close

pemilu

Tajuk Lingkungan

Pantau Program Lingkungan Capres

Tanggal 9 Juli 2014 nanti seluruh Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi yaitu memilih presiden untuk periode 2014 – 2019. Semua pihak berharap presiden terpilih nanti dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang sepertinya masih jauh panggang dari api. Seluruh sektor di Indonesia semenjak kemerdekaan hingga kini masih babak belur. Sektor lingkungan tak ketinggalan, masih merupakan sektor yang telah lama tidak dikelola dengan serius secara praktek. Padahal kualitas lingkungan yang baik dapat membawa kesejahteraan rakyat ke level yang lebih tinggi.

Pencapaian kesejahteraan ini sangat minim dirasakan terutama bagi masyarakat pedesaan, dimana sebagian besar penduduk Indonesia tinggal dan kerusakan lingkungannya semakin hari semakin parah. Kedua calon presiden, Prabowo Subianto dan Joko Widodo tampaknya menyadari akan pentingnya lingkungan. Keduanya telah memasukan isu lingkungan ke dalam visi dan misinya.

Sebagaimana yang telah dianalisis oleh Alamendah dalam blognya, kedua pasang capres dan cawapres telah memuat isu-isu lingkungan hidup dalam visi, misi, dan program aksi yang mereka serahkan pada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan visi misi setebal 42 halaman yang dilabeli judul “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian. Sedangkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa dengan visi misi setebal 9 halaman yang berjudul “Membangun Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur, serta Bermartabat”.

Pasangan capres dan cawapres Joko Widodo dan Jusuf Kalla memiliki visi dan misi terkait lingkungan hidup yang lebih detail dan panjang dibandingkan pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yang lebih singkat. Secara kasat mata hal ini seolah-olah Jokowi lebih serius memandang masalah lingkungan dibanding rivalnya Prabowo. Tetapi semuanya masih perlu dibuktikan lebih lanjut.

Ada hal yang juga tak kalah pentingnya dibanding hanya memelototi visi dan misi kedua kandidat di atas kertas yaitu track record kedua capres ini. Secara kebetulan kedua mempunyai hubungan yang erat dengan “kehutanan”, salah satu wilayah Indonesia yang rusak berat. Prabowo adalah pengusaha di bidang kehutanan, memiliki beberapa lahan penguasaan hutan. Sementara Jokowi adalah sarjana Kehutanan keluaran kampus terkenal Universitas Gajah Mada. Selain itu Jokowi juga adalah pengusaha mebel yang notabene juga menggunakan kayu, produk dari kehutanan.

Perlu ada tracking yang jelas untuk melihat rekam jejak keduanya dalam bidang kehutanan, apakah kedua bermasalah dengan sektor kehutanan atau tidak. Jangan sampai jika ada rekam jejak negatif terulang kembali. Kalaupun jejak positif, ya silahkan saja mengulangnya.

Karena itu mari kita pantau bersama-sama program lingkungan kedua capres. Bukan saja tentang hutan, tetapi masih banyak isu lain yang perlu perhatian. []

read more
Ragam

Pemilih Cerdas Pilih Caleg Punya Visi Lingkungan

Pemerhati dan pegiat lingkungan yang juga Ketua Lembaga Kajian Lingkungan Hidup (LKLH) Aceh Ir TM Zulfikar MP mengatakan, di tengah ancaman percepatan perubahan iklim dan krisis ekologis, Indonesia dan Aceh sudah tentu membutuhkan sosok pemimpin bukan hanya presiden, gubernur, bupati dan walikota, namun juga anggota DPR/DPD/DPRD yang memiliki visi untuk menciptakan perbaikan lingkungan.

“Karena beberapa hari lagi kita akan melaksanakan pemilihan umum anggota legislatif maka yang akan kita pilih untuk duduk atau menjadi anggota dewan harus mereka yang memiliki visi yang jelas terhadap lingkungan,” kata Zulfikar, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pembangunan yang berorientasi semata-mata untuk pertumbuhan ekonomi ternyata telah menyebabkan peminggiran rakyat dan hancurnya berbagai ekosistem dan keanekaragaman hayati yang ada.

