mandiri. Kebanyakan dari desa tersebut memang tidak dilayani oleh pengangkutan dinas kebersihan, jadi mereka mau tidak mau harus mengolah sampahnya sendiri selain menimbun, menghanyutkan disungai ataupun membakar.

Mongabay-Indonesia: Apa kendala yang dihadapi selama berjalannya Project B Indonesia ?
Pasti setiap usaha ada kendalanya. Selam ini yang kami alami, mulai dari bahan baku, bank sampah, pegawai, produk, pemasaran pernah menjadi masalah. Kesempatan “bermasalah” itu kita jadikan sebagai sarana belajar. Konsepnya adalah learning by doing. Jadi enjoy-enjoy saja pas ada masalah.

Mongabay Indonesia: Apa saja capaian yang sudah didapat sejak dimulainya Project B Indonesia ?
Sejak berdiri sampai sekarang alhamdulillah sudah banyak capaian yang dapatkan, awal bekerja tanpa pegawai sekarang sudah ada lima pegawai tetap yang membantu kami. Dulu belum punya showroom, sekarang sudah ada walaupun bentuknya masih minimalis. Dulu belum pernah kirim barang keluar negeri, sekarang sudah beberapa kali “mengimpor” sampah ke Philipine, Jepang, Amerika dan Jerman. Tentunya semua itu kita syukuri dengan rasa syukur yang luar biasa.

Mongabay-Indonesia: Bagaimana dengan respon dan peran pemerintah terhadap pelaku usaha daur ulang seperti yang anda geluti?
Responnya cukup baik, beberapa instansi sudah rutin memesan produk daur ulang kami untuk kegiatan yang mereka lakukan. Tapi untuk respon yang lain belum ada sampai saat ini.[]

Sumber: mongabay.co.id

read more