close

December 2013

Sains

Kontroversi Teknik Penyimpanan CO2 di Bawah Tanah

Carbon Dioxide Capture and Storage (CCS)merupakan salah satu teknologi terpenting dalam memerangi perubahan iklim. Tapi Jerman terkendala dalam penerapan teknologinya serta menghadapi tentangan warga.

Tema aturan penangkapan dan penyimpanan CO2 di bawah tanah (CCS) menjadi silang sengketa panas di Jerman. Setelah tarik ulur amat alot, belum lama ini pemerintah dan parlemen Jerman menyetujui undang-undang yang mengatur teknologi penyimpanan karbon dioksida di bawah tanah dalam volume terbatas.

Menteri lingkungan Peter Altmaier, sesaat setelah disahkannya undang-undang baru itu menyatakan, tidak akan menerapkan penyimpanan CO2 di dalam tanah jika rakyat menentangnya. Dalam naskah undang-undang baru itu, juga dicantumkan pasal, pemerintah negara bagian Jerman dapat menolak penyimpanan CO2 di wilayahnya.

Menanggapi silang sengketa itu, Komisaris Urusan Energi Uni Eropa, Günter Oettinger pada bulan Juni lalu sudah menegaskan, akan mengusahakan penyimpanan gas CO2 di kawasan laut utara di zona perairan bebas 12 mil dari garis pantai. “Ini sebuah opsi yang berlaku bagi seluruh Jerman”, kata Oettinger.

Akan tetapi, untuk penerapannya diperlukan jaringan pipa, yang melewati wilayah teritorial negara bagian. Dalam hal ini, negara bagian tidak dapat menolak dilintasi jaringan pipa semacam itu.

Dukungan Terkait Lapangan Kerja
Sebetulnya di Jerman terdapat negara bagian yang mendukung penerapan teknik penyimpanan CO2 di bawah tanah-CCS, yakni negara bagian Brandenburg. Pasalnya di negara bagian itu, industri batu bara menjadi pemberi kerja dan pembayar pajak terbesar.

Sebagai upaya mempertahankan lapangan kerja dan pemasukan ke kas negara bagian, PM negara bagian Brandenburg Matthias Platzeck dalam kampanye belum lama ini berjanji, mensyaratkan teknologi CCS bagi pembangunan pembangkit listrik batu bara terbaru.

Pemerintah negara bagian Brandenburg menjual tema teknik penyimpanan CO2 di bawah tanah (CCS) kepada para pemilih sebagai refornasi energi. PM Platzeck juga menyebutkan, sebagai negara industri, Jerman harus tetap melakukan riset di bidang CCS.

Juga perusahaan energi Swedia, Vattenfall yang sebelumnya membatalkan proyek CCS senilai 1, 5 milyar Euro di Brandenburg, menyatakan untuk kedua kalinya akan mencoba lagi proyek itu. Direktur Vattenfall cabang Jerman, Tuomo Hatakka mengatakan, undang-undang baru itu merupakan sinyal positif bagi riset lanjutan teknologi perlindungan lingkungan.

Rencana utama Europa
Uni Eropa kini justru mencanangkan haluan utama penerapan teknologi CCS terlepas dari silang sengketa di Jerman. Disebutkan, CCS hendaknya menjadi jejaring teknologi yang meliputi seluruh Eropa. Teknologinya direncanakan antara tahun 2020 hingga 2050 untuk memungkinkan penerapannya secara meluas di Eropa.

Untuk itu diperlukan pembangunan jaringan pipa sepanjang seluruhnya 22.000 km dengan biaya sekitar 50 milyar Euro. Dengan jaringan pipa itu, ditargetkan transportasi hingga 1,2 milyar ton CO2 per tahunnya ke tempat penyimpanan akhir di kawasan laut utara.

