close

30/11/2013

Flora Fauna

Ikan Lele Bisa Membersihkan Sungai

Warga di bantaran Kali Cikapundung, yakni di Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Jawa Barat, mengusulkan Sungai Cikapundung ditebarkan ikan lele. “Setidaknya dengan ditanam lele bisa membantu membersihkan air sungai,” kata salah satu warga, Bono (30), kepada, Jumat (29/11/2013).

Bono mengatakan tidak masalah sungai ditanami lele dalam jumlah yang banyak. “Lelenya, minimal 10 truklah, nanti juga jadi bertambah banyak,” katanya.

Pada era wali kota Bandung sebelumnya, yakni Dada Rosada dan Ayi Vivananda, Sungai Cikapundung ditanami ikan emas. “Ikan emas tidak bisa apa-apa. Ikan emas cenderung banyak dipancing orang. Selain itu, ikan emas gampang banget matinya. Kalau lele setidaknya bisa membersihkan lumut-lumut kotor di pinggiran sungai. Selain itu, lele lebih tahan banting dibandingkan ikan mas,” jelasnya.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengapresiasi positif keinginan warga yang ingin menanam ikan lele di Sungai Cikapundung. Ridwan pun berpendapat sama. “Lele? Enggak ada masalah, silakan saja. Kan airnya juga masih kotor, jadi bisa membantu,” kata Ridwan singkat di Bandung, Jumat, (29/11/2013).

Ridwan menambahkan, saat ini, dia pun fokus terhadap program Cikapundung bersih. “Kita terus berupaya untuk menjadikan Cikapundung bersih,” katanya.

Untuk program Cikapundung yang sedang digarap saat ini, kata Ridwan, pihaknya sedang menggarap ruang terbuka hijau untuk publik yang letaknya di bawah Jalan Siliwangi. Nantinya ruang terbuka hijau itu bisa dinikmati warga untuk bersantai, menikmati musik, rekreasi, dan sebagainya.

Untuk perombakan Sungai Cikapundung menjadi sungai yang serbaguna itu, ada anggaran dari BBWS Citarum Rp 3,5 miliar untuk gebrakan pertama. Ada tiga kali gebrakan yang dananya masing-masing Rp 3,5 miliar.

Sumber: NatGeo Indonesia/kompas.com

read more
Perubahan Iklim

Menggabungkan Adaptasi & Mitigasi: Win-win Solution

Meski bentang alam pedesaan dapat dikelola untuk mengoptimalkan baik itu mitigasi perubahan iklim maupun adaptasi, banyak proyek-proyek pembangunan berorientasi iklim yang gagal memanfaatkan keuntungan-keuntungan tersebut, menurut ilmuwan dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan Agricultural Research for Development (CIRAD), Bruno Locatelli.

Dengan perencanaan yang sungguh-sungguh, bentang alam dapat dikelola dengan menitikberatkan keseimbangan sinergi adaptasi dan mitigasi –trade-off–, ujarnya dalam konferensi Tropical Agriculture Research and Higher Education Center (Centro Agronómico Tropical de Investigación y Enseñanza, CATIE) di Kosta Rika pada bulan Oktober.

“Terdapat potensi besar untuk mengintegrasikan adaptasi dan mitigasi dalam 235 proyek yang kami tinjau di seluruh penjuru dunia, namun dokumen-dokumen proyek tersebut kerap tidak menuliskan alasan untuk melakukannya,” ungkap Locatelli di hadapan peserta dalam Konferensi ke-7 Henry A. Wallace Inter-American Scientific, menandai 40 tahun berdirinya CATIE.

Mitigasi, yang melibatkan pula pengurangan atau offsetting emisi GRK dan adaptasi, yang merujuk pada upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim, kerap dipisahkan dalam kotak, lanjutnya.

Namun bentang alam pedesaan berkontribusi baik terhadap adaptasi maupun mitigasi, menyerap dan menyimpan karbon ketika menahan efek perubahan iklim dan memampukan petani untuk mendiversifikasi penghidupan mereka.

Proyek-proyek pembangunan pedesaan yang berfokus pada adaptasi dapat dengan mudah menggabungkan strategi mitigasi, lanjut Locatelli.

