close

March 2015

Sains

100 Science Techno Park Bakal Dibangun di Pedesaan

Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan, pemerintah Indonesia melalui kementerian yang dipimpinnya  akan membangun 100 science techno-park (STP) di 100 desa yang terpilih dari sekitar 500 desa di seluruh Indonesia dalam jangka 5 tahun kedepan.

Menteri Koordinator  Kemaritiman Indroyono Soesilo dalam kunjungan di pantai Pandansimo Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta hari Jumat (6/2) mengatakan, kawasan pantai laut selatan tersebut akan menjadi salahsatu dari 100 STP yang akan direncanakan dibangun pemerintah.

Wilayah itu juga akan dikembangkan menjadi salahsatu dari 1000 desa pesisir inovasi nelayan di seluruh Indonesia. Kawasan desa pesisir inovasi nelayan akan segera dikembangkan di kawasan Kampung Laut Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Pantai Pandansimo sendiri sejak  tahun 2006 telah dilengkapi Pembangkit Listrik Tenaga Hybryd (PLTH) yang memanfaatkan tenaga surya dan angin untuk penerangan, penyediaan air bagi tambak ikan dan udang serta pabrik es batu untuk kebutuhan nelayan setempat. PLTH tersebut dirintis melalui kerja sama Peneliti Ristek, UGM, LIPI dan BPPT. Saat ini sudah terpasang 31 unit turbin angin dengan tinggi rata-rata 18 meter.

Ketika meninjau pemanfaatan PLTH di pantai Pandansimo,  Menko Indroyono Soesilo mengatakan, Science Techno Park nantinya merupakan wilayah yang didukung dengan pengembangan inovasi sains dan teknologi, akan  mendorong berlangsungnya banyak kegiatan masyarakat secara berkelanjutan yang akhirnya meningkatkan kesejahteraan mereka.

“Kalau sudah seperti ini ada air naik, ada budidaya. Air itu berputar nanti ada es, es itu bisa untuk storage bisa untuk kuliner. Nah, kalau itu berkembang terus artinya Science and Techno Park itu berkembang. Tapi kalau kita bikin lalu mati, berarti itu salah. Kemenangan (kabupaten) Bantul, dia telah coba ini dan sukses. Kan, tinggal dibesarin saja toh itu. Tinggal ditambah saja, terus entrepreneur masuk. Misalnya; industri pengolahan ikan air tawar, industri penyamakan kulit ikan nila untuk ekspor,” kata Menko Indroyono.

Untuk sementara ini pemerintah sudah mengidentifikasi sekitar 10 science techno park dengan fokus pengembangan yang berbeda-beda. Agus Puji Prasetyono,   Deputy Menristek Bidang Relevansi dan Produktifitas Iptek mengatakan, biaya pembangunan masing-masing besarnya sekitar 10 miliar rupiah.

“Sekarang baru dirancang, memang ada anggaran pengawalan, bertahap pertahun, kira-kira 1 STP itu sekitar 10 miliar rupiah, itu selama 5 tahun. Mungkin tahun pertama kita bangun infrastrukturnya, tahun kedua kita bangun sistem yang terus bergulir itu sehingga nanti di tahun ke-4 atau ke-5 kita sudah bisa melepas dia sebagai satu kawasan industri baru,” kata Agus.

Bupati Bantul Sri Surya Widati mengatakan, keberadaan PLTH di kawasan pantai Pandansimo menyusul adanya  masalah kelangkaan energi yang dihadapi warga setempat untuk keperluan penerangan, pengairan pertanian lahan pasir, perikanan dan pengolahan hasil tangkapan para nelayan.

“Untuk mengatasi permasalahan ini, kementerian Ristek, LAPAN, Kementerian ESDM, LIPI dan UGM telah tergerak untuk membantu pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan dan konversi energi untuk mendukung pemenuhan listrik masyarakat pantai Pandansimo sehingga masyarakat siap untuk menjadi pilot project pengembangan dan pemanfaatan energi listrik  hybrid serta konversi energi terpadu,” kata Bupati Sri Surya Widati.