Juga para pesaing di tatatan internasional terus aktif meneliti teknologi yang kontroversial itu. Institut teknologi kenamaan di AS, MIT di Cambridge dewasa ini memimpin proyek penelitian di bidang ini. Sekitar 40 instalasi CCS berbagai ukuran, saat ini sedang dibangun di berbagai kawasan, 13 diantaranya di AS. Direncanakan, sebagian besar instalasi CCS itu sudah dioperasikan pada tahun 2015.

Sumber: dw.de

read more
Perubahan Iklim

Teknologi dan Informasi Berpotensi Kurangi Emisi

Penggunaan informasi dan teknologi komunikasi berpotensi memangkas emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim dan pemanasan global hingga 16,5% pada 2020. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru berjudul “GeSI SMARTer2020: The Role of ICT in Driving a Sustainable Future” yang dirilis baru-baru ini.

Laporan SMARTer2020 menunjukkan, peningkatan penggunaan informasi dan teknologi komunikasi (information and communication technology/ICT) seperti konferensi video jarak jauh dan teknologi bangunan pintar (smart building) bisa memangkas konsentrasi emisi gas rumah kaca sebesar 16,5% pada 2020 dari level yang diproyeksikan.

Nilai penghematan energi dan bahan bakar yang bisa diraih dari aksi hijau ini mencapai $1,9 triliun, dengan jumlah pengurangan emisi sebesar 9,1 Gigaton emisi setara CO2 (GtCO2e). Nilai manfaat peningkatan penggunaan informasi dan teknologi komunikasi ini tujuh kali lipat lebih tinggi dari emisi yang dihasilkan oleh sektor ICT pada periode yang sama.

Laporan terbaru ini menemukan nilai penghematan yang 16% lebih banyak dari laporan sebelumnya yang dirilis empat tahun yang lalu. Laporan SMARTer2020 mengevaluasi potensi pengurangan emisi di enam sektor ekonomi yaitu: energi, transportasi, proses manufaktur, pertanian, bangunan serta sektor jasa dan konsumen

Pengurangan emisi dari teknologi virtualisasi seperti komputasi awan (cloud computing) dan konferensi video, tata kelola ternak pintar yang mampu mengurangi emisi metana, hingga efisiensi yang diraih dari optimalisasi mesin dalam proses manufaktur diulas oleh laporan ini.

Secara keseluruhan ada 32 solusi berbasis informasi dan teknologi komunikasi yang bisa diterapkan guna membantu mengatasi krisis perubahan iklim. Kebijakan pemanfaatan informasi dan teknologi komunikasi dalam isu perubahan iklim masih dirasa sangat kurang.

Laporan ini menyeru dunia melakukan aksi konkret menerapkan solusi informasi dan teknologi komunikasi, guna mewujudkan pola pembangunan ekonomi rendah karbon. Laporan ini disusun dari penelitian di tujuh negara yaitu Brasil, Kanada, China, Jerman, India, Inggris dan Amerika Serikat.

Sumber: Hijauku.com

read more
Flora Fauna

Taman Nasional Kutai Dapat Keluarga Baru Orangutan

Kabar gembira datang dari Taman Nasional Kutai (TNK) yang terletak di Kabupaten Kutai Timur, provinsi Kalimantan Timur. Jumlah orangutan kalimantan penghuni taman nasional ini bertambah lagi setelah Putri orangutan betina berumur sekitar 30 tahun kembali melahirkan anak.

“Putri adalah orangutan betina yang berdomisili di kawasan penelitian Bendili – Mentoko dan telah melahirkan bayinya sekitar 3 minggu yang lalu” kata Purwo Kuncoro, Field Research Manager, Orangutan Kutai Project. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Purwo dan tim nya selama 3 tahun terakhir Putri telah memiliki 2 anak. Pur, anak Putri terdahulu diperkirakan telah berumur lebih dari lima tahun.