Sebagai contoh, sebuah proyek yang dirancang untuk membantu petani meningkatkan resiliensi terhadap perubahan iklim dan diversifikasi pendapatan mereka memungkinkan memasukkan restorasi DAS untuk perlindungan dari banjir. Karena setiap pohon yang ditanam sebagai semacam restorasi akan menambahkan manfaat mitigasi emisi GRK dengan menyimpan karbon, maka sebuah strategi mitigasi dapat ditambahkan dalam rencana adaptasi.

Namun adaptasi dan mitigasi tidak selalu selaras satu sama lain, terang Locatelli.

Jika pepohonan yang ditanam terdapat dalam perkebunan, ada kemungkinan akan timbul konsekuensi tak diharapkan. Contohnya, menurunnya ketersediaan air, peningkatan limpasan selama banjir atau penggunaan zat kimia untuk pertanian yang dapat memapar mereka yang tinggal di daerah hulu.

Dan meski melindungi hutan mungkin memampukan masyarakat lokal untuk menerima kompensasi untuk mengurangi deforestasi di bawah skema REDD+ ((pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan) yang didukung PBB, ini mungkin juga termasuk peraturan yang akan membatasi akses orang-orang terhadap produk hutan yang penting bagi penghidupan mereka dan untuk menghadapi variasi iklim, jelas Locatelli.

Masalah kompleks yang muncul adalah kekurangan data di waktu sebenarnya untuk memandu rancangan proyek dan pengambilan kebijakan. Saat Locatelli meninjau 139 tulisan mengenai perubahan iklim dan mitigasi, dia menemukan bahwa 64 diantaranya menyatakan alasan untuk mengintegrasikan mitigasi dan adaptasi ke dalam proyek, namun hanya 11 tulisan yang sungguh-sungguh mempelajari proyek-proyek perubahan iklim yang ada.

Ini berarti banyak proyek yang mungkin dirancang dan diluncurkan tanpa dukungan bukti ilmiah yang kuat, ujarnya. Celah pengetahuan ini dapat dipenuhi jika pemimpin proyek memiliki sistem umum untuk mengumpulkan data di lapangan yang kemudian dibagikan, tambahnya.

Beberapa langkah telah diambil menuju arah tersebut. Climate, Community and Biodiversity Standards “mengidentifikasi proyek yang secara simultan menangani perubahan iklim, membantu masyarakat lokal dan melindungi keanekaragaman hayati,” berdasar organisasi tersebut.

Masyarakat lokal khususnya, memilih untuk mengambil manfaat dari kombinasi upaya-upaya adaptasi dan mitigasi, ujar Locatelli.

“Jika Anda menambahkan langkah adaptasi dalam proyek-proyek REDD+, Anda dapat mengarahkannya pada kesetaraan, meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan dan membuat proyek lebih diterima masyarakat lokal. Menggabungkan adaptasi dan mitigasi menangani keberlanjutannya secara holistik.”

Langkah-langkah mitigasi dan adaptasi ada dalam agenda pembicaraan iklim PBB di Warsawa. Manfaat potensial mengkombinasikan strategi adaptasi dengan mitigasi juga akan didiskusikan pada Forum Bentang Alam Global pada 16-17 November, yang  juga ada dalam pertemuan iklim PBB.

Sumber: blog.cifor.org

read more
Kebijakan Lingkungan

Cina di Persimpangan: Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan

Tiga puluh lima tahun yang lalu, sebuah sidang pleno Partai Komunis China memprakarsai reformasi struktural yang mendorong perekonomian negara berorientasi eskpor, mengubah China menjadi kekuatan dagang baru dunia dan munculnya berbagai persoalan lingkungan.

Sekarang, sebuah pleno kunci lain berakhir minggu ini di Beijing, Presiden baru China, Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang menemukan negara mereka di persimpangan yang kritis . Ekonomi melambat dan China menghadapi banyak konsekuensi hasil ekspansi ekonomi tiga dekade dengan sedikit perhatian untuk biaya ekologi dan sosial.