Sementara itu, perusahaan pengembang energi Amerika Serikat UPC Renewables mulai tahun depan akan membangun turbin angin di sepanjang pantai selatan termasuk kawasan Pandansimo dengan kapasitas 50 Megawatt, bekerjasama dengan PLN dan diharapkan mampu memasok listrik untuk sekitar 90-ribu rumah. Hal itu dikemukakan oleh Chris Caffyn dari UPC Renewables.

“Untuk proyek di Bantul terdiri pembangkit listrik tenaga angin sebesar 50 Megawatt, dan saya rasa kami siap mulai membangun tahun depan. Pembangunan turbin angin sendiri relatif cepat antara 8 hingga 10 bulan, lalu kita akan melakukan kontrak dengan PLN untuk jangka waktu 30 tahun”, kata Chris Caffyn.

Sumber: NGI

read more
Kebijakan Lingkungan

Mencari Pemimpin Jambi di Era MEA 2015

Di era pasar bebas yaitu “Asean Community 2015” atau Masyarakat Ekonomi Asean tahun 2015 (MEA) yang penuh dengan daya saing dan tantangan perubahan lingkungan, sehingga pemimpin yang ideal seyogyanya menjadi kebutuhan mendesak. Pemimpin memperjuangkan dan mewujudkan visi dan misi negara yang telah di ungkapkan dalam pembukaan UUD 1945, dan di terjemahkan berdasarkan kebutuhan baik nasional, regional kewilayahan Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Pasar bebas itu adalah membiarkan pasar bekerja tanpa distorsi, keyakinan ini berakibat bahwa perusahaan swasta harus bebas dari intervensi pemerintah, apapun akibat sosial yang dihasilkan, sehingga membuka kebebasan arus perdagangan barang dan jasa menjadi indikator utama. Bahkan pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, konsultan, perawat, tenaga tehnis dan lainnya.

Produk hasil dari enterpreneur/usahawan Propinsi Jambi akan ikut berkompetisi secara fair di pasar bebas atau akan seutuhnya menerima produk negara lain. Begitu juga apakah peluang tenaga kerja profesional yang dididik dari Propinsi Jambi dapat diterima di negara tetangga atau tidak, sebuah tantangan yang sangat berat, bukan berarti tidak bisa.

Tantangan berat tersebut harus bisa di jawab dalam proses Pilkada dengan rezim UU No. 1 tahun 2015, merupakan pilkada serentak pertama yang akan diwujudkan dalam pemilihan langsung pada bulan Desember tahun 2015. Pilkada tersebut menjadi taruhan bagi Provinsi Jambi masa yang akan datang, untuk bisa memanfaatkan MEA atau dimanfaatkan oleh MEA, dengan konsekwensi menekan dan memperkecil kemiskinan secara real, bukan hanya pertumbuhan ekonomi secara statistik belaka.

Terkait Pilkada Propinsi Jambi, dengan melihat persepektive yang akan datang terutama MEA, kedepan dibutuhkan dan diinginkan pemimpin yang memiliki pemahaman untuk mencegah dampak negatif dan membuat strategi jitu dalam memanfaatkan MEA untuk kepentingan masyarakat. Terutama masyarakat Jambi khususnya dan  masyarakat Indonesia pada umumnya, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan dan penguatan daya beli masyarakat.

Pasar MEA menjadi satu kesatuan pasar tunggal Asia Tenggara, MEA akan menjadikan arus lalu lintas barang, jasa, investasi, dan modal bebas di kawasan Asia Tenggara. Apakah MEA merupakan berkah atau justru musibah bagi Indonesia?

Ini menjadi salah satu penilaian untuk siapa yang akan menjadi pemimpin di Indonesia, termasuk pemimpin di Propinsi Jambi dan Bupati/Wali Kota dalam propinsi Jambi. Apakah Propinsi Jambi bisa ikut memberi jawaban atas pertanyaan tersebut diatas, yaitu menjawab tantangan “apakah MEA itu merupakan berkah atau justru musibah ?”