Untuk itu, perlu ditegaskan betapa pentingnya menghadirkan pemimpin yang bersih, adil dan peduli terhadap kesejahteraan rakyat dan lingkungan hidup. Di samping itu politik berbiaya besar sudah seharusnya bisa diubah dengan kerja keras dan sistem verifikasi pendanaan yang jelas.

Rakyat, kata Zulfikar, berhak mengetahui asal muasal dana yang digunakan pemerintah karena banyak calon atau anggota legislatif yang menggunakan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan dari berbagai cara yang tidak baik, serta bantuan perusahaan yang ingin meraup keuntungan yang lebih banyak.

“Jadi biasanya mereka berdalih melakukan pembangunan dan perubahan di suatu kawasan tertentu, tapi ujung-ujungnya untuk kepentingan kelompoknya dan partainya tanpa mempedulikan dampak dari kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan,” katanya.
Karena itu, masyarakat berhak untuk tidak memilih calon anggota legislatif yang tidak bermoral dalam hal politik dan lingkungan.

Yang perlu dipahami, kata dosen Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah ini, pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Tidak perlu ada ketakutan bahwa pertumbuhan ekonomi akan terganggu jika kita mendukung pelestarian lingkungan.

“Makanya pemilu legislatif nanti diharapkan mampu menjadi momentum untuk menumbuhkan kesadaran publik bahwa kita sedang dan akan mempertaruhkan masa depan anak cucu kita kepada pemimpin yang akan terpilih pada pemilu legislatif tersebut,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ia mengingatkan supaya rakyat lebih cerdas untuk menentukan pilihan mereka. “Pilihlah para caleg yang berkualitas dan tidak terlibat pada tindakan perusakan lingkungan serta peduli dan ikutserta pada berbagai upaya pelestarian lingkungan hidup,” harap Zulfikar..

Diharapkan juga orang-orang yang menjadi wakil rakyat dan pemimpin seharusnya memberikan contoh yang baik, seperti tidak melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Selain itu juga tidak melakukan tindakan yang menghalalkan segala cara untuk memenangi pertarungan politik dalam pesta demokrasi rakyat lima tahunan tersebut. []

Sumber: medanbisnis.com

read more
Tajuk Lingkungan

Enought is Not Enought

Hari-hari belakangan ini warga Indonesia disibukan dengan tahapan-tahapan pesta demokrasi nasional yang bernama Pemilihan umum. Setiap hari tempat-tempat tertentu dihadiri oleh massa dengan warna-warni khas partai favoritnya, untuk mendengarkan kampanye. Tak terkirakan berapa banyak sampah yang timbul, tanaman yang rusak terinjak massa, energi yang terpakai untuk transportasi dan sebagai-sebagainya. Namun kali ini bukan soal sampah yang hendak dibicarakan melainkan soal komitmen caleg dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat, salah satunya aspirasi untuk mendapatkan lingkungan yang baik.

Seminggu terakhir sekelompok aktivis masyarakat sosial tak mau ketinggalan untuk menceburkan diri dalam hiruk pikut Pemilu. Ini hal yang baik karena kita masyarakat sipil adalah pemangku kepentingan Pemilu. Para aktivis ini membuat pernyataan yang terpampang dalam baliho-baliho raksasa di sejumlah sudut kota Banda Aceh. Pernyataan dalam baliho tersebut antara lain berbunyi, “Kami mencari wakil rakyat yang berkomitmen terhadap lingkungan hidup, demokrasi, hak asasi manusia transparani dan pro rakyat miskin. Tidak mengorbankan kepentingan generasi mendatang demi kepentingan sesaat mengatasnamakan pembangunan”.

