close

gempa

Ragam

Beudoh Gampong Selenggarakan Seminar “Pageu Gampong” Hari Ini

Banda Aceh – Di masa lalu gampong (kampung) berpengaruh besar dalam pembentukan jiwa dan karakter keacehan yang tangguh. Tapi setelah bencana gempa dan tsunami di Aceh, peran gampong mulai agak berkurang. Dahulu ada istilah pageu gampong yakni sistem penjagaan adat dan budaya gampong yang memiliki ketahanan terhadap rongrongan, intervensi, atau pengaruh anasir luar.

(more…)
read more
Sains

Mitigasi Bisa Perkuat Pengurangan Risiko Bencana Aceh

Banda Aceh – Mitigasi bencana perlu ditanamkan sejak dini kepada masyarakat sejak usia sekolah. Hal ini penting karena Aceh merupakan Provinsi yang rawan terjadinya bencana. Bahkan sudah sepatutnya mitigasi bencana masuk ke dalam kurikulum pendidikan. Selain itu perlu selalu dipraktekkan misalnya melalui simulasi bencana, seperti gempa bumi dan banjir yang paling sering terjadi selama ini.

Wakil Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Aceh, TM Zulfikar dalam siaran persnya, Sabtu (1/12/2018) mengatakan bahwa tidak semua bencana itu membunuh. Gempa bumi misalnya, justru korban tewas karena tertimpa bangunan-bangunan yang roboh, ujarnya.

Di beberapa Negara misalnya saja di Jepang, sering terjadi bencana alam, kerap diguncang bencana gempa bumi yang besar. Namun, korban jiwa bisa diminimalisir dengan mitigasi. Oleh karena itu berbagai upaya terkait Pengurangan risiko bencana (PRB) perlu terus dilakukan.

Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktek mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengurangi faktor-faktor penyebab bencana. Mengurangi paparan terhadap bahaya, mengurangi kerentanan manusia dan properti, manajemen yang tepat terhadap pengelolaan lahan dan lingkungan, dan meningkatkan kesiapan terhadap dampak bencana merupakan contoh pengurangan risiko bencana.

Pengurangan risiko bencana meliputi disiplin seperti manajemen bencana, mitigasi bencana dan kesiapsiagaan bencana, tetapi PRB juga merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan. Agar kegiatan pembangunan dapat berkelanjutan mereka juga harus mengurangi risiko bencana.

Semua elemen masyarakat perlu bekerja lebih keras dalam menyebarkan kepedulian dan mengembangkan semangat bersama agar masyarakat memiliki kesadaran, wawasan dan kemampuan di bidang kebencanaan. (rel)

read more
Kebijakan LingkunganRagam

Pakar Diskusikan Respons Pemerintah Aceh Terkait Pengurangan Resiko Bencana

Banda Aceh  – Forum Pengurangan Risiko Bencana (F-PRB) Aceh menggelar diskusi publik bertema Mengenali Potensi Bencana, Mengurangi Risikonya, di Aula Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh di Banda Aceh, Senin 25 Desember 2017 lalu.

Ketua Panitia Pelaksana, Ir TM Zulfikar MP yang juga Wakil Ketua F-PRB Aceh mengatakan, diskusi tersebut menghadirkan HM Nasir Jamil SAg MSi (anggota Komisi Hukum DPR RI Fraksi PKS) sebagai keynote speaker. Ikut mendampingi Nasir Jamil pakar bencana dari Aceh, Dr Taqwaddin SH SE MSi (Ketua Dewan Pakar F-PRB Aceh/Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh) dan Mukhsin Syafi’i ST MT (BPBA).

Menurut Zulfikar, diskusi publik yang dimoderatori oleh Yarmen Dinamika (Redpel Harian Serambi Indonesia yang juga Wakil Ketua Forum PRB Aceh) juga menghadirkan narasumber Kepala DPMG Aceh, Prof Dr Ir Amhar Abubakar MSc yang akan mengupas soal bisa tidaknya pengalokasian dana desa untuk program yang terkait pengurangan risiko dan penanggulangan bencana.