Sepakat atau tidak sepakat MEA akan tetap berjalan, tentunya pertanyaan tersebut diatas, harus di jawab dengan MEA harus memberi berkah bagi masyarakat Provinsi Jambi. Tentunya dibutuhkan pemimpin yang peka dan memiliki konsep jelas dalam memperkuat perekonomian regional Propinsi Jambi menuju MEA.

Lembaga swadaya Indonesia for Global Justice (IGJ) mengatakan pemerintah belum memiliki strategi dan rencana yang tepat untuk melindungi kepentingan petani, nelayan, buruh, dan pedagang tradisional, dalam menghadapi MEA yang mulai efektif 2015

Hal ini berpotensi mendorong hilangnya akses rakyat terhadap sumber daya alam dan tingginya angka kemiskinan di pedesaan. Direktur Eksekutif IGJ Riza Damanik menyatakan, nelayan, petani, buruh, maupun pedagang pasar tradisional adalah kelompok paling dirugikan atas pemberlakuan MEA tahun depan

Fakta diatas yang membutuhkan nilai-nilai kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan pembangunan dalam rangka mengoptimalkan dan pemanfaatan MEA di Propinsi Jambi, terutama dalam perdagangan bebas, dimana arus barang dan arus manusia terus bergerak tanpa hambatan, apakah sebagai produk barang dan jasa, tenaga kerja, wisatawan, perdagangan dll melalui mekanisme pasar sebagai proses yang menentukan, tentu mekanisme pasar terhadap manusia, enterprenurship, barang dan jasa yang dikelola dengan manajemen kepemimpinan terutama dalam mekanisme usaha dan bisnis yang memiliki keadian dan berkeadilan.

Pemimpin di Era globalisasi diharapkan adanya upaya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk Interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu Negara/Propinsi/Kabupaten/Kota menjadi semakin sempit. Di era ini terjadi proses interaksi antar individu, antar kelompok, dan antar negara yang pada akhirnya menimbulkan saling ketergantungan, keterkaitan dan saling memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas-batas wilayah. Interaksi ini terjadi dalam berbagai aspek kehidupan social, budaya, politik, ekonomi dan pertahanan keamanan.

Era pasar bebas diperkuat dengan era teknologi informasi yang sangat cepat seperti telepon genggam, televisi satelit, dan Internet menunjukkan bahwa informasi dan komunikasi lintas benua sangat cepat dan dunia semakin sempit, tentunya akan berpengaruh terhadap eksistensi negara/ propinsi/ Kabupaten/Kota. Kondisi ini terlihat dengan indikator pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh organisasi multinasional, dan dominasi organisasi internasional dalam menguasai perdagangan. Disisi lain peningkatan interaksi sosial budaya melalui perkembangan media massa baik televisi, film, musik, dan transmisi berita juga sangat berpengaruh terhadap kinerja organisasi sesuai dengan kemampuan daya saing yang dimilikinya.

Sehingga sesuatu yang harus diperjuangkan Pilkada dapat menghasilkan Pemimpin Provinsi Jambi, baik Gubernur, Bupati maupun walikota. Menurut Profesor Chipta Lesmana yaitu pemimpin dengan konsep (1) Kepemimpinan yang progresif adalah pemimpin hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menjawab perubahan zaman dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan padakonsep-konsep moralitas. Urgensitasnya tidak bisa dielakkan lagi. Namun jangan salah kaprah; (2) Konsep kepemimpinan yang fleksibel terhadap perkembangan zaman bukan berarti kita harus melupakan identitas yang dimiliki.

Selanjutnya, ciri ciri kepemimpinan yang diharapkan menurut Robert L. Katz (1955) dalam jurnalnya Skills of an Effective Administrator yaitu memiliki tiga ketrampilan, yaitu: (1). Ketrampilan teknis (technical skill), adalah pengetahuan dan ketrampilan seseorang dalam proses kebijakan administratif dan/atau teknik; (2) Ketrampilan manusiawi (human skill), kemampuan bekerja secara efektif dengan orang-orang dan membina kerjasama tim; (3) Ketrampilan konseptual (conceptual skill), kemampuan untuk berpikir dalam kaitannya dengan model, kerangka, hubungan yang luas dan rencana jangka panjang (visioner).

