close

green building

Green Style

Kalteng Propinsi Pertama Terapkan Ekonomi Hijau Indonesia

Pada hari Selasa Kalimantan Tengah menjadi provinsi pertama di Indonesia yang telah secara resmi menginisiasi Model Ekonomi Hijau Indonesia (Indonesian Green Economy Model/I-GEM) sebuah perangkat utama yang dapat mendukung target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia yang ambisius.

Pemerintah Indonesia baru-baru ini tetap mempertahankan target pengurangan emisi gas rumah kaca yang ambisius sebesar 26% pada tahun 2020. UNDP telah mendukung pengembangan Model Ekonomi Hijau untuk Kalimantan Tengah (KT-GEM). Menggunakan sistem pendekatan yang dinamis, model ini memungkinkan para pembuat kebijakan untuk menilai dampak dari keputusan pembangunan dari perspektif keberlanjutan sosial-ekonomi dan lingkungan.

I-GEM memiliki tiga indikator baru untuk merencanakan dan melacak transformasi ke ekonomi hijau. Indikator tersebut adalah PDRB Hijau (Green GDP), PDRB Masyarakat Miskin dan Pekerjaan Hijau  (Green Jobs). Green GDP adalah ukuran alternatif pertumbuhan PDB yang mempertimbangkan biaya yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan. Pekerjaan Hijau yang layak – sebuah indikator yang dikembangkan oleh ILO – mengukur jumlah Pekerjaan Hijau yang diciptakan dalam transisi menuju ekonomi hijau. PDRB Masyarakat Miskin mengukur proporsi pendapatan rumah tangga miskin yang berasal dari jasa ekosistem dengan mempertimbangkan ketergantungan mereka yang relatif lebih tinggi pada layanan ini dibandingkan dengan rumah tangga yang lebih kaya.

I-GEM merupakan hasil kerjasama antara Program Pengembangan Kapasitas Rendah Emisi (Low Emission Capacity Building Programme/LECB) UNDP dengan UKP4 dan BAPPENAS.

Gubernur Kalimantan Tengah, Teras Narang mengatakan bahwa “KT-GEM dapat membantu mempertajam analisis dalam proses perencanaan pembangunan, serta meningkatkan keyakinan perencana untuk menetapkan program dan kegiatan yang paling besar memberikan dampak pada peningkatan PDRB sektoral maupun provinsi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin “.

” Melalui permodelan, maka rencana program dan kegiatan akan lebih fokus, terarah dan efisien dalam mencapai PDRB yang tinggi namun tetap dalam koridor kelestarian alam,” tambah Teras.

Sebuah studi baru-baru ini oleh UNDP juga menemukan bahwa pendapatan sekitar 76% dari provinsi miskin di pedesaan dihasilkan dari jasa ekosistem yang disediakan hutan. Dijuluki sebagai “paru-paru dunia”, Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi yang paling berhutan di Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya di dunia.

Direktur UNDP Indonesia Beate Trankmann mengatakan penting bagi provinsi seperti Kalimantan Tengah untuk mengakui pentingnya perlindungan hutan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat  yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.

“Kerusakan ekosistem yang diakibatkan deforestasi akan berdampak paling signifikan terhadap  masyarakat miskin karena mereka harus bergantung pada ekosistem untuk mata pencaharian mereka. Kami berharap bahwa model ekonomi hijau ini akan mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi yang melindungi kepentingan masyarakat miskin dan melestarikan sumber daya alam, “kata Trankmann.

“UNDP siap untuk terus mendukung transisi Indonesia menuju model pembangunan yang lebih hijau baik di tingkat pusat dan daerah”, tambahnya.[rel]

read more
Green Style

Pakar: Indonesia Belum Punya Gedung Ramah Lingkungan

Pesat dan agresifnya pembangunan properti di Indonesia, terutama kota-kota besar, membuat kesadaran tentang konstruksi berkelanjutan (sustainable construction) lebih dibutuhkan.

Pasalnya, dalam sebuah proses dan pengelolaan konstruksi, ada penggerusan sumber daya alam dalam jumlah besar, terutama bahan baku air, dan energi listrik. Hal ini terus berlangsung seiring bertambahnya jumlah proyek baru di semua lini, baik perkantoran, apartemen, hotel, kawasan industri, maupun infrastruktur.

Berdasarkan Outlook for Construction Output by Country in Emerging Markets yang dilansir Global Construction Perspective and Oxford Economics, Indonesia, bersama China dan India mengalami pertumbuhan sektor konstruksi lebih dari 6 persen selama satu dekade, 2010 hingga 2020. Bayangkan, betapa potensi penggerusan sumber daya alam bakal lebih banyak lagi.

Sayangnya, menurut Guru Besar Teknik Arsitektur Universitas Indonesia, Gunawan Tjahjono, pelaku industri konstruksi di Indonesia, termasuk penyedia jasa konstruksi dan pengembang, seringkali abai terhadap kaidah-kaidah dan prinsip konstruksi berkelanjutan.

“Saya tidak melihat proses dan pengelolaan konstruksi di Indonesia dilakukan dengan benar mengacu pada sustainable construction. Semua masih dilakukan dengan serampangan dan seenaknya,” ujar Gunawan usai keterangan pers Perkembangan Kompetisi Holcim Award Putaran ke-4 di Jakarta, Sabtu (1/3/2014).

Lebih lanjut Gunawan memaparkan, ketidakpedulian terhadap pelestarian lingkungan tercermin dari ketiadaan jumlah gedung hijau. Biaya investasi pembangunan yang tinggi sering menjadi kendalanya. Padahal dengan penambahan biaya investasi sebesar 5 persen, penggunaan energi yang dihemat bisa mencapai hingga 50 persen.  Selain itu masih banyak bangunan yang tidak memperhatikan area resapan air, hal ini menyebabkan potensi banjir saat musim hujan tiba.

“Pembangunan hijau atau gedung hijau tidak sekadar bisa memproduksi oksigen. Juga bagaimana proses dan pengelolaan konstruksinya dapat mengubah sikap penghuni dan masyarakat di sekitarnya secara sosial dan gaya hidup untuk memperhatikan lingkungan berkelanjutan. Jadi, saya berkesimpulan, belum ada gedung hijau di Indonesia,” tegas Gunawan.

Padahal, tambah Gunawan, industri konstruksi berperan besar dalam mendukung perkembangan lingkungan dan masyarakat. Tidak hanya berpotensi sebagai tempat beraktivitas, bangunan yang baik akan mampu meningkatkan kualitas hidup penggunanya.

Konstruksi berkelanjutan, seharusnya memperhatikan aspek 5 P yakni Progress, People, Planet, Prosperity, dan Proficiency. Aspek 5 P tersebut menuntut rencana pembangunan yang inovatif dan berkelanjutan, mengakomodasi kebutuhan serta memberdayakan sekitarnya, memperhatikan kelestarian sumber daya alam, mampu memberikan kontribusi bagi kesejahteraan, serta tetap memperhatikan estetika tata ruang publik.

Sumber: kompas.com

read more