Peserta aktif diskusi publik tersebut, lanjut Zulfikar adalah keuchik/aparat gampong dan perwakilan tokoh perempuan dari desa-desa yang rawan bencana di wilayah Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Peserta diskusi diharapkan akan menceritakan berbagai pengalaman mereka ketika masa darurat pascabencana serta upaya apa saja yang dilakukan pemerintah selama ini sebagai bentuk edukasi pengurangan risiko bencana. “Diskusi ini menjadi penting jika dikaitkan dengan target Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Irwandi-Nova untuk menjadikan Aceh teuga dan tangguh menghadapi bencana,” kata Zulfikar.

Berbagai informasi yang berkembang di forum diskusi akan ditanggapi langsung oleh Nasir Jamil bersama pakar-pakar kebencanaan termasuk Kepala DPMG Aceh yang secara khusus akan memberikan penjelasan kepada para keuchik mengenai pengelolaan dana gampong termasuk untuk program pengurangan risiko bencana seperti untuk penguatan komunitas masyarakat dan desa siaga bencana, simulasi penanggulangan bencana, dan berbagai program lainnya yang disesuaikan dengan tujuan membentuk masyarakat Aceh teuga dan tangguh bencana.(rel)

read more
Ragam

TDMRC-Unsyiah Survey Gempa Dangkal di Aceh Tengah

Kejadian Gempa Bumi Aceh Tengah – Bener Meriah tanggal 02 Juli 2013 telah memberikan pelajaran bagi kita akan bahaya gempa bumi di darat. Sumber gempa bumi yang dangkal dan dekat dengan perumahan penduduk mengakibatkan getaran yang dirasakan laut lebih besar dan memiliki efek merusak yang kuat.

Hal ini dikatakan oleh Koordinator Survey, Ibnu Rusydy, M.Sc, yang juga merupakan Peneliti Muda TDMRC-Unsyiah, kepada Green Journalist, Minggu (15/6/2014). Menurutnya, apabila dilihat dari skala gempanya, gempa bumi Aceh Tengah – Bener Meriah 2013 tersebut tergolong gempa bumi skala kecil, namun karena sumber gempanya yang dangkal, ditambahkan lagi banyak perumahan dan bangunan berada di tanah yang lunak sehingga menimbulkan efek amplifikasi atau efek penguatan gelombang gempa bumi.

Tim sedang melakukan pengujian | Foto: Ist
Tim sedang melakukan pengujian | Foto: Ist

Efek tanah lunak yang bisa menimbulkan efek amplifikasi ini harus dipetakan dan dipelajari lebih lanjut.  Tim Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) – Universitas Syiah Kuala bersama Tim Bappeda Provinsi Aceh melakukan survey Seismik MASW (Multichannel Analysis of Surface Waves) di Kab. Aceh Tengah dan Bener Meriah dari tanggal 11 – 15 Juni 2014.

Survey ini bertujuan untuk mengetahui kecepatan gelombang geser (Shear Wave) tanah sampai kedalaman 30 meter di beberapa cekungan terpilih di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Berdasarkan nilai kecepatan gelombang geser kedalaman 30 meter atau lebih dikenal Vs30, nantinya akan dicarikan faktor amplifikasi.

” Faktor amplifikasi Vs30 ini akan bermanfaat untuk membuat Peta kawasan rawan gempa bumi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener meriah yang akan sangat bermanfaat dalam perencanaan pembangunan infrastruktur bangunan tahan gempa bumi di kedua kabupaten tersebut,” jelas Ibnu Rusydi.

Kegiatan merupakan kerjasama antara TDMCR-Unsyiah dengan Bappeda Prov. Aceh menggunakan peralatan Seismik dari Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.[]

read more
Ragam

3 Rumah Rusak Berat akibat Gempa Kebumen

Dampak kerusakan akibat gempa bumi berkakuatan 6,5 Skala Richter (SR) di Kebumen tidak separah di Cilacap atau Banyumas. Total ada tiga rumah di Kabupaten Kebumen yang mengalami rusak berat akibat gempa.