Dan diharapkan pemimpin yang terpilih nantinya memiliki gaya kepemimpinan yang dibutuhkan menurut Stephen Robbins (1996) bahwa pemimpin transaksional adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi pengikut mereka ke arah tujuan yang ditetapkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas, yang secara eksplisit termasuk pemimpin task oriented dimana penyelesaian tugas menjadi hal utama dengan petunjuk rinci yang wajib dijalankan oleh pengikutnya.

Gaya kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan yang memiliki karisma. Pemimpin seperti ini mencurahkan perhatian pada kebutuhan pengikutnya, mereka mengubah kesadaran pengikut akan persoalan- persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara cara baru dan mereka mampu membangkitkan serta mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra dalam mencapai tujuan kelompok. (bersambung)

*Penulis adalah konservasionis dan dosen STIE SAK

read more
Ragam

Pilkada & Kerusakan Lingkungan Hidup di Jambi

Tahun 2015 menjadi tahun yang sangat berarti bagi Provinsi Jambi  dan Kabupaten/kota lainnya, karena tahun 2015 menjadi momentum tahun politik untuk menyeleksi Pemimpin Daerah, baik Provinsi maupun Bupati dan Walikota. Para pemimpin ini mungkin akan menjadi pemimpin ter(baik) untuk membawa Propinsi/Kabupaten/kota menjadi lebih mandiri dan maju dalam pembangunan.

Pelaksanaan Pilkada dengan sistem terbaru sesuai UU No 1 tahun 2015 tentang Pilkada yang akan di implementasikan pertama di Prop Jambi, yaitu pemilihan gubernur. Selain itu ada Pilkada 5 Kabupaten/Kota yang bakal dilaksanakan serentak tahun ini, yaitu Bungo, Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Batanghari dan Sungaipenuh, Desember 2015.

Momentum Pilkada ini sangat penting bukan saja menjadi ajang pemilihan pemimpin, namun yang lebih penting bagaimana pemimpin yang akan muncul dan pemimpin yang terpilih memahami kondisi yang tengah dan sedang terjadi baik ekonomi. Salah satu persoalan mendasar adalah persoalan lingkungan yang terkesan sangat memprihatinkan dan menjadi agenda rutin tahunan di Propinsi Jambi, terutama terkait dengan bencana bajir dan kebakaran hutan, yang merugikan secara ekonomi bahkan nyawa, dan merugikan aspek politik secara Internasional.

Marilah kita fahamilah bahwa Pilkada, adalah sarana dan bukan tujuan, sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah  memilih pasangan pemimpin yang baik, tepat dan benar untuk mampu mewujudkan tujuan dan fungsi pembangunan yang diamanah UUD 1945. Melalui upaya keselarasan, keserasian, kesimbangan, dan kebulatan yang utuh dalam seluruh kegiatan pembangunan, yang merupakan proses untuk mewujudkan visi negara yang maju, aman, damai dan sejahtera. Tentunya sebuah sarana tidak  mengganggu pencapaian tujuan bersama dimasing-masing wilayah yang bersinergi dengan tujuan dan visi negara.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, sesungguhnya Pilkada memiliki makna penting dan strategis. Momentum tersebut tidak hanya memberikan peluang terjadinya rotasi dan sirkulasi kekuasaan dalam pemerintahan, tapi juga peluang bagi rakyat melakukan koreksi terhadap segala kesalahan dan kekurangan dimasa lalu. Rakyat dapat menentukan pilihan yang tepat dan terbaik bagi kepentingan daerah masing-masing.

Marilah kita melihat kedepan serta mengajak para elite politik dan masyarakat, terutama para Balon/calon Gubenrnur, Bupati, Walikota untuk mengubah paradigma berpikir dalam memandang Pilkada. Jangan lagi memandang Pilkada sebuah pertarungan hidup mati antara kelompok/kekuatan partai politik, tapi yakinilah bahwa Pilkada sebagai sebuah sarana untuk mewujudkan tujuan demokrasi, tujuan berbangsa dan bernegara, yaitu menuju masyarakat yang adil dan makmur secara mandiri.

