close

June 2015

Green Style

Bisa Jadi Polusi Udara Penyebab Penyakit Anda

Secara alami tubuh memang terdiri atas beberapa bagian yang berfungsi melindungi paru-paru dari berbagai benda asing, seperti debu atau sejenis kotoran lainnya yang ditularkan melalui udara. Namun, jika debu, kotoran, atau zat-zat racun yang tersebar di udara dalam jumlah yang tidak terkontrol, dapat mengancam jaringan paru-paru sekaligus melemahkan pertahanan tubuh, terutama di kota-kota besar.

Polusi udara bisa memicu berbagai penyakit berbahaya yang menyerang paru-paru. Udara yang kotor juga bisa melemahkan pertahanan tubuh.

“Partikel debu yang dihasilkan dari pencemaran udara memiliki dampak terhadap kesehatan. Pencemaran udara dapat menimbulkan berbagai penyakit saluran pernapasan,” kata Dr Budi Haryanto SKM MSPH MSc, seorang peneliti perubahan iklim dan kesehatan lingkungan Universitas Indonesia, sekaligus tergabung dalam Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sebanyak lima kota besar di Indonesia, di antaranya Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, dan Makassar, dalam hasil pemantauan polusi udara 1.082 kota di 91 negara. Angka polusi tersebut disusun berdasarkan laporan tahunan kadar partikel udara dalam udara yang disebut PM10. Eksposur pencemaran udara tersebut bisa menurunkan tingkat produktivitas dan kesehatan, termasuk kesehatan saluran pernapasan masyarakat yang tinggal di kota-kota besar.

“Salah satu dampak gangguan pernapasan yang muncul adalah rhinitis allergic, sebuah diagnosis yang memiliki asosiasi dengan gejala-gejala yang berhubungan dengan saluran pernapasan,” ujar dr Tina Suksmasari, Medical Manager Bayer Consumer Care.

Selain rhinitis allergic,Tina menambahkan, polusi udara juga dapat menyebabkan flu, asma, bahkan memicu timbulnya sinus yang dapat membuat hidung tersumbat. Selain itu, polusi juga dapat memperburuk penyakit paru-paru seperti asma, bronkitis, dan emfisema.

Adapun sumber polusi yang turut menjadi pemicu gangguan saluran pernapasan, di antaranya asap dari knalpot alat transportasi, pembakaran, bahan bakar, limbah dari proses industri, sampah padat, metode penghancuran limbah dengan incinerator, atau bahkan kombinasi dari beberapa elemen tersebut.

Sumber-sumber polusi tersebut menjadi berbahaya karena adanya zat-zat beracun, seperti karbonmonoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), ozon (O3), timbal (pb), dan logam lainnya, particulate matter (pm10, pm2.5, tsp), volatile organic compounds (voc), semi-volatile senyawa organik (svocs), herbisida, dan pestisida. Lebih jauh Dr Budi Haryanto menjelaskan, jika zat-zat beracun tersebut diabaikan, dampaknya bagi kesehatan sangat signifikan.

Berbagai penyakit akan menyerang tubuh, seperti infeksi saluran napas bawah akut (pneumonia), alergi, bronkitis kronis, dan penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, asma, otitis media, dan ISPA (peringkat 1 dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia), atau bahkan tuberkulosis (TBC). Berdasarkan data statistik, pada 2010 sekitar 57,8% dari populasi Jakarta telah menderita berbagai macam penyakit yang disebabkan polusi udara.

BPS mencatat, jumlah kasus penderita bronchopneumoniasebanyak 1.210.581 jiwa (12,6%), bronchopneumonia153.724 jiwa (1.6%), ARI 2.449.986 jiwa (25,5%), pneumonia 336.273 jiwa (3,5%), (COPD) 153.724 jiwa (1,6%), dan penderita penyakit coronary artery 1.246.130 jiwa (13,0%). Dampak negatif efek polusi tersebut tentunya akan mengancam masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari, terutama bagi masyarakat urban, yang memiliki tingkat produktivitas serta dinamika yang tinggi.

