close

hutan kota

Green StyleRagam

Banda Aceh Gelar Jambore Nasional Bebas Sampah 2017

Jambore Bebas Sampah Nasional tahun ini akan dipusatkan di Hutan Kota Tibang, Banda Aceh pada 10 – 12 November 2017, ini merupakan pelaksanaan Jambore untuk kedua kalinya. Pemerintah Kota Banda Aceh sepenuhnya mendukung kegiatan ini bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenkomaritim), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPera), Kementerian Kesehatan.

Panitia Jambore Bebas Sampah terdiri atas Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC) yang melibatkan Para Pegiat Isu Persampahan dan Lingkungan dari berbagai komunitas dan lembaga, termasuk pelaku komunitas dan media lokal di Aceh sebagai tuan rumah tahun ini. Di antaranya, turut berpartisipasi pemerintah Kota Banda Aceh, Zero Waste Aceh dan Forum Kolaborasi Komunitas sebagai inisiator kegiatan ini.

 

Walikota Banda Aceh, Aminullah Usman, sedang melihat kegiatan peserta Jambore Nasional, Sabtu (11/11/2017) | Foto: M. Nizar Abdurrani

Walikota Banda Aceh, H. Aminullah Usman, SE.Ak., MM menegaskan Banda Aceh sebagai peraih 9 penghargaan Adipura insya Allah siap menjadi tuan rumah Jambore Nasional #BebasSampah2020 Tahun 2017. Jambore Nasional #BebasSampah2020 Tahun 2017 merupakan momentum strategis berkumpulnya seluruh pegiat yang peduli terhadap persoalan persampahan di Indonesia demi terwujudnya kekuatan bersama untuk menciptakan berbagai solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Sementara itu Ketua Panitia Lokal Jambore Nasional #BebasSampah Tahun 2017, Gemal Bakri, berharap dengan kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dalam mewujudkan Banda Aceh Bebas Sampah.

Gemal melanjutkan, “Di kota Banda Aceh saat ini sudah mulai diterapkan Sistem Waste Collecting Point (WCP). Sistem ini merupakan pengelolaan sampah pada sumbernya secara mandiri oleh warga desa, di mana satu fasilitas WCP mencakup 20-30 rumah tangga.”

Peserta jambore sedang melakukan diskusi di aula Universitas Ubudiyah, Banda Aceh, Sabtu (11/11/2017) | Foto: M. Nizar Abdurrani

Panitia dan pegiat komunitas Zero Waste Aceh (ZWA) Rama Herawati, menjelaskan, panitia pelaksana berinisiatif menjumpai para pimpinan lembaga pendidikan guna mengundang partisipasi peserta Jambore. Dengan cara ini, diharapkan para peserta dapat mengaplikasikan pengalamannya selama mengikuti Jambore ketika kembali ke sekolah dan kampus di Aceh. Sehingga, dapat mempercepat terwujudnya Aceh Bebas Sampah.

Koordinator Nasional Jambore Nasional #BebasSampah2020 Tahun 2017, Latansa Fashola Yahfa yang akrab dipanggil Sasa menjelaskan, “Kegiatan ini diharapkan dapat melibatkan 5 pelaku utama isu persampahan yang terdiri atas masyarakat, pemerintah, swasta, media dan tokoh masyarakat.”

Sasa menambahkan, kegiatan Jambore Nasional #BebasSampah2020 yang perdana sudah berhasil dilaksanakan di Kota Solo pada tahun sebelumnya dan telah menghasilkan Deklarasi Bebas Sampah Nasional 2020 serta 13 Isu Persampahan Nasional.

Dalam pelaksanaan Jambore tahun ini, panitia akan diluncurkan Green Pages, yaitu daftar lampiran yang berisi biodata komunitas pegiat lingkungan se-Nusantara.

Adapun bentuk kegiatan utama Jambore Nasional #BebasSampah2020 Tahun 2017, terdiri atas:
1. Forum lintas pemangku kepentingan dan para pakar;
2.  Diskusi roadmap percepatan menuju Indonesia Bebas Sampah 2020; serta
3.  Persiapan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2018.

[rel]

 

read more
Flora Fauna

Semua Tanaman Senang kalau Hujan

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo meninjau taman di Monumen Nasional (Monas) sebelum menuju ke Balaikota Jakarta, Senin (10/3/2014). “Semua tanaman itu senang kalau ada hujan,” ujar lelaki yang akrab disapa Jokowi itu saat tiba di Balaikota, Senin pagi.