“Berdasarkan laporan terakhir pada Sabtu malam ada tiga rumah rusak berat, yakni milik Kasmirah di Desa Kalipurwo Kecamatan Kwarasan, Kasmin di Desa Wonoharjo, Kecamatan Rowokele, dan rumah Tamrin Haryanto di Desa Candimulyo, Kecamatan Kebumen,” kata Kabid Kedaruratan BPBD Kabupaten Kebumen, Muhyidin.

Muhyidin menyebutkan, rumah Kasmirah bagian dapur roboh dengan nilai kerugian sekitar Rp5 juta. Rumah Kasmin tanah retak di bagian teras. Sementara rumah Tamrin, sebagian dindingnya roboh dengan nilai kerugian sekitar Rp 8,5 juta.

“Bagi para korban yang rumahnya rusak berat tersebut mendapatkan bantuan logistik,” ujarnya. Selain itu, mereka akan mendapatkan bantuan untuk memperbaiki rumah dari Pemkab.

Ia mengatakan, untuk rumah rusak sedang dan ringan belum terdata dan perkembangannya akan terus dipantau. Sejauh ini tidak ada laporan korban jiwa atau luka-luka akibat gempa tersebut.

Berdasarkan laporan BMKG, gempa bumi 6,5 SR yang berpusat 104 kilometer barat daya Kebumen, terjadi pada sabtu (25/1/2014) pukul 12.14 WIB. Pusat gempa di Samudera Hindia pada kedalaman 48 kilometer.

Guncangan gempa terasa di sejumlah kota besar di Jawa. Gempa menyebabkan kerusakan 93 rumah di Banyumas dan 21 rumah di Cilacap.
Sumber: kompas.com

read more
Ragam

Fakta-fakta Dasar Tsunami yang Perlu Anda Tahu

Pada 26 Desember 2004 terjadi gempa Sumatera yang menyebabkan tsunami dan merenggut banyak jiwa. Dampaknya tidak hanya terbatas dalam wilayah Indonesia, melainkan juga meluas hingga wilayah pesisir pantai negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, bahkan mencapai India, Sri Lanka, dan Afrika Timur.

Tsunami dahsyat yang menimpa sembilan tahun lampau itu meninggalkan duka mendalam—bahkan trauma masih membayang sampai sekarang—  tapi bukan hanya itu. Bencana tsunami Aceh meninggalkan pula pengalaman darimana kita seharusnya belajar apa yang perlu dilakukan ketika tsunami. Paling tidak, bagaimana menyelamatkan diri dan bagaimana bertindak tepat untuk mengatasinya.

Sebab pengetahuan kearifan tsunami tidak dapat dimengerti hanya dari fakta ilmiahnya saja. Berikut merupakan ringkasan beberapa pengetahuan dasar tsunami dan pokok-pokok mendasar yang perlu diperhatikan terkait kesiapsiagaan tsunami.

  •     Kecepatan tsunami yang sangat cepat, sehingga kadang tidak punya cukup waktu untuk menghindarinya.
  •     Tsunami akan datang secara berulang.
  •     Gelombang tsunami pertama tidak selalu merupakan yang tertinggi.
  •     Tsunami tidak selalu terjadi dimulai dengan adanya gelombang tarik.
  •     Setelah terjadi gempa besar perlu berhati-hati terhadap tsunami. Sebaliknya, meski guncangan kecil pun, ada kemungkinan terjadi tsunami.
  •     Tsunami yang telah naik ke daratan akan menyeret dan menyapu semua yang ada sambil membawa berbagai serpihan bangunan dan mobil.
  •     Sulit untuk menyelamatkan diri meskipun kaadang tsunami hanya setinggi 50 sentimeter, yang menyebabkan adalah karena kaki akan tertarik keras oleh arus tsunami.
  •     Tsunami akan menyisiri sungai masuk hingga ke pedalaman. Tsunami yang masuk ke dalam teluk akan memiliki pergerakan gelombang yang kompleks.
  •     Jika masuk ke pesisir pantai yang dangkal, kecepatan tsunami akan semakin melambat. Namun ketinggiannya semakin tinggi.
  •     Tsunami mungkin saja akan terjadi, meskipun lokasi gempa terjadi di tempat yang sangat jauh.
  •     Perlu membiasakan diri untuk senantiasa memikirkan ke mana harus mengungsi saat terjadi tsunami.
  •     Untuk menyelamatkan diri, berjalan atau berlari lebih baik, karena menggunakan kendaraan akan timbul kemacetan dan sulit bergerak. Namun, kadang menggunakan kendaraan juga diperlukan.
  •     Kita perlu waspada dengan bunyi sirene peringatan tsunami, akan tetapi tidak perlu menunggu perintah pengungsian untuk mengungsi. Orang-orang perlu memutuskan sendiri—dengan cepat—untuk mengungsi dari tsunami.

