close

deforestasi

Perubahan Iklim

BP REDD Sebut 11 Provinsi Siap Implementasi REDD+

Lebih dari 170 peserta dari 11 provinsi dan 29 kabupaten yang kaya dengan sumberdaya hutan dan lahan gambut, termasuk delapan orang bupati dari Sumatra Barat, Jambi dan Sulawesi Tengah, menunjukkan antusiasmenya saat berkumpul di kantor operasional Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) di Jakarta, Rabu (2/4/2014) untuk mendiskusikan dan menyepakati kegiatan REDD+ di wilayahnya masing-masing.

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi sebesar 7%. Usaha penurunan emisi ini dapat ditingkatkan hingga 41% dengan bantuan internasional. Untuk segera mewujudkan hal ini BP REDD+ mengajak pemerintah daerah untuk bersama menjalankan agenda ini.

Kepala BP REDD+ Heru Prasetyo dalam arahannya di awal pertemuan menegaskan bahwa janji dunia internasional untuk mendukung usaha REDD+ di Indonesia adalah kepercayaan mereka atas kesungguhan komitmen kita dan bukan sikap yang perlu dianggap merendahkan.

“Prinsip yang penting sekali untuk dipahami adalah bahwa kita harus menurunkan emisi. Lebih dari itu juga kita berkontribusi kepada dunia, dan untuk itu bila berhasil kita akan diberi penghargaan,” tegas Heru.

Selanjutnya Heru Prasetyo mengingatkan kembali bahwa BP REDD+ tidak hanya menggaris bawahi masalah emisi, lebih dari karbon dan tidak hanya hutan. “REDD+, reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, ada plus besar di belakangnya. Bagian yang tak terpisahkan dari tugas BP REDD+. Hutan kita sangat kaya dengan hal-hal yang tidak melulu karbon. Hutan seringkali kita cederai karena kita sering tidak memperhatikan ada kekayaan lain yang bukan sekadar kayu, bahan tambang, atau bahkan karbon,” jelasnya.

Sejak awal tahun, BP REDD+ telah mengunjungi beberapa provinsi dan sejauh ini, empat pemerintah provinsi dan 20 pemerintah kabupaten/kota telah menandatangani nota kesepakatan bersama (MoU) untuk pelaksanaan serangkaian kegiatan REDD+.

Pertemuan dua hari di kantor operasional BP REDD+ di Jakarta kali ini adalah pertama kalinya semua mitra REDD+ dari kesebelas provinsi ini berkumpul untuk mendengarkan penjelasan langsung mengenai kegiatan BP REDD+. Diharapkan setelah pertemuan dua hari ini semakin banyak pemerintahan daerah yang bergabung untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan ini.

Rangkaian kegiatan yang merupakan 10 aksi imperatif BP REDD+ di 2014 ini meliputi (i) pemantauan penundaan izin baru (moratorium), (ii) penataan perizinan, (iii) fasilitasi penegakan hukum, (iv) dukungan pemetaan hutan adat dan penguatan kapasitas masyarakat adat, (v) dukungan penanganan kebakaran hutan dan lahan gambut, (vi) program desa hijau, (vii) program sekolah hijau, (viii) fasilitasi resolusi konflik, (ix) fasilitasi penyelesaian RTRW, dan (x) program strategis untuk mengawal dan mengembangkan taman nasional dan hutan lindung.

Kegiatan-kegiatan ini direncanakan dan dilaksanakan secara transparan dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Semua usulan program akan dimasukkan ke dalam sistem registry BP REDD+ yang akan segera dapat diakses oleh publik secara on-line. Agenda REDD+ termasuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati, peningkatan kesejahteraan masyarakat adat dan pengayaan cadangan karbon.

Kesebelas provinsi mitra BP REDD+ adalah Aceh, Riau, Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Papua dan Papua Barat.[rel]

read more
Hutan

Setiap Tahun 1,1 Juta Hektar Hutan Indonesia Lenyap

Setiap tahunnya sekira 1,1 juta hektar hutan dibabat untuk pembukaan lahan baru sehingga Indonesia saat ini tengah dalam darurat lingkungan. Darurat lingkungan ditandai terjadinya bencana alam yang tidak bisa dilepaskan akibat tata ruang  yang rusak.

Ketua Pelaksana Pokja Audit  Lingkugan sedunia Working Group on Auditing Environment (WGEA) Ali Maskur Musa mengungkapkan, ada tiga masalah lingkungan  yang dihadapi Indonesia saat ini.