Dampak dari reformasi China muncul dan jelas apakah reformasi ini akan melakukan sesuatu yang signifikan untuk mengatasi masalah lingkungan yang parah di negara itu – mulai dari udara busuk, pasokan air yang tercemar dan makanan tercemar .

Satu hal yang pasti kepemimpinan China sekarang menghadapi tekanan publik untuk melakukan sesuatu tentang lingkungan. Penduduk Cina kini mencapai 1,35 miliar orang – kelas menengah berkembang pesat – sudah muak dengan kelambanan pemerintah pada isu-isu lingkungan. Januari lalu, kemarahan warga atas kualitas udara kotor Beijing memaksa pemerintah pusat untuk bertindak dan sejak saat itu diambil langkah-langkah menggantikan sebagai sumber energi di kota-kota besar dan mengurangi jumlah mobil baru di Beijing dan wilayah metropolitan lainnya.

Musim panas ini, Departemen Perlindungan Lingkungan merilis hasil penelitian kualitas udara dari 74 kota menunjukkan bahwa daerah-daerah perkotaan memiliki tingkat polusi yang berbahaya. Beberapa minggu yang lalu kota Harbin, dengan populasi 11 juta, terpaksa ditutup karena polusi udara yang menyisakan pandangan mata hingga beberapa meter saja. Transportasi dihentikan, sekolah ditutup dan warga China bertanya-tanya apakah lebih ini akan mendefinisikan Cina pada abad ke-21.

Dua hal yang pasti : Tidak seperti tahun 1978, ketika semua yang penting adalah ekonomi, saat ini reformasi ekonomi, ekologi dan sosial saling mencari perhatian. Kepemimpinan Xi dan Li mengharapkan hasil besar pada tahun 2020. Pertanyaannya adalah, dapat mereka menetapkan agenda yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kebutuhan untuk memperbaiki lingkungan yang hancur negara itu ?

Masalah lingkungan China pasti tidak akan pulih segera. Meskipun negara telah menghabiskan lebih banyak uang daripada negara manapun di tanah air dan pemulihan lingkungan, hanya sekitar 11 persen dari hutan China memiliki fungsi ekologis yang sehat. The Chinese Academy of Sciences melaporkan bahwa 43 persen dari air permukaan terlalu tercemar untuk digunakan dan 57 persen air tanah perkotaan – sumber utama air minum bagi ratusan juta orang – juga tercemar. Polusi tanah begitu luas sementara pemerintah menganggap hal itu adalah rahasia negara.

Swasembada pangan, tradisi budaya di Cina, tidak lagi memegang peranan dalam supply-demand, negara akan mengimpor sejumlah gandum pada 2013-2014 . Jumlah permintaan energi di Cina terus meroket . Batubara – sumber polusi udara di negara itu – tetap penting , selama dua dekade berikutnya, diproyeksikan akan meningkat sebesar 70 persen dari level saat ini.

Semua masalah ini terkait dengan transformasi perkotaan China yang sedang berlangsung . Dalam 17 tahun ke depan , diperkirakan 300-400 juta orang diproyeksikan pindah dari pedesaan ke kota-kota. Tetapi tidak ada aturan di tingkat nasional yang mengatur urbanisasi ini. Menjamurnya kota-kota besar di China memberikan contoh yang paling jelas tentang bagaimana sistem ekologi dan sosial terhubung.

Fakta bahwa makanan, energi, air dan urbanisasi merupakan pekerjaan rumah China mendatang, bersamaan menciptakan tantangan besar bagi kepemimpinan baru negara itu. Bagaimanapun langkah ke depan dan Xi dan Li telah mengambil langkah pertama turun dengan membuat pernyataan yang kuat dalam mendukung reformasi lingkungan dan sosial. Seperti Amerika Serikat, sistem politik China berkembang bukan pada revolusi tetapi pada perubahan inkremental.

Xi dan Li telah memutuskan untuk meningkatkan pendanaan guna melawan degradasi ekosistem. Yang juga dibutuhkan adalah komitmen untuk menggunakan ilmu pengetahuan untuk memantau upaya ini. Implementasi kuat undang-undang perlindungan lingkungan China juga penting.Selain itu, pemerintah harus mengganti target kampanye lingkungan kuantitas berorientasi dengan menekankan ekosistem yang sehat.

