close

aktivis

Ragam

Aktivis Lingkungan Erin Brockovich Ilhami Pelajar

Aktivis Erin Brokovich adalah subyek film yang dibintangi Julia Roberts, mengenai sebuah kota yang menentang perusahaan energi karena membocorkan bahan kimia ke sumber air minum mereka. Sampai sekarang dia masih giat sebagai aktivis lingkungan dan menggunakan pengalamannya untuk mengilhami para pelajar.

Berdiri di depan aula sebuah sekolah di AS, Brockovich mengatakan kepada siswa-siswa bahwa dia tidak memiliki latar belakang sains dan baru mempelajari hukum ketika bekerja untuk seorang pengacara. Kisah itu diuraikan dalam film pada 2000 berjudul ‘Erin Brockovich.’

Pada 1996, Brockovich membantu memenangkan gugatan sebesar US$333 juta terhadap perusahaan Pacific Gas and Electric karena membocorkan bahan kimia heksavalen kromium ke dalam sumber air minum di kota Hinkley, California.

Kini, aktivis lingkunggan hidup itu masih terlibat dengan laporan polusi dan masalah perangkat medis, yang dicurigai oleh beberapa pihak terkait dengan masalah kesehatan.

Brockovich menjelaskan pekerjaannya kepada ratusan siswa SMA, yang sedang mengunjungi kampus Universitas California, Los Angeles, untuk belajar tentang sains.

“Sewaktu kecil saya mengalami kesulitan karena saya memiliki keterbatasan dalam menyerap pelajaran. Banyak orang bilang saya tidak bisa melakukan ini dan itu. Ketika sudah dewasa saya baru sadar dan percaya pada diri sendiri, dan itu merupakan perubahan besar dalam hidup saya,” katanya.

Guru komputer sains Steve Scanlan ingin siswa-siswa memetik pelajaran dari Brockovich, yang berdampak besar pada masyarakatnya.

“Dia adalah tokoh sangat penting yang memperjuangkan isu-isu lingkungan, dan dia adalah seorang pejuang gigih. Kisahnya sangat mengilhami generasi muda,” ujarnya.

Pesannya telah mengilhami siswa bernama Jerome Caco. “Lakukan hal yang paling Anda sukai, dan kita bisa menciptakan perubahan,” tambahnya.

Brockovich mengatakan dia juga menganjurkan siswa-siswa itu agar mengikhtiarkan pertanyaan sulit dan mencari sendiri jawabannya.

Sumber: pikiran rakyat

read more
Ragam

Pejuang Lingkungan Marandus Sirait Raih Anugerah UGM

Sepuluh tahun merantau dengan menjadi seniman musik rohani, tidak lantas menjadikan Marandus Sirait (46 tahun) lupa akan kampung halamannya, Lunban Rang, Toba Samosir, Sumatera Utara. Setelah kembali ke kampung halamannya sejak 2009 lalu, melalui media musik ini pula ia gunakan sebagai cara  untuk mengajak warga kampungnya peduli pada lingkungan di sekitar Danau Toba yang dianggapnya sudah mengalami kerusakan cukup parah.

“Saya hanya ingin mengajak warga ikut peduli dan memperhatikan lingkungannya,” kata Sirait usai mendapatkan penghargaan Anugerah UGM atas kiprahnya di bidang lingkungan, Kamis (19/12/2013).

Sirait menceritakan usaha konservasi lingkungan dilakukannya lewat aktivitas menanam ribuan pohon di sekitar lahan seluas 40 hektar yang ia namakan Taman Eden. Area konservasi ini diakui Sirait untuk dijadikan percontohan konservasi lingkungan di sekitar kawasan danau toba.

Namun tidak mudah bagi Sirait melaksanakan niat baiknya tersebut. Bahkan dirinya sempat diteror oleh teman sendiri, karena selalu menolak dan menyuarakan protes keras setiap ada aksi kegiatan penebangan pohon yang merusak habitat ekosistem di hutan danau toba.

Awalnya tidak banyak warga yang mau mengikuti jejaknya. Namun, Sirait tidak pernah putus asa. Apapun tetap dilakoninya dengan berbagai cara. Para seniman pun dia ajak untuk ikut kampanye. Kesenian, kata Sirait, merupakan cara yang paling efektif mengedukasi warga untuk peduli lingkungan. “Saya juga pelajari musik dan tarian tor-tor untuk kampanye menanam pohon. Bahkan ada grup tunanetra saya ajak untuk menanam pohon,” tandasnya.