Baliho deklarasi ini disampaikan oleh sejumlah aktivis yang mewakili organisasinya masing-masing, ada puluhan organisasi yang dicantumkan pada baliho. Pada dasarnya ini merupakan aksi yang simpatik dan mengingatkan para caleg agar tidak melenceng dari deklarasi yang dinyatakan tersebut.

Namun deklarasi hanyalah deklarasi. Ini sebuah kegiatan simbolis yang tidak mengikat siapapun dan tidak bisa memberikan sangsi bagi pelanggarnya. Mengapa demikian? Ada banyak hal sebagai alasannya, pertama bisa saja sebagai deklarasi pernyataan yang dicantumkan bersifat sangat umum. Rasa-rasanya tidak ada pihak yang menolak isi deklarasi ini. Kedua, yang menyepakati deklarasi ini siapa? Apakah caleg atau cuma sekelompok aktivis saja? Dalam banyak contoh yang serupa, pagi deklarasi, sorenya sudah dilanggar oleh pihak terkait. Yang teken deklarasi petinggi-petinggi, yang melanggar bisa jadi orang-orang yang tidak tahu adanya deklarasi.

Deklarasi mungkin cukup baik sebagai tanda sikap kita terhadap suatu even. Tapi, seperti kata pepatah Inggris, enough is not enough, yang berarti “cukup saja belum berarti cukup”. Agak membingungkan memang kalimat ini. Artinya paling tidak ada usaha yang keras untuk memastikan deklarasi ini dipatuhi oleh penekennya. Sehingga ke depan tidak menjadi barang pajangan saja. Jangan sampai sudah sepakat tidak merusak lingkungan, eh ternyata setelah pemilu masih banyak saja hutan yang ditebang. Ayo ini salah siapa? []

read more
Ragam

Caleg Jarang Sentuh Masalah Lingkungan

Calon LegislatiF DPR yang bertarung pada Pemilihan Umum 2014 di sebanyak 77 daerah pemilihan di Indonesia hampir tidak menyentuh persoalan pertambangan, dan bahkan para caleg tersebut mengabaikan persoalan pertambangan selama ini, ketika terjadi konflik pertambangan dengan masyarakat.

Bahkan, akibat perusakan pertambangan mengakibatkan rusaknya lingkungan sekitar, dan lahan pertanian tergusur akibat pertambangan dan properti.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dalam diskusi mengemukakan, para legislator yang terpilih kerap lupa pada pemilihnya. JATAM merilis beberapa persoalan masyarakat dengan pengembang dalam konflik yang terjadi selalu pihak masyarakat yang dirugikan.

“Para caleg selama ini hampir jarang menyentuh masalah lingkungan, dan kalau pun membicarakan lingkungan ketika terpilih selalu lupa akan janji-janji yang dilakukan selama ini, “ujar Koordinator JATAM Hendrik Siregar, dalam diskusi bertajuk “Peta Krisis Dapil dan Politik Penjarahan”, di Kedai Kopi Deli, Jakarta, Rabu (26/3).

Hendrik mengemukakan, Pemilu tahun ini lebih mengedepankan Pemilu yang bersih dan jujur, namun melupakan esensi pemilu adalah mencari para caleg yang peduli lingkungan. Sayangnya, masalah lingkungan hanya sekedar slogan tanpa adanya implementasi dari para caleg setelah jadi.

“Dan itu terbukti setelah jadi mereka jadi lupa akan janji, dan bahkan ketika konflik terjadi meninggalkan masyarakat. Bila ada pembelaan biasanya hanya sekedar, selebihnya masyarakat menyelesaikan masalahnya sendiri,” ujarnya.

Di tempat yang sama, warga korban Lumpur Lapindo Sidiarjo, Jawa Timur, Herawati mengatatan, selama 8 tahun mencari keadilan diabaikan pemerintah dan DPR dari daerah pemilihan jawa Timur, khususnya daerah Sidiardjo.

“Mereka tidak bisa diharapkan dan hanya janji-janji saja,” paparnya. Lebih lanjut dia mengemukakan, Pemilu 2009 selama ini tidak menyelesaikan apa-apa mengenai korban bencana lumpur Lapindo.