Selama memimpin DKI Jakarta, Jokowi sudah menyulap sejumlah tempat menjadi taman, di antaranya bantaran Waduk Pluit, Waduk Ria Rio, Taman Semanggi, dan halaman Monas.

Jokowi memang menyukai tanaman. Saking sukanya dengan tanaman hias, mantan Wali Kota Solo ini mengaku bisa merasakan atau mendengar yang dikatakan oleh tanaman-tanaman itu.

“Tamannya tadi ngomong ke saya. Senang ada hujan seperti ini,” kata Jokowi.

Selain meninjau taman di Monas, orang nomor satu di DKI ini juga sekaligus memantau titik-titik yang berpotensi menjadi genangan air akibat hujan yang turun pagi ini.

“Iya kami juga mau lihat, ada yang tergenang atau banjir enggak,” ucap Jokowi.

Sumber: kompas.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Jakarta Juga Mampu Jadi Hutan Tropis Seperti Singapura

Pemprov DKI Jakarta terus mengupayakan target 30% Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Salah satu caranya dengan perbaikan dan penambahan taman maupun hutan kota yang tengah digalakkan Dinas Pemakaman dan Pertamanan DKI untuk menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Pasalnya, saat ini yang berkembang di Ibukota hanya gedung-gedung percakar langit dibandingkan pepohonan. Padahal menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, seharusnya gedung dan pepohonan dapat tumbuh seimbang. Layaknya di Singapura dan negara lainnya yang mampu mempertahankan ruang terbuka hijau.

“Kasarnya, Singapura aja bisa. Dia kota di tengah hutan. Jakarta juga mampu, biar jadi hutan tropis. Gedung-gedung di tengah hutan,” kata pria yang akrab disapa Ahok usai meresmikan Taman Semanggi, Jakarta, Minggu (9/3/2014).

Untuk itu, Ahok harus dapat mengejar target 30% RTH guna memenuhi UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Untuk mewujudkan itu, Dinas Pertamanan DKI terus melakukan pembelian lahan di beberapa wilayah Jakarta. Nantinya lahan itu dibangun taman, hutan kota, maupun pemakaman yang juga masuk sebagai RTH.

“Kita mau kejar 30, sekarang belum bisa. Makanya harus dikejar, pembelian tanah terus kita lakukan,” tambah Ahok.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemakaman dan Pertamanan Pemprov DKI Jakarta Nanda Sunandar mengakui, belum ada perkembangan yang signifikan terkait RTH Jakarta saat ini. Sebab, pihaknya masih dalam tahap pembebasan lahan yang seringkali terkendala sengketa.

“Karena masih pembebasan lahan. Banyak gugat-menggugat,” ujar Nanda. Namun, ia meyakini target RTRW sebanyak 30% dapat dicapai Jakarta hingga pada 2030 mendatang. []

Sumber: liputan6.com

read more
Green Style

Kepolisian Apresiasi Program Penghijauan Medan

Kepolisian Daerah Sumatera Utara mengapresiasi program penghijauan yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam upaya menjadikan kota itu lebih asri dan nyaman.

Kepala Polda Sumatera Utara Irjen Pol Syarief Gunawan di Medan, Minggu mengatakan pihaknya menyambut baik atas dilakukannya penghijauan di beberapa lokasi oleh Pemkot Medan seperti penanaman pohon yang dilakukan hari Minggu ini di seputaran Lapangan Merdeka Medan.

Di sela aksi penanaman pohon di Lapangan Merdeka Medan, ia mengatakan jajaran Polda Sumut juga sering melakukan penanaman pohon dalam rangka mendukung penghijauan.

Itu sebabnya setiap kali menggelar kegiatan seperti ulang tahun kesatuan maupun kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat, sering dirangkaikan dengan penanaman pohon. Dengan harapan ke depan berbagai instansi juga melakukan hal yang sama sehingga bumi ini akan tetap terjaga, apalagi saat ini memang kondisi alam sangat ekstrem akibat efek dari gas rumah kaca.

“Alhamdulillah sudah banyak sekali tanaman yang telah kita tanam di beberapa tempat selama ini, termasuk penanaman pohon yang kita lakukan di Lapangan Merdeka hari ini. Semoga tanaman yang kita tanam itu dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Karena itu saya selalu mendukung dan mengapresiasi setiap kegiatan yang dilakukan dalam rangka mendukung penghijauan,” katanya.

