close

12/02/2014

Energi

Pemerintah Lirik Kemiri Sunan untuk Pengganti Solar

Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri), Kementerian Pertanian menghadirkan hasil penelitiannya yaitu Kemiri Sunan sebagai sumber energi altenatif pengganti solar. Kadar rendemen kemiri biji sunan hasilkan crude oil 40 hingga 50% atau  88 hingga 92% untuk biodiesel.

“Kita harus mengurangi impor BBM baik premium maupun solar, kalau kita tidak ngapa-ngapain, tidak menggeber produksi biodiesel, tahun ini impor kita itu kira-kira 800.000 barel per hari, baik dari minyak mentah maupun produk solar dan BBM,” ujar Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo seperti yang dilansir dari situs resmi esdm, Jakarta, Senin (10/2/2014).

Berdasarkan laporan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi kepada Wamen, rata-rata impor crude mencapai 350.000 per hari,  sedang BBM rata-rata 500.000 hingga 600.000 barel per hari. Jadi total rata-rata 800.000 hingga 900.000 berel per hari.

“Belinya impor itu pake duit dollar. Jika 1 barel seharga katakanlah US$ 125 per barel, maka 800.000 barel dikalikan US$ 125, itu cuma US$120 juta dollar per hari. kalau kita ga ngapa-ngapain impor kita, pasti 1,2 hingga 2 juta barel per hari, kalikan saja dengan US$ 120, kita akan butuh US$ 250 juta per hari. Duitnya darimana,” ujarnya bernada tanya.

Susilo menjelaskan, produksi minyak mentah kita itu terus turun karena usia sumur yang sudah tua. Dilain pihak kebutuhan BBM terus meningkat akibat berbagai faktor, karena antara produksi dan konsumsi masih lebih banyak konsumsi, maka pemerintah terpaksa harus impor BBM, jenis premium dan solar.

“Impor kita terus naik, pasti naik, ga usah diapa-apain, naikknya kira-kira 120.000 barel per hari,” tuturnya.

Selain itu, tambahnya, peningkatan impor BBM per tahun tersebut dapat disubsitusi dengan produski Bahan Bakr Nabati (BBN). Saat ini kapasitas CPO yang dapat dimanfaatkan berkisar antara 80 hingga 100.000 barel per hari dan sisanya dimungkinkan dari BBN jenis lain misalnya, kemiri sunan.

Sebagaimana diketahui, kemiri sunan sangat prospek untuk dikembangkan sebagai biodoesel. Kemiri sunan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pendahulunya seperti jarak pagar dan biji nyamplung. Beberapa kelebihan kemiri sunan antara lain,  tidak bersaing dengan pangan, dapat mulai berproduksi umur 4 tahun, pada umur 8 tahun dapat menghasilkan produksi sampai 15 ton (6 – 8 ton biodiesel) per ha per tahun.

“Rendemen biji kemiri sunan dapat menghasilkan crude oil (40-50%)  atau  88 hingga 92% jika dijadikan produk biodiesel,” ujar Kepala Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Kementerian Pertanian, Muhammada Syakir.

Syakir mengungkapkan, kemiri sunan dapat dikembangkan oleh masyarakat biasa karena, tidak memerlukan pabrik untuk pengolahan seperti halnya sawit, populasi tanaman hanya 150 pohon/ha, dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain dan dapat dikembangkan di lahan sub optimal.  []

Sumber: energitoday.com

read more
Ragam

UGM Adakan Training Tata Kelola Industri Pertambangan

Jurusan Politik dan Pemerintahan (JPP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada akan menyelenggarakan Pelatihan Tata Kelola Pemerintahan di Industri Ekstraktif se-Asia Pasifik pada tanggal 28 April – 10 Mei 2014. Pelatihan dengan tajuk “Improving the Governance of Extractive Industries in Asia Pacific Region” ini ditujukan bagi  aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemerintah, perusahaan, lembaga think tank dan media. Pelatihan ini merupakan penyelenggaraan kedua setelah yang pertama diadakan September 2013 lalu.

Melalui pelatihan ini, para peserta yang berasal dari kawasan Asia Pasifik ini diharapkan dapat memahami tata kelola industri ekstraktif secara konseptual dan praktik, khususnya pada isu-isu dampak sosial dan lingkungan, sistem kontrak dan rejim fiskal, manajemen penerimaan (revenue management), pelembagaan skema Extractive  Industries Transparency Initiatives (EITI) dan koalisi untuk reformasi. Selain diskusi di dalam kelas, pelatihan ini juga menyelenggarakan serangkaian diskusi panel dan studi lapangan.

Kegiatan ini sendiri merupakan rangkaian program kegiatan dari Asia Pacific (ASPAC) Knowledge Hub on Better Extractive Industries Governance yang dikelola oleh JPP UGM dengan dukungan oleh Revenue Watch Institute (RWI), yang berbasis di New York, serta didanai oleh United States Agency International Development (USAID). Asia Pacific (ASPAC) Knowledge Hub dikembangkan sebagai simpul pengetahuan atau think tank berbasis universitas untuk mendorong efektivitas advokasi kebijakan dalam rangka mendorong tata kelola pemerintahan di sektor industri ekstraktif yang transparan dan akuntabel di kawasan Asia Pasifik. Asia Pacific Knowledge hub merupakan Knowledge Hub yang ke-5 di dunia yang dikembangkan oleh Revenue Watch Institute selain: Anglophone-Africa, Francophone-Africa, Eurasia, dan Amerika Latin.