“Mereka (DPR) duduk di kursi yang empuk, tapi tidak tahu apa yang akan dilakukan,” ujar Herawati.

Dia mengemukakan, masyarakat Porong Sidiardjo pada Pemilu 2014 tidak akan berharap adanya perubahan pada Pemilu 2014.  Bahkan, katanya, masyarakat lebih memilih tidak memilih (golput) dalam menghadapi pesta demokrasi tahun ini.

Sementara, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Adrinof Chaniago mengemukakan, hampir semua Partai politik memiliki anggota pengusaha Tambang. Menurutnya, tidak heran bila kasus  Lapindo tidak dapat terselesaikan sampai saat ini.

“Bagaiman mungkin anggota DPR daerah pemilihan yang mewakili Sidiardjo, Jawa Timur dapat menyelesaikan masalah masyarakat korban lumpur Lapindo sementara pemilik pengembang perusaahaan yang bermasalah adalah milik Ketua Umum Partai Golkar Abu Rizal Bakrie,” ungkap Andrinof.

Sumber: jaringnews.com

read more
Ragam

Walhi Ajak Masyarakat Tidak Pilih Caleg Perusak Lingkungan

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Wilayah Sumatera Selatan melakukan gerakan menolak calon anggota legislatif peserta Pemilu 2014 yang melakukan tindakan berpotensi merusak lingkungan hidup.

“Dalam kegiatan sosialisasi dan kampanye, banyak peserta pemilu secara sengaja atau tidak melakukan tindakan perusakan lingkungan, bahkan ada juga yang diduga dibiayai oleh perusahaan yang aktivitasnya berpotensi merusak dan mencemari lingkungan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hadi Jatmiko di Palembang, Selasa (25/4/2014).

Ia menekankan, “Caleg yang tidak bersahabat dengan lingkungan itu jangan dibiarkan lolos menjadi wakil rakyat.”

Menurut dia, gerakan menolak caleg perusak lingkungan sebagaimana ditetapkan dalam “Platform Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia” yang diluncurkan oleh aktivis Walhi di Jakarta pada tanggal 11 Maret 2014 itu dilakukan melalui pendidikan politik kepada masyarakat yang selama ini bermitra dan memiliki kepedulian tinggi terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup.

Dengan pendidikan politik, aktivis Walhi berupaya membangun sebuah kesadaran kritis di tingkat rakyat untuk menggunakan hak pilihnya dengan baik. Menggunakan hak pilih dengan baik, bukan hanya sekadar datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dalam Pemilu Legislatif 9 April 2014, melainkan pemilih memastikan memilih caleg yang bersih dari tindakan perusakan lingkungan hidup.

“Orang-orang yang diharapkan menjadi wakil rakyat dan pemimpin seharusnya memberikan contoh yang baik seperti tidak melakukan tindakan yang bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan, serta tidak melakukan tindakan yang menghalalkan segala cara untuk memenangi pertarungan politik dalam pesta demokrasi rakyat lima tahunan itu,” ujar Hadi.

Melalui gerakan menolak caleg perusak lingkungan, Walhi mengajak masyarakat untuk memutus rantai penguasa politik yang sekaligus penguasa ekonomi yang selama ini telah melahirkan berbagai konflik lingkungan hidup dan sumber daya alam (SDA) serta agraria yang berujung pada bencana ekologis.

Jika rantai penguasa politik yang sekaligus penguasa ekonomi tidak diputus, menurut dia, persoalan kemiskinan yang dialami oleh rakyat akibat pengelolaan SDA yang timpang akan terus terjadi. Menentukan pilihan dalam pemilu secara kritis dan tepat, penting dilakukan untuk memastikan agenda penyelamatan lingkungan hidup dan pengelolaan SDA yang berkeadilan baik untuk generasi saat ini maupun yang akan datang, kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel itu.