Sebelumnya Pelaksana tugas Wali Kota Medan Dzulmi Eldin mengatakan penghijauaan saat ini menjadi salah satu program Pemkot Medan dalam rangka menjadi Medan sebagai green city sekaligus kota yang lebih berhias.

Untuk memberhasilkan kegiatan tersebut, maka hampir setiap kegiatan yang dilakukan selalu disempatkan dengan melakukan penanaman pohon.

Dengan harapan hal itu dapat memotivasi masyarakat untuk ikut melakukan penanaman pohon di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing.(*)

Sumber: antaranews.com

read more
Green Style

Pelajaran dari kota hijau Vaexjoe di Swedia

Pohon-pohon cemara, lumut dan makanan busuk menjadi bahan bakar Vaexjoe, Swedia, untuk menjadi kota berkelanjutan namun keterikatan orang pada mobil bisa menjadi rem bagi ambisi karbon-netral mereka.

Bersarang di antara danau-danau kemilau dan hutan pinus tebal di bagian selatan Swedia, Vaexjoe telah berjalan lebih jauh dalam penggunaan energi terbarukan, transportasi bersih dan konservasi energi serta memromosikan diri sebagai “Kota Eropa Terhijau.”

“Kami mulai sangat dini,” kata Henrik Johansson, anggota dewan lokal, kepada kantor berita AFP.

“Politisi kami menyadari pada 1960-an bahwa jika kota ingin berkembang, danau-danau harus dibersihkan–danau-danau ini tercemar akibat limbah industri kain pada abad ke-18 dan perluasan kota,” jelasnya.

Ia menambahkan, pemulihan perairan paling tercemar, Danau Trummen — yang terkenal dengan baunya yang berbahaya sejak abad ke-18– menjadi katalis bagi proyek-proyek lingkungan yang lebih ambisius.

“Ketika saya kecil, kau tidak akan bermimpi berenang di danau itu, tapi sekarang kau bisa melakukannya,” kata pejabat lingkungan berusia 39 tahun itu.

“Perubahan yang sangat jelas itu tinggal dalam pikiran orang-orang– itu menunjukkan bahwa jika kau benar-benar ingin melakukan sesuatu dan menetapkan hati untuk itu, kau akan berhasil,” tutur dia.

Dalam tahun 1990an, sebelum pemanasan global menjadi berita utama, kota itu mengumumkan rencana untuk meninggalkan bahan bakar fosil pada 2030 dan mengurangi separuh emisi karbon dalam waktu kurang dari dua dekade.

Kedua rencana itu termasuk di antara “tujuan hijau” utama yang juga mendorong para petani lokal bergerak ke sistem organik dan semua orang mengurangi konsumsi kertas serta menggunakan sepeda atau transportasi publik.

Hari ini emisi karbon dioksida Vaexjoe sudah hampir separuh dari tingkat emisi karbon mereka pada 1993 — salah satu tingkat terendah di Eropa dengan 2,7 ton per orang — dan hampir setengah dari rata-rata emisi karbon yang sudah rendah di Swedia.

Tahun 1970an Vaexjoe membangun pemanas distrik dan sistem pembangkit–memompa panas dan air panas dari satu ketel pusat ke seluruh kota.

Perusahaan energi milik pemerintah kota ini juga menjadi perintis peralihan penggunaan bahan bakar minyak ke biomassa — yang dihasilkan dengan membakar limbah dari industri kehutanan.

Dalam pembangkit yang berada di luar kota, direktur perusahaan energi pemerintah kota Bjoern Wolgast, mengambil segenggam penuh ranting kusut, lumut, dan kulit pohon dan menghirup aroma tajam pinus saat ekskavator membawa tumbuhan material berdebu ke dekat sabuk ban berjalan.

“Ini benar-benar energi terbarukan — hutan-hutan Swedia masih memroduksi lebih banyak dari yang kami ambil,” katanya. “Dan kami kirim lagi abunya untuk menyuburkan hutan,” tambah dia.

Sekarang hampir 90 persen dari sekitar 60.000 penduduk kota itu mendapatkan pemanas dan air hangat dari pembangkit yang juga memasok sekitar 40 persen dari kebutuhan listrik itu. Berkat serangkaian penyaring, emisi karbon dari pembangkit itu hampir bisa diabaikan — hanya seperduapuluh dari batas nasional.