Sumber: NGI/LIPI/JICA/JST)

read more
Ragam

Nelayan Aceh Berhenti Melaut Peringati Tsunami

Ratusan perahu nelayan disandarkan sepanjang Muara Kreung Aceh. Mereka tidak melaut, jelang peringatan sembilan tahun bencana tsunami, 26 Desember 2013. Bencana maha dahsyat yang memporak-porandakan Aceh itu, menjadi kenangan pahit bagi para nelayan.

Tepat tanggal 26 Desember adalah hari pantang melaut bagi nelayan di Aceh. Mereka lebih memilih memperbaiki alat tangkap dan mempersiapkan kebutuhan melaut esok harinya. Bahkan, beberapa nelayan ada yang tidak melaut sejak Rabu pagi, 25 Desember 2013.

Pantang melaut setiap tanggal 26 Desember sudah berlaku setahun setelah bencana tsunami 2004 silam. Keputusan itu merupakan hasil musyawarah Panglima Laot Lhok Kreung Aceh bersama seluruh Panglima Laot di seluruh kabupaten dan kota di Aceh.

Selama tidak melaut, para nelayan diminta ikut berdoa dan berzikir untuk mengenang anggota keluarga dan masyarakat Aceh yang menjadi korban keganasan gempa dan tsunami di Aceh.

Menurut Panglima Laot Kreung Aceh, Tabrani, bagi mereka yang masih kedapatan melaut, akan diberi sanksi larangan melaut selama seminggu dan tidak diperkenankan masuk ke kawasan untuk menjual hasil tangkapannya.

Sementara itu, meski tidak melaut selama sehari penuh, sejumlah nelayan merasa tidak keberatan dengan larangan tersebut. Selain untuk mendoakan para korban, larangan itu juga dinilai menjadi ajang mengingatkan anak dan cucu bahwa bencana maha dahsyat tsunami pernah melanda Aceh.

Selain 26 Desember, larangan melaut bagi nelayan Aceh juga berlaku pada hari-hari besar Islam dan hari Jumat seperti saat Khanduri Laot dan hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Gempa tektonik 9,3 SR yang mengakibatkan tsunami terjadi pada Minggu 26 Desember 2004. Bencana itu menewaskan sekitar 230.000 orang. Dari jumlah itu 30 persen di antaranya merupakan keluarga nelayan yang bermukim di wilayah pesisir. []

Sumber : vivanews.com

read more
Perubahan Iklim

Jumlah Korban Bertambah, Warga Semakin Rentan Bencana

Bencana pada tahun 2013 sampai bulan November 2013 terdapat 973 kejadian bencana. Sementara tahun 2012 mencapai 1.842 kejadian. Uniknya, jumlah korban dan kerugian harta benda akibat bencana justru mengalami peningkatan. Jumlah korban meninggal dan hilang meningkat dari 483 jiwa menjadi 690 jiwa. Jumlah penyintas yang mengungsi juga mengalami peningkatan dari 956.455 menjadi 3.168.775 jiwa. Kerusakan rumah juga mengalami peningkatan dari 54,626 menjadi 74,246.

