close

gunung berapi

Perubahan Iklim

Erupsi Vulkanik Bantu Lambatkan Pemanasan Global

Meskipun letusan gunung api memuntahkan abu vulkanik berton-ton, tapi itu ternyata bisa berdampak untuk menjebak panas karbondioksida naik ke udara. Erupsi dari letusan gunung api telah membantu perlambat pemanasan global selama dua dekade terakhir ini. Oleh karena itu, penelitian terbaru dilakukan pengaturan model iklim dengan memanfaatkan letusan gunung api.

Gunung api dapat menghasilkan gas sulfur dioksida. Gas tersebut kemudian berubah menjadi partikel kecil asam sulfat di atmosfer. Partikel asam tersebut bertindak seperti cermin-cermin kecil yang dapat memantulkan sinar matahari ke angkasa. Sebagai contoh, setelah letusan gunung api yang sangat besar pada 15 Juni 1991, suhu permukaan bumi berubah lebih rendah dari sebelumnya.

Sebuah hasil studi yang baru diterbitkan di Nature Geoscience juga membuktikan bahwa parikel-partikel yang dikeluarkan oleh gunung api di awal abad 21 memberikan efek seperti cermin yang telah membantu mengurangi perubahan iklim.

Dengan adanya partikel itu di atmosfer, telah membantu mengurangi pemanasan global sekitas 15 persen.

Sumber: NGI/intisari-online.com

read more
Ragam

Gunung Kelud dan Fenomena Cincin Api

Gunung Kelud adalah satu dari 130 gunung berapi yang masih aktif di Indonesia. Banyaknya jumlah tersebut antara lain dikarenakan jalur cincin api pasifik yang melewati wilayah Indonesia.

Letusan Gunung Kelud yang terakhir terjadi tahun 1990. Saat itu asap dan lava menewaskan lebih dari 30 orang dan ratusan lainnya mengalami luka-luka. Tahun 1919, letusan hebat yang masih terdengar dari kejauhan ratusan kilometer menewaskan 5160 orang.

Di tahun 2014, gunung berapi setinggi 1731 meter ini sudah bergolak sejak beberapa minggu lalu. Kamis (13/02/14), Gunung Kelud akhirnya meletus. Ketinggian semburan abu mencapai hingga 30 km ke udara, yang mengakibatkan jalanan tertutupi abu tebal, 2 hingga 3 cm.

Cincin api
Kelud adalah satu dari 130 gunung berapi yang masih aktif di Indonesia. Secara keseluruhan ada sekitar 400 gunung api di Indonesia. Penyebab banyaknya jumlah gunung berapi antara lain karena Indonesia dilintasi oleh jalur cincin api pasifik.

Kepulauan Indonesia terletak di antara kawasan dengan gelombang seismik paling aktif di dunia, cincin api pasifik, dan sabuk alpide. Cincin api pasifik adalah sabuk gempa bumi terbesar di dunia, karena melewati jalur dari Chile hingga Jepang dan Asia Tenggara.

Di jalur cincin api pasifik ada 40 persen gunung berapi yang masih aktif. Jalur ini berbentuk seperti tapal kuda mengelilingi cekungan samudera pasifik dengan panjang kurang lebih 40.000 km.

Pertemuan lempeng tektonik
Selain berada di jalur cincin api, Indonesia juga dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik. Yakni, lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Jika salah satu lempengan bergerak, maka akan menyebabkan gempa bumi, letusan gunung berapi dan bahkan tsunami.

Menurut penelitian badan survey geologi Amerika Serikat (USGS) sejak tahun 1900 di sepanjang jalur cincin api setiap tahunnya rata-rata terjadi 20 gempa bumi dengan kekuatan lebih dari 7,0 skala Richter.

Gempa bumi besar dengan dampak yang paling parah terjadi 26 Desember 2004 dengan kekuatan 9,3 skala Richter, atau lebih dikenal dengan sebutan bencana Tsunami. Gelombang banjir yang terjadi setelahnya menewaskan lebih dari 220.000 orang. 160.000 di antaranya adalah penduduk provinsi Aceh.

Sumber: dw.de

read more
Ragam

Kelud, Gunung yang ‘Pelit’ Gempa

Kelud merupakan gunung api teraktif setelah Gunung Merapi. Sejarah letusannya bisa dikatakan cukup panjang terkait apakah gunung itu aktif atau tidak. Tahun 1000 terjadi erupsi terpusat lalu diikuti 24 letusan setelahnya. Begitulah referensi Data Dasar Gunung Api Indonesia. Letusan tahun 1000 sendiri baru bisa diperinci hampir satu abad setelahnya meskipun tetap tidak bisa dilihat ada korban atau tidak. Berturut-turut kemudian tahun 1919, 1920, 1951, 1966, 1984, 1990, dan terakhir 2007.

Dari catatan yang diperoleh, letusan yang menghadirkan bencana terbesar adalah letusan tahun 1919. Dentuman amat keras yang terjadi pada 19-20 Mei 1919 itu bahkan terdengar hingga Kalimantan.