Namun apakah Vaexjoe benar-benar “Kota Terhijau Eropa” masih jadi perdebatan dan slogan itu juga mengganggu sebagian penduduk lokal, termasuk pemilik restoran ekologis Goeran Lindblad.

“Mengapa kita masih bertahun-tahun di belakang kota lain di negeri ini dalam mendaur ulang sisa makanan?” tanya Lindblad, satu di antara yang pertama memulai daur ulang makanan dua tahun lalu.

Namun ketika dewan lokal mulai mengumpulkan limbah organik, upaya itu berlangsung sangat cepat.

Dua per tiga rumah tangga mendaftar secara sukarela — dengan imbalan biaya lebih rendah — dan sekarang armada bus biogas kota beroperasi di hampir sepenuhnya dengan gas produksi lokal dari makanan busuk dan limbah.

“Sulit membandingkan kota-kota dengan ukuran berbeda tapi menurut saya ini termasuk salah satu yang paling hijau di Eropa — mereka maju dan ambisius,” kata Cristina Garzillo, ahli pembangunan berkelanjutan pada jaringan pemerintah lokal ICLEI di Freiburg, Jerman.

Ryan Provencher, insinyur berusia 39 tahun, pindah dari Texas ke Swedia lebih dari satu dekade lalu dan menggambarkan apa yang terjadi di kota itu sebagai perubahan sesungguhnya ke revolusi hijau.

“Kami mendaurulang hampir semuanya. Saya hanya menggunakan mobil dua kali sepekan dan lebih suka lari atau bersepeda untuk kerja,” katanya.

Provencher tinggal bersama istri dan tiga anaknya di rumah paling ramah lingkungan Vaexjoe yang disebut positive house (rumah positif), yang mengirimkan lebih banyak energi kembali ke jaringan dari yang digunakan karena seluruh atapnya tertutup panel surya dan dilengkapi dengan perangkat penghemat energi.

Ia menyebut perbandingan kehidupannya di Vaexjoe dengan kehidupan di Waco, tempat orangtuanya tinggal, seperti “malam dan siang.”

“Bahan bakar sangat murah di sana sehingga tidak ada orang yang berpikir dua kali untuk mengendarai mobil,” katanya.

Namun seperti penduduk Waco, warga Vaexjoe juga sangat suka mobil dan sekitar 60 persen di antaranya menggunakan mobil, kondisi yang membuat upaya mencapai tujuan kota untuk meninggalkan bahan bakar fosil sulit dicapai.

“Kami tergantung pada perubahan nasional dan tentang mobil dan perusahaan bahan bakar membuat alternatif bahan bakat tersedia. Kami tidak bisa memaksa orang menyingkirkan mobil mereka,” kata Johansson. []

Sumber: antaranews.com

read more
Kebijakan Lingkungan

Hamburg Hilangkan Ketergantungan terhadap Mobil

Kota terbesar kedua di Jerman, Hamburg, secara perlahan akan menghilangkan segala ketergantungan sekitar 8 juta penduduknya terhadap mobil pada 2034. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari usaha merenovasi tata kota dalam program “Green Network Plan”. Nantinya infrastruktur kota dibuat lebih mengutamakan pejalan kaki, pesepeda, dan transportasi publik.

Pencanangan rencana ini seperti berbanding terbalik dengan sejarah Jerman sebagai negara otomotif, sekaligus rumah buat pabrikan BMW, Mercedes-Benz,dan Audi. Hingga kini, ketiganya bahkan terus berlomba menjadi produsen premium #1 di dunia, salah satu target meningkatkan penjualan di kampung halaman.

Dijelaskan, hampir 40 persen wilayah Hamburg nantinya diubah menjadi area hijau dan taman yang sudah terintegrasi dengan jalur sepeda dan pejalan kaki. Harapannya masyarakat bisa keliling kota tanpa menggunakan mobil pribadi.

Perwakilan dari Hamburg, Angelika Fritsch menjelaskan, “Kota lain, termasuk London, punya jalur hijau, tapi jaringan di Hamburg lebih unik, mencakup area pesisir hingga pusat kota. Dalam 15-20 tahun, kita semua bisa mengeksplorasi kota menggunakan sepeda atau berjalan kaki,” jelasnya seperti dilansir Autocar, Kamis (16/1/2014).

Dijelaskan juga, zona bebas mobil dan banyaknya ruang hijau bisa membantu mengurangi kadar CO2, menjaga kestabilan iklim kota, serta mencegah banjir yang selalu menjadi ancaman.
Sumber: kompas.com

read more