close

pengadilan

HutanKebijakan Lingkungan

Apa yang Disampaikan “Sahabat Pengadilan” kepada Hakim ?

Kamis (4/10/2018) kemarin, sejumlah pengacara lingkungan mengajukan dokumen Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) kepada Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Pengajuan Sahabat Pengadilan ini dalam rangka mengadvokasi putusan yang telah berkekuatan hukum, memenangkan gugatan kepada PT Kalista Alam. Sayangnya, walaupun sudah inkrah, putusan ini tidak dieksekusi oleh pengadilan akibat aksi “akrobatik” hukum.

Praktek Sahabat Pengadilan sudah banyak dilakukan dalam dunia peradilan. Hal ini dilakukan untuk memberikan pandangan kepada hakim dari sejumlah tokoh atas kasus-kasus penting yang penanganannya dirasakan belum berkeadilan.

Apa saja isi dokumen Sahabat Pengadilan tersebut?

Pada bagian awal dokumen ditulis sebagaimana dibawah ini:

Dengan hornat,

Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh yang kami muliakan, ijinkan terlebih dahulu kami memperkenalkan diri. Kami yang bertandatangan di bawah ini merupakan warga Aceh, berasal dari berbagai latar belakang profesi dan keahlian, yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan dan hutan, terlebih terhadap kawasan yang oleh negara telah diberikan status sebagai Hutan Lindung, Cagar Alam maupun Suaka Margasatwa. Kami tidak ingin disalahkan oleh anak cucu kami kelak di masa depan dengan mewariskan pada mereka lingkungan dan hutan yang luluh-lantak. Adalah tanggungjawab kami sekarang mencegah keadaan yang tidak diinginkan itu terjadi; kami ingin mewariskan yang terbaik buat generasi masa depan Aceh.

Dengan kepentingan dan tanggungjawab itulah karni memohon pada Ketua/Majelis Hakim Pengadilan Tinggi mengijinkan kami bertindak sebagai “Amicus Curiae” atau “Friends of the Court” (Sahabat Pengadilan) pada Perkara Banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Meulaboh No. 16/Pdt.G/2017/Pn.Mbo yang telah dimohonkan banding oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan Akta Pernyataan dan Permohonan Banding No.16/Pdt.G/2017/PN. Mbo tanggal 25 April 2018 Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh tersebut terasa menikam langsung ke jantung rasa keadilan kami. Betapa tidak, rasanya sungguh sulit bisa diterima akal sehat sebuah putusan pengadilan negeri mengadili putusan yang diputuskan oleh pengadilan di atasnya, yaitu Mahkamah Agung. Apalagi putusan yang diadili itu adalah sebuah putusan dari upaya hukum luar biasa, yaitu Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung.

Sulit bagi kami memahami putusan yang kini dalam proses banding tersebut. Ketua Majelis Hakim Banding yang kami muliakan, sebelum memberikan pendapat kami terhadap perkara ini, kami terlebih dahulu merasa perlu menjelaskan tentang “Amicus Curiae” itu.

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar–gambar dibawah ini:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

read more
Kebijakan Lingkungan

Temui Ketua PT Banda Aceh, KLHK Minta Percepat Putusan PT. Kalista Alam

Banda Aceh – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hari ini menemui Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Pertemuan yang diinisiasi oleh Ditjen Gakkum KLHK ini untuk meminta agar supaya Pengadilan Tinggi Aceh mendukung upaya eksekusi yang telah berkekuatan hukum mengikat.

Diketahui bahwa tahun 2012 KLHK telah memenangkan gugatan lingkungan hidup di PN Meulaboh atas kebakaran lahan yang berada diwilayah izin PT. Kalista Alam seluas 1000 Ha dan telah memperoleh kekuatan hukum mengikat putusan Kasasi No. 651K/Pdt/2015 tanggal 28 Oktober 2015 serta dikuatkan dalam putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor: 1PK/Pdt/2017 tanggal 18 April 2017 dimana dalam putusan tersebut mewajibkan PT. Kalista Alam untuk membayar kerugian lingkungan hidup sebesar Rp. 114.303.419.000 dan biaya pemulihan sebesar Rp. 251.765.250.000 sehingga total keseluruhan adalah Rp. 366.068.669.000

Dalam proses pengajuan eksekusi putusan Ditjen Gakkum KLHK telah 3 kali mengajukan permohonan eksekusi tapi Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh tetap belum melaksanakan putusan Mahkamah Agung tersebut, sehingga pelaksanaan putusan menjadi tidak mempunyai kepastian hukum.