Sejauh ini di Cina, pemerintah tidak pernah mengizinkan harga pasar energi dan air. Tapi sebagai bagian dari Pleno Ketiga efisiensi pasar, ada perubahan dalam kebijakan harga energi untuk masa mendatang. Apa yang dibutuhkan ? Mengikat reformasi harga aturan baru yang menyebarluaskan insentif bagi pejabat pemerintah yang memenuhi energi dan target efisiensi penyaluran air dan memperkuat pelaksanaan green code bangunan perkotaan yang sudah ada. China juga harus merangkul pergeseran paradigma dalam kebijakan air dari fokus pada solusi engineering, seperti proyek kanal dan bendungan besar , dengan pendekatan berbasis ekosistem yang mendorong koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah .

China telah membuktikan bahwa membangun kekuatan ekonomi dan menarik ratusan juta orang keluar dari kemiskinan. Sekarang muncul tantangan besar – membangun sebuah negara yang adaptif dalam kondisi abad ke-21 dengan sumber daya berkurang, ketimpangan sosial yang lebih besar dan ketidakpastian iklim. Tugas-tugas yang menakutkan : China harus mengendalikan pertumbuhan ekonomi, merubah kebijakan lingkungan untuk membalikkan dekade penurunan , dan menghidupkan kembali kontrak sosial warga dalam menghadapi urbanisasi belum pernah terjadi sebelumnya.

Sumber: e360.yale.edu

read more
Ragam

Ini 5 Hal Penting Diperhatikan Saat Mendaki Gunung

Anggapan mendaki gunung adalah “gagah” hebat dan perkasa adalah sebuah kekeliruan. Apa tujuan seorang pendaki mendaki gunung? akankah pendakian tersebut berdasar pada cinta akan gunung atau hanya sekedar penikmat gunung atau bahkan tanpa disadari bisa menjadi perusak gunung?

Beberapa hal yang perlu kita ketahui agar pendakian gunung yang kita lakukan tidak dianggap merusak lingkungan :

1. Pendakian Massal

Mendaki gunung dengan kelompok adalah hal yang menyenangkan, namun sebaiknya sebelum mendaki gunung tersebut dilakukan survey tentang kapasitas dan daya tampung gunung, agar program pendakian yang kita lakukan tidak merusak lingkungan akibat lokasi yang kita pakai menjadi terganggu.

2. Hindari pendakian yang di sponsori oleh perusahaan yang mencari untung.

Pendakian oleh sekelompok orang yang disponsori biasanya akan mengumpulkan pendaki sebanyak banyaknya, karena semakin banyak peserta semakin banyak untung dan penjualan produk, hal ini perlu dipertimbangkan dalam memilih kegiatan pendakian yang akan dilakukan.

3. Bersikap Peduli Lingkungan

Sebagai penikmat alam, selayaknya kita memperhatikan alam dan lingkungan yang kita lalui, menjaga kelestarian lingkungan bukanlah hanya tanggung jawab petugas penjaga taman atau LSM lingkungan

4. Hindari mengubah situasi

Mengambil bunga atau pohon dari gunung bisa mengakibatkan perubahan bentuk dan keberlangsungan flora dan fauna di lokasi tersebut, bisa sobat bayangkan jika setiap orang melakukan hal yang sama, al hasil terjadi perubahan drastis pada lokasi tersebut

5 Jadilah Pendaki yang konservatif

Keputusan mendaki gunung biasanya didasari atas keingintahuan bagaimana perasaan mendaki dan ditambah keinginan menikmati suasana lingkungan yang berbeda dari kehidupan sehari hari. Sebagai pendaki yang konservatif jadilah menjadi panutan dengan memberitahukan hal hal yang berguna dan tidak berguna, agar para sobat pendaki lainnya mengetahui aturan menjadi seorang pendaki yang baik dan peduli terhadap lingkungan.

