close

dampak lingkungan

Perubahan Iklim

Walhi Aceh Sebut Galian C Sumber Malapetaka Kehidupan

walhi-aceh-sebut-galian-c-sumber-malapetaka-kehidupan
Ilustrasi tambang galian C. ©2015 Merdeka.com

Kekeringan melanda sebagian wilayah Indonesia, tak terkecuali di Aceh. Kekeringan juga berakibat fatal pada petani yang terpaksa harus merogoh kocek lebih dalam untuk mengaliri air ke sawah. Mereka harus membeli bahan bakar minyak supaya pompa bisa hidup dan mengaliri air ke sawah.

Petani di Gampong Siron Blang, Kecamatan Kuta Glie, Kabupaten Aceh Besar pernah mengalami krisis air hingga sawah mengering. Padahal mereka berdekatan dengan waduk dan sebelumnya tak pernah mengalami kekeringan. Di Kabupaten Pidie juga merasakan hal yang sama. Kekeringan membuat petani gagal panen, sehingga padi yang telah ditanam hanya menjadi pakan ternak. Petani merugi.

Salah satu penyebab kekeringan bukan hanya musim kemarau panjang. Walhi menyebut proyek galian C salah satu faktor penyebab terjadinya krisis air tanah. Banyak orang mengabaikannya karena beranggapan pertambangan jenis ini tidak terlalu berpengaruh terhadap dampak ke lingkungan.

“Selama ini banyak orang beranggapan galian C enggak berpengaruh. Padahal sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah,” kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur saat ditemui di kantornya, Senin (11/9).

Dua bulan lalu publik dikagetkan mengeringnya sumber air di kawasan Mata Ie, Kabupaten Aceh Besar yang merupakan daerah sumber air. Selama ini, sumber air tersebut tidak pernah kering saat musim kemarau panjang. Akan tetapi, Juli 2017 lalu kolam sumber air di kawasan Mata Ie itu kering.

Walhi Aceh menilai, kekeringan yang melanda Banda Aceh dan Aceh Besar dua bulan terakhir tidak terlepas banyaknya sumber produksi air yang terganggu. Seperti perambahan hutan secara besar-besaran, galian C yang tak terkontrol hingga terganggu sumber produksi air tanah.

Nur menjelaskan, dampak yang paling nyata pertambangan galian C adalah rusaknya sumber air. Pasir, batu atau tanah yang dikeruk semakin mempersempit ruang gerak air untuk mengaliri dan memproduksi, sehingga terjadilah kekeringan.

“Galian C yang paling berdampak itu ketersediaan air,” ungkap Muhammad Nur.

Selain itu, galian C juga akan merusak tanaman pertanian. Resapan air semakin kecil akibat galian C. Sehingga suplai air ke sawah berkurang dan berakibat gagal panen.

Bila sumber air terganggu, dipastikan menjadi malapetaka bagi kehidupan masyarakat. Air yang menjadi kebutuhan pokok makhluk hidup terus berkurang hingga berakibat fatal.

Fakta perusahaan galian C yang beroperasi di seluruh Aceh sebanyak 131 pengusaha, baik eksploitasi, eksplorasi maupun produksi. Dari jumlah tersebut Walhi Aceh menduga 50 persen dari jumlah tersebut diduga ilegal. Belum lagi masih terdapat penambang galian C yang tidak terdata oleh pemerintah.

Dugaan ini berdasarkan data tercatat dari Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh di Aceh Besar hanya ada 1,5 hektar galian C pasir dan batu. Fakta di lapangan, galian jenis tersebut tersebar dimana-mana. Seperti di Genteng, Kecamatan Peukan Bada, Krueng Raya, Krueng Jreu dan sejumlah tempat lainnya di Aceh Besar.

Selama ini Distamben Aceh menutup rapat data lengkap perusahaan galian C di Aceh. Saat Walhi Aceh meminta data tersebut, hanya diberikan tabel daftar pengusaha, baik perseorangan maupun perusahaan.

Walhi Aceh menilai, sulitnya mendapatkan data lengkap mengenai kelengkapan administrasi perusahaan galian C di Aceh, mengindikasikan banyak perusahaan belum melengkapi data sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Ini menunjukkan bahwa ada banyak praktik galian C secara illegal di Aceh Besar,” ucapnya. [merdeka]

read more
Sains

Peneliti Harus Mengkomunikasikan Hasil Risetnya

Para peneliti yang bekerja untuk lembaga penelitian universitas mungkin menganggap bahwa karena organisasi mereka mempekerjakan Staf komunikasi profesional, tidak perlu bagi mereka untuk mengkomunikasikan hasil penelitiannya. Namun, komunikasi penelitian terlalu penting untuk hanya diserahkan staf komunikasi sendiri.

Apakah ini berarti bahwa kita harus menutup departemen komunikasi dan membiarkan peneliti berbicara ? Tentu saja tidak. Apa yang dibutuhkan adalah peneliti dan komunikator profesional bekerja sama sebagai satu tim untuk memaksimalkan dampak dari penelitian.

Berbicara dengan Otoritas
Para ilmuwan harus memiliki suara sendiri yang didengar di luar dinding institusi akademik – sehingga komunikasi menjadi bagian dari pekerjaan mereka. Dan siapa yang bisa berkomunikasi lebih baik tentang penelitian selain ilmuwan itu sendiri ? Mereka menghabiskan waktu bertahun-tahun meraih gelar PhD, selanjutnya bertahun-tahun bekerja dalam disiplin ilmu yang mereka pilih dan sering pada topik yang sangat spesifik. Ini membuat mereka benar-benar ahli dalam bidangnya, yang diterjemahkan menjadi kredibilitas di mata publik dan memungkinkan mereka untuk berbicara dengan otoritas di keahlian mereka.