Atas kiprahnya membuka Taman Eden, ia pun banyak mendapat penghargaan dari Gubernur, Menteri Kehutanan, hingga penghargaan dari Presiden. Namun dua penghargaan dari Gubernur dan satu penghargaan dari Menteri Kehutanan ia kembalikan. Sirait mengaggap, pemberi penghargaan tidak serius terhadap perbaikan kondisi hutan di sekitar Danau Toba. “Bagi saya piala tidak berharga jika hutan di danau toba tidak ikut dilestarikan,” kata pria yang tamat SMA ini.

Penghargaan yang diberikan UGM padanya, bagi Sirait, penghargaan tersebut menunjukkan keberpihakan UGM terhadap kiprah bagi mereka yang berkecimpung di daerah terpencil. “UGM ternyata memperhatikan kami yang tinggal di sudut-sudut desa,” ungkapnya.

Selain Sirait, Anugerah UGM diberikan kepada tokoh-tokoh lainnya, seperti dr. Nafsiah Mboi, Sp.A., MPH untuk penghargaan bidang kesehatan; Prof. Dr. Daoed Joesoef di bidang pendidikan; dan Nobertus Riantiarno di bidang kebudayaan. Penghargaan tersebut diserahkan pada upacara Dies Natalis UGM ke-64 oleh Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc. []

Sumber: ugm.ac.id

read more
Ragam

Pemimpin Suku Ini Tewas di Bendungan yang Ditentangnya

Seorang pemimpin suku Indian Mapuche yang juga tokoh gerakan lingkungan hidup Chile, ditemukan tewas di bendungan yang satu dekade terakhir dia tentang pembangunannya.

Otoritas keamanan setempat, Rabu (25/12/2013), mengatakan sedang menunggu hasil otopsi dari Nicolesa Quintreman (73), tokoh Indian Mapuche itu. Belum dapat dipastikan penyebab kematian Quintreman. Saat ditemukan tak ada luka yang mengaitkan upaya pembunuhan.

“Ia tampaknya terpeleset, jatuh ke danau, dan meninggal,” kata Jaksa Carlos Diaz. “Polisi memberitahu saya bahwa dari pandangan pertama dan berdasarkan keahlian mereka, mayat tidak menunjukkan tanda-tanda cedera disebabkan orang ketiga, ” ujar Diaz kepada Radio Bio Bio.

Jasad Quintreman ditemukan Selasa (24/12/2013), sehari setelah dia dinyatakan hilang. Jasadnya dikembalikan kepada keluarga, Rabu, untuk persiapan pemakaman pada Jumat (27/12/2013). Hari berkabung diumumkan di komunitas Alto Biobio.

Bersama saudara perempuannya, Berta, Quintreman merupakan tokoh nasional di Chile yang menentang pembangunan bendungan untuk pembangkit listrik tenaga air di tanah milik suku mereka di pegunungan berhutan di selatan Chile.

Mereka berdua memimpin perlawanan publik berhadapan dengan perusahaan listrik dari Eropa, Endesa. “Saya akan mengatakan seperti itu. Saudaraku jatuh ke danau, dia tidak akan pernah kembali,” kata Berta Quintreman dengan suara pecah dalam wawancara radio.

“Perusahaan ini harus pergi dan membatalkan rencana pembangunan waduk itu. (Perlawanan) ini akan terus berlanjut karena kakak saya adalah seorang pejuang yang tak kenal lelah dan sekarang aku sendirian,” lanjut Berta.

Semula perlawanan terhadap pembangunan waduk itu mendapat dukungan dari ratusan keluarga lain. Namun, bertahap dukungan itu melemah seiring tekanan dan tawaran atas properti mereka yang berada di luar zona genangan.

Quintreman pun bahkan sempat menjual sepetak kecil lahannya pada 2002 dengan harga yang tak diungkapkan. Menyusul kemudian dia menjual pula properti yang berjarak 15 kilometer dari lokasi pembangunan bendungan.

Proyek pembangkit listrik ini mendapat persetujuan dari pemerintah kiri moderat Presiden Eduardo Frei Ruiz-Tagble. Lembah Mapuches ditenggelamkan untuk pembangunan pembangkit ini untuk menyediakan pasokan listrik yang dibutuhkan Chile untuk menggerakkan perekonomian.

