close

daur ulang

Kebijakan Lingkungan

Sampah Perkotaan Negara Miskin Capai 10 Miliar Ton

Sampah perkotaan di negara-negara Asia dan negara-negara miskin di Afrika akan berlipat ganda pada 2030. Setiap tahun, kota-kota dunia memproduksi 7-10 miliar ton sampah. Sementara sebanyak 3 miliar penduduk dunia tidak memiliki tempat pembuangan sampah yang layak.

Hal ini terungkap dari laporan terbaru Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan Asosiasi Sampah Padat Internasional atau International Solid Waste Association (ISWA) yang dirilis Senin, 7 September 2014.

Laporan berjudul “Global Waste Management Outlook” ini menyebutkan, pertumbuhan populasi, urbanisasi dan terus meningkatnya konsumsi dunia menjadi penyebab utama peningkatan jumlah sampah di perkotaan.

Yang memprihatinkan, volume sampah perkotaan diperkirakan akan berlipat ganda (naik dua kali lipat) di negara-negara Asia dan negara-negara miskin di Afrika pada 2030.

Menurut Direktur Eksekutif UNEP, Achim Steiner, jika mau beraksi secara sistematis menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle), dunia akan bisa mengubah masalah sampah menjadi sumber ekonomi masyarakat. “Namun dunia akan menderita kerugian akibat sampah 5-10 kali lipat jika mereka tidak beraksi,” ujar Steiner.

Masalah sampah masih menjadi masalah sistemik di negara-negara berkembang. Pendidikan masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan masih sangat kurang sehingga mereka masih banyak yang suka membuang sampah sembarangan. Ditambah lagi sistem pengelolaan sampah yang masih serampangan masih terus berlangsung.

Harapan mengemuka. Banyak komunitas yang saat ini telah mengelola sendiri sampah mereka dengan konsep Bank Sampah, menerapkan prinsip 3R secara sederhana. Inspirasi ini harus terus digaungkan bersama dengan edukasi yang terus menerus mulai dari level pendidikan pra sekolah, baik pendidikan umum maupun agama.

Jutaan lapangan kerja ramah lingkungan (green jobs) bisa tercipta dari sektor ini. Manfaat ekonomi dari pengelolaan sampah bisa mencapai ratusan miliar dolar. Mengelola sampah dengan baik juga akan membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.

Laporan ini menyeru agar dunia menciptakan solusi yang terintegrasi atas masalah sampah perkotaan ini, termasuk perbaikan pengumpulan dan pembuangan sampah, mencegah produksi sampah dan memaksimalkan aksi penggunaan kembali (reuse) dan daur ulang (recycling). Kisah sukses pengelolaan sampah dari berbagai negara juga bisa ditemukan dalam laporan ini.

Sumber: hijauku.com

read more
Green Style

Heboh Pakaian Daur Ulang di Ajang Piala Dunia

Tiga  model mengenakan gaun ‘nyentrik’ berkeliling Savassi, tempat ‘nongkrong’ paling terkenal di Kota Belo Horizonte, Jumat (27/6/2014) petang. Pakaian mereka sedikit tembus pandang, namun jauh sekali dari kesan sensual apalagi porno. Ketiganya menebar senyuman saat berjalan di sepanjang Jalan atau Rua Pernambuco.

Gaun itu terdiri atas potongan-potongan kertas yang menempel pada kain putih tembus pandang. Hanya dua warna yang dominan pada gaun dikenakan para model, hijau dan kuning. Dua warna itu sudah dikenal sebagai warna khas Brasil.

Natalia Micale, salah seorang model memimpin dua rekannya. Natalia berjalan paling depan saat menyusuri jalanan di depan kafe. Kawasan Rua Pernambuco di Savassi diapit deretan bangunan seperti ruko. Di antaranya adalah lokasi pejalan kaki yang digunakan pula untuk tempat duduk pengunjung. Puluhan bangku kafe memenuhi jalanan. Semakin malam semakin padat yang warga yang menghabiskan waktu di tempat ini. Apalagi bulan-bulan ini musimnya Piala Dunia. Para turis Piala Dunia tak akan melewatkan suasana malam di Savassi.

Natalia dan kedua model menyempatkan duduk menikmati suasana Savassi sore itu. Saat saya jumpai, Iaskara Isadora sang perancang busana ikut menemani para model. “Kami sengaja berkeliling mengenalkan gaun daur ulang, untuk kampanye ramah lingkungan, dia ini perancangnya,” kata Natalia menunjuk Iaskara.