Jika kita menyimak tujuan bernegara dan berbangsa dalam UUD 1945, salah satunya adalah menuju masyarakat yang adil dan makmur secara mandiri yang diimplementasikan untuk mewujudkannya salah satunya adalah demokrasi melalui Pilkada.

Adil dan makmur tersebut, tentunya akan menjadi acuan dan tujuan yang akan diembankan oleh kita kepada semua Balon/calon Gubernur/Bupati/Walikota sebagai visi negara. Visi dan Misi Balon/Calon Gubernur/Bupati/Walikota adalah bagian dari proses tawar menawar dengan masyarakat pemilik kekuasaan untuk mengajak masyarakat memilih. Ajang kampanye lebih berorientasi untuk meninggalkan pola tradisional, emosional, dan money politic yang selama ini cenderung menjadi pola terstruktur dan masif dalam Pilkada.

Jika kita cermati, saat ini bencana banjir dan kebakaran hutan dan lahan terutama di propinsi Jambi menjadi agenda tahunan bahkan bulanan. Tujuan adil dan makmur, sangat sulit terwujud dengan kondisi alam dan lingkungan yang memiliki kecenderungan semakin tidak bersahabat. Jika dilihat dari frekuensi bencana yang melanda, pemberdayaan ekonomi, peningkatan infrastruktur dalam rangka mewujudkan Visi Negara itu tidak akan berarti, apabila dalam visi dan misi tersebut kegiatan upaya pelestarian lingkungan hidup yang merupakan bagian utama dalam pembangunan berkelanjutan diabaikan.

Isu lingkungan terutama global warming menjadi sebuah permasalahan global  yang menjadi tanggung jawab setiap Negara, pemerintahan, rakyat, bahkan isu tersebut sudah menjadi bagian terintegrasi dari pembangunan Indonesia saat ini. Provinsi Jambi sendiri sebagai provinsi penyumbang asap/kabut cukup besar diantara 5 Provinsi prioritas penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, bersama dengan Propinsi Riau, Sumatera Selatan, Kalimatan Barat dan Tengah. Selain itu bencana banjir merupakan persoalan yang melanda Provinsi jambi setiap tahun.

Namun sungguh menjadi pertanyaan yang sangat besar bagi Imuwan, profesional, masyarakat, balon/calon Gubernur/Bupati/Walikota baik yang sudah muncul maupun yang akan muncul, selama ini justru isu lingkungan tidak menjadi penting, dibanding isu infrastruktur dan ekonomi kerakyatan, pendidikan dan kesehatan menjadi bagian dari isu yang dijadikan startegi kampanye. Isu lingkungan diabaikan, pada hal fakta yang terjadi saat ini lingkungan menjadi bagian utama penyebab kerusakan infrastruktur, gagal panen, yang menyebabkan masyarakat menjadi miskin. Dana yang harus dikeluarkan untuk perbaikan akibat kerusakan lingkungan sangat besar.

Isu yang cenderung dan  dominan yang dijadikan tema kampanye oleh para pasangan yang umumnya menjanjikan peningkatan Pemasukan Negara, PAD (pendapatan asli daerah) melalui pengembangan investasi baik perkebunan, pertambangan, dll, yang dianggap sebagai indikator keberhasilan pembangunan yaitu “pertumbuhan ekonomi”

Karena inti dari Pilar ekonomi tersebut yang tertuang dalam UUD 1945, “sebesar-besar kemakmuran rakyat”, (tentunya tanpa membedakan kelas) yang belum tentu bisa terpenuhi melalui indikator pertumbuhan ekonomi semata-mata, karena dipandang pertumbuhan ekonomi selama ini telah menciptakan jarak miskin dan kaya semakin jauh. Sedangkan salah tujuan Pembangunan Nasional adalah meningkatkan kesejahteraan serta mengentaskan kemiskinan.