Orang mungkin tidak percaya politisi lagi, tetapi secara keseluruhan publik masih mempercayai ilmuwan. Para ilmuwan dipandang sebagai berpengetahuan dan tanpa agenda tersembunyi. Hal ini masuk akal bagi para ilmuwan untuk berkontribusi mengeluarkan pendapat ahli untuk ke tengah-tengah publik.

Di sisi lain banyak lembaga penelitian mempekerjakan staf profesional untuk mengkomunikasikan temuan-temuan penelitian kepada pihak luar seperti media, masyarakat sipil, pebisnis dan pengambil keputusan. Jadi, inilah mengapa para ilmuwan perlu untuk membuat usaha komunikasi sendiri.

Kenyataannya adalah peneliti mungkin tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi karena pekerjaan sehari-hari mereka yang sibuk yang mungkin termasuk pekerjaan di lapangan atau menulis artikel untuk jurnal atau mengajar. Dan meskipun mereka mungkin memiliki sesuatu yang menarik untuk dikatakan, tanpa mengetahui bagaimana mengemas dan menyajikan pesan mereka, atau kepada siapa disampaikan, mereka mungkin gagal untuk mencapai dampak yang diharapkan.

Ini tentang kerja sama tim
Untuk komunikasi penelitian yang efektif, para ilmuwan dan komunikator harus bekerja sama. Komunikator yang dilengkapi dengan keterampilan teknis dan alat untuk berkomunikasi secara efektif tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan ahli mengenai subjek materi. Mereka tidak memiliki kredibilitas yang diperoleh para ilmuwan – jurnalis
tidak ingin mewawancarai staf humas universitas melainkan mendengar langsung dari para ilmuwan yang melakukan penelitian.

Tapi komunikator profesional memiliki peran penting juga. Mereka dapat membantu para peneliti mengidentifikasi apakah mereka memiliki cerita untuk disampaikan, menasihati mereka tentang bagaimana cara menyampaikan (dalam bentuk apa dan sebagainya) dan bagaimana melakukan yang pesan ke audiens yang dimaksudkan.

Misalnya , mereka dapat menyarankan ketika peneliti melakukan press release untuk mempromosikan hasil penelitian, ketika menulis sebuah policy brief dan kapan harus menggunakan twitter. Setiap format memiliki aturan sendiri (urgent atau kurang sensitif terhadap waktu, formal atau informal ) dan digunakan untuk menjangkau audiens yang berbeda.

Akhirnya, komunikator dapat membantu peneliti keluar dari kesulitan. Para ilmuwan mungkin tidak menyadari berpotensi menimbulkan kontroversi atau dampak politik dari penelitian mereka misalnya.

Komunikator juga dapat membantu para peneliti mengembangkan suara mereka sendiri dan terlibat langsung dengan para pemangku kepentingan. Seorang peneliti tidak akan menulis siaran pers tetapi dapat men-tweet atau menulis di blog jika dipandang penting.

Menutup Kesenjangan Komunikasi
Bulan Oktober lalu , saya melakukan perjalanan ke Morogoro , Tanzania untuk bertemu 15 peneliti dari empat negara Afrika yang bekerja pada penelitian tentang Integrasi Kesehatan Manusia dan Hewan sebagai bagian proyek penelitian Southern African Centre for Infectious Disease Surveillance.

Bersama dengan manajer komunikasi lembaga tersebut, aku melaksanakan sebuah lokakarya komunikasi bagi para peneliti. Selama dua hari penuh kami menguji isu-isu seperti pemahaman audiens dengan menggunakan bahasa Inggris, menulis di web, menggunakan media sosial dan bekerja sama dengan pembuat kebijakan.

Pada awalnya, tidak semua orang yakin. ” Mengapa saya harus disibukan dengan ini? “, Atau ” jurnal akademik tidak
ingin aku menulis dalam bahasa Inggris”, atau” Saya tidak mungkin mengurangi penelitian 40 – halaman menjadi sebuah tweet 140 – karakter “, itulah contoh beberapa reaksi.

Pada akhir lokakarya, masih ada rekan-rekan yang mungkin masih agak skeptis. Dua hari menulis tweet, tidak
mengubah mereka menjadi komunikator yang terampil . Tapi mereka mulai menghargai nilai komunikasi penelitian sedikit lebih, mereka memperoleh kepercayaan diri untuk berbicara tentang penelitian mereka dalam istilah yang sederhana dan mereka sepakat untuk bekerja lebih erat dengan staf komunikasi di lembaga mereka. Yang terakhir bagi saya adalah indikator terbaik dari workshop yang sukses.

Jadi pesan saya untuk para peneliti adalah,” jangan hanya duduk di sana dengan berpikir bahwa semuanya sudah dilakukan orang komunikasi. Bicaralah dengan staf humas anda lebih awal agar mereka tahu apa yang sedang Anda kerjakan. Dengarkan saran dan gunakan keahlian mereka. Jangan takut untuk berbicara tentang pekerjaan Anda kepada media.

Katakanlah “ya” untuk wawancara media, menulislah di blog, gunakan akun Twitter. Anda dapat melakukannya dan itu sepadan dengan usaha anda.[]

Anna Kuznicka-Marry adalah manajer komunikasi di London International Development Centre, sebuah konsorsium penelitian interdisipliner yang dibentuk dari lima Universitas di London, Inggris. Anna dapat dihubungi di anna.marry@lidc.bloomsbury.ac.uk dan di Twitter @ LIDC_UK.

Sumber: www.scidev.net

read more