Iaskara menjelaskan gaun yang dikenakan para model dirancang dan dikerjakan selama dua bulan. Bahan kertas daur ulang diolah lebih dahulu menjadi bubur kertas lalu dikeringkan. Setelah itu diolah kembali menjadi kertas dengan dua warna, hijau dan kuning. Sebelum mengunjungi Savassi, beberapa hari Iaskara sudah membawa gaun itu berkeliling berbagai tempat. “Sebagian besar tempat keramaian, misalnya di pasar tradisional Mercado Central, dan beberapa mal,” imbuh Natalia yang sesekali menjadi penerjemah sang perancang busana.

Iaskara melanjutkan bahwa menjelang Brasil melawan Cile di Stadion Mineirao, Sabtu (28/6/2014) siang mereka tampil di sekitar stadion. “Kami keliling terutama terkait dengan Piala Dunia. Kami ingin sampaikan tentang ajakan untuk menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan dan memanfaatkan produk-produk daur ulang. Temanya memang tentang ekologi,” kata Iaskara.[]

Sumber: tribunnews.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Ghana Sebagai Tempat Sampah Elektronik Dunia

Asap hitam beracun membuat langit di atas Agbogbloshie terlihat kelam. Tujuan terakhir sampah elektronik yang dikirim dari seluruh dunia. Sekitar 50.000 orang, termasuk anak-anak, tinggal di pinggiran kota Accra ini – di salah satu tempat pembuangan sampah elektronik terbesar di dunia.

Berton-ton alat elektronik kuno dibakar di alam terbuka, menyebabkan kulit siapapun yang melintas terasa terbakar dan gatal. Bahkan ada rasa seperti logam dalam mulut, dan kepala berdenyut-denyut.

Kabel dan papan sirkuit dibakar demi mendapatkan emasnya orang miskin: tembaga, aluminium, timbal – bahan mentah yang berharga bagi industri.

Mengorbankan kesehatan
Badugu berusia 25 tahun. Ia tidak tahu sudah berapa lama mengumpulkan gulungan tembaga dan pelat logam dari radio-radio tua. Ia hanya tahu dirinya tak punya pilihan – ini caranya bertahan hidup.

“Saya butuh uang, itulah kenapa saya kerja seperti ini,” katanya. Ia menjelaskan, tubuhnya “bermasalah di bagian dalam” karena menghirup asap beracun.

Tak jauh dari Badugu, sekelompok anak-anak sibuk memereteli televisi-televisi tua. Mereka kemudian menjual hasil memulung kepada pedagang logam. Pemasukan mereka hanya beberapa sen Euro.

Memakai sendal plastik dan kaos compang-camping, Peter berdiri di atas pecahan kaca, kulkas tua, mesin fotokopi dan aki mobil yang menggunung. Kaki dan tangannya penuh luka akibat pecahan kaca dan potongan logam yang tajam.

“Kepala saya sakit,” ucapnya, menjelaskan pusingnya yang tak pernah hilang. Banyak anak-anak juga punya masalah pernafasan, dan batuk darah, kata Peter, yang punya masalah mata.

Sampah elektronik dari Eropa
Anak-anak yang tinggal dan bekerja di sini punya beragam penyakit – mulai dari penyakit ginjal, kerusakan hati, hingga masalah organ tubuh lainnya.

Aktivis lingkungan Ghana, Mike Anane, menilai penyakit pada anak-anak “akibat terpapar sampah elektronik dari negara-negara maju.”

Anane bertahun-tahun mengumpulkan bukti bagaimana negara-negara barat membuang sampah elektronik di Afrika. “Dari Jerman, Denmark, Cina – komputer, televisi, sampah elektronik. Ini menjadi tempat peristirahatan terakhir!” serunya. Sampah elektronik merusak lingkungan – dan membuat orang sakit, lanjutnya.

“Dulu sampah elektronik juga dibuang di Nigeria. Sampah elektronik tampaknya pergi ke negara yang ekonominya sedang booming, yang perdagangannya sedang meningkat,” ucap Anane. Sampah elektronik datang bersama perdagangan internasional Ghana. “Sangat mudah bagi organisasi kriminal untuk terlibat dalam aktivitas seperti ini, menyelundupkan kontainer melewati pelabuhan Ghana,” tudingnya.

Konvensi Basel, yang ditandatangani 170 negara, melarang ekspor sampah teknologi dari Eropa. Tetap saja, sekitar 500 kontainer berisi alat elektronik tua mendarat di Agbogbloshie setiap bulan. Mereka dinyatakan sebagai barang bekas, sehingga dianggap legal. Sejumlah eksportir bahkan percaya mereka membantu warga Afrika, ujar Anane.