Sumber: republika.co.id

read more
Kebijakan Lingkungan

PKB Nyatakan Diri Peduli Pelestarian Lingkungan

Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI Marwan Jafar mengklaim partainya sebagai Green Party, sangat peduli terhadap pelestarian lingkungan dan kawasan hutan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

Karenanya, PKB takkan henti-hentinya mengajak stakeholder dan segenap pendukungnya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan maupun kawasan hutan. Dan untuk kepentingan itu, PKB akan mendorong serta melaksanakan regulasi dan program-program partai yang dapat mencegah terjadinya kerusakan lingkungan, pencemaran udara, erosi, banjir dan bencana alam lainnya.

Marwan mengecam pelaku pembalakan liar yang jelas-jelas dapat merugikan rakyat dan merusak lingkungan.

“Perusakan lingkungan dan pembalakan liar harus dihentikan agar kita dapat mengurangi resiko bencana akibat alam,” tandas Marwan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (18/3).

Dengan gerakan peduli lingkungan dan kawasan hutan, Marwan yakin PKB sebagai Green Party mendapatkan dukungan rakyat secara signifikan sehingga meraih kemenangan pada pemilu ini.

“PKB bakal menang karena kebijakan partai ini sejalan dengan aspirasi dan kehendak rakyat,” ujarnya.

Terkait dengan upaya melestarikan lingkungan dan kawasan hutan, Marwan mengajak semua pihak, pendukung dan simpatisan partai untuk menjaga lingkungan masing-masing.

Marwan juga menyatakan pihaknya berharap agar diterapkan sistem tebang pilih pohon secara hati-hati sekaligus melakukan upaya reboisasi (penanaman pohon kembali) agar keberlangsungan hutan terjaga dengan baik.

Sumber: beritasatu.com

read more
Tajuk Lingkungan

Politik Hijau Pemilu 2014

Pemilu legislative dan presiden tahun 2014 akan berlangsung. Pemilu legislative tanggal 9 April 2014, dan pemilu presiden pada tanggal 9 Juli 2014.

Total pemilih pada pemilu 2014 adalah 186.612.255 pemilih. Dengan penghitungan jumlah surat suara adalah total pemilih +10% cadangan. Perkiraan surat suara yang akan dicetak sekitar 205 juta surat suara. Apabila pemilihan akan dilaksanakan 2 kali dengan asumsi pemilihan presiden 1 putaran, maka jumlah surat suara 410 juta surat suara. Spesifikasi surat suara adalah jenis kertas HVS 80 gram, Ukuran 42 X 55 cm (dilipat), Komposisi warna 4 X 4 atau 4 X 2, Jenis tinta khusus Jenis cetakan security printing Packaging hologram dan disegel, jumlah gambar kurang dari 30 partai politik, berat 20 gram per surat suara

Asumsinya setiap 15 rim kertas ukuran A4 itu akan menebang 1 pohon. Setiap 7000 eksemplar koran yang kita baca setiap hari itu akan menghabiskan 10-17 pohon hutan. Untuk kertas berkualitas baik, memerlukan pohon dengan kayu keras dan lunak. Jika seandainya kita menghemat 1 ton kertas, berarti kita juga menghemat 13 batang pohon besar, 400 liter minyak, 4100 Kwh listrik dan 31.780 liter air.  Dalam memproduksi 1 ton kertas, dihasilkan gas karbondioksida kurang lebih 2,6 ton. Jumlah ini setara dengan gas buang yang dihasilkan sebuah mobil selama 6 bulan.

Bisa dibayangkan apabila 410 juta surat suara dengan berat @ 20 gram dicetak maka total berat surat suara 8200 ton. Berarti paling tidakmembutuhkan106 ribu pohon, 3,3 juta liter minyak, 33,6 juta Kwh listrik, 261 juta liter air dan menghasilkan gas karbondioksida sebesar 21.320 ton. Yang berarti pemilu legislative dan presiden menyebabkan peningkatan pemanasan global, karena gas CO2 adalah salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global.