Quintreman bersaudara dikenal sebagai pendiri gerakan lingkungan di selatan Chile. Mereka belakangan mengandalkan dukungan internasional untuk memperkarakan pembangunan bendungan itu ke pengadilan.

Tentangan muncul karena proyek bendungan HydroAysen ini akan memblokir aliran beberapa sungai beraliran bebas terakhir dunia. Proyek tersebut juga akan membuka hutan untuk pembangunan jalan dan jaringan listrik tegangan tinggi sepanjang ribuan kilometer.

Sumber: kompas.com

read more
Ragam

Chico Mendes: Warisan Martir dari Amazon

Tidak mungkin membicarakan tentang hutan di Acre, Brasil tanpa menyinggung seorang pahlawan asal kawasan tersebut: seorang penyadap karet, pemimpin perserikatan dan penjaga Amazon, Chico Mendes.

Pembunuhan terhadapnya 25 tahun silam menjadi berita hangat di seluruh dunia – dan meski kekerasan terhadap para aktivis Amazon tak kunjung reda, kematian Mendes telah berdampak besar terhadap gerakan konservasi di Amazon, serta mendorong para pendukungnya untuk memperjuangkan semacam pembangunan yang lestari dan berwawasan lingkungan jenis baru di Acre.

Chico Mendes lahir di sebuah keluarga miskin di dekat kota kecil wilayah Amazonia bernama Xapuri di Acre pada tahun 1940an. Orang tuanya, seperti kebanyakan warga lain, telah berpindah ke wilayah barat Amazon untuk menyadap lateks dari pohon karet lokal untuk dipakai dalam persenjataan perang.

Sejak umur sembilan tahun, Mendes telah berkerja sebagai penyadap karet di sebuah perkebunan besar. Meski tak pernah mengenyam pendidikan formal, dia kerap menyempatkan diri untuk belajar membaca, mendengarkan siaran radio luar negeri, dan sedikit demi sedikit menyadari bahwa dia sedang dieksploitasi dan diperlakukan tidak adil dimana dia dan rekan sekerjanya berada di bawah kendali taipan karet.

Selama tahun 1970an, penyadapan karet di Brasil mulai terorganisir. Chico Mendes membantu dalam pembentukan perserikatan pekerja perdesaan di Xapuri dan mulai berjuang demi hak masyarakat perdesaan.

Di tahun 1980an, mereka melakukan gerakan sosial yang ampuh dengan mendirikan sebuah Dewan Nasional Penyadap Karet dan menggabungkan perserikatan penyadap karet, warga sekitar sungai, dan masyarakat adat yang kemudian dikenal sebagai “People of the Forest/Masyarakat Hutan” untuk mengadvokasi hak-hak masyarakat miskin dan melawan deforestasi.

Di tahun 1979 and 80an, Brasil berada di bawah genggaman diktator militer yang mendorong pembabatan Amazon untuk lahan peternakan. Sebagai bagian dari kebijakan untuk memperluas perbatasan lahan pertanian, para penyadap karet diusir dari perkebunan karet oleh para pemilik peternakan yang ingin membabat hutan. Pemerintah kemudian menawarkan relokasi keluarga-keluarga ini ke proyek-proyek kolonisasi di negara tersebut – di mana banyak di antaranya masih berjuang dengan kemiskinan, penyakit dan dislokasi sosial.

Chico Mendes dan para pendukungnya melawan balik. Para keluarga yang telah bermukim di desa dengan tenang menjadi target pemilik peternakan berikutnya – sebuah taktik yang dikenal dengan empate. Mereka berdiri dengan gergaji mesin dan memblok buldoser.

“Awalnya saya berpikir perjuangan saya untuk menyelamatkan pohon karet; kemudian saya berpikir ini juga perjuangan untuk menyelamatkan hutan Amazon.”

“Sekarang saya menyadari bahwa perjuangan saya untuk menyelamatkan umat manusia.”

Kini Presiden Dewan Nasional Penyadap Karet, bermitra dengan gerakan konservasi internasional dan merintis ide untuk “kawasan suaka ekstraktif” sebagai sebuah cara bagi masyarakat hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sembari melindungi hutan.

Namun ini membuat marah para pemilik tanah dan pendukungnya. Di tahun 1987, Mendes menggagalkan rencana pemilik peternakan Darly Alves da Silva untuk membabat sebuah areal di hutan yang telah diperuntukkan sebagai kawasan suaka alami.

Pada tanggal 22 Desember 1988, Mendes ditemukan tertembak mati di luar rumahnya di Xapuri. Da Silva, anak laki-lakinya dan seorang laki-laki diduga sebagai pembunuhnya.