Program akan menyediakan beasiswa bagi peserta pelatihan perwakilan LSM yang berasal dari Myanmar, Vietnam, Kamboja, Filipina, Timor Leste, Malaysia dan Indonesia. Aplikasi pelamar beasiswa training paling lambat 27 Februari 2014. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi; ASPAC HUB melalui email: aspachub.polgov@gmail.com.[]

Sumber: fisipol.ugm

read more
Kebijakan Lingkungan

Gubernur Aceh Keluarkan Instruksi Moratorium Tambang

Tanggal 27 September 2013 lalu, Gubernur Aceh telah mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 06/Instr/2013 tentang  Penghentian Sementara Pemberian Izin Penambangan Mineral di Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Aceh. ” Tentunya hal ini perlu kita sambut secara positif sebagai terobosan dan langkah maju yang dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh dalam rangka pemulihan lingkungan terutama di wilayah pesisir dan laut,” ujar Ketua Lembaga Kajian Lingkungan Hidup (LKLH) Aceh,  T. M. Zulfikar.

Namun sangat disayangkan kebijakan yang dikeluarkan tersebut sangat minim sosialisasi sehingga tidak diketahui oleh publik secara luas. Hal ini disampaikannya dalam siaran pers yang diterima Rabu (12/2/2014) di Banda Aceh.

Dalam Ingub tersebut disampaikan bahwa dalam rangka mengembalikan fungsi-fungsi wilayah pesisir dan laut serta untuk menata kembali penambangan mineral di wilayah pesisir dan laut Aceh perlu diambil kebijakan penghentian sementara (moratorium) penambangan di wilayah pesisir dan laut Aceh.

Instruksi ini ditujukan kepada sepuluh institusi pemerintah antara lain: Para Bupati/Walikota se-Aceh, Kepala BAPPEDA Aceh, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Aceh, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, Kepala BAPEDAL/BLH (Badan Lingkungan Hidup) Aceh, Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh dan Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Aceh.

Adapun Instruksi Gubernur Aceh terkait Moratorium Tambang di Wilayah Pesisir dan Laut Aceh tersebut antara lain sebagai berikut:

1.    Untuk Para Bupati/Walikota dalam Provinsi Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      memastikan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
b.      melakukan inventarisasi terhadap penambangan mineral di pesisir dan laut yang berada dalam wilayah pemerintahan masing-masing;
c.       melalukan penataan kembali terhadap penambangan mineral di pesisir dan laut yang berada dalam wilayah pemerintahan masing-masing;
d.      melakukan penertiban dan pengawasan terhadap aktivitas penambangan mineral di pesisir dan laut yang telah mendapat izin sebelum penghentian sementara ini ditetapkan sehingga terlaksana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.    Kepala BAPPEDA Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      melakukan koordinasi pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
b.      mengevaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota agar sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.

3.    Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      melakukan perencanaan penambangan mineral sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota;
b.      melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kegiatan penambangan mineral yang sudah memiliki izin usaha pertambangan;
c.       melakukan pembinaan terhadap kegiatan penambangan mineral yang sudah memiliki izin usaha pertambangan.

4.    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      melakukan kajian terhadap penambangan mineral yang berada di wilayah pesisir dan laut;
b.      melakukan evaluasi terhadap kegiatan penambangan di wilayah pesisir dan laut;
c.       memastikan penambangan mineral yang berada di wilayah pesisir dan laut tidak menggangu kawasan konservasi.

5.    Kepala Dinas Kehutanan Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.        melakukan kajian terhadap kegiatan penambangan mineral yang berada dan/atau  berbatasan dengan vegetasi pantai, mangrove dan taman wisata alam;
b.        melakukan evaluasi terhadap kegiatan penambangan mineral yang berada dan/atau  berbatasan dengan vegetasi pantai, mangrove dan taman wisata alam;
c.         memastikan penambangan mineral yang berada di wilayah pesisir dan laut tidak menggangu kawasan vegetasi pantai, mangrove dan taman wisata alam.

6.    Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Memastikan konsesi pertambangan mineral di wilayah pesisir dan laut sesuai peraturan perundang-undangan;
b.      melakukan evaluasi lahan terhadap pertambangan mineral di pesisir dan laut.

7.    Kepala BAPEDAL/Badan Lingkungan Hidup Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      melakukan koordinasi terhadap penambangan mineral di pesisir dan laut terkait masalah lingkungan;
b.      melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap aktivitas penambangan mineral di pesisir dan laut yang telah memiliki izin lingkungan.

8.    Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a.      memastikan kegiatan ekspor impor penambangan mineral di pesisir dan laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b.      menjamin distribusi hasil penambangan mineral di pesisir dan laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c.       menjamin industri penambangan mineral di pesisir dan laut yang ramah lingkungan.

9.        Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
Menjamin kepastian hukum iklim investasi pertambangan mineral di pesisir dan laut.

10.    Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Aceh agar mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
Tidak memproses izin penambangan mineral di pesisir dan laut selama Penghentian Sementara Pemberian Izin Penambangan Mineral di Wilayah Pesisir dan Laut.

Lembaga Kajian Lingkungan Hidup (LKLH) Aceh berharap agar Instruksi Gubernur Aceh terkait Moratorium Tambang di Wilayah Pesisir dan Laut Aceh ini dapat terimplementasi secara baik dan dipatuhi oleh instansi yang bersangkutan sehingga agenda pembangunan yang sudah direncanakan dapat berjalan sesuai harapan.

Jika tidak kebijakan yang sudah dikeluarkan tersebut tidak akan berarti apa-apa dan lingkungan Aceh, terutama di wilayah Pesisir dan Laut yang saat ini sudah banyak yang rusak tidak dapat dipulihkan kembali fungsi-fungsinya.[]

read more