“Tapi jelas tidak mungkin Ghana dapat mendaur ulang secara benar semua sampah elektronik beracun ini,” tegasnya.

Menjajakan alat elektronik tua
Di permukiman sekitar tempat pembuangan sampah, toko-toko berjamuran untuk menjual alat elektronik. Rockson menjual segalanya: onderdil AC tua, aki mobil, microwave. Yang paling laku terjual adalah televisi layar datar, ungkapnya, harganya 200 cedi – sekitar 100 Euro. Kebanyakan dagangannya datang dari Italia.

“Bisnis yang bagus – kami punya banyak konsumen,” tutur Rockson. Orang Ghana percaya pada merek-merek asli, bukan tiruan Cina yang lebih murah, tambahnya.

Ada juga barang-barang dari Jerman. “Ya kualitasnya sangat sangat bagus, konsumen saya suka,” ujarnya.

Rockson mengaku tidak semua dagangannya masih berfungsi baik. “Kami membeli grosir, dan tidak kami tes dulu,” katanya. Banyak dagangannya yang sudah berusia 10-20 tahun.

Tidak lagi ‘meniru burung unta’
Anane ingin negara-negara Eropa untuk berhenti membuang sampah elektronik di Afrika dan mengatasi masalah yang mereka perbuat.

“Negara-negara industri, Uni Eropa, tidak bisa terus-terusan membenamkan kepala di dalam tanah,” kata Anane. Mereka tahu sampah elektronik dikirim ke sini, dan mereka harus berbuat sesuatu, pikirnya.[]

Sumber: dw.de

read more
Ragam

Korsel Bangun Taman Impian dari Tempat Pembuangan Sampah

Bermula dari kegelisahan anak bangsa Korea Selatan, yang merasa bersalah, ketika lingkungannya rusak tercemar limbah industri pada tahun 1970-an karena mengejar pertumbuhan ekonomi. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Bedanya, anak bangsa Indonesia belum secara total menebus ‘dosa-dosa’ kerusakan lingkungan yang mereka buat seperti bangsa Korea.

”Bumi tempat kita tinggal adalah warisan yang amat berharga. Generasi mendatang juga akan menempati Bumi ini. Kami mendorong masa depan yang hijau dan ramah lingkungan sehingga generasi mendatang bisa menikmati lingkungan yang asri nan sehat,” kata Yoon Seung-joon, Presiden Korea Environmental and Technology Institute, pada 29 Oktober lalu, di arena Expo Lingkungan, COEX, Seoul.

Korea Selatan menjadikan persoalan lingkungan hidup sebagai tantangan sekaligus peluang bisnis. Bahkan, bisnis industri lingkungan Korea Selatan telah merambah ke berbagai belahan dunia. Ratusan orang asing sudah berkunjung dan menyaksikan langsung proyek percontohan penanganan lingkungan hidup yang dibuat Korea Selatan.

Shim Choong-goo, pejabat Kementerian Lingkungan Hidup Korea, mengatakan, Korea telah melakukan berbagai terobosan penting di bidang teknologi untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup. Kini Korea Selatan bahkan dimintai bantuan merancang masterplan (tata ruang induk) yang ramah lingkungan di 12 negara dan melakukan studi kelayakan untuk proyek lingkungan internasional di 112 negara.

Tingginya tingkat pencemaran lingkungan karena ”Negeri Ginseng” tersebut tengah gencar-gencarnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada saat itu terjadi ketidakseimbangan sehingga menghasilkan tingkat polusi yang tinggi. Kebijakan sekarang antara mencari harmoni pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan,” kata Shim Choong-goo.

Lingkungan tercemar yang dimaksud Shim Choong-goo adalah sungai-sungai dan aliran-alirannya, ekosistem, kualitas udara, air minum, perkotaan yang kotor karena sampah, dan lain-lain. Sektor-sektor inilah yang sekarang mendapat perhatian Korea Selatan.

Sebelumnya, saat negeri ini dibangun di era tahun 1960-an yang kemudian berlanjut hingga tahun 1970-an, industri tumbuh cukup pesat. Saat itu perkembangan industri berat dan kimia tidak terkendali sehingga pencemaran lingkungan tidak terhindar.

Sekarang, dampak buruk dari sampah dan limbah industri dapat diatasi. Rekayasa teknologi industri pengolah sampah, limbah, dan air lindinya telah diterapkan untuk teknologi tepat guna dan telah dipasarkan ke mancanegara.

Alat-alat teknologi lingkungan buatan Korea telah mampu menyelesaikan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan daur ulang sampah dan pemurnian air sungai dan rawa-rawa serta udara. Dengan demikian, lingkungan benar-benar kembali sehat.