Marcos Afonso, teman Mendes, yang sekarang menjadi Direktur Perpustakaan Hutan Acre, menyatakan bahwa pemilik peternakan itu melakukan kesalahan fatal.

“Mereka menghilangkan pemimpin untuk meredakan perlawanan. Namun sebaliknya yang terjadi, perlawanan justru meningkat karenanya,” ujarnya. Pembunuhan tersebut menjadi berita internasional dan menimbulkan protes yang masif di Brasil.

“Tentu saja kami bersedih dan sangat kehilangan setelah pembunuhan ini – namun perlawanan menjadi semakin besar,” lanjut Afonso.

“Warisan Chico adalah keberaniannya, determinasinya dan keyakinannya bahwa akan ada masa depan yang berbeda bagi Amazon.”

Sepuluh tahun setelah kepergiannya, rekan-rekan Mendes mempunyai kekuasaan di Acre, membentuk ‘Pemerintahan Hutan’ yang mereka proklamirkan sendiri dan menerapkan sebuah kebijakan pembangunan hijau yang rendah karbon yang bertujuan untuk melindungi kawasan dari kungkungan negara yang masih berlaku di kawasan Amazon.

“Negara kami adalah sebuah tolak ukur tentang bagaimana memanfaatkan sumber daya hutan dengan cerdas tanpa merusaknya,” tambah Afonso.

Warisan Mendes dapat dirasakan tidak hanya di Acre, namun di penjuru Brasil. Setahun paska kepergiannya, kawasan suaka ekstraktif didirikan: kini, setidaknya terdapat 48 lokasi yang meliputi lebih dari 12 juta hektar di Amazon. Penelitian CIFOR tentang kawasan-kawasan ini menemukan bahwa hasilnya positif dalam keluaran atas pengembangan dan konservasinya.

“Gerakan penyadap karet yang dipimpin Mendes merupakan sebuah katalis yang memunculkan perubahan besar di Brasil,” terang peneliti senior CIFOR Peter Cronkleton.

“Sebagai hasilnya, masyarakat hutan di penjuru Brasil mendapatkan kesempatan untuk menyadari hak-hak properti mereka terhadap sumber daya hutan.”

“Faktanya, selain kawasan suaka ekstraktif, perubahan-perubahan ini juga menimbulkan model-model properti yang inovatif seperti kawasan suaka yang dikembangkan secara lestari dan permukiman ekstraktif–agro yang memampukan masyarakat desa untuk menjaga hutan berdasar penghidupan mereka,” tambahnya.

Meski masih banyak tantangan-tantangan di kawasan Amazon di Brasil. Berdasar kisah dari sebuah LSM Brasil, hampir 1000 orang telah terbunuh di lahan sengketa desa di sepanjang Amazon Brasil sejak 1985.

Dan meski laju deforestasi telah menurun tajam sejak keberadaan Mendes, hutan masih tetap terancam, dari kebakaran, penebangan yang tidak lestari, pembangunan infrastruktur dan ekspansi pertanian.

Namun Afonso percaya bahwa Mendes pasti akan bangga dengan perkembangan yang tengah terjadi di Acre.

“Saya kerap berbincang dengan anak-anak Chico, dan saya bertanya kepada mereka, ‘Apa yang akan Chico Mendes rasakan tentang yang kita lakukan sekarang?’ Mereka selalu menjawab, ‘Ayah pasti akan sangat gembira,’ cerita Afonso.

“Jika Chico masih hidup, dia pasti akan bangga – dan masih akan berjuang demi Amazon, karena ini adalah perjuangan tanpa henti. Masih terdapat kekuasaan lama bidang politik dan ekonomi yang memiliki pandangan antroposentris tentang pembangunan.”

“Kita harus terus meningkatkan perlawanan dan mengembangkan model dan ide baru,” pungkasnya.

“Namun menurut saya, kita tengah berjuang demi keadilan warisan Chico.”

Sumber: cifor.org

read more
Ragam

Pengadilan St Petersburg Rusia Bebaskan Aktivis Greenpeace

Pengadilan di St Petersburg, Rusia, Selasa (19/11/2013), mengabulkan permohonan bebas dengan jaminan atas beberapa warga asing yang ditangkap dalam aksi protes Greenpeace di anjungan minyak lepas pantai Arktik dua bulan lalu.