Menurut Purwo jarak kelahiran 5 hingga 6 tahun adalah jarak kelahiran normal bagi orangutan Kalimantan. Sedikit berbeda dengan kerabatnya yang berada di Sumatra, orangutan Sumatra memiliki jarak kelahiran yang sedikit lebih lama yaitu 6 hingga 7 tahun.

Kalimantan adalah satu dari dua pulau di Asia yang menjadi habitat orangutan. Di pulai ini terdapat 3 subspesies orangutan, yaitu : Pongo Pygmaeus Pygmaeus yang mendiami wilayah Kalimantan Barat, Pongo Pygmaeus Wurmbii yang mendiami wilayah Kalimantan Tengah dan Pongo Pygmaeus Morio yang mendiami wilayah Kalimantan Timur.

“Pongo Pygmaeus Morio adalah subspesies orangutan kalimantan yang mampu beradaptasi dengan kondisi alam yang ekstrim” ungkap Purwo. Yang dimaksud dengan kondisi alam yang ekstrim menurut Purwo adalah kondisi hutan Kalimantan Timur yang memiliki iklim yang lebih kering karena jarang turun hujan. Kualitas tanahnya yang miskin mengakibatkan minimnya produktifitas hutan di wilayah ini.

“Hutan Kalimantan Timur tidak banyak menyediakan variasi jenis pakan sehingga orangutan di wilayah ini menjadikan kulit kayu sebagai variasi pakannya. Kebiasaan memakan kulit kayu ini menjadikan orangutan disini memiliki rahang yang lebih kuat jika dibandingkan dengan kerabatnya di Kalteng dan Kalbar” jelas Purwo. Kondisi alam yang berbeda dengan wilayah lain di Kalimantan ini menurutnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan adaptasi dan evolusi orangutan Kalimantan Timur.

Pada tahun 2010 Balai TNK, Universitas Mulawarman dan Orangutan Conservation Services Program (OCSP) melakukan survey populasi orangutan di TNK. Hasil survey ini memperkirakan setidaknya terdapat 2.000 orangutan yang hidup dalam kawasan dengan luas 198.629 hektar ini. Perambahan, perburuan satwa dan penyelesaian konflik lahan antar masyarakat dan pemerintah yang lamban mengakibatkan kondisi taman nasional ini semakin memprihatinkan. Kondisi ini juga mengakibatkan ancaman bagi keberlangsungan hidup orangutan dan satwa lain yang berada dalam kawasan yang statusnya dilindungi ini meningkat tajam.[]

Sumber: mongabay.co.id

read more
Galeri

Foto: Bayi Orangutan Taman Nasional Kutai

Kalimantan adalah satu dari dua pulau di Asia yang menjadi habitat orangutan. Di pulau ini terdapat 3 subspesies orangutan, yaitu : Pongo Pygmaeus Pygmaeus yang mendiami wilayah Kalimantan Barat, Pongo Pygmaeus Wurmbii yang mendiami wilayah Kalimantan Tengah dan Pongo Pygmaeus Morio yang mendiami wilayah Kalimantan Timur.

Sumber: mongabay.co.id

read more
Flora Fauna

Puluhan Gajah Liar Digiring Kembali ke Habitatnya

Seekor gajah keng atau pimpinan gajah dan 27 ekor gajah lain akhirnya bisa digiring dari kawasan Pegunungan Pante Peusangan, Kecamatan Juli dan Blang Paya di Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen, Aceh. Penggiringan satwa liar ini memakan waktu hampir sepuluh bulan berkat kerja keras duet tim Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bireuen dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.

Penggiringan berakhir manis setelah puluhan gajah tersebut kembali ke habitat mereka. Kecemasan warga sudah cukup lama dilayangkan ke dinas terkait, tetapi terkendala waktu dan biaya mendatangkan gajah terlatih untuk mempercepat penggiringan. Warga tak henti-hentinya melaporkan setiap kejadian pengerusakan oleh gajah, tetapi tak kunjung ada respons.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bireuen Irwan SP mengatakan, ulah manusia merambah hutan habitat gajah menjadi pemicu utama mengamuknya gajah liar. Ia mengatakan, sejak zaman dulu kawasan Pegunungan Pante Peusangan Km. 35 dan Blang Paya merupakan jalur lalu lintas gajah liar. Hal itu diakui oleh warga tempatan yang turun-temurun lahir dan menetap di sana.