Ilalang di rawa-rawa menjadi tumbuh subur, capung-capung beterbangan di atasnya, binatang melata seperti ular bisa kembali hidup di lingkungan yang sudah dinormalkan kembali. Begitu pula burung-burung mulai bisa hidup di rawa-rawa dan berkembang biak. Restorasi lingkungan hidup dengan hasil binatang-binatang yang lincah dan liar yang menjadi penghuninya dipertontonkan kepada dunia.

Saat berada di tempat pembuangan akhir (TPA) Sudakwon yang terletak di luar kota Seoul—sekitar 40 menit perjalanan dengan mobil dari Seoul—ribuan orang sudah berkunjung. Sanitary landfill atau TPA dikatakan sebagai yang terbesar di dunia.

Menurut catatan pihak pengelola TPA Sudakwon, Sudokwon Landfill Site Management Corp (SLC), sudah 500.000 orang dari dalam dan luar negeri berkunjung ke TPA Sudakwon. Lokasi ini memang pantas untuk dijadikan studi banding bagi siapa saja yang berkepentingan dalam menangani sampah dan kebersihan lingkungan. TPA ini dirancang untuk bisa lahir menjadi taman impian (dream park) yang di dalamnya terdapat lapangan golf dan perumahan mewah.

TPA seluas 20 juta meter persegi ini dibagi menjadi empat lokasi TPA dan sebagian lainnya untuk kompleks olahraga dan hiburan. Penimbunan sampah di setiap TPA dibuat delapan lapis. Pertama sampah, tanah 0,5 meter, lalu ditutup sampah lagi dan seterusnya sampai delapan lapisan.

TPA 1 sudah dipakai untuk menimbun sampah sejak tahun 1992 hingga akhirnya tahun 2000 tempat ini sudah dipenuhi sampah. Pada 2001-2003 di lokasi tersebut dibangun konstruksi dan stabilisasi taman olahraga bagi warga. Tahun 2004 sampai tahun 2006 dibangun taman bunga liar, wilayah pengamatan, dan pembelajaran alam. Pada tahun 2013 dibangun lapangan golf, wilayah pengamatan lahan basah, alun-alun, lapangan olahraga berkuda yang disiapkan untuk ASEAN Games tahun 2014, dan tempat masuk ke wilayah pengamatan ekologi.

Dalam pelaksanaan the dream park dari TPA ini telah ditetapkan sebagai milestone dengan rentang waktu 1992-2026. Sesuai dengan rentang waktu tersebut, di kawasan TPA Sudakwon akan terdapat fasilitas warga yang berkualitas baik.

Secara lengkap akan ada Kompleks Ekobudaya (di dalamnya terdapat kompleks sumber daya, pusat lingkungan, serta taman seni dan lingkungan). Akan ada taman olahraga (lapangan golf publik, taman observasi, jungle tracking, dan taman olahraga warga), taman rekreasi tanah dan udara, lapangan parkir, serta stasiun induk CNG.

Selain itu, juga ada kompleks eco-event (meliputi arboretum, taman aroma/bunga, kebun raya, dan arena pameran lingkungan), observasi alam kompleks (danau alam, lahan basah, kawasan ekologi sungai, kawasan hutan ekologi, serta ruang pembelajaran dan observasi alam), serta kompleks penelitian lingkungan.

Sampah yang dibawa masuk ke TPA tersebut setiap hari mencapai 18.000 ton per hari. Sampah itu berasal dari rumah tangga, industri, dan konstruksi dari tiga daerah yang berpenduduk sekitar 24 juta orang, yakni kota Metropolitan Seoul, Incheon, dan Gyeonggi.

Gas yang dikumpulkan dan air lindi yang tertampung diolah dengan menggunakan teknologi mutakhir sehingga menjadi sumber daya yang berharga. Dari kawasan TPA tersebut gas didistribusikan melalui jaringan pipa yang ada ke fasilitas pembangkit listrik yang memproduksi tenaga listrik senilai 42 juta dollar AS dan menghasilkan kredit karbon 394.000 ton (CO2) dari Persatuan Bangsa-Bangsa.

Nanti jika pembangunan Kota Metropolitan Energi Lingkungan selesai dibangun pada 2020, setiap tahun akan menghasilkan energi sebesar 2,8 juta Gcal. Jumlah itu akan menjadi substitusi 1,92 juta barrel minyak mentah dan mengurangi 1,17 juta ton karbon setiap tahun.

