close

hayati

Ragam

KEHATI Award Pendorong Pelestarian Keanekaragaman Hayati

Di salah satu sudut rumahnya di Tangerang Selatan, Sancaya Rini berkutat dengan kesukaannya, membatik. Hobi yang dia seriusi pada tahun 2005 ini dimulai dengan belajar membatik di Museum Batik Indonesia. Ilmu yang dia dapatkan itu kemudian ditularkan pada anak-anak muda di sekeliling rumahnya. Bukan usaha yang mudah untuk menarik minat anak muda belajar membatik.

Meskipun hanya berhasil membimbing segelintir anak-anak muda di lingkungannya, Sancaya Rini tetap serius menggeluti kegiatan membatiknya. Dia bahkan semakin serius menggunakan pewarna alam sebagai sumber warna utama dari batik-batik yang dibuat oleh Creative Kanawida, workshop membatik yang dikelolanya.

Batik yang ramah lingkungan ini kemudian menjadi semakin mendapatkan perhatian setelah wanita berkerudung ini mendapatkan KEHATI Award di tahun 2009 pada kategori Citra Lestari KEHATI. Menurutnya, dari hanya sebuah workshop kecil di sudut kota Tangerang Selatan, penghargaan dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) itu membuat semakin banyak orang mengetahui apa yang dia lakukan dengan pewarna alam dan batiknya.

Penghargaan yang diberikan atas usahanya memanfaatkan keanekaragaman hayati dan memberdayakan masyarakat itu justru memperluas jaringannya. Dari jaringan itu dia berhasil mendapatkan informasi-informasi baru tentang jenis-jenis pewarna alam yang lain. Selain itu, tawaran pameran dan berbagi ilmu semakin banyak datang, sehingga dia merasa, apa yang dia lakukan mampu memberikan dampak yang lebih besar setelah orang-orang mengenalnya dari penghargaan KEHATI Award.

Hal yang sama juga terjadi dengan Maria Loretha di Adonara, Nusa Tenggara Timur. Upayanya mendorong pangan lokal asli Adonara sejak tahun 2007 mendapatkan perhatian yang semakin besar setelah wanita Dayak ini memenangkan penghargaan KEHATI Award 2012. Maria menjadi semakin bersemangat mendorong petani di daerahnya untuk membudidayakan pangan lokal seperti ubi, padi hitam, sorgum, kacang, dan sebagainya. Penghargaan itu juga mengantarkannya pada banyak forum nasional maupun internasional untuk berbagi pengalaman.

Dari potret dua penerima penghargaan KEHATI Award tersebut, apresiasi dalam bentuk award masih memiliki peranan penting untuk mendorong gerakan perbaikan lingkungan. “Pemberian penghargaan mampu memberikan akses pada masyarakat di daerah-daerah yang tidak tertangkap mata banyak orang untuk menjadi terlihat dan mendapatkan pengakuan,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, MS Sembiring, Selasa 20 Januari 2015. Seperti yang terjadi pada Maria Loretha yang berada di desa Adonara. Sebuah desa yang jauh dari pusat pemerintahan dan kurang memiliki akses terhadap informasi. Berada jauh dari mata pengambil keputusan, Maria tetap berusaha untuk memberdayakan pangan lokal sehingga pada akhirnya nanti masyarakat di desanya tidak tergantung pada beras dan mampu menghadapi perubahan iklim.

“Kerja keras para pahlawan lingkungan itu mampu memberikan inspirasi”, ungkap Sembiring. Melalui inspirasi ini diharapkan akan muncul replikasi terhadap pemberdayaan pangan lokal di daerah lain. Ajang penghargaan juga memberikan contoh nyata bagi masyarakat bahwa sebuah upaya perbaikan lingkungan mampu dilakukan diberbagi tempat di Indonesia ini.

Tahun 2015, Yayasan KEHATI kembali dengan KEHATI Award VIII. Kali ini tema yang diangkat adalah keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan bangsa. Seperti yang diketahui, keanekaragaman hayati memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Kekayaan yang menjadi potensi besar Indonesia tersebut menyimpan beragam sumber pangan, sumber energi alternatif, sumber obatan-obatan alami, dan jika dijaga dengan baik maka akan ikut menjaga ketersediaan air.

