close

biopori

Green Style

Peneliti LIPI: Biopori Kurang Efektif Cegah Banjir

Pada 20 Desember 2013 silam, Walikota Bandung Ridwan Kamil meluncurkan Gerakan Sejuta Biopori di Kota Kembang. Gerakan ini dibuat untuk mengurangi risiko banjir, menabung air tanah, mengelola sampah organik, dan menyuburkan tanah.

Meskipun memang sebuah gerakan yang baik, namun peneliti hidro-geologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Edi Prasetyo Utomo punya pendapat lain. Lubang resapan biopori tak terlalu efektif mengurangi risiko banjir.

“Biopori memang baik untuk membasahi tanah pertanian. Supaya tanaman tetap mendapat air. Namun penyerapannya (biopori) kecil, dimensi kecil,” ujar Edi di LIPI Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (23/1).

Pada saat peluncuran Gerakan Sejuta Biopori, Ridwan Kamil pun sudah menyadari hal tersebut sebagai solusi jangka panjang. Ia mengatakan akan membuat danau untuk menampung air. Biopori ia galakkan karena biaya rendah dan bisa dibuat oleh siapa saja.

Edi pun mendukung gerakan tersebut karena punya manfaat baik. Apalagi ia tinggal di Bandung, dan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya pun terdapat banyak lubang resapan biopori (LRB).

Namun untuk mengurangi risiko banjir, ada cara lain yang lebih efektif meskipun butuh biaya lebih tinggi daripada membuat LRB. Cara yang ia maksud adalah membuat kolam infiltrasi.

Kolam infiltrasi adalah kolam berukuran 21x13x3 m3, dengan tiga sumur injeksi berkedalaman 12 meter. Kapasitas tampungnya mencapai 400 m3/hari. Air hujan yang turun akan ditampung, alih-alih dibuang ke saluran drainase. Sehingga tercipta cadangan air tanah yang bisa digunakan pada musim kemarau.

“Bagaimanapun juga kolam ini lebih baik daripada biopori untuk pencegahan banjir dan menabung air. Biayanya lumayan, Rp 100 juta. Namun ada pula yang ukuran lebih kecil, Rp 3 juta. Kalau dibagi dengan 10 rumah tangga saya rasa tetap low cost. Kalau dinilai (skala 0-10), biopori nilainya 7, yang kolam 9,” ujar Edi.

“Konsep ini sangat baik diterapkan di berbagai institusi pemerintah sipil dan non sipil,” tambahnya.

Rekayasa air tanah dengan konsep ini sudah memenuhi baku mutu air bersih menurut PP No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, kelas I (air baku untuk air minum. Edi mengatakan kalau konsep ini sudah dilakukan dibeberapa tempat selain LIPI, salah satunya di wilayah Depok. Namun untuk kawasan Jakarta, baru kompleks gedung Sasana Widya Sarwono yang menggunakan kolam infiltrasi sebagai salah satu solusi mengatasi banjir.

Sumber: beritasatu.com

read more
Sains

Penerapan Biopori di Aceh Minim

Kondisi kota Banda Aceh yang hanya terletak 1 meter dari permukaan laut menyebabkan air sulit mengalir ke sungai. Genangan air di atas permukaan tanah akibat air tidak meresap dalam tanah. Salah satu solusinya adalah dengan membuat lubang biopori. Sayangnya penerapan teknologi sederhana ini belum di sosialisasikan dengan baik.

Hal ini dikatakan oleh ahli lingkungan Universitas Syiah Kuala, Purwana Satrio, S.TP kepada The Globe Journal, beberapa waktu lalu di Banda Aceh. Ia sendiri bersama mahasiswa telah melakukan berbagai penelitian tentang manfaat Biopori.

“Penelitian yang kami lakukan pada lahan gambut dan drainase perkotaan,”katanya.

Purwana menjelaskan Biopori adalah lubang resapan yang dibuat dalam tanah. “Diameternya sekitar 10-30 cm dan kedalaman 100 meter,”jelasnya. Kedalam lubang ini, tambahnya, bisa diisikan sampah organik yang berfungsi untuk menahan air. “Air yang ditahan ini jadi sumber makanan bagi makhluk sekitarnya,”tambahnya. Selain itu sampah yang berada dalam lubang Biopori pun kemudian melapuk menjadi kompos dan bisa dimanfaatkan untuk pupuk.

Biopori dapat diterapkan dimana saja baik itu di halaman rumah, kantor, sekolah maupun di taman. Jika hal ini diterapkan dikawasan perkotaan dapat mencegah terjadinya genangan. “Seperti daerah pertokoan Peunayong yang kalau hujan sedikit saja langsung banjir, kalau ada biopori air bisa masuk (dalam tanah-red),”katanya.

Cara ini juga untuk mencegah mengalirnya air hujan ke selokan yang kemudian terbuang percuma ke laut lepas begitu saja.

Berapa banyak jumlah lubang biopori sebaiknya dibuat? “Tinggal hitung saja curah hujan, laju resapan air dan luas wilayah yang tergenang,”ujarnya menjelaskan.

Hanya saja sayangnya gerakan pembuatan Biopori di Banda Aceh belum tampak. Purwana Satrio mengatakan pihaknya baru sebatas melakukan sosialisasi di kampus semata. “Kalau ada yang mau melakukan sosialisasi kami siap membantunya,”katanya.[m.nizar abdurrani]

read more