Data ini menggambarkan tingkat kerentanan masyarakat menghadapi bencana semakin tinggi, padahal investasi anggaran untuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan masyarakat telah mengalami peningkatan. Pada tahun anggaran 2013, alokasi anggaran untuk kebencanaan yang dikelola langsung oleh BNPB mencapai Rp 1,3 triliun. Angka ini belum memasukkan data kebencanaan yang dikelola oleh kementerian atau lembaga lain selain pemerintah.

Menurut Syamsul Ardiansyah, Kepala Divisi Advokasi, Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB), “kondisi ini menggambarkan peningkatan alokasi anggaran untuk kebencanaan, belum secara signifikan berkontribusi pada peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.

Sementara masyarakat yang berada di “garis depan” dan berhadapan langsung dengan ancaman bencana belum banyak tersentuh oleh program-program penguatan kapasitas yang dilakukan pemerintah. Harus diakui, terobosan-terobosan kebijakan, seperti “desa tangguh” masih belum berdampak pada peningkatan kapasitas masyarakat.

Selain alokasi anggaran yang belum efektif, meningkatnya kerentanan masyarakat bisa jadi disebabkan oleh semakin buruknya daya dukung sosial-ekonomi dan lingkungan masyarakat. Investasi ekonomi yang tidak memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan, khususnya di sektor perkebunan dan industri ekstraktif, telah turut memperburuk kerentanan masyarakat.

Investasi yang tidak memperhatikan keberlanjutan tidak hanya memperburuk kondisi lingkungan, melainkan juga meningkatkan kerentanan sosial dalam bentuk konflik dan kekerasan. Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), kekerasan berlatarkan sengketa agraria pada tahun 2013 telah mengakibatkan 21 jiwa tewas, 30 tertembak, 130 luka akibat penganiayaan, dan 239 warga ditahan.

Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana mencatat setidaknya terdapat lima rekomendasi umum untuk pembenahan penanggulangan bencana di Indonesia. Pertama, meningkatkan efektifitas penganggaran PB dari pemerintah. Meningkatnya jumlah korban jiwa pada tahun 2013 pada saat kejadian bencana yang justru menurun menunjukkan pentingnya mengakselerasi perbaikan kapasitas respon dari aparatur pemerintah di bidang Penanggulangan Bencana.

Kedua, di samping program Desa Tangguh yang disponsori BNPB, pemerintah sebenarnya memiliki program-program sejenis yang berorientasi pada peningkatan ketangguhan masyarakat. Hanya saja, program-program tersebut terkesan berjalan sendiri-sendiri secara sektoral dan tidak terhubung. Kohesi antar program pemerintah untuk ketangguhan masyarakat akan memberikan kontribusi signifikan dalam pengurangan kerentanan masyarakat.

Ketiga, investasi pengurangan risiko bencana hendaknya secara konkret diarahkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat di garis depan (frontline) ancaman bencana. Upaya-upaya mitigasi struktur maupun non-struktur dalam bentuk peningkatan kesiapsiagaan masyarakat di garis depan ancaman harus mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah.

Keempat, pembangunan ekonomi yang memperhatikan keberlanjutan sosial ekonomi dan lingkungan serta hak asasi manusia. Pada saat ini, sebagian wilayah di Indonesia sudah mulai menuai dampak buruk dari praktik-praktik pembangunan yang tidak memperhatikan keberlanjutan dan hak asasi manusia.

Dimasa yang akan datang, konflik yang disertai dengan kekerasan dan bencana akibat kerusakan lingkungan akan semakin mengalami peningkatan. Oleh karena itu, hal yang paling penting dilakukan sekarang adalah; pertama, melakukan audit lingkungan terhadap seluruh proyek-proyek investasi disektor perkebunan dan pertambangan.

Kedua, secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip free prior informed consent (FPIC) terhadap seluruh proyek investasi yang akan dilaksanakan di Indonesia.

Kelima, tahun 2014 adalah tahun politik. Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB) mendorong agar isu kebencanaan menjadi salah-satu agenda politik nasional. Investasi pengurangan risiko bencana perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk mengurangi kerentanan di masa yang akan datang.[rel]

read more
1 2
Page 1 of 2