Kirbani Sri Brotopuspito, deson geofisika UGM yang melakukan pengamatan data kegempaan Kelud antara 1973-1990 dan 1990-200 dengan model penghitungan “b-velue”. Kirbani menjelaskan, letusan eksplosif tahun 1990 besaran angka “b-velue” adalah di bawah 1, sementara letusan efusif tahun 2007 angka “b-belue” adalah lebih besar dari 1.

Dalam ilmi seismologi itu artinya, jika “b-velua” kurang dari 1 bakal terjadi peristiwa besar, jika lebih maka tidak akan terjadi peristiwa besar. Dane memang benar, analisis Kirbani tepat; letusan ekplosif tahun 1990 memiliki dampak lebih besar dibanding letusan 2007 yang lebih kecil.

Jenis yang sulit ditebak
Seperti yang dilansir Kompas, Kirbani menyebut Kelud adalah jenis gunung yang “pelit gempa”, tak seperti Merapi, Kelud bisa berperilaku seolah-olah tak terjadi apa-apa. Kelud juga terkenal sebagai gunung yang tidak terlalu banyak memberi tanda-tanda seperti tremor, vulkanik dangkal, dan gempa-gempa lainnya.

Seperti saat ini, tidak ada tanda-tanda signifikan tiba-tiba status Kelud sudah dinaikkan menjadi waspada. Proses mitigasi bisa saja dilakukan asal ada ketaatan masyarakat pada status bencana, juga pendekatan berbagai ilmu agar kesimpulan yang dihasilkan bisa diandalkan.[]

Sumber: NGI/Intisari-online.com

read more
Ragam

BNPB Perkirakan Sinabung Meletus Hingga Maret

Sampai saat ini aktivitas Gunung Sinabung, Sumatera Utara, berstatus Awas. Gunung tersebut masih mengeluarkan material erupsi, meskipun terus berkurang.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, sampai saat ini BNPB masih belum dapat memastikan kapan aktivitas Gunung Sinabung akan berhenti.

“Belum bisa dipastikan sampai kapan, tapi kalau melihat dari tren gunungnya diperkirakan akhir Februari atau awal Maret, pastinya tanggal berapa belum bisa kami pastikan,” ujar Sutopo di Kantor BNBP, Jalan Ir H Djuanda, Jakarta Pusat, Minggu (2/2/2014).

Sutopo mengatakan, Gunung Sinabung sudah 1.200 tahun tidak erupsi dan baru kembali erupsi pada Agustus 2010. Erupsi kembali terjadi pada Juni dan September 2013 hingga sekarang. Adapun tipikal Gunung Sinabung mirip dengan Gunung Merapi di Yogyakarta. Namun, berdasarkan analisis, letusan Sinabung tidak akan sedahsyat Gunung Merapi.

Sutopo menambahkan, meski berstatus Awas, bencana Gunung Sinabung tidak termasuk  bencana nasional. Hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah masih ada dan sanggup menanganinya. Meski demikian, BNPB juga terus melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah.

“Sejak tahun 2004 bencana nasional baru sekali, yakni tsunami Aceh,” kata Sutopo. []

Sumber: TGJ/kompas.com

read more
Ragam

Pulau Baru di Jepang Terus Meluas

Pulau vulkanik kecil ini berada di sekitar 970 kilometer selatan Tokyo, dekat lepas pantai sebuah pulau kecil tak berpenghuni yang disebut Nishino Shima. Terletak di perairan Jepang, pulau yang baru timbul ini adalah salah satu dari sekitar 30 Kepulauan Bonin, atau rantai Ogasawara.

Niijima pertama kali terlihat pada 20 November lalu. Pada hari berikutnya, penjaga pantai Jepang merilis video pembentukan pulau itu yang menunjukkan asap mengepul, uap, debu, dan batuan meledak dari kawah yang meletus di laut.

Pada saat itu, para ilmuwan Jepang tidak yakin berapa lama pulau itu akan berlangsung, karena laut sering menelan kembali pulau vulkanik dalam waktu singkat.

Menurut Badan Meteorologi Jepang, Niijima telah berkembang menjadi 56.000 meter persegi (13,8 hektare), sekitar tiga kali ukuran awalnya. Tingginya meningkat sekitar 65 sampai 82 kaki (20-25 meter) di atas permukaan laut.

Ilmuwan Jepang memprediksi, pulau tersebut telah tumbuh cukup besar untuk bertahan hidup selama setidaknya beberapa tahun jika tidak permanen.

Dalam citra satelit NASA yang diambil 8 December lalu, Niijima bisa terlihat jelas di samping pulau yang lebih besar, Nishino Shima. Air di sekitar Niijima itu tampak berubah warna oleh mineral vulkanik, gas, dan sedimen dasar laut yang diaduk oleh aktivitas geologi.

Kini, aktivitas gunung berapi telah lama mengubah tampak planet ini, terutama di sepanjang Ring of Fire, sebuah pinggiran pantai yang mengelilingi sebagian besar Samudera Pasifik termasuk Jepang.

Sumber: NGI

read more