“Puluhan tahun warga mengaku belum pernah mendengar cerita berpaspasan dengan gajah saat hendak ke kebun, apalagi sampai jatuh korban,” kata Irwan, Sabtu (30/11/2013).

Namun, belakangan ini peristiwa demi peristiwa terjadi akibat amukan gajah sehingga menelan korban nyawa maupun harta. Kepala Desa Blang Paya M Yasin mengatakan, sudah puluhan kali penduduk di sana dikagetkan dengan ulah kawanan gajah yang menggasak kebun dan rumah warga.

Seorang warga bahkan meninggal dunia ketika secara tidak sengaja berpapasan dengan gajar liar itu pada Januari 2013. Warga bernama M Syarif (60), warga Bener Meriah, itu tewas diinjak gajah ketika ia pulang dari kebunnya di Leubok Pisang. Korban yang pulang bersama seorang temannya itu tidak bisa melarikan diri karena tepergok gajah yang sedang marah besar.

“Setelah kejadian itu, warga tidak berani lagi ke kebun hingga kebun dibiarkan terlantar dan warga kebingungan menyiasati perekonomian mereka selama ini,” kata Yasin.

Warga bertambah khawatir jika sewaktu-waktu didatangi gajah yang tersesat dari kawanannya. Hal itu sempat terjadi di sejumlah rumah warga yang bagian dapurnya diobrak-abrik hewan berbelalai tersebut.

“Kejadiannya siang hari sehingga warga cepat menghalau bersama-sama. Bagaimana kalau malam hari di mana warga tertidur pulas?” ujar Yasin.

Berbalut cemas dan resah, akhirnya warga dan perangkat di dua desa itu mengadukannya ke dinas terkait. Setelah dilakukan beberapa kali survei, akhirnya diperoleh kesepakatan tim untuk turun menghalau kawanan gajah liar tersebut.

Selama sembilan hari sejak pertengahan November kemarin, tim Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bireuen dan BKSDA Aceh yang diketuai Andi Aswinsyah menghadapi tantangan berat menggiring kawanan gajah itu ke habitatnya di Pegunungan Cot Rampagoe dan Gunong Goh. Medan berat sebelumnya dilalui tim menuju Pegunungan Blang Paya dan Pante Peusangan.

Bukan perkara mudah menemukan kawanan gajah itu. Tim harus menunggangi empat ekor gajah terlatih dari BKSDA, naik-turun gunung dengan kiri-kanan jurang, serta menyeberangi beberapa anak sungai. Sewaktu-waktu mereka bisa bertemu dengan puluhan gajah liar yang mengamuk. Ulah manusia merambah hutan lindung diyakini menjadi alasan besar menyatukan kekuatan dan kebersamaan warga setempat untuk mengakhiri amukan gajah liar itu. Yasin mengatakan, upaya mencegah amukan gajah liar harus dipikirkan bersama, bukan hanya melaporkan ke dinas terkait. “Penduduk diharapkan menaati untuk tidak melakukan perambahan hutan yang dapat mengganggu habitat gajah,” kata Yasin.

Ia mencoba memberikan solusi dengan menanam pisang monyet di kawasan hutan habitat gajah. Dengan begitu, kebutuhan makanan untuk satwa tersebut dapat terpenuhi.  []

Sumber: theglobejournal/kompas

 

read more
Ragam

Aktivis Greenpeace ‘Arktik 30’ Dibebaskan dengan Jaminan

Murmansk adalah kota besar di bagian barat laut Rusia terletak 12 kilometer dari Laut Barents di pantai utara Semenanjung Kola, tak jauh dari perbatasan dengan Norwegia dan Finlandia –  di kota inilah 28 aktivis Greenpeace dan 2 orang jurnalis lepas menghabiskan hari-hari mereka. Bukan untuk berlibur, bukan untuk bekerja, mereka mendekam selama lebih dari 60 hari di balik terali besi menjelang musim dingin yang membekukan.