Apabila pemilihan dilakukan secara e-voting atau e-election, maka kita masih dapat menyelamatkan hutan Indonesia yang luasnya tinggal 120 juta ha dan mengurangi dampak pemanasan global. E-voting atau e-Election adalah sebuah teknologi yang menjanjikan untuk memperbaiki banyak masalah pada pemungutan suara yang dilakukan secara konvensional, dan secara komprehensif memiliki potensi untuk memecahkan masalah yang ada selama ini terutama solusi untuk meminimalkan kemungkinan kerugian walaupun masih terdapat satu masalah yang akan selalu ada pada semua jenis sistem elektronik yaitu kemungkinan kehilangan suara (Carter, 2003).

Sistem e-voting pernah dilakukan pada Pemilihan Ketua Ikatan Alumni ITB periode 2011-2015. Proses pemilihan itu menggunakan 22 mesin electronic voting buatan ITB serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).  Pemilih tinggal menunjuk calon pilihannya pada layar sentuh di bilik suara.

Selain jumlah surat yang perlu mendapat perhatian pada pemilu legislative dan presiden 2014 adalah promo tools yang digunakan oleh para calon legislative. Menurut ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) Husni Kamil Manik, jumlah calon legislative baik DPR, DPRD 1 dan DPRD 2 lebih kurang 200 ribu orang di tahun 2014. Apabila masing-masing calon legislatif menggunakan promo tools spanduk, baliho, billboard, poster, leaflet, brosur, stiker  dan sebagainya yang berpotensi menimbulkan sampah, maka Indonesia tidak hanya pesta demokrasi tetapi juga terjebak pada pesta sampah. Walaupun KPU telah melarang pemasangan baliho dan billboard, namun alat kampanye lain masih dibolehkan.

Padahal alat kampanye seperti silaturahmi, advokasi kebutuhan masyarakat, media social dapat lebih efektif dibanding penggunaan promo tools yang hanya menghasilkan sampah.

Jumlah suara dan promo tools adalah aspek fisik sedangkan aspek non fisik seperti visi misi, platform, dan program kerja perlu juga dikritisi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemilu 2014 adalah : Pilih partai, calon legislative atau calon presiden yang memiliki visi, misi, platform dan program kerja yang berwawasan lingkungan. Misalnya visinya menjadikan kota X sebagai kota hijau, program kerjanya memberikan bantuan bibit pohon kepada masyarakat. Atau calon presiden yang akan menjaga sumber daya alam Indonesia sehingga dapat dinikmati tidak hanya generasi sekarang tetapi juga generasi yang akan datang. Program kerja capres tersebut adalah melakukan penanaman pohon di hutan-hutan kritis di Indonesia

Pilih partai, calon legislative atau calon presiden yang memiliki rekam jejak lingkungan yang baik. Misalnya pilih calon legislative yang berani berkata tidak kepada pemerintah apabila pemerintah mengeluarkan izin penebangan hutan, dan pilih calon presiden yang mendukung kerja gerakan lingkungan di Indonesia

Pilih partai, atau calon legislative yang dapat menjadi penengah konflik social antara masyarakat dan eksekutif. Tidak hanya menjadi penyampai aspirasi masyarakat kepada eksekutif tetapi mampu memasukkan aspirasi masyarakat local menjadi kebijakan.

Pilih partai atau calon legislative yang dapat menyediakan wadah bagi partisipasi masyarakat untuk mengontrol, mengevaluasi dan memberikan masukan baik kepada lembaga legislatif maupun eksekutif. Masyarakat diberdayakan sehingga paham hak dan kewajibannya.

Jangan pilih partai, calon legislative dan calon presiden yang tidak pro lingkungan. Jangan memilih calon legislative ditengarai mendukung atau punya perusahaan tambang yang merusak lingkungan, jangan pilih calon presiden yang mendukung atau punya pandangan bahwa ekonomi lebih penting daripada lingkungan, dan sebagainya.

