close

burung

Flora Fauna

90 Persen Unggas Laut Jadi Pemakan Plastik

Jumlah unggas laut yang mengonsumsi plastik meningkat tajam sejak tahun 1980. Saat ini, 90 persen  unggas laut diketahui telah menelan sampah plastik saat mencari makan. Demikian dilaporkan oleh para peneliti dalam Proceedings of the National Academy of Sciences sebagaimana dilansir oleh Discovery News, kemarin (31/08/2015). Kondisi tersebut meningkat jauh dari angka 10 persen yang dilaporkan pada tahun 1980. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa sedikitnya ada 940 potongan plastik di setiap kilometer persegi lautan di seluruh dunia.

“Hal ini patut menjadi perhatian bagi semua orang di muka bumi, terutama terkait dengan kebiasaan sehari-hari tiap orang,”Boris Worm dari Dalhousie University memberikan tambahan resmi kepada Discovery News, guna menyertai laporan tersebut.

Penelitian dimaksud dilakukan oleh Chris Wilcox dari lembaga CSIRO Oceans and Atmosphere Flagship and Imperial College, London disertai koleganya Erik van Sebille dan Britta Denise Hardesty. Mereka melakukan pengamatan terhadap 186 spesies unggas laut dengan mengumpulkan informasi tentang polutan plastik yang ada di habitat para unggas laut, cara mencari makan, ukuran tubuh dan lain-lain. Semua informasi tersebut dituangkan ke dalam model statistika untuk memperkirakan paparan sampah plastik terhadap kehidupan unggas di habitatnya. Model tersebut menyertakan data aktual konsumsi plastik oleh unggas laut dari tahun 1962 hingga 2012. “Pemodelan menunjukkan jika sampel aktual dilakukan saat ini, hampir pasti tercapai angka 90 persen dari seluruh populasi unggas laut memakan sampah plastik,”tulis Wilcox dalam laporannya, “Angka tersebut akan mencapai 99 persen pada tahun 2050, jika kita tak mengubah kebiasaan”.

Laporan tersebut juga menampilkan fakta bahwa lautan di sekitar Australia dan Selandia Baru, terutama di Laut Tasman, menjadi daerah yang paling berbahaya bagi unggas laut mengingat jumlah sampah plastik yang luar biasa ditambah dengan keberadaan unggas laut yang sangat banyak.

Boris Worm menambahkan bahwa unggas-unggas tersebut salah memperkirakan saat melihat sampah plastik mengambang di air laut. Mereka mengenali sampah tersebut sebagai makanan atau partikel yang dapat mereka makan. Sampah-sampah tersebut diperkirakan terbawa oleh arus sungai menuju laut.

Unggas yang tertelan plastik dapat keracunan, mengalami penyumbatan usus atau masalah kesehatan lainnya. Selain unggas, sampah plastik juga diketahui dapat menjerat leher kura-kura, mengikat moncong paus, atau menambat hewan lain. Banyak hewan yang berakhir dengan kematian akibat ‘terkena’ sampah plastik.

Worm menambahkan, “Masalah terbesar adalah saat penggunaan plastik ramah-lingkungan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi namun pengumpulan dan pengolahannya tidak berkembang secepat itu. Sehingga sampah dibuang begitu saja alih-alih disimpan dengan benar.”

Sumber: news.discovery.com

read more
Flora Fauna

Mahasiswa Temukan Spesies Burung Baru di Kampus IPB

Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) Fakultas Kehutanan IPB kembali mencatat spesies baru dari burung (aves) di kawasan Kampus IPB Dramaga. Kali ini, Kelompok Pemerhati Burung (KPB) “Perenjak” HIMAKOVA menemukan burung dari suku Cuculidae berjenis Kadalan Birah (Phaenicophaeus curvirostris), atau yang dalam bahasa Inggris disebut Chesnut-breasted Malhoka.

“Kadalan Birah, selain baru tercatat keberadaannya di Kampus IPB Dramaga, juga baru tercatat keberadaannya di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi saat anggota KPB Himakova melakukan pengamatan burung pada tanggal 7 September 2013. Saat itu, Reza Aulia Ahmadi yang menemukan spesies ini dan sempat membuat artikelnya,” kata Ketua Biro Infokom HIMAKOVA Arizka Mufida.

HIMAKOVA yang aktif melakukan monitoring burung di Kampus IPB Dramaga, telah mencatat sekitar 90 spesies burung yang ada di kampus ini. Kadalan Birah sendiri ditemukan oleh anggota KPB ketika melakukan pengamatan di sekitar Kebun Sawit Cikabayan, Kampus IPB Dramaga, usai praktikum Inventarisasi Mamalia pada Senin (25/11/2013).

“Kadalan Birah termasuk jenis burung yang sulit ditemukan di kampus IPB Dramaga. Sebenarnya pada monitoring KPB sebelumnya, sudah pernah ditemukan spesies ini, namun karena masih sekali ditemukan dan tidak ada dokumentasi sehingga buktinya masih belum kuat. Adanya dokumentasi dari Ichy, membantu proses identifikasi dan menjadi bukti otentik adanya spesies ini,” ujar Ketua KPB HIMAKOVA Muhammad Fahmi Permana.

