close
Ragam

Membangun Aceh Aman Bencana

Ilustrasi bencana alam (insert: TM. Zulfikar) | Foto: ist

Oleh: Ir. Teuku Muhammad Zulfikar, MP
Sekretaris Umum Yayasan Beudoh Gampong/ Penasehat Khusus Gubernur Aceh Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Begitu banyak bencana terjadi di berbagai wilayah di Indonesia dengan jenis bencana bervariasi, dengan magnitude serta frekuensi yang relatif berbeda-beda. Bencana alam mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit baik secara langsung maupun tidak langsung semisal korban jiwa, rusak dan hilangnya harta, rusaknya infrastruktur, lingkungan hidup rusak, dan trauma bagi korban yang berhasil selamat. Penyebab bencana alam dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh alam itu sendiri, misalnya gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, dan angin, dan bencana alam yang disebabkan aktivitas manusia misalnya pemotongan lereng, penebangan hutan, pembakaran hutan, pembuangan sampah sembarangan, pengeboran minyak bumi dan masih banyak lagi. Bencana lainnya yaitu disebabkan adanya konflik hubungan atau aktivitas manusia dengan sesama manusia seperti perselisihan antar suku/kelompok.

Penanggulangan bencana oleh pemerintah untuk mengurangi risiko dampak bencana alam telah diatur sebagaimana bunyi undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penganggulangan Bencana telah membawa perubahan paradigma dalam pengelolaan bencana di Indonesia. Paradigma yang dahulu lebih bersifat responsif atau tanggap darurat dalam menangani bencana sekarang diubah menjadi suatu kegiatan bersifat preventif, sehingga risikonya dapat diminimalisir (mitigasi).

Apabila ditinjau dari aspek perencanaan pembangunan maka upaya penanggulangan bencana masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yaitu lingkungan hidup dan pengelolaan bencana. Sedangkan penyelenggaraan penanggulangan bencana menjadi wewenang pemerintah pusat/daerah yaitu membuat perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan dalam penanggulangan bencana dan dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penanggulangan Bencana bahwa penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan.

Wujud terhadap komitmen penanggulangan bencana yang sifatnya preventif tersebut membutuhkan keseriusan pemerintah pusat maupun daerah berupa “Pengurangan Risiko Bencana” dan pemaduannya dengan program pembangunan. Pengurangan Risiko Bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk bencana, terutama dilakukan dalam situasi tidak terjadi bencana, dengan demikian program-program Pengurangan RIsiko Bencana sedapat mungkin dipadukan ke dalam rencana pembangunan di tingkat pusat dan daerah baik dalam RPJM, RKP, Renstra, Renja pusat dan daerah.

Sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, menyatakan pemerintah menyusun rencana penanggulangan bencana dimulai dari inisiatif dan komitmen Pemerintah, identifikasi risiko bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, pengaturan pelaku dan alokasi tugas dan kewenangan serta sumber daya yang tersedia serta mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana. Perencanaan yang jelas memberikan arahan kebijakan serta penanggungjawab program agar dapat dilakukan secara efektif, sinergis, tidak terjadi gap dan overlapping aktifitas.

Sementara itu pada era otonomi daerah, penanggulangan bencana oleh sebagian besar daerah belum memiliki kesadaran yang memadai untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam kebijakan perencanaan pembangunannya, kesulitan dalam pengintegrasian kebijakan karena kompleksitasnya kebijakan yang harus di sinergikan antara lain UU No 24 Tahun 2007 dengan kebijakan perencanaan pembangunan (UU No 25 Tahun 2004), kebijakan keuangan daerah (UU No 17 Tahun 2004) dan kebijakan pemerintahan daerah UU No 23 Tahun 2014).

Bencana Menghambat Laju Pembangunan
Bencana alam, apapun bentuknya memang tidak diinginkan. Sayangnya di Aceh kejadian demi kejadian bencana masih berlangsung terus menerus, sehingga dapat menyebabkan terhambatnya berbagai pembangunan yang sedang dijalankan oleh Pemerintah. Berbagai usaha tidak jarang dianggap maksimal tetapi kenyataan sering tidak terelakkan. Masih untung bagi kita yang mengagungkan Tuhan sehingga segala kehendak-Nya bisa dimengerti, meski itu berupa derita.

Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus direlakan. Bayangkan saja harta yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, dipelihara bertahun-tahun lenyap seketika. Demikian juga nyawa menjadi tiada arti lagi. Karena bencana alam banyak merenggut nyawa manusia yang tidak berdosa. Hal ini sudah dirasakan oleh rakyat Aceh baik pada saat terjadinya bencana gempa dan tsunami pada akhir tahun 2004 hingga kejadian banjir bandang yang telah terjadi berkali-kali di Aceh Tenggara, maupun di Kabupaten/Kota lainnya di Aceh beberapa waktu yang lalu.

Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Bencana alam juga dapat diartikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh gejala alam. Sebenarnya gejala alam merupakan gejala yang sangat alamiah dan biasa terjadi pada bumi. Namun, hanya ketika gejala alam tersebut melanda manusia (nyawa) dan segala produk budidayanya (kepemilikan, harta dan benda), kita baru dapat menyebutnya sebagai bencana.

Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam” juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.

Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan- tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.[]

Leave a Response