close

BBM

Energi

Peneliti: Limbah Kopi Sumber Biodiesel Menjanjikan

Peneliti Liu dan rekannya Qingshi Tu, keduanya mahasiswa tingkat doktoral di University of Cincinnati pada departemen Lingkungan serta Mingming Lu, associate professor pada departemen yang sama telah menggunakan tiga pendekatan untuk mengkonversi limbah kopi menjadi sumber energi, biodiesel dan karbon aktif. Mereka memakai tahap : ekstrasi minyak dari limbah kopi, pengeringan limbah kopi setelah minyaknya diekstrak sebagai penyaring kotoran dalam pembuatan biodiesel dan membakar limbah kopi sebagai bahan bakar sumber energi listrik, seperti halnya penggunaan biomassa.

Sekarang, peneliti dari University of Cincinnati menemukan fakta bahwa bahan-bahan yang terdapat dalam limbah bubuk kopi akan menjadi sumber energi yang lebih murah, lebih bersih untuk kendaraan bermotor dan pembangkit listrik.

Yang Liu dan timnya, mempresentasikan temua awal tersebut dalam pertemuan the American Chemical Society’s (ACS) 246th National Meeting & Exposition pekan ini di Indianapolis, Amerika Serikat.

Peneliti melaksanakan penelitian ini pada tahun 2010, mengumpulkan limbah bubuk kopi dari kedai waralaba Starbucks yang berada dekat kampus mereka. Setelah mengumpulkan limbah, mereka memisahkan minyak dari limbah bubuk kopi dan merubah senyawa triglycerides (oil) menjadi biodiesel dan produk sampingan lain yaitu glycerin.

Limbah tersebut kemudian dikeringkan dan digunakan sebagai pemurni kekeruhan biodiesel yang dihasilkan dari limbah kopi tersebut.

Hasil awal memperlihatkan bahwa minyak yang terkandung dalam limbah bubuk kopi berkisar antara 8,37-19,63 persen, dan biodiesel yang dihasilkan memenuhi standar ASTM International D6751. Efisiensi penggunaan limbah bubuk kopi sebagai pemurni kekeruhan dalam minyak biodiesel seperti methanol dan residunya glycerin, agak rendah jika dibandingkan dengan produk pemurnis komersil lainnya.

Bagaimanapun, laporan penelitian ini memperlihatkan bahan bakar alternatif yang menjanjikan, apalagi terkait dengan mahalnya produk pemurnian di pasaran. Riset selanjutnya diharapkan akan fokus pada peningkatan efisiensi pemurnian limbah bubuk kopi atau dengan kata lain menjadi karbon aktif.

Dibandingkan dengan petroleum diesel, biodiesel merupakan bahan bakar ‘bersih’ yang mengurangi emis karbonmonoksida, hidrokarbons dan bahan pencemar lain (particular matters /PM).

Peneliti mengatakan metode yang mereka gunakan untuk membuat biodiesel akan mengurangi kebutuhan lahan untuk pembuangan limbah, selain juga menjanjikan pembuatan biodiesel alami yang permintaannya semakin meningkat. Pembuatan biodiesel selama ini berasal dari tanaman yang juga merupakan sumber pangan seperti jagung dan kedelai.

Penelitian ini mendapat dukungan dana sebesar $500 dari universitas.

Sumber: proquest

read more
Energi

Pabrik Kelapa Sawit Kembangkan Listrik Biogas dari Limbah Cair

Pembangkit listrik biogas 1,2 mega watt (MW) bakal beroperasi 5.000 jam, untuk mensuplai listrik ke jaringan PLN.

Pembangkit itu milik PT Austindo Aufwind New Energy (AANE) Austindo Group, yang berlokasi di perkebunan kelapa sawit PT Sahabat Mewah dan Makmur (ANJ Agri) di Desa Jangkang Kecamatan Dendang, Belitung Timur.

Bahan bakar pembangkit listrik biogas ini menggunakan gas metan hasil pengolahan limbah cair sawit, dari pabrik kelapa sawit (PKS) di lokasi perkebunan kelapa sawit PT Sahabat Mewah dan Makmur (SMM) (ANJ Agri).