Pertama deforestasi atau pembabatan hutan yang kian meluas  di mana setiap tahunnya mencapai 1,1 juta hektar. “Setiap tahunnya  alih fungsi lahan produktif sangat massif dan tidak terkendali,“ kata Aly yang maju capres konvensi Partai Demokrat ditemui di Denpasar Selasa (18/2/2014).

Dari catatannya, setiap tahun tak kurang 120 ribu hektar lahan produktif beralih fungsi. Lahan yang semula untuk pertanian diubah menjadi tempat pemukiman maupun tempat akomodasi pendukung  pariwisata seperti di Pulau Bali.

Di Bali keberadaan subak atau sistem irigasi tradisonal semakin tergerus oleh alih fungsi lahan. Demikian juga Hutan mangrove mulai Sumatra hingga Sulawesi  yang berperan penting dalam menjaga lingkungan dari ancaman abrasi keberadaanya makin terancam.

Hutan mangrove tergerus tingga 13 persen total hutan mangrove yang ada untuk berbagai  kepentingan reklamasi hingga kepentingan pariwista.

Kata dia, Indonesia yang tengah menghadapai darurat lingkungan itu tentunya  sangat membahayakan. Karenanya, atas beberapa fakta tersebut Ali merekomendasikan tiga hal.

Pertama  hentikan pemberian izin konsesi hutan untuk kepentingan  produktif. Yang kedua, dilakukannya moratorium izin pemanfaatan hutan untuk industri. Dalam banyak laporan dan fakta di lapangan lahan baru untuk  industri seperti perkebunan  turut menambah kerusakan lingkungan. “Kerusakan lingkungan di hulu disebabkan ekosistem yang rusak,“ kata anggota Badan Pemeriksa Keuangan BPK RI itu.

Industri tambang dan perkebunan yang membuka lahan baru harus dihentikan perizinan atau perpanjanggn konsesi hutannya. “Yang ketiga bagaimana dilakukan percepatan kebijakan clear and clean di  bidang kehutanan,“ tuturnya.[]

Sumber: okezone

read more
Hutan

Hah, Produsen Mi Instan Penyebab Gundulnya Hutan ?

Sejumlah produsen mi instan di Indonesia dituding menjadi otak di balik perusakan lingkungan Hutan Sirampog di Brebes Selatan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Modus perusakan ini dilakukan dengan cara memprovokasi warga untuk membabat hutan pinus. Kemudian membuka lahan dengan menanami aneka sayuran sebagai bahan baku produsen mi.

“Perusakan diawali ketika produsen mi instan merayu dan menjanjikan akan membeli hasil tanaman kentang dan kubis warga setempat. Dugaan kami, sejumlah elite militer juga melindungi praktik perusakan hutan ini,” kata pegiat lingkungan di Brebes Selatan M Jamil kepada media Senin (27/1/2014).

Jamil menjelaskan, praktik perusakan ini banyak terjadi di sejumlah desa di kaki Gunung Slamet, tepatnya di Desa Wanareja Kecamatan Sirampog, Brebes, Jawa Tengah. Akibatnya, warga kemudian beramai-ramai membabat tegalan, kebun, dan hutan milik Perhutani untuk menanam kentang dan kubis.

“Bila praktik seperti ini terus dibiarkan bencana krisis air bersih dan air irigasi untuk lahan pertanian di wilayah Brebes akan segera terjadi. Selain itu bisa terjadi bencana longsor dan banjir jika musim penghujan seperti terjadi di Wonosobo,” ujarnya.

Jamil menuturkan, Hutan Sirampog merupakan hulu bagi 230 sumber mata air dan sungai besar di wilayah Brebes, khususnya Bumiayu. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Brebes diminta bertindak menghentikan praktik perusakan lingkungan ini.

Fathul Rozak, warga Sirampog sekaligus pegiat lingkungan setempat mengaku kesulitan dalam membendung perusakan lingkungan di sekitar hutan Sirampog tersebut. Sebab, pembukaan lahan di hutan Sirampog bagi tanaman kentang dan kubis sudah dianggap warga lebih menguntungkan.

Sementara itu, Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Kabupaten Brebes, Suprapto akan segera berkoordinasi dengan pihak dinas lingkungan hidup, PDAM, dan Perhutani untuk membahas persoalan ini. Ia tidak ingin ada kerusakan hutan.