Gunung adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia, selayaknya kita merawat dan melestarikannya untuk anak cucu dan generasi penerus kita.

sumber : beritalingkungan.com

read more
Flora Fauna

Kebun Binatang Indonesia Dinilai Tempat Pembunuhan Satwa

Beberapa hari lalu, komodo di Kebun Binatang Surabaya, tewas. Bukan itu saja, puluhan kematian serupa menimpa satwa-satwa di kebun binatang negeri ini. Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP), dan organisasi perlindungan satwa liar di Sumatera Utara, menilai, kondisi ini karena pengelolaan kebun binatang di Indonesia sangat buruk.

Ia Singleton, Direktur Konservasi SOCP, mengatakan, pengelolaan yang buruk membuat mayoritas kebun binatang di Indonesia menjadi tempat pembunuhan satwa.

Dia mencontohkan, kematian jerapah di Kebun Binatang Surabaya (KBS), setelah pemeriksaan, ditemukan 20 kilogram plastik dalam perut jerapah itu. Pemberian makanan dan minuman satwa juga jauh dari standar.

“Harusnya konsep kebun binatang itu konservasi, konservasi dan konservasi. Setelah itu baru diikuti penelitian dan pendidikan,” katanya di sela pembukaan Musyawarah Nasional Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) XII, di Medan, Kamis (28/11/13). Singleton, berharap pengelolaan kebun binatang mengacu kepada standar yang ditetapkan. “Ini harus berpulang dari kita semua.”

Senada diungkapkan Armen Maulana, Tim kampanye Komunitas Perlindungan dan Pembebasan Satwa Liar. Dia menyatakan, kurun waktu enam bulan terakhir, setidaknya ada 141 satwa mati di kebun binatang di Indonesia. “Ini akibat tidak beres dan tidak serius pengelolaan pada satwa.”

Di KBS, bukan hanya jerapah. Beberapa waktu lalu, orangutan, tiga harimau, 18 komodo, dan enam penyu juga burung mati, karena tak mendapatkan perawatan maksimal.

Di Kebun Binatang Jambi, satwa juga mengalami nasib sama. Kasus terakhir, ditemukan dua singa Afrika dan harimau Sumatera mati. Dari penelusuran, satwa-satwa itu mati, diracun. Dari pemeriksaan medis, di dalam tubuh singa dan harimau itu, ditemukan striknin. “Racun itu sengaja diberikan untuk membunuh singa dan harimau, setelah itu, baru mereka jual apa yang laku di seluruh tubuh mereka.”

Di Medan, kata Maulana, ada puluhan satwa mati di Taman Margasatwa Medan (TMM). Satwa mati karena tak terurus baik, dan perawatan tidak layak. Ada gajah, siamang, orangutan Sumatera, kera Jepang betina, dan burung merpati yang mati sepanjang 2008, 2010 dan 2011.

“Kami setuju kalau Kebun Binatang disebut sebagai tempat pembunuhan satwa. Mereka mati, 98 persen akibat tak diurus, mengakibatkan terserang penyakit, hingga sengaja dibunuh. Kembalikan satwa-satwa ini ke alam liar.”

Evaluasi Menyeluruh

Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan, yang hadir dalam acara itu menegaskan, akan mengevaluasi menyeluruh kebun binatang di Indonesia. Seluruh pengurus PKBSI dan 56 lermbaga konservasi di Indonesia, harus memperbaiki sistem yang kurang benar ini.

Dia mengatakan, semua pihak wajib mengikuti standar kebun binatang agar konsep konservasi bisa berjalan. “Kehidupan satwa mendapat perhatian serius pemerintah, terutama satwa langka. Jika mati, pengelola dapat dikenakan sanksi.” Ketika ditanya upaya mengembalikan satwa-satwa itu ke alam liar, kata Zulkifli hal itu sudah dilakukan dan terus berjalan.

Menjawab kerusakan hutan menyebabkan satwa kehilangan habitat, katanya, kedepan tak akan ada izin penebangan hutan yang mengakibatkan penggundulan.”Percayalah, saya serius. Kita semua harus menjaga alam agar ada keberlangsungan hidup makhluk di dalamnya.”

sumber : mongabay.co.id

read more