Kadalan Birah memiliki ciri-ciri morfologi yang cukup mencolok, dengan ukuran tubuh 49cm serta warna yang dominan hijau dan merah karat pada seluruh tubuhnya. Burung ini umum dijumpai di dataran rendah dengan kebiasaan mengunjungi semak belukar, padang alang-alang dan bertengger di tajuk-tajuk pohon kecil bersama pasangannya ataupun dengan keluarga kecil.

“Pada saat ditemukan, burung tersebut sedang bertengger dan meloncat-loncat di ranting pohon Sengon dan ditemukan berpasangan. Awalnya, saya mengira burung ini adalah Burung Bubut. Namun, setelah dilakukan pengambilan foto yang dilanjutkan dengan identifikasi jenis, diketahui bahwa burung tersebut merupakan Kadalan Birah,” tutur Richsy M Fauzi (Ichy), anggota KPB HIMAKOVA yang menemukan spesies tersebut.

Kampus IPB Dramaga menjadi habitat beragam jenis burung karena kondisi kampusnya yang mendukung, salah satunya daerah Cikabayan. Kondisi Cikabayan yang mempunyai berbagai vegetasi, di antaranya tegakan karet, sengon, kelapa sawit, padang alang-alang dan vegetasi hutan alam lainnya, menjadi faktor utama keberagaman jenis burung di kampus ini.[]

Sumber: republika.co.id

read more
Tajuk Lingkungan

Kalau Rumah Anda Musnah

Apa jadinya jika tempat anda mencari nafkah, tinggal bersama keluarga dan beristirahat dari lelahnya hidup ternyata sudah tidak ada lagi akibat dirusak oleh pihak lain? Marah, kesal, kecewa bahkan mungkin saja anda mengamuk mencari siapa yang tega berbuat demikian. Hal sama juga terjadi pada hewan yang kehilangan tempat tinggal dan mencari nafkah. Tentunya mereka akan berekspresi sesuai naluri hewannya.

Sering terdengar gajah mengamuk merusak kebun penduduk, merobohkan rumah bahkan sampai melukai manusia sehingga nyawa melayang. Apa yang menjadi sebab gajah-gajah tersebut mengamuk sedemikian rupa? Padahal dalam tayangan media sering kita lihat bahwa hewan tersebut merupakan hewan yang menyenangkan, bersahabat dengan manusia bahkan bisa hidup berdampingan. Pasti ada sesuatu yang membuat gajah sedemikian marahnya.

Para ahli biologi menjelaskan bahwa mengamuknya gajah tersebut akibat lahan yang mereka tinggali telah diambil alih oleh manusia. Sebagai informasi gajah mempunyai tempat tinggal dan lintasan tetap yang mereka lalui dalam periode tertentu. Ketika mereka hendak melintasi jalur “milik” mereka tersebut ternyata sudah ada kebun dan rumah-rumah menghadang. Tak ayal mereka akan mengamuk karena merasa “hak miliknya” terganggu.

Perilaku manusia yang suka mengganggu habitat ini diperparah lagi dengan tindakan kriminal lain seperti meracun gajah dan membunuhnya. Pemerintah memang telah mengeluarkan peraturan bahwa gajah merupakan hewan langka yang harus dilindungi namun tetap saja banyak yang memburunya. Baik dengan alasan untuk membasmi “hama” gajah atau dengan alasan tersembunyi ingin mendapat gadingnya.

Pemerintah lebih sering terlambat mengantisipasi konflik antar manusia dan hewan tersebut sehingga menambah penderitaan kedua belah pihak. Seharusnya pihak yang terkait bisa mengantisipasi mengamuknya gajah mengingat gajah yang marah tersebut merupakan peristiwa yang terjadi setiap tahun. Tapi nyatanya tidak.

Masalah lingkungan harus tetap menjadi perhatian kita semua mengingat lingkunganlah yang telah “memberikan” kita kehidupan. Air, tanaman, buah-buahan, hewan dan alam telah menciptakan rantai makanan yang tidak boleh terputus. Satu saja terputus maka akan ada pihak yang musnah. Apa kita mau musnah?[]

read more
Flora Fauna

Luar Biasa, Burung Ini Terbang 6 Bulan Tanpa Henti

Beratnya tidak sampai setengah kg. Bila sayapnya merentang hanya 22 inci – setara 55 cm. Namun, ternyata burung ini sanggup terbang tanpa henti selama 6 bulan. Inilah burung Alpine swifts. Berkembang biak di Swiss, lalu bermigrasi ke Afrika Barat pada musim dingin dan akhirnya kembali lagi ke Swiss seperti dilansir situs apakabardunia.

Sebelumnya banyak ilmuwan meragukan klaim tersebut. Karena penelitian hanya berdasar pada radar pelacakan yang menunjukkan Alpine swifts sering terbang malam. Bukti itu belum cukup meyakinkan. Namun akhirnya sekelompok ilmuan terpana karena berhasil membuktikan klaim kebenaran kemampuan tersebut.

Tim Ilmuwan Liechty lalu menempelkan sensor kecil yang dibuat Universitas Bern sedemikian rupa agar tidak mengganggu pergerakan Alpine swifts. Dari hasil penilitian terbaru ini, seperti ditulis Smithsonian Magazine,  burung Alpine swifts bisa terbang lalu menyambar makanan – berupa serangga kecil – untuk terbang lagi sambil mengunyah. Cara ini bisa membuatnya tetap bugar dalam perjalanan sejauh 3000 mil menuju Swiss.

Sumber:Republika.co.id

read more