Pengalaman penerapan otonomi daerah melalui Pilkada  selama ini yang cenderung melahirkan “raja-raja lokal” dengan kekuatan kekuasaannya yang besar memiliki indikasi hubungan bisnis secara legal dan illegal. Seperti tercermin pada kasus illegal logging, pertambangan, perkebunan dll yang cenderung berada dalam wilayah KKN.  Di Indonesia seharusnya semua pihak harus sadar akan betapa rawan masa depan lingkungan hidup, bila dalam proses Pilkada aspek kepentingan lingkungan diabaikan.

Dengan melihat posisi dan peran Pimpinan daerah, serta legislatif semakin strategis dan menentukan, agenda lingkungan hidup seyogyanya menjadi salah satu pertimbangan penting dalam Pilkada menjadi strategi yang tertuang dalam Visi dan Misi. Akan sangat ideal bila sejak awal kontestan Pilkada dalam visi dan misinya memberikan porsi yang memadai terhadap pemecahan masalah lingkungan hidup di daerah setempat. Karena dengan demikian, rakyat dalam menentukan pilihannya memiliki acuan serta pemahaman yang lengkap mengenai program-program pelestarian lingkungan hidup yang bakal dijalankan oleh calon yang mereka pilih.

Dengan harapan, jika peserta dan kontestan yang nyata-nyata pernah terlibat atau ikut memberi peluang terjadinya perusakan lingkungan hidup, baik melalui kebijakan-kebijakan publik, maupun dalam aktivitas usahanya (non-pejabat), sebaiknya tidak dipilih, agar persoalan yang ada tidak bertambah runyam. Untuk itu, perlu kerja sama dan sikap proaktif dari semua pihak untuk melakukan publikasi dan penyadaran kepada masyarakat agar rakyat pemilih tidak terkecoh dalam menentukan pilihannya.

Diharapkan didalam setiap kebijakan pembangunan yang akan dilakukan oleh para pemimpin dalam hal ini Gubernur/Bupati/Walikota, berpola pikir dengan paradigma pembangunan yang memenuhi kebutuhan hari ini tanpa menggangu kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya, yang mencerminkan dua parameter utama: parameter ‘kebutuhan’ hari ini, dengan tetap memperhatikan kebutuhan masa yang akan datang, tidak berpikir keinginan hari ini dengan mengabaikan kebutuhan yang akan datang, terutama kebutuhan mendasar manusia.

Menurut pemimpin spiritual India Mahatma Gandhi, bahwa bumi menyediakan cukup kebutuhan seluruh umat manusia, tapi bukan untuk kerakusan. Memang, orang-orang yang rakus senantiasa tidak pernah puas dan merasa kurang, sekalipun sudah berkelimpahan. Peringatan Mahatma Gandhi sangat relevan dengan situasi global, lebih-lebih saat ini.

Kerusakan ekologis sebagai suatu penyebab kemisikinan terbesar baik di desa maupun di kota secara bertahap dan kontinyu serta pasti. Fakta ini sudah dibuktikan dengan kerusakan hutan baik secara legal melalui Hak pengusahaan Hutan, Pertambangan, perkebunan dan investasi lain membawa dampak akses ekonomi masyarakat pinggir hutan terbatas, bahkan menjalar ke daerah hilir, yang akan membawa pengaruh pada masyarakat secara ekonomi menurun dan dampak ekologis lainnya yaitu bencana alam banjir dan kekeringan, kebakaran dan penyakit. Sedangkan sumber Pendapatan masyarakat utama adalah pertanian, dan akan membawa pengaruh secara regional  terhadap pusat-pusat ekonomi yang ada di kota.

Hendaknya disadari bahwa masalah lingkungan hidup kini menjadi persoalan yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia. Karena itu, sudah saatnya semua pihak menaruh perhatian serius terhadap masalah ini. Dalam konteks itu, melihat kenyataan bahwa sebagian besar kerusakan lingkungan senantiasa berhubungan erat dengan kebijakan pemerintah, sudah seharusnya penyelamatan lingkungan ikut dijadikan kriteria pokok dan prasyarat formal penentuan pejabat publik[]

* Penulis adalah konservasionist di Jambi dan dapat dihubungi di email: syamsulbahri1605@gmail.com

read more
1 2
Page 2 of 2