close

08/01/2014

Flora Fauna

Harimau Sumatera Melawan Punah (Bagian Terakhir)

Menurut peneliti Harimau Sumatera Sunarto (Tiger Need Cover, 2012), dalam kondisi tertentu harimau dapat menggunakan kawasan hutan tanaman akasia, perkebunan sawit, dan perkebunan karet sebagai wilayah jelajahnya. Namun harimau memerlukan terjaganya keutuhan hutan yang cukup luas.  Dalam kondisi yang telah terfragmentasi, habitat dan populasi harimau mungkin dapat dipulihkan dengan membangun keterhubungan antar blok hutan yang terpisah-pisah.

Dengan pengelolaan khusus, sebagian kawasan hutan tanaman dan perkebunan bisa dioptimalkan sebagai habitat tambahan, jalur lintasan, maupun ‘batu loncatan’ bagi harimau sehingga meraka dapat bergerak dari satu blok hutan ke blok hutan lain. Misalnya untuk mengunjungi kerabatnya dan saling memperkaya keragaman genetika.

Bekerja untuk konservasi  harimau, pasti tahu persis bahwa harimau Sumatera tidak mungkin dapat diisolir dan melindungi harimau dari pengaruh manusia. Saat ini telah  banyak usaha  yang menyatakan bahwa penyelamatan harimau hanya bisa dicapai melalui beberapa kerjasama, baik itu pada kebijakan, penegakan hukum dan kemauan politik dsb. Itu semua  semua sangat tergantung pada masyarakat yang tinggal dekat dengan harimau, merekalah yang beresiko tinggi dan harus diyakinkan bahwa usaha penyelamatan harimau merupakan hal yang penting. Kalau tidak, harimau tidak akan dapat bertahan hidup.

Apapun teorinya, untuk menjamin masa depan harimau Sumatera, usaha konservasi harimau harus bisa diterapkan dan diterima oleh masyarakat dan relevan kontekstual. Ini memang pragmatis, menjadi pertanyaan besar bagi kita semua, bagaimana mana mau menyelamatkan harimau  jika masyarakat  disekitar kawasan miskin dan merambah hutan.

Perlu pemberdayaan bagi masyarakat ekitar dalam peningkatan ekonomi sehingga masyarakat tak terkonsentrasi ke ekstraksi hutan. Program konservasi harimau harus dipadu dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan. Masyarakat sekitar kawasan menjadi tameng pertama dalam perlindungan harimau, jadikan masyarakat sekitar kawasan sebagai mitra strategis konservasi harimau. Masyarakat sekitar bukan jadi korban konflik harimau,  ini diharapkan  hal ini dapat menghambat laju pembunuhan harimau

Walau sebenarnya dengan menyelamatkan harimau maka kita telah menyelamatkan ekosistem Sumatera yang kompleks. Harimau akan terus bertahan ditengah dominasi manusia,  bertahan hidup dengan segala tipe habitat adalah natural. Setidaknya tidak mudah untuk membunuh seekor harimau,  dibutuhkan 4 orang atau puluhan orang bahkan sekampung untuk membunuhnya dan harimau akan selalu melawan, pada dasarnya harimau menolak untuk punah.   []

read more
Kebijakan Lingkungan

Uni Eropa Terapkan Kriteria Biomassa Berkelanjutan

Industri semakin banyak menggunakan tumbuhan sebagai bahan baku. Tapi pengembangannya bisa merugikan alam dan manusia. Kini komunitas industri, lingkungan dan pembangunan menetapkan kriteria bagi penanaman berkelangsungan.

Perusahaan kimia Jerman setiap tahunnya menggunakan sekitar tiga juta ton bahan baku dari tumbuhan: minyak, selulosa, kanji, gula, karet alami dan banyak lagi. Dari zat kimia alamiah dibuat misalnya, perekat, sabun cuci atau plastik organik. Kebutuhan akan bahan mentah ini semakin meningkat, kata Jörg Rothermel, anggota ikatan industri kimia VCI, yang mengurus masalah energi, perlindungan iklim dan politik bahan mentah.

Meningkatnya permintaan ada dampaknya. Untuk mendapat bahan baku yang diinginkan, banyak perusahaan menebang pohon di hutan tropis, atau merampas tanah warga beserta sumber hidup mereka. Praktik ini sering didukung atau diterima pemerintah. Salah satu contohnya minyak sawit, yang jadi produk dasar minyak untuk makanan, bahan bakar, pelumas dan kosmetik. Untuk penanaman bahan baku ini, dituntut adanya kriteria ekologis dan sosial.

Bukti Kualitas bagi Biomassa Berkelanjutan
Akhir 2013 pakar dari industri kimia, organisasi bantuan Deutsche Welthungerhilfe dan ikatan perlindungan alam mengambil tindakan. Bersama agen untuk bahan baku berkelanjutan, FNR yang disokong pemerintah Jerman menerbitkan kriteria, yang memperketat pengembangbiakan, penggunaan tanah dan produksi bahan baku organik.