Menurut perencanaan, Kota Metropolitan Energi Lingkungan di dalamnya terdapat Kota Limbah-Energi, Kota Energi Alam, Kota Bio-Energi, dan Kompleks Ekobudaya. Kota metropolitan dan taman yang bertema lingkungan itu akan menjadi lebih indah dengan dimanfaatkannya Gyungin Waterway.

Ditangani Korsel
Korea Selatan telah membuktikan mampu menjaga kelestarian lingkungan, menangani limbah, bahkan memulihkan lingkungan yang rusak akibat polusi. Sungai Han yang membelah kota Seoul semula kotor seperti Sungai Ciliwung, Jakarta. Namun, kini airnya jernih dan menjadi pemandangan yang menarik. Untuk menjaga kebersihan, penduduk dilarang beraktivitas di sungai itu.

”Seperti kegiatan memancing juga tidak boleh. Namun, kalau melintas dengan perahu boleh,” kata Minjeong Jeon dari Dongyang Int’l Travel Service Inc. Kemungkinan, kalau proyek kerja sama pemulihan Sungai Ciliwung antara Indonesia dan Korea Selatan sudah dikerjakan, nasib Ciliwung tidak mustahil seperti Sungai Han.

Saat ini Korsel tengah bersiap melakukan restorasi Sungai Ciliwung pula, setelah nota kesepahaman bersama ditandatangani Menteri Lingkungan Hidup RI Balthasar Kambuaya dan Menteri Lingkungan Hidup Republik Korea You Young-sook, di Jakarta, 3 Desember 2012.

Kegiatan perbaikan Ciliwung yang akan diawali dari kawasan Masjid Istiqlal ini diperkirakan menelan dana Rp 96,4 miliar. Sebagian besar dana proyek merupakan hibah dari Kementerian Lingkungan Hidup Korea.

”Kalau hitung-hitungannya sudah ketemu, kami akan mulai menggarap Ciliwung. Sekarang masih dilakukan revisi-revisi anggaran. Persoalan terberat untuk Ciliwung adalah sampahnya yang luar biasa banyak dan sungainya sangat kotor. Namun, tidak apa-apa, Sungai Han dulu juga begitu,” kata Lee Joon-heon, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan KC Rivertech Co Ltd, Korea, seusai konferensi tentang teknologi lingkungan terdepan Korea di Seoul.

Sumber: Kompas

read more
Green Style

Paramadina Gelar Kampanye Stop Gunakan Plastik

Universitas Paramadina menggelar gerakan untuk mengajak masyarakat menghentikan penggunaan plastik dalam aktivitas sehari-hari.

“Gerakan bertemakan Stop Plastic Now sejak Rabu (18/2/2013) dimulai dari lingkungan kampus, kemudian baru dilaksanakan di luar kawasan kampus,” kata Fariz Czaesariyan di Jakarta, Kamis.

Gerakan ini dengan cara menukarkan kantong plastik yang dipergunakan masyarakat/ mahasiswa ketika membeli barang (makanan, minuman, dan lain-lain) dengan kantong daur ulang, jelas Fariz yang juga didampingi Jody Ridwan selaku Wakil Ketua Panitia.

Fariz mengatakan, dalam melakukan aksi tukar “kantong” tersebut sekaligus dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai bahayanya menggunakan kantong plastik.

Fariz mengatakan, gerakan ini berangkat dari keprihatinan mahasiswa terhadap kondisi lingkungan di Provinsi DKI Jakarta banyak sekali ditemukan sampah plastik yang susah untuk hancur atau musnah secara alami.

Fariz mengatakan, melalui aksi ini nantinya kantong-kantong plastik yang terkumpul akan diserahkan kepada petugas kebersihan agar dapat dimusnahkan atau didaur ulang. Jody menambahkan, kegiatan ini murni berasal dari iuran mahasiswa ditambah donasi berupa kantong daur ulang dari universitas.

Jody mengungkapkan, kegiatan ini sudah dirancang dengan matang dan dipersiapkan sejak 2 bulan lalu, mulai dari membentuk panitia sebanyak 13 orang serta melibatkan 30 mahasiswa dalam pelaksanaan kegiatan.

Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina Nurhayani Saragih mengatakan, kegiatan ini merupakan bagian dari program studi komunikasi perusahaan (corporate communication).

Menurut Nurhayani, kampanye lingkungan ini diharapkan menjadi awal kegiatan selanjutnya yang melibatkan kalangan mahasiwa tentunya dengan wilayah kerja yang lebih luas lagi.

Nurhayani berharap melalui kampanye semacam ini diharapkan dapat membuka mata hati untuk peduli dan menyayangi lingkungan sekitar karena sudah banyak terjadi pencemaran dan terancamnya ekosistem.[]

Sumber: antaranews.com

read more