“Sirampog merupakan daerah hulu bagi sejumlah sungai besar di Brebes, khususnya Brebes Selatan. Daerah ini juga masih menjadi pemasok utama bahan baku air bersih bagi masyarakat setempat. Bila terjadi kerusakan di dalamnya, beberapa tahun kedepan dipastikan krisis air akan terjadi di Brebes. Akan kita koordinasikan dengan Badan Lingkungan Hidip, Perhutani, dan PDAM juga,” ujarnya.[]
Sumber: merdeka.com

read more
Hutan

Laju Deforestasi Hutan Indonesia Nomor Satu di Dunia

Penelitian yang dipimpin oleh Matt Hansen dari University of Maryland, menemukan bahwa Indonesia kehilangan 15,8 juta hektar antara tahun 2000 dan 2012, peringkat kelima di belakang Rusia, Brasil, Amerika Serikat, dan Kanada dalam hal hilangnya hutan. Adapun sekitar 7 juta hektar hutan ditanam selama periode tersebut. Hilangnya hutan di Indonesia meningkat tajam selama 12 tahun terakhir, demikian laporan studi yang diterbitkan dalam Jurnal Science ini.

Namun dari lima negara hutan di atas, berdasarkan persentase, maka Indonesia berada di peringkat pertama dari laju kehilangan hutan yaitu 8,4 persen. Sebagai perbandingan, Brasil hanya kehilangan separuh dari proporsi tersebut.

Dari 98 persen kehilangan hutan di Indonesia, deforestasi terjadi di wilayah hutan berkerapatan tinggi yang ada di Sumatera dan Kalimantan, lokasi dimana konversi akibat hutan tanaman industri dan perkebunan sawit berkembang amat marak selama 20 tahun terakhir. Propinsi Riau adalah yang tertinggi, seperti yang dirilis oleh para peneliti dalam animasi sebagai berikut:

Perkiraan deforestasi di Indonesia: Hansen vsPemerintah RI | Gambar: mongabay.co.id

Deforestasi juga meningkat di Indonesia.  Pada tahun 2011/2012 tingkat kehilangan hutan mencapai level tertinggi sejak akhir tahun 1990-an meskipun pemerintah telah mengeluarkan larangan jeda tebang (moratorium) untuk kawasan 65 juta hektar kawasan hutan primer, lahan gambut, dan hutan lindung. Data menunjukkan moratorium kehutanan, yang dilaksanakan sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, mungkin gagal seperti tujuan semula yang diharapkan.

Hasil penelitian yang dirilis ini sangat bertolak belakang dengan angka yang dirilis pada awal tahun ini oleh Kementerian Kehutanan Indonesia, yang mengklaim bahwa deforestasi tahunan telah jauh menurun sejak 2005/2006. Angka tersebut dapat terjadi karena perbedaan perhitungan metodologis.

Kementerian Kehutanan mengabaikan estimasi deforestasi di lahan di luar wilayah kawasan hutan dan tidak memasukkan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman industri, yang tetap dianggap oleh Kementerian Kehutanan dalam klasifikasi wilayah “hutan.”

Data baru, yang didasarkan pada hasil render 650.000 gambar citra NASA Landsat oleh Google Earth Engine, melalui model komputasi awan, diterbitkan sebagai database komprehensif peta hutan global interaktif. Data ini tersedia sebagai konten gratis di http://earthenginepartners.appspot.com/science-2013-global-forest

Hansen, yang telah menerbitkan sejumlah makalah tentang deforestasi, mengatakan ia berharap peta dapat membantu negara-negara untuk mengembangkan kebijakan yang lebih baik untuk mengurangi hilangnya hutan.

“Ini adalah upaya pertama untuk menyediakan peta perubahan hutan yang konsisten baik secara global maupun untuk tingkat lokal,” demikian Hansen dalam sebuah pernyataannya.  “Brasil menggunakan data Landsat untuk mendokumentasikan laju deforestasinya, juga menggunakan informasi ini dalam perumusan kebijakan dan implementasinya. Mereka juga berbagi data ini, sehingga memungkinkan pihak lain untuk menilai dan mengkonfirmasi keberhasilan mereka. ”

“Sebelumnya data-data tersebut belum tersedia untuk umum untuk bagian lain dunia. Sekarang dengan pemetaan global ini kami dapat memberikan informasi tentang perubahan hutan dimana setiap negara dapat memiliki akses ke informasi ini, baik untuk negara mereka sendiri maupun untuk seluruh dunia.”

read more