Setelah melewati hari-hari panjang yang diisi dengan persidangan dan penantian, hari Kamis 28 November Colin Russel dari Tasmania Australia anggota terakhir Arktik 30 (A30) akhirnya menghirup udara kebebasan dan bergabung bersama 29 orang lainnya yang sudah lebih dulu mendapatkan pembebasan bersyarat.

71 hari yang panjang. 71 hari penuh perjuangan. 71 hari menunggu keadilan. 71 hari yang membuktikan untuk jangan pernah menyepelekan arti kekuatan pergerakan bersama.  Lebih dari dua juta orang telah menyatakan dukungan mereka dengan mengirimkan surat kepada pemerintah Rusia melalui Kedutaan Russia di seluruh dunia untuk membebaskan A30. Dari pemenang nobel perdamaian termasuk Uskup Desmond Tutu hingga artis dunia Madonna turut menyatakan simpati mereka dan mendesak Presiden Vladimir Putin agar mengupayakan pembebasan mereka.

Dalam pernyataannya kemarin, Ben Ayliffe Juru Kampanye Greenpeace Internasional untuk Arktik menyampaikan, “Babak baru dimulai hari ini. 28 aktivis dan dua jurnalis lepas akhirnya sudah dibebaskan dari penjara dan berkumpul lagi dengan keluarga dan kerabat mereka. Tapi masalah belum berakhir.”

Arctic 30 dibebaskan dengan jaminan setelah menghabiskan hampir dua bulan di tahanan, menyusul protes damai menentang pengeboran minyak Arktik. Namun, kondisi jaminan mereka belum sepenuhnya diketahui dan 30 Arktik masih menghadapi tuduhan hooliganisme, dihukum sampai 7 tahun penjara.

Kita juga belum sepenuhnya bebas ketika kita masih berhadapan dengan keserakahan dan eksploitasi yang kapan saja siap menghancurkan tempat-tempat yang harus dilindungi di planet ini, seperti kawasan Arktik. Kawasan yang rentan namun berada dalam ancaman dari pengeboran minyak, eksploitasi ikan dan perubahan iklim.

Kita belum sepenuhnya bebas ketika kita harus membesarkan anak-anak dalam rasa khawatir di tengah lingkungan yang tercemar oleh polusi air, udara serta makanan. Kita belum sepenuhnya bebas ketika udara bersih yang menjadi hak setiap individu termasuk anak cucu kita menjadi kotor karena bahan bakar fosil sementara solusi lain yang lebih aman tersedia.

Namun 71 hari kita telah membuktikan: saat kita berdiri bersama, sesuatu yang besar bisa saja terjadi. Bahwa tekad dan kebersamaan adalah dua amunisi yang bisa meruntuhkan tembok-tembok kekuasaan. Perjuangan ini belum selesai. Kita masih harus bergerak bersama, dari Arktik hingga ke hutan-hutan di Sumatera sampai akhirnya kebebasan itu benar-benar menjadi milik kita, milik anak cucu kita.

Murmansk, kota besar di bagian barat laut Rusia 12 kilometer dari Laut Barents di pantai utara Semenanjung Kola menjadi saksi bahwa bagaimana pun caranya – tekad dan visi tak bisa dirampas dan dibelenggu. Walaupun perjalanan menuju kebebasan itu sangat panjang, ketika kita terus bergerak bersama, masih ada harapan untuk mewariskan planet yang bersih dan lestari bagi anak cucu kita nanti.

Sumber: greenpeace.or.id

read more
1 12 13 14
Page 14 of 14