“Tahan uji coba dan sinkronisasi tegangan listrik ke PLN sudah selesai, mesin pembangkit akan beroperasi 24 jam sebesar 1,2 MW. Untuk tahap awal pengoperasian mesin 5.000 jam,” ungkap Ivan Manalu, Asisten Operastional PT AANE, saat mendampingi bangkapos.com meninjau lokasi pembangkit listrik biogas ini, yang berada di lokasi perkebunan sawit PT SMM, di Desa Jangkang, Selasa (10/12/2013).

Investasi pembangunan pembangkit listrik biogas dengan kapasitas 1,2 MW ini, menurut Ivan menghabiskan sekitar Rp 30 miliar, dengan masa pengerjaan dua tahap. Diawali dengan proses pembuatan kolam pengolahan limbah cair sawit, dengan memasang membran atau penutup kolam untuk menampung gas metan. Selanjutnya pemasangan generator pembangkit listrik.

“Satu tahun selesai pembangunan pembangkit listrik biogas ini. Mesin generator pembangkit listrik, maupun panel listrik yang kami gunakan buatan Eropa,” tutur Ivan.

Dari seluruh perkebunan kelapa sawit Indonesia, lanjut Ivan, baru perusahaan ini yang pertama kali melakukan pengolahan limbah cair kelapa sawit untuk bahan bakar pembangkit listrik bio gas, yang listriknya disalurkan ke PLN untuk kebutuhan masyarakat.

Sumber: tribunnews.com

read more
Energi

Indonesia Dapat Dana untuk Sektor Transportasi Berkelanjutan

Disela-sela Konferensi Perubahan Iklim atau Conference of the Parties (COP) ke-19 dari Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Warsawa, Polandia, Delegasi Republik Indonesia mendapatkan kabar gembira. Proposal untuk pelaksanaan sistem transportasi kota yang berkelanjutan sebagai bentuk penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia (Sustainable Urban Transport Initiative – Nationally Appropriate Mitigation Action / SUTRI NAMA) yang disampaikan oleh Kementerian Perhubungan telah disetujui untuk mendapatkan pendanaan di bawah NAMAs Facility dari Pemerintah Inggris dan Pemerintah Jerman.

NAMAs Facility adalah pendanaan yang diberikan kepada negara berkembang untuk mendukung pelaksanaan kegiatan yang diusulkan menjadi aksi mitigasi di bawah NAMAs oleh negara berkembang yang bersangkutan.

Proposal dari Indonesia yang dikenal sebagai SUTRI NAMA ini disetujui untuk didanai bersama dengan proposal NAMAs dari Chile, Kosta Rika dan Kolombia dari 43 proposal NAMAs yang diajukan.

“Indonesia bersama dengan Kolombia menjadi negara pertama yang mendapat support dari dunia internasional untuk kegiatan transportasi. Ini menjadi bukti bahwa dunia internasional menghargai usaha mitigasi Indonesia di sektor transportasi,” ujar Wendy Aritenang, Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Lingkungan.

Wendy Aritenang mewakili Delegasi Republik Indonesia memaparkan SUTRI NAMA bersama dengan program NAMAs terpilih lainnya dalam side event Uni Eropa bertajuk “Financing the Implementation of Transformational NAMAs through Europe Union NAMA Facility” pada akhir minggu kemarin.

Sektor transportasi menyumbang hingga 23 persen emisi gas rumah kaca Indonesia pada tahun 2005 berdasarkan data dalam Indonesian Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR), selain itu hingga 90 persen dari konsumsi energi nasional terjadi di transportasi darat yang didominasi oleh kendaraan pribadi. Oleh karena itu, pengembangan sistem transportasi massal menjadi pilihan aksi mitigasi nasional yang memiliki manfaat ganda yaitu mengurangi kemacetan, mengurangi konsumsi BBM yang pada glirannya akan mengurangi subsidi energi.

Kementerian Perhubungan telah membuat rancangan makro (grand design) yang memasukkan transportasi massal sebagai kerangka kerja transportasi urban nasional dalam lingkup NAMAs. Kerangka kerja transportasi tersebut juga masuk dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK).