Melalui KEHATI Award VIII, Yayasan KEHATI ingin kembali mengingatkan setiap elemen masyarakat untuk memberikan perhatian pada keberlanjutan keanekaragaman hayati di Indonesia. Hilangnya keanekaragaman hayati karena kesalahaan pengelolaan justru akan merugikan masyarakat di sekitarnya. “Semoga dengan adanya KEHATI Award, masyarakat bisa menjadi bagian dalam pelestarian keanekaragama hayati,” tegas Sembiring.[rel]

read more
Green Style

Mari Selamatkan Keanekaragaman Pangan Lokal

Selama ini kita lebih mengenal beras sebagai bahan pangan pokok kita. Akibatnya, negara kita menjadi salah satu negara dengan konsumen beras terbesar di dunia. Padahal sejak dahulu kita mengenal keberagaman sumber pangan lokal.

“Dahulu kita mengenal beragam sumber karbohidrat, seperti : sagu,talas dan ubi (Papua dan Maluku), umbi-umbian (Papua dan Jawa), gebang, sorghum/cantel (NTT), sukun dan lainnya. Demikian juga sumber kacang-kacangan, buah dan sayuran local,” papar MS. Sembiring, Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI.

Data SEAMEO BIOTROP di tahun 2009 memaparkan bahwa lebih dari 800 spesies tumbuhan tumbuh di Indonesia, dengan  77 jenis karbohidrat, 75 jenis lemak/minyak, 26 kacang-kacangan, 389 buah banyak ditemukan di Indonesia.

“Jumlah ini akan berkurang jika kita tidak memiliki kepedulian untuk melestarikan keanekaragaman hayati kita. Ini yang melandasi Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) terus berupaya melestarikannya dengan memberikan apresiasi kepada masyarakat yang berupaya melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati, termasuk pangan lokal,” sambung Sembiring.

Maria Loretta, seorang petani dari Way Otan Farm, Adonara Barat, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur telah melestarikan tanaman pangan lokal seperti sorgum, jelai, beras hitam, jewawut dan bahan pangan lain yang sudah mulai susah ditemui di kampungnya. Padahal, bahan makanan tersebutlah yang dikenalkan dari kecil oleh orang tua mereka. Bahan pangan tersebut juga tahan terhadap perubahan cuaca di wilayah Nusa Tenggara Timur yang merupakan gugusan pulau-pulau kecil. Atas upaya kerja keras Maria Loretta, Yayasan KEHATI menganugerahinya dengan Prakarsa Lestari KEHATI di tahun 2012.

Mbah Suko, petani dari Dusun Kenteng, Desa Mangunsari, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah juga mendapat penghargaan Prakarsa Lestari KEHATI di tahun 2001. Yayasan KEHATI sangat menghargai upaya-upaya almarhum Mbak Suko dalam melestarikan bibit padi lokal yang sudah jarang ditemui. Tak kurang dari 35 jenis bibit padi lokal telah dikembangbiakkan, seperti rojo lele, ketan kuthuk, kenongo, rening, menthik wangi, menthik susu, gethok, leri, papah aren, berlian, tri pandung sari, dan si buyung.

Sementara itu, di tahun 2002 Yayasan KEHATI memberikan penghargaan kepada Nicholas Maniagasi, Ketua Yayasan Sagu Suaka Alam, Yapen Waropen, Papua yang telah melakukan upaya pengembangan pengolahan sagu di kampung-kampung di Papua.

“Banyak sekali upaya-upaya dari masyarakat untuk terus melestarikan keanekaragaman hayati terutama pangan lokal. Mereka adalah salah satu dari banyak masyarakat yang telah kami temukan. Masih banyak sekali pahlawan-pahlawan di kampung yang telah berupaya melestarikan pangan yang mungkin belum  kami temukan. Kami hanya ingin berbagi, agar upaya mereka dapat terus menjadi inspirasi dalam melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati kita, terutama pangan lokal,” tutup Sembiring.

Yayasan KEHATI akan kembali memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha pelestarian ataupun pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan yang dilakukan oleh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah, seniman, generasi muda, hingga perusahaan di seluruh Indonesia. Penghargaan KEHATI Award VIII akan dilaksanakan pada 28 Januari 2015 di Gedung Usmar Ismail, Jakarta. [rel ]

read more