Kesepakatan berorientasi pada katalog kriteria Uni Eropa, bagi penggunaan biomassa dari tahun 2009. Lebih jauh lagi, disepakati 25 “kriteria ekologis”. Sehingga hutan tropis tidak boleh ditebang, rawa tidak boleh dikeringkan dan sabana yang kaya keanekaragaman satwa dan tumbuhan tidak boleh dijadikan lahan pertanian. Selain itu, kualitas tanah harus dijaga dan kadar nitrat tidak boleh berkurang.

Termasuk dalam 19 “kriteria sosial” antara lain: hak penduduk dan pekerja untuk mendapat air minum, tempat tinggal tetap serta bayaran sepadan. Mempekerjakan anak dilarang. Rafael Schneider dari organisasi bantuan Jerman Deutsche Welthungerhilfe sambut baik hal ini, karena dalam kriteria Uni Eropa tentang penggunaan biomassa dimensi ini tidak ada. Selain itu, pemerintah dan produsen bahan baku organik harus memberi bukti tidak terima suap, dan mendokumentasi cara mereka mengunakan lahan.

Dari Kertas Jadi Kenyataan
Kini harus dibuktikan, apakah kriteria itu bisa dipraktekkan. Kepala FNR, Andreas Schütte menjelaskan bagaimana pelaksanaannya. Mulai 2014 bahan baku organik, yang digunakan untuk membuat pelumas dan bahan sintetik harus diuji dan diberi sertifikat sesuai kriteria. Dengan demikian, semakin banyak perusahaan kimia memperhatikan produksi berkelanjutan ketika membeli biomassa dan juga menuntut itu dari pemasoknya. Demikian harapan Schütte.

“Tapi pada akhirnya, setiap perusahaan haru memutuskan itu sendiri,” kata Rothermel dari ikatan industri kimia VCI. Ia tidak mendukung, jika kriteria-kriteria itu ditetapkan secara hukum. Menurutnya, itu bisa mengurangi keinginan perusahaan untuk menggunakan biomassa. Rothermel berargumentasi, biomassa yang diproduksi secara berkelangsungan harganya mahal, karena pekerja harus digaji lebih baik dan perusahaan-perusahaan harus punya tempat penyimpanan pestisida yang lebih baik.

Ancaman Merugi
Norbert Schmitz, pemimpin perusahaan International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) yang bergerak di bidang pemberian sertifikat untuk biomassa dan bioenergi di seluruh dunia memberikan contohnya. “Satu ton minyak sawit yang bersertifikat harganya sekitar 40 sampai 50 Dolar lebih mahal daripada minyak sawit tanpa sertifikat.” Dibanding dengan saingan yang tidak memakai minyak sawit bersertifikat, ini bisa berarti kerugian besar.

Perusahaan kimia yang mengalami tekanan finansial pasti tetap menggunakan bahan mentah dengan dasar minyak bumi. Di Jerman, produk kimia yang menggunakan biomassa hanya sekitar 13 persen. Rothermel dari VCI yakin, perubahan hanya akan terjadi secara perlahan. Lagi pula, biomassa tidak mungkin menggantikan sebagian besar kebutuhan akan bahan dasar. Karena itu berarti terhentinya produksi bahan pangan bagi manusia.

Sumber: dw.de

read more
Ragam

Tiga Bocah Singkil Bergelut dengan Buaya

Tiga bocah di Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil, memiliki keberanian yang luar biasa. Ketiga bocah itu ialah Sulaiman (14), Sahri (12), dan Bustami (12). Ketiganya secara gagah berani bergelut dengan buaya.

Meski usianya masih belasan tahun, ketiga bocah tersebut sukses membantu menangkap seekor buaya pada Selasa (7/1/2014) pagi tadi.

Awalnya, buaya itu hendak ditangkap dengan cara dijerat. Mansur (50) tahun, sudah memancing buaya itu memakai seekor ayam agar mau mendekat ke perangkap yang sudah disediakannya.

Buaya berkururan sekitar 1,5 meter itu, akhirnya masuk ke jerat tali setelah memakan ayam yang diumpankan.

Namun, buaya tersebut melakukan perlawanan sengit sehingga Mansur dan warga lainnya tak mampu menariknya ke darat untuk dimasukkan ke dalam karung.

“Waktu ditangkap buayanya melawan, susah sekali ditarik ke darat,” kata Mansur.

Melihat kondisi itu, ketiga bocah tadi nekat menerkam dan bergelut dengan buaya tersebut. Upaya ketiganya sukses, buaya tersebut tak bisa berkutik dan secara mudah ditarik ke darat.

Selanjutnya, buaya jantan yang tergolong masih kanak-kanak itu, diikat di pinggir jalan Singkil-Subulussalam, setelah bagian mulutnya dibalut lakban.

Sumber: tribunnews.com

read more