Jangan pilih partai, calon legislative, dan calon presiden yang menyebarkan promo tools dimana-mana sehingga menimbulkan sampah. Memasang, menempelkan brosur, leaflet atau promo tools lain di fasilitas umum dan atau fasilitas sosial. Apalagi sampai merusak pohon hanya untuk memasang promo tools. Partai, calon legislative dan calon presiden yang seperti ini perlu di blacklist. Belum jadi pimpinan saja sudah merusak lingkungan apalagi kalau sudah jadi pemimpin.

Mudah-mudahan point-point diatas dapat menjadi pedoman dalam menyambut pesta demokrasi 2014.

Sumber: bangzul.com

read more
Tajuk Lingkungan

Cukupkah Tolak Caleg Pohon?

Belakangan banyak beredar opini bahwa jangan memilih caleg yang memasang poster di pohon dikarenakan caleg ini merusak pohon dengan memaku poster di pohon-pohon tersebut. Caleg ini dianggap tidak pro lingkungan, bahkan dicap merusak lingkungan. Apakah benar, caleg-caleg yang posternya dipaku pada batang pohon tidak peduli lingkungan? Rasanya terlalu sederhana dengan hanya menilai seseorang itu cinta lingkungan hanya sebatas memaku pohon. Simplikasi ini agak menyesatkan, sehingga banyak kita lihat orang-orang mengklaim dirinya cinta lingkungan gara-gara menanam pohon. Apakah cukup cinta lingkungan dengan tidak memaku pohon?

Anjuran untuk memilih caleg yang cinta lingkungan memang sangat tepat ditengah minimnya dukungan politik bagi pelestarian lingkungan dari wakil rakyat. Tetapi tidak hanya sebatas itu ekspresi cinta lingkungan. Harus diselidiki lebih dalam bagaimana visi dan misi caleg terkait kepeduliannya terhadap lingkungan secara lebih luas, bukan hanya semata menanam pohon. Ada banyak tema-tema lain seperti pengelolalaan sumber daya alam, pengelolaan sampah, taman kota, kepedulian terhadap pejalan kaki, mencari bahan bakar alternatif, hemat energi dan banyak lainnya. Mereduksi isu lingkungan sebatas batang pohon sangatlah naif.

Pemilu sendiri ternyata belum ramah lingkungan jika kita lihat perhelatan ini dari perspektif penggunaaan material pemilu. Kita sebut saja mulai dari spanduk, poster, banner dan media peraga lain yang menggunakan bahan baku dari plastik. Spanduk modern saat ini nyaris semuanya menggunakan karet sintetis yang tidak dapat diurai oleh alam. Berapa banyak limbah plastik yang dihasilkan dari ribuan meter yang terbuang percuma mencemari tanah-tanah kita? Belum lagi ribuan liter tinta yang dipakai menulis spanduk.

Selain spanduk juga ada pencetakan kertas suara yang mungkin membutuhkan jutaan kilogram kertas yang berarti ribuan perlu dipotong untuk dibuat pulp, bahan baku kertas. Belum ada aktivitas-aktivitas kampanye yang dilakuan dengan menghadirkan ribuan massa yang ujung-ujungnya menghasilkan jutaan kilogram sampah. Selain itu, konvoy-konvoy kendaraan bermotor memperparah jejak karbon. Benar-benar pemilu yang tidak ramah lingkungan.

Di beberapa negara maju, ada dilakukan pemilihan pemimpin secara elektronik, yaitu dengan hanya menekan tombol pada perangkat tertentu. Metode ini jauh lebih ramah lingkungan dibanding metode konvensional seperti sekarang ini. Ada banyak perubahan yang harus dilakukan jika ingin benar-benar disebut Pemilu ramah lingkungan.

Pohon bukan segalanya, hanya salah satu sisi. Tetapi jangan hanya berhenti disitu saja, ada banyak aspek harus dibenahi, komprehensif lah.[]

read more
1 2
Page 1 of 2