Hal ini turut dirasakan oleh penyanyi Teza Sumendra. Sebagai seorang musisi yang mengandalkan suara sebagai mata pencaharian, dia sempat khawatir atas kondisi udara Jakarta yang memang sangat terpapar polusi. “Saya khawatir, polusi udara membuat saya jadi rentan terhadap masalah saluran pernapasan, khususnya gangguan hidung yang dapat mengganggu performa suara saya,” ungkap pelantun I Want You, Love ini.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak buruk polusi udara, di antaranya dengan mengurangi jumlah kendaraan umum pribadi. Jangan lupa untuk melakukan perawatan rutin jika memiliki kendaraan bermotor. Hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi agar tetap baik dan dapat mengurangi konsumsi bahan bakar. Bila memungkinkan, gunakan kendaraan umum untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang memadati jalan.

Selain itu, lakukan penghematan energi dan daur ulang untuk membantu pengurangan limbah yang dapat memicu polusi udara. Jangan lupa selalu membawa tas jinjing untuk meminimalkan penggunaan kantong plastik saat berbelanja. Untuk menghindari paparan polusi udara langsung, menggunakan masker pelindung mulut dan hidung.[]

Sumber: koran-sindo.com

read more
Hutan

Efek Placebo Qanun Kehutanan

Qanun, sebuah aturan baku. Disini ia berbentuk peraturan daerah yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Ya, di Aceh ia menjadi marak. Terkadang ia lahir dari klimaks irrasionalitas politik – sebuah fenomena.

Mirip ritual wajib. Dalam perkara kehutanan apakah Qanun Kehutanan benar-benar dibutuhkan? Qanun sebagai kebutuhan yang diciptakan, karena itu ia bukan satu-satunya jalan keluar bagi selamatnya hutan disana.

Pada titik tertentu, Qanun dapat menimbulkan “efek placebo” pada hutan, ia semacam zat atau obat tidak aktif dan tidak berefek sembuh tapi bisa menimbulkan perasaan seolah-olah menyembuhkan dan memberi jalan keluar bagi lestarinya hutan.

Faktanya, sejumlah peraturan yang terkait dengan kehutanan tak bedaya oleh jaringan kekuasaan dan kepentingan, belum lagi hambatan birokrasi yang payah. Faktor ini tidak menjadi bahasan yang konkrit dalam menentukan penyelesaian masalah-masalah kehutanan.

Maka meskipun banyak yang tidak setuju, saya hanya ingin memberanikan diri saja untuk menulis ini. Sebab di Nanggroe, prasyarat berjalannya suatu kebijakan, seperti anggaran dan administrasinya, kemampuan lembaga, informasi, proses sosial, tekanan politik, belum benar-benar dipertimbangkan sebagai bagian dari masalah-masalah pokok dalam implementasi suatu program pembangunan kehutanan.

Sementara biaya transaksi tinggi yang timbul akibat pelaksanaan suatu peraturan masih dianggap sebagai masalah implementasi kebijakan dan bukan kelemahan proses dan substansi kebijakan itu sendiri. Proses dan implementasi kebijakan sering tidak berlangsung secara linear.

Saya khawatir bahwa kekuatan masing-masing aktor dan jaringannya serta perbedaan kepentingan masing-masing aktor telah mempersulit pencapaian kesepakatan bersama. Ditambah lagi oleh pengetahuan yang tidak lengkap yang dimiliki oleh setiap pihak yang bisa memunculkan ketidak-jelasan obyek yang dipermasalahkan.

Begitu juga efektivitas interaksi pihak-pihak untuk sampai pada pokok persoalan yang diperdebatkan, disamping ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki juga ditentukan oleh diskursus masing-masing. Sebab peran diskursus, pengetahuan, kejelasan obyek yang dipermasalahkan, aktor dan jaringannya, menentukan efektivitas perdebatan kebijakan yang dilakukan.

Disini, isi rimba diperkosa ramai-ramai, lalu lahir Qanun.

Afrizal Akmal, 2015.

read more