Menurut Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK, Jasmin Ragil Utomo, S.H., M.M, mengatakan bahwa KLHK sangat serius mengawal pelaksanaan putusan atas kasus kebakaran lahan PT. Kalista Alam. Walaupun kekuasan pelaksanan ada di Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh tapi dalam hal ini KLHK sangat berkepentingan karena menyangkut aspek kepastian hukum mengenai pelaksanaan putusan Peninjauan Kembali dan pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana mandat konstitusi.

Pertemuan dengan Ketua Pengadilan Tinggi Bamda Aceh hari ini mencapai titik temu bahwa putusan inkracht harus disegerakan pelaksanaannya. Dengan demikian PN Meulaboh tidak ada alasan untuk menunda pelaksanaan putusan. KHLK akan terus melakukan segala tindakan hukum guna mempercepat pelaksanaan putusan ini, termasuk juga melakukan koordinasi dengan lembaga lain yang berkompeten. []

 

 

read more
Tajuk Lingkungan

Rawa semakin Kering

Besok, Kamis (5/12/2013) Pengadilan Negeri Meulaboh dijadwalkan akan membacakan putusan kasus perdata pembakaran ilegal hutan Rawa Tripa di Nagan Raya. PT Kallista Alam digugat oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) agar memberikan dana rehabilitasi untuk memperbaiki lahan yang hancur akibat dibakar untuk kepentingan pembukaan kebun sawit. Pada sidang sebelumnya, pengadilan telah menetapkan sita lahan PT Kallista Alam sebagai jaminan atas ganti rugi. Apakah pengadilan akan mengabulkan tuntutan KLH?

Kita sudah sering mendengar hutan gambut di Aceh Barat dan Nagan Raya habis dilalap di jago merah. Media massa rutin melaporkan peristiwa kebakaran terlebih di musim kemarau. Katanya kebakaran dilakukan oleh masyarakat ataupun perusahaan perkebunan. Ntahlah, mana yang benar kita tidak tahu. Yang jelas masyarakat sempat panik melihat kaki langit merah malam itu karena mengira kebakaran akan menjalar ke tempat warga. Aksi pembakaran di rawa tripa di duga mencapai lebih dari 1500 hektar.

Kebakaran lahan gambu bukan hal yang aneh lagi bagi kawasan pantai barat Aceh. Setiap tahun terutama dalam musim kemarau selalu terjadi. Tapi kok anehnya masih ada perusahaan yang diizinkan membuka hutan gambut? Konversi hutan menjadi perkebunan otomatis membuat perusahaan akan mengeringkan lahan-lahan basah tersebut melalui pembuatan kanal-kanal. Saluran yang mengular memanjang dari tengah hutan ke laut membuat kering hutan rawa. Hutan kering, api pun mudah terpantik.

Bicara rawa tak lepas dari membicarakan hutan Rawa Tripa yang terletak di Nagan Raya dan sebagian di kabupaten Aceh Barat Daya. Dengan luas 61.000 hektar, 50 persennya telah punah. Padahal hutan ini menyimpan begitu banyak kekayaan alam yang dapat dipakai tujuh turunan lebih. Ada ikan Lele (biasa dan jumbo), Belut, Paitan dan Kerang, Beruang Madu (Helarctos malayanus), Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), Buaya Muara (Crocodilus porosus), Burung Rangkong (Buceros sp), dan berbagai jenis satwa liar lainnya.  Tripa juga menyediakan kayu konstruksi dan bahan bakar. Secara tradisional kawasan Rawa Tripa merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat setempat.

Rawa gambut Tripa memiliki peran sangat penting, yaitu sebagai pengatur siklus air tawar dan banjir serta benteng alami bagi bencana tsunami. Selain itu, Tripa juga dapat menjaga stabilitas iklim lokal, seperti curah hujan dan temperatur udara yang berperan positif bagi produksi pertanian yang berada di sekitarnya.

Jelas sudah apa manfaat rawa tripa bagi manusia dan alam sekitar. Namun sayangnya masih ada manusia-manusia lupa daratan, yang mabuk kepayang ingin meraup rupiah mudah dengan memusnahkan hutan. Sungguh malang bagi orangutan, tempatnya tinggal bermain sudah tidak ada lagi, sudah berubah menjadi kebun sawit. Padahal ia sendiri tidak membutuhkan sawit dan tidak pula butuh minyak goreng, salah satu produk turunan sawit.

Syukurlah, masih ada lembaga-lembaga lingkungan dan individu pada pelestarian rawa tripa. Berkat kampanye yang masif baik di level lokal dan internasional akhirnya berhasil “memaksa” Menteri Kehutanan turun gunung, meninjau lokasi. Secara internasional, terkumpul 26 ribu tanda tangan untuk mendukung petisi penyelamatan Rawa Tripa.

Kita berharap hukum akan memihak kepada kebenaran sejati. Kebenaran yang melindungi umat manusia dari kehancuran alam.[m.nizar abdurrani]

read more