Pengadilan mengatakan aktivis asal Argentina, Kanada, Brasil, Italia, Selandia Baru, dan Polandia akan dibebaskan bila mereka mampu membayar uang jaminan masing-masing sekitar 60.000 dolar AS. Uang jaminan harus diserahkan ke pengadilan dalam waktu empat hari.

Mereka adalah sebagian dari 30 aktivis Greenpeace yang ditahan pihak berwenang Rusia setelah menggelar aksi di dekat anjungan minyak milik perusahaan energi Rusia, Gazprom. Terdakwa lainnya dijadwalkan akan disidangkan pekan ini.

Pada Senin (18/11/2013) pengadilan membebaskan dengan jaminan tiga warga Rusia, termasuk seorang dokter di kapal Greenpeace dan seorang juru bicara. Pengadilan terpisah memutuskan perpanjangan penahanan atas aktivis asal Australia, Colin Russell, selama tiga bulan lagi.

Semula ke-30 aktivis dikenai dakwaan perompakan dengan ancaman hukuman maksimum 15 tahun penjara, tetapi pihak berwenang membatalkan dakwaan itu menggantinya dengan dakwaan hooliganisme dengan ancaman hukuman lebih ringan.

Dua anggota Greenpeace berusaha memanjat anjungan sebagai protes atas pengeboran minyak di Arktik, tetapi kapal organisasi lingkungan itu digerebek oleh orang-orang bersenjata Rusia yang mengenakan penutup kepala dan diturunkan dari helikopter. Kapal dan seluruh penumpangnya kemudian digiring ke pelabuhan Murmansk, di kawasan lingkar Artik Rusia.[]

Sumber : BBC Indonesia

read more
Green Style

Bangun Indepensi Greenpeace Dari Jalanan

Bila suatu ketika dalam sebuah perjalanan, Anda menjumpai sekelompok anak muda mengenakan kaos hijau Greenpeace tegap berdiri di jalanan, halte Busway, atau di pusat perbelanjaan, yang kemudian menyapa untuk berbagi waktu dua menit dan mengajak berdiskusi dengan mereka, maka kami pastikan Anda telah bertemu dengan Direct Dialogue Campaigner, bagian terpenting dalam keluarga Greenpeace.

Semua bermula pada tahun 2006 saat pertama kalinya kegiatan Direct Dialogue Campaigner atau biasa kami singkat DDC, dimulai di Indonesia. Kala itu kantor Greenpeace di Indonesia baru terbentuk beberapa bulan, dan untuk menjalankan kampanye penyelamatan hutan yang sudah dimulai, Greenpeace membutuhkan dukungan donasi publik.

Selama 40 tahun berdiri, Greenpeace memiliki kebijakan tegas untuk tidak menerima dana dari perusahaan, lembaga pemerintah, apalagi partai politik sebagai prinsip dasar dalam menjalankan kampanyenya. Dukungan finansial kami hanya berasal dari individu-individu yang kami sebut Supporter, yang kini tersebar di berbagai penjuru Indonesia.

Kegiatan DDC adalah kegiatan penggalangan dana pertama di jalanan yang ada pada waktu itu, menggunakan konsep direct dialogue (berbicara langsung), bertatap muka, dengan orang perorangan. Namun kegiatan tersebut bukan sekedar persoalan finansial saja, tapi ada kekuatan masyarakat (people power) di dalamnya.

Ketika publik mengetahui apa yang terjadi pada lingkungan Bumi mereka dan memberi dukungan terhadap kampanye yang kami lakukan, selalu ada kekuatan individu-individu untuk mendorong sebuah perubahan di dalamnya. Sebuah perjuangan yang melebihi apapun, dan itu telah terbukti dalam banyak kemenangan yang kita raih selama ini tidak lepas dari dukungan Supporter Greenpeace.

Mencari orang, menyatukan banyak orang, mengubah pikiran orang untuk mendorong perubahan adalah tantangan dalam keseharian bagi Tim DDC. Diacuhkan, mendapat penolakan atau pun harus berdiri lama bukanlah alasan untuk berhenti, karena bagi mereka peran ini sangatlah penting dalam gerakan perjuangan penyelamatan lingkungan untuk menginspirasi dan terus mendorong perubahan.

Kegiatan DDC hampir sepenuhnya sama, di berbagai negara manapun yang memiliki kantor Greenpeace, baik di Asia, Amerika hingga Afrika. Kami selalu bertemu langsung dengan orang perorangan, menyampaikan bagaimana kisah kami dan mengajak mereka menjadi bagian dari cerita ini untuk bersama-sama mewujudkan masa depan Bumi yang lebih baik.