Program SUTRI NAMA ini akan dilakukan di tiga kota percontohan yaitu Medan, Menado dan Batam, dan diharapkan nantinya bakal diterapkan di berbagai kota besar di Indonesia.

Wakil dari UK-Germany NAMAs Facility, Norbert Goriβen mengatakan bahwa pelaksanaan SUTRI NAMA relatif sederhana, namum memberikan dampak penurunan emisi GRK yang besar “Kami melihat komitmen yang kuat dari Kementerian Perhubungan untuk mengubah sistem transportasi yang akan berpengaruh terhadap kota dan kehidupan masyarakat di kota tersebut,” kata Goriβen yang merupakan perwakilan dari Kementerian Lingkungan Jerman.[rel]

read more
Energi

Subsidi BBM Enam Kali Lipat dari Subsidi Energi Terbarukan

Taifun Haiyan baru saja memporakporandakan Filipina. Korban jiwa diperkirakan mencapai puluhan ribu orang. Hampir tidak ada bangunan di lokasi bencana yang selamat. Kota-kota yang diterjang topan Haiyan bagaikan tempat pembuangan sampah raksasa. Sisa bangunan, peralatan rumah tangga hingga mobil berserakan, bagai mainan anak-anak.

Saat bencana melanda, terkadang kita lupa bertanya, apa penyebabnya. Konsensus ilmiah mengenai pemanasan global telah tercapai. IPCC juga telah menegaskan bahwa manusia adalah pemicu pemanasan global dan perubahan iklim. Krisis iklim inilah yang telah memicu cuaca ekstrem seperti yang terjadi di Filipina. Bahkan tahun lalu konsentrasi emisi gas rumah kaca telah mencetak rekor baru.

Namun upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca terkendala oleh ketergantungan (addiction) negara terhadap bahan bakar fosil, bahkan ketika mereka sudah mengetahui – melalui bukti-bukti ilmiah – bahwa pembakaran bahan bakar fosil adalah penyumbang utama emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global dan perubahan iklim.

Bukti ketergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil ini adalah besarnya fasilitas subsidi yang diberikan terhadap bahan bakar fosil. Yang mengerdilkan upaya mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim, menguras anggaran belanja pemerintah sekaligus mencabut nyawa, merusak iklim dan lingkungan sekitar. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru berjudul “Time to change the game” yang dirilis oleh Overseas Development Institute (ODI), Kamis, (7/11/2013).

Subsidi bahan bakar fosil juga gagal dinikmati oleh mereka yang paling memerlukan yaitu masyarakat miskin. Sehingga memangkas subsidi bahan bakar fosil akan menciptakan skenario yang saling menguntungkan bagi iklim dan anggaran negara. Aksi ini juga akan menekan kenaikan emisi, mengundang investasi serta mengurangi tekanan pada kebutuhan pendanaan pemerintah.

Menurut data International Energy Agency (IEA) terakhir, subsidi untuk produsen bahan bakar fosil jumlahnya mencapai $523 miliar pada 2011. Jumlah ini hanyalah satu bagian kecil dukungan pemerintah untuk aktivitas yang mengeksploitasi sumber daya alam yang nilainya mencapai $1 triliun.

Data IEA menyatakan, setiap $1 yang dikeluarkan untuk mendukung energi terbarukan, pemerintah memberikan subsidi untuk energi fosil sebesar $6. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memerkirakan, setiap negara anggotanya menghabiskan dana $55-90 miliar per tahun dalam berbagai bentuk subsidi bahan bakar fosil.

Jika pemerintah benar-benar memiliki komitmen untuk mencegah krisis iklim yang destruktif seperti di Filipina dan mencegah kenaikan suhu bumi di atas 2 derajat Celcius, tidak ada jalan lain selain membuat mereka yang mengeluarkan emisi karbon membayar lebih mahal dan menghapus subsidi bahan bakar fosil untuk dipakai bagi kepentingan yang lebih tepat sasaran.

Sumber: hijauku.com

read more
1 2
Page 2 of 2