close

03/03/2014

Kebijakan Lingkungan

Chevron Menangkan Panas Bumi Gunung Ceremai

Isu penjualan Gunung Ceremai di Jawa Barat merebak di media sosial beberapa hari ini. Dari isu yang tak jelas kebenarannya itu berembus kencang jika gunung yang terletak di Kuningan tersebut dijual Rp 60 triliun kepada Chevron, perusahaan asal Amerika Serikat.

Wilayah di sekitar Gunung Ceremai memang menyimpan banyak potensi geothermal atau panas bumi. Pemerintah berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) untuk mencukupi kebutuhan energi di Pulau Jawa dan Bali.

Perusahaan energi asal Amerika Serikat (AS), PT Chevron Indonesia melalui anak perusahaan PT Jasa Daya Chevron berhasil memenangi tender yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Penetapan pemenang ini diumumkan pada 2012 lalu oleh panitia lelang Pemda Jabar.

“Semua investor bisa mengikuti tender terbuka ini dan Chevron memenangkan prospek ini melalui proses tender yang dilaksanakan oleh panitia tender Pemda Jabar, dan penetapan pemenang oleh Pemda Jabar tahun 2012,” ujar Manager Policy Government Public Affairs PT Jasa Daya Chevron, Ida Bagus Wibatsya saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (3/3/2014).

Meski memenangi tender, namun perusahaan ini tidak begitu saja melaksanakan proyek tersebut. Pemda Jabar memberikan sejumlah syarat kepada PT Chevron Indonesia, salah satunya dengan melebur bersama Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

“Sesuai kehendak pemda, Chevron akan berpartner dengan BUMD yang ditunjuk pemda Jabar yang saat ini masih dalam tahap pembicaraan,” ungkapnya.

Ida Bagus menjelaskan, persyaratan itu menjadi satu-satunya syarat mutlak sebelum diterbitkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Pemprov Jabar. IUP inilah yang nantinya dipakai untuk menggarap wilayah kerja pertambangan (WKP) Gunung Ceremai.

“Sampai saat ini Chevron belum memasuki wilayah Ceremai dan belum melaksanakan kegiatan fisik, maupun komunikasi di lapangan karena belum terbitnya IUP ini,” bebernya.

Sumber: merdeka.com

read more
Perubahan Iklim

Sungai-sungai Lenyap dari Bangladesh

Bangladesh adalah negeri yang sangat banyak memiliki sungai tetapi perubahan iklim telah menyebabkan sepertiga dari lebih dari 300 sungai besar di negara itu menghilang.

Sungai-sungai mengering sebagai akibat dari bendungan yang dibangun hulu untuk mengalihkan air dan melindungi orang dari bencana banjir yang menjadi lebih sering karena cuaca tidak menentu. Penurunan curah hujan juga secara bertahap mengurangi debit air.  Hal ini sebagaimana dikutip dari laman scidev.net, Senin (3/3/2014).

Lenyapnya sungai telah mempengaruhi pola mata pencaharian masyarakat setempat. Banyak dari mereka yang sebelumnya mendapat penghasilan dari perikanan telah berpaling ke pertanian karena pekerjaan yang dulu tidak lagi bisa menguntungkan.

Untuk meringankan masalah tersebut, pemerintah dan LSM membangun program yang bertujuan mendorong terciptanya pasar sementara di mana orang bisa menjual barang seperti goni, molase, dan lentil. Ada juga upaya untuk meningkatkan transportasi sehingga masyarakat setempat dapat pindah ke kota-kota terdekat sampai situasi ekonomi mereka meningkat. Pemerintah juga berencana untuk menetapkan hak kepemilikan atas tanah yang telah muncul ke permukaan dari lenyapnya sungai kepada orang-orang yang keluarganya telah tinggal selama berabad-abad di dekat sungai.

Sumber: scidev.net

read more
Tajuk Lingkungan

Setan Merkuri

Di jalanan, saya membenci pagi. Sebab di jalan – pagi begitu bising, begitu berisik, saling mendahului dan saling maki-memaki, klakson-mengklakson. Lebih berisik dari isi twitter dan lebih cerewet dari facebook. Tapi bagaimanakah mengalihkan perhatian ke pagi yang sepi 17 Mei 2013, di dalam sebuah mobil saat seorang ibu
bersalin dengan keceriaan yang seketika mati. Aulida Putri mungil lahir dengan benjolan besar di dahi,  jari-jari tangan yang terputus dan jari kaki yang juga tidak sempurna.

Hanya dengan membungkam berisik,  kita bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Barangkali kita perlu menyimak apa arti pagi bagi Aulida Putri. Bayi dari pasangan Warga Keude  Panga, Aceh Jaya itu.
Dari mana datangnya cacat?

Nidar, ibu kandung Aulida: ketika  hamil – melahap kerang yang dibawa pulang suaminya setiap pulang kerja, dan kerang itu ternyata beracun. Ya., kerang itu tercemar merkuri penambang emas Gunong Ujeuen Kecamatan Krueng Sabee.

Lalu datang petaka itu. Merkuri berada di belakang kisah hidup Aulida yang baru saja ia mulai. Tapi saya yakin, Aulida bukan sendirian, sebab merkuri adalah zat racun yang pelan-pelan tapi pasti bisa membunuh siapa saja.
Anehnya, gelombang kesadaran massa akan bahaya merkuri belum tersentuh. Para pendulang masih menggerakkan mesinnya, mengguyur merkuri ke tanah dan sungai-sungai. Dari mana datangnya rasa bengal akan kejahilan? Dari dalam dirinya yang ingin segera kaya raya? Bukankah para pendulang itu juga manusia? Bukankah mereka punya bayi?

Di sini saya kira, Tuan-tuan harus turun tangan. Sebab situasi sudah tidak biasa. Manusia sedang mengulang kejahanamannya. Melakonkan rutinitas tanpa melihat tangisan generasi masa depan.

Dan ini bukan perang biasa, tapi sebuah latar kengerian yang sangat merisaukan.

Pedulikah Tuan? Tidak cukup dengan kata-kata normatif, sebab korban sudah mulai berjatuhan, dan pasti akan susul-menyusul. Bertindaklah Tuan.

Sumber: hutan-tersisa

read more