Di Greenpeace, kami percaya setiap orang berhak mendapat informasi tentang Bumi, tentang rumah yang kita tinggali bersama, dan bagaimana kita bisa menjaganya agar tetap indah hingga nanti. Jadi jika suatu saat kamu berjumpa dengan tim DDC, berikan dua menit, balas senyuman mereka dan mari kita berbuat sesuatu untuk menjaga planet biru yang indah ini.

sumber: greenpeace.or.id

read more
Ragam

Surat dari Aktivis Greenpeace yang Dipenjarakan Rusia

Marco tinggal di Swiss. Ia adalah anggota dan pembimbing tim pendakian di Greenpeace. Ia juga memiliki sebuah usaha pertukangan kecil. Ia suka mendaki dan sejak masih kecil ia tak pernah berhenti mencoba memanjat apapun, mulai dari pohon hingga atap rumah,  hingga akhirnya orangtuanya mengirim Marco bergabung dengan sebuah klub yang mengajarkannya mendaki secara professional.

Marco sudah bepergian ke banyak tempat, pulang pergi ke Iran naik sepeda, menyusuri Amerika Utara dan Selatan, Asia serta Rusia.  Selama bertahun-tahun, nama panggilannya berubah dari Curly (keriting) menjadi Crusoe,  untuk mencerminkan jiwa petualangannya.

Marco merasa aksi protes damai penting untuk dilakukan. Ia tergerak untuk bergabung dalam perjalanan ke Arktik karena dorongan kewajiban moral untuk mewujudkan dunia yang lebih baik. Ia ingin menunjukan pada banyak orang di dunia termasuk di negaranya apa yang terjadi di Arktik.

Surat yang ditulisnya  untuk kita semua dari penjara penuh dengan keberanian dan semangat. Berikut isinya:

Halo semuanya,

Maafkan bahasa Inggris saya yang tidak terlalu bagus, dan tulisan saya bahkan lebih buruk lagi! Tapi saya percaya Anda bisa mengerti.

Sudah 12 hari saya sendirian dalam penjara. Saya tidak punya buku, surat kabar, TV atau orang yang bisa diajak bicara. Ketika diijinkan berjalan setiap hari saya juga terisolasi. Halaman tempat saya berjalan setiap hari dikelilingi tembok beton yang ditutupi jeruji besi. Diatasnya tertutup atap yang menghalangi sinar matahari.

Satu-satunya tempat dimana saya bisa memandang langit adalah melalui jendela sel saya yang letaknya di dinding utara bangunan penjara. Ini artinya saya sama sekali tidak mendapatkan sinar matahari. Hari terasa panjang! Kunjungan pengacara dan konsul adalah saat yang saya nantikan setiap minggu. Dan kemarin, saya menerima email-email pertama dari luar! Yeehaa…

Tindakan pemerintah Rusia dan Gazprom yang agresif dan tidak adil menunjukan betapa pentingnya, keputusan yang menyangkut Arktik dan masa depannya dibuat oleh masyarakat global. Dan bukan oleh negara dan perusahaan yang dibutakan oleh sumber daya di Arktik dan keuntungan jangka pendek.

Tanggal 18 September saya berhadapan muka dengan bahaya dan resiko penjara, karena saya yakin KITA memiliki kekuatan untuk membuat perubahan! KITA adalah sekelompok orang dengan jumlah besar dari seluruh dunia yang peduli dan berani memperjuangkan masa depan generasi yang akan datang.  Karena kami melihat kelangsungan masa depan bumi bergantung pada apa yang kita lakukan sekarang.

Mari selamatkan Arktik dan selamatkan masa depan planet Bumi tempat tinggal kita bersama. Dukungan Anda dan mengetahui bahwa kita telah melakukan hal yang benar membantu saya tetap bertahan. Terima kasih banyak untuk kata-kata yang menguatkan serta kepedulian yang Anda tunjukan pada saya.

Anda sangat penting bagi saya!

Marco Weber

Suarakan solidaritas Anda dan berikan dukungan kepada Marco dengan mengirimkan surat kepada Kedutaan Rusia di Indonesia meminta pembebasan aktifis Greenpeace dan kru kapal Arktik Sunrise yang masih ditahan di Rusia.

Sumber: greenpeace.